Anda di halaman 1dari 4

Jakarta, 29 Maret 2017

Perubahan Patologis pada Sistem Muskoloskeletal Lansia:


Osteoarthritis dan Rheumatoid Arthritis
Oleh Hanifa Febsayana Khoirunnisa* 1406568910
*Mahasiswi FIK UI S1 Reguler 2014, email: hanifa.f@ui.ac.id

Seiring dengan perubahan fisiologis, perubahan patologis turut berisiko terjadi


pada lansia. Perubahan patologis berisiko terjadi pada lansia sejalan dengan proses
penuaan. Sistem muskoloskeletal sebagai sistem gerak tubuh turut berisiko mengalami
perubahan patologis. Pemahaman terhadap bentuk-bentuk perubahan patologis sistem
muskoloskeletal lansia dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi kesehatan lansia.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, tulisan ini akan menguraikan tentang
perubahan patologis yang terjadi pada sistem muskoloskeletal lansia berupa
osteoarthritis dan rheumatoid arthritis.
Salah satu jenis arthritis yang umum dialami oleh lansia yakni osteoarthritis.
Osteoarthritis merupakan gangguan sendi degeneratif yang umumnya menyerang
bagian sendi lutut, tangan, pinggang, dan kaki (Villa-Blanco & Calvo-Aln, 2009).
Osteoarthritis terjadi saat lapisan kartilago normal yang lunak dan tangguh menjadi
tipis dan rusak. Hal ini menyebabkan ruang sendi menjadi sempit dan kemudian tulang-
tulang di area sendi saling tergesek sehingga dapat menimbulkan kerusakan sendi,
nyeri, bengkak, dan tidak dapat bergerak (Touhy & Jett, 2014). Taji tulang (osteofit)
dapat berkembang pada ruang tersebut dan menyebabkan deformasi dan kerusakan.
Osteoarthritis dapat mengakibatkan kekakuan sendi, nyeri, tidak dapat bergerak,
dan deformitas sekuder dari pembentukan nodus Herberden dan Bouchard (Villa-
Blanco & Calvo-Aln, 2009). Selain itu, ciri khas lain dari osteoarthritis yakni
ketidakstabilan sendi, krepitus, dan berderak atau popping yang mungkin dirasakan atau
didengar. Faktor risiko dari osteoarthritis antara lain predisposisi genetik, peradangan
lokal, integritas sendi, kekuatan mekanik, dan proses seluler dan biokimia (Touhy &
Jett, 2014).
Untuk mengidentifikasi osteoarthritis, dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksa rentang gerak dan sendi.
Selain itu, dilakukan juga inspeksi dan palpasi pada daerah sendi untuk melihat tanda
yang muncul. Posisi dan postur leher dan tulang belakang turut diperiksa untuk
kemungkinan kelainan lebih lanjut (Arthritis Foundation, n.d.). Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan yakni; aspirasi cairan sendi untuk melihat kemungkinan terdapat
kristal atau kerusakan sendi, foto rontgen untuk melihat kerusakan atau perubahan yang
terjadi terkait osteoarthritis, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk
memberikan gambaran kartilago dan struktur lain untuk mendeteksi tanda awal dari
osteoarthritis (Arthritis Foundation, n.d.).
Penatalaksanaan osteoarthritis dilakukan secara kombinasi antara farmakologi
dan nonfarmakologi. Pada penatalaksanaan farmakologi, medikasi yang diberikan

1 Universitas Indonesia
2

berupa analgesik (paracetamol), NSAID, analgesik kuat (opioid), dan obat adjuvan
(Fitzcharles, Lussier, & Shir, 2010). Penatalaksanaan farmakologi pada lansia turut
diperhatikan terkait peningkatan sensitivitas terhadap obat, interaksi obat-obat dan
terkait komorbiditas (Villa-Blanco & Calvo-Aln, 2009). Penatalaksanaan secara non
farmakologi dilakukan dengan mengedukasi lansia, memberikan dorongan untuk
berlatih strategi manajemen diri dan membiasakan terhadap kebiasaan hidup sehat
seperti kontrol berat badan dan aktivitas fisik secara teratur dan olahraga.
Penatalaksanaan medis berupa penggantian sendi (arthroplasty) dapat dilakukan untuk
mengembalikan fungsi sendi (Touhy & Jett, 2014).
Perubahan patologis lain yang umum terjadi pada lansia yaitu rheumatoid
arthritis. Rheumatoid arthritis merupakan gangguan peradangan multisistem kronis
yang ditandai dengan kerusakan sinovitis (Villa-Blanco & Calvo-Aln, 2009).
Rheumatoid arthritis dianggap sebagai penyakit autoimun di mana akibat peradangan
yang terjadi pada lapisan sendi menyerang dan merusak tulang rawan dan tulang dalam
sendi (Touhy & Jett, 2014). Lingkungan dan genetik merupakan faktor risiko dari
rheumatoid arthritis. Ciri khas dari rheumatoid arthritis yakni nyeri dan bengkak pada
sendi-sendi secara simetris dan secara umum terjadi pada sendi kecil di bagian
pergelangan tangan, lutut, penggelangan kaki, dan tangan. Selain itu, rheumatoid
arthritis juga ditandai dengan kelelahan dan demam serta perih dan hangat pada bagian
sendi.
Rheumatoid arthritis dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa inspeksi dan palpasi
pada bagian sendi untuk melihat tanda dari khas rheumatoid arthritis dan rentang gerak
sendi. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa uji lab darah, peradangan,
antibodi, dan imaging tests. Uji lab darah dapat memberikan gambaran tingkat
peradangan dan biomarker terkait rheumatoid arthritis. Erythrocyte Sedimentation Rate
(ESR) dan protein C-Reactive Protein (CRP) merupakan penanda peradangan. Nilai
ESR atau CRP tinggi tidak secara pasti menunjukkan rheumatoid arthritis, tetapi ketika
dikombinasikan dengan petunjuk lain, seperti antibodi, membantu membuat diagnosis
rheumatoid arthritis (Arthritis Foundation, n.d.). Rheumatoid Factor (RF) merupakan
antibodi yang ditemukan di sekitar 80 persen orang dengan rheumatoid arthritis. Meski
demikian RF dapat terjadi pada penyakit inflamasi lainnya, sehingga RF bukan tanda
pasti rheumatoid arthritis. Anti-Cyclic Citrullinated Peptida (anti-CCP) timbul terutama
pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Perbedaan secara spesifik antara osteoarthritis
dan rheumatoid arthritis terangkum dalam tabel 1 (Villa-Blanco & Calvo-Aln, 2009;
Touhy & Jett, 2014; Arthritis Foundation, n.d.).

Universitas Indonesia
3

Ciri Osteoarthritis Rheumatoid arthritis

Patofisiologi

Onset Diatas usia 40 tahun Sekitar usia 25-50 tahun


Respon autoimun
Biokimia: Menyebabkan mempengaruhi membran
Etiologi
hilangnya matriks kartilago sinovial yang mengakibatkan
kerusakan sendi
Berkembang perlahan/lambat, Berkembang cepat dalam
Durasi
selama bertahun-tahun beberapa minggu atau bulan
Asimetris, biasanya pada Simetris, biasanya pada sendi
Lokasi bantalan sendi lutut, pinggang, kecil namun dapat juga terjadi
punggung bawah pada sendi besar seperti siku
Nodus Heberden Ada Tidak ada
Osteophyte Ada Tidak ada
Karakteristik Sendi Keras dan tulang menonjol Lembut, hangat, dan perih
Terjadi pada sore/malam hari, Terjadi pada pagi hari, setelah
Kekakuan
setelah beraktivitas bangun tidur
Faktor Rheumatoid (-) Faktor Rheumatoid (+)

Hasil Pengkajian Antibodi anti-CCP (-) Antibodi anti-CCP (+)


Diagnostik ESR dan protein C reaktif:
ESR dan protein C reaktif:
Meningkat
Normal

Tabel 1. Perbedaan antara osteoarthritis dan rheumatoid arthritis

Penatalaksanaan rheumatoid arthritis dapat dilakukan secara farmakologi dan


nonfarmakologi. Penatalaksanaan rheumatoid arthritis secara farmakologi
menggunakan medikasi disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs) berupa
methotrexate, sulfasalazine, hydroxychloroquine, dan biological (Touhy & Jett, 2014).
Medikasi DMARD berpotensi beracun sehinggan dikelola dengan hati-hati oleh perawat

Universitas Indonesia
4

RN dan dokter. Penatalaksanaan rheumatoid arthritis secara nonfarmakologi berfokus


pada perawatan paliatif dan dukungan dari support group guna meningkatkan kualitas
hidup lansia (Touhy & Jett, 2014).
Lansia berisiko mengalami perubahan patologis pada sistem muskoloskeletal.
Beberapa perubahan patologis yang umum terjadi pada lansia antara lain osteoarthritis
dan rheumatoid arthritis. Pemahaman mengenai gangguan tersebut dapat membantu
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan
dasar lansia dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

Daftar Pustaka

Arthritis Foundation. (n.d.). Osteoarthritis Diagnosis. [Artikel website]. Diakses dari:


http://www.arthritis.org/about-arthritis/types/osteoarthritis/diagnosing.php
Arthritis Foundation. (n.d.). Rheumatoid Arthritis Diagnosis. [Artikel website]. Diakses
dari: http://www.arthritis.org/about-arthritis/types/rheumatoid-
arthritis/diagnosing.php
Fitzcharles, M., Lussier, D., & Shir, Y. (2010). Management of chronic arthritis pain in
the elderly. Drugs & Aging, 27(6), 471-90.
doi:http://dx.doi.org/10.2165/11536530-000000000-00000
Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults, sixth edition. Philadelphia,
PA : Lippincott Williams & Wilkins.
Touhy, T. A., & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess' Gerontological Nursing &
Healthy Aging (4th edition). New York: Elsevier.
Villa-Blanco, J., & Calvo-Aln, J. (2009). Elderly onset rheumatoid arthritis. Drugs &
Aging, 26(9), 739-750. doi:http://dx.doi.org/10.2165/11316740-000000000-00000

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai