Anda di halaman 1dari 14

Keuangan Negara dan Perpajakan

Makalah untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi dan Perpajakan

Oleh:

Dela Cynthia Fitri

Jenny Kanprilla

M. Luhur Hambali

Nurindra Rusmana

Ilmu Administrasi Fiskal (Reguler 2013)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

Depok, 2014
Pendahuluan

Berbicara mengenai negara, pasti berbicara pula mengenai rakyat.


Berbicara mengenai rakyat berbicara pula mengenai kesejahteraannya. Bila
membicarakan kesejahteraan rakyat, tentunya kita tidak akan pernah lepas dengan
yang dinamakan uang. Uang digunakan rakyat untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya. Begitupun dengan negara, yang memerlukan uang untuk menjalankan
roda pemerintahan yang nantinya digunakan untuk menghidupi kehidupan
masyarakatnya. Setiap manusia pasti ingin mendapatkan penghasilan yang besar,
begitupun juga negara yang memiliki harapan untuk mendapatkan pendapatan
yang besar pula.
Bila rakyat menggunakan pekerjaannya untuk mendapatkan penghasilan,
negara juga memiliki cara untuk mendapatkan penghasilan pula. Cara negara
untuk mendapatkan penghasilan ialah melalui penerimaan negara dari sektor
perpajakan dan penerimaan negara dari sektor bukan pajak. Tren yang
berkembang di dunia saat ini adalah negara berkembang, termasuk Indonesia di
dalamnya, yang masih sangat mengandalkan penerimaan negara dari sektor pajak
sebagai tumpuan pendapatan utama negara. Hal ini sangat berbanding terbalik
dengan melimpahnya SDA yang ada di Indonesia, seharusnya penerimaan negara
bukan pajak lah yang lebih besar ketimbang penerimaan pajaknya. Tentu saja kita
tidak dapat menyalahkan pemerintah seluruhnya, tetapi ini menjadi pekerjaan
rumah yang besar bagi calon-calon perubah bangsa yang kini sedang mengenyam
pendidikan.
Penerimaan negara dari sektor pajak merupakan pendapatan terbesar
negara. Hal ini dapat dilihat dalam postur Rancangan Anggaran Penerimaan
Belanja Negara 2014 yang menempatkan pajak sebesar 78,80% dari total seluruh
pendapatan negara yang sebesar Rp. 1.622,5 T. pajak yang sebesar itu didapatkan
negara dari berbagai bentuk perpajakan, mulai dari transaksi-transaksi yang terjadi
di dalam dan luar negeri, properti, institusi, dll yang semuanya dibayarkan oleh
orang pribadi dan badan.
Disini secara garis besar kita akan membahas dasar-dasar perpajakan
sebagai sumber utama penerimaan negara, prinsip dan asas yang digunakan, serta
beberapa alternatif penerimaan negara selain perpajakan. Overview dari postur
APBN juga akan sedikit ditampilkan sebagai gambaran singkat struktur
penerimaan dan pengeluaran negara yang diadopsi dari Nota Keuangan dan
Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Republik Indonesia tahun 2014

Konsep Dasar Perpajakan

Berbicara mengenai perpajakan, akan kurang mendasar jika kita tidak


membahas mengenai konsep dasar perpajakan itu sendiri. Konsep dasar
perpajakan terbagi menjadi dua, yaitu Dasar Pemajakan (Tax Base) dan Struktur
tarif pemajakan (Tax Rates Structure). Tax Base merupakan dasar pengukuran
yang digunakan untuk menghitung pajak yang terutang, dibagi menjadi dua, pajak
konsumsi dan pajak penghasilan. Pajak konsumsi diantaranya adalah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Properti (PBB). Pajak penghasilan berupa
PPh yang dibayarkan oleh orang pribadi dan badan. Sedangkan Taxes Rates
Structures merupakan tarif yang ditetapkan pemerintah untuk memajaki
rakyatnya. Contohnya, adalah tarif pajak penghasilan orang pribadi yang
berjenjang berdasarkan tingkat penghasilannya. Di Indonesia sendiri, struktur
penerimaan pajak dari berbagai jenis pajak yang berbeda adalah sebagai berikut:
URAIAN 2009 2010 2011 2012
PPh MIGAS 50.043,70 58.872,70 65.230,70 58.665,80
PPh NON
MIGAS 267.571,30 298.172,80 366.746,30 454.168,70
PPN DAN
PPnBM 193.067,50 230.604,90 298.441,40 350.342,20
PBB 24.270,20 28.580,60 29.057,80 35.646,90
BPHTB 6.464,50 8.026,40
CUKAI 56.718,50 66.165,90 68.075,30 72.443,10
PAJAK
LAINNYA 3.116,00 3.968,80 4.193,80 5.632,00
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/PenerimaanPajakDalamNegeri2009-
2012_0.xlsx
Selain dasar mengenai perpajakan, sifat dari perpajakan itu sendiri yang
harus dikenali oleh masyarakat. Diantaranya adalah Tax on Stock dan Tax on
Flows. Tax on Stock adalah sifat pajak yang dibayarkan di satu waktu saja dan
dibayarkan setahun sekali. Contohnya PBB. Sedangkan Tax on Flows merupakan
sifat pajak yang dibayarkan terus menerus dan bersifat kontinyu teratur setiap
bulan, contohnya PPh.
Sifat selanjutnya adalah pajak proporsional, progresif, dan regresif. Pajak
proporsional merupakan pajak yang memiliki beban yang sama dan telah
ditetapkan. Contohnya adalah PPh Final 4(2), seperti 25% untuk undian, dan 20%
untuk pendapatan bunga bank, obligasi. Sedangkan pajak progresif adalah pajak
berjenjang yang dikenakan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya.
Contohnya adalah PPh orang pribadi.

Tarif progresif PPh:

5% 0 s/d 50 juta
15% >50 juta s/d 250 juta
25% >250 juta s/d 500 juta
30% >500 juta

Sedangkan pajak regresif merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin


menurun apabila yang menjadi dasar pengenaan pajaknya membesar. Contohnya
adalah cukai dan PPN.
Sifat selanjutnya adalah averages dan marginal tax rates. Averages tax
rates merupakan persentase yang menunjukkan pembagian antara jumlah total
pajak terutang dengan total pendapatan. Sedangkan marginal tax rates merupakan
jumlah presentase besarnya tambahan beban pajak yang harus dibayar karena
adanya setiap tambahan pendapatan.
Didalam dunia perpajakan Indonesia, dan bahkan dunia sekalipun, terdapat
suatu konsep perpajakan yang digunakan negara untuk mengurangi beban pajak
yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Istilah ini disebut sebagai deduction atau
pengurang. Dalam hal ini deduction dapat berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
Asas Pemungutan Pajak dan Tax Base

Menurut Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si, asas-asas pemungutan pajak


yang ideal haruslah menyangkut tiga aspek, yaitu Equity, Revenue Productivity,
dan Ease of Administration. Pembebanan pajak dikatakan adil atau equal apabila
memenuhi dua pendekatan yaitu pertama, pendekatan keadilan horizontal (horizontal
equity), orang yang memiliki kemampuan yang sama untuk membayar pajak seharusnya
menanggung beban pajak yang sama. Kedua, pendekatan keadilan vertikal (vertikal
equity), orang yang memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar pajak
seharusnya menanggung beban pajak yang berbeda. Berikut adalah uraian singkat
mengenai dua pendekatan tersebut:

Horizontal Equity Vertical Equity

Definisi penghasilan: Semua Unequal treatment for the


tambahan kemampuan ekonomis (untuk unequal: terpenuhi apabila WP yang
dapat menguasai barang dan jasa) mempunyai tambahan kemampuan
ekonomis yang berbeda diperlakukan
tidak sama.

Globality: Semua tambahan Beban pajak bersifat progesif


kemampuan merupakan ukuran dari (semakin besar ability to pay semakin
keseluruhan kemampuan membayar besar beban pajak / tax burden yang
harus dipikul.

Nett Income: Yang menjadi Perbedaan tax burden semata-


ability to pay (jumlah penghasilan netto mata berdasarkan perbedaan ability to
setelah dikurangi biaya mendapatkan, pay, bukan jenis atau sumber
menagih, dan memelihara penghasilan) penghasilan.

Personal Exemption: Suatu


pengurangan untuk memelihara diri
pribadi Wajib Pajak

Equal treatment for the equal:


WP yang berada dalam kondisi yang
sama diperlakukan sama (tanpa
membedakan jenis maupun sumber
penghasilan)

Selain itu, sebelum merumuskan suatu kebijakan pajak hendaknya harus


dipikirkan mengenai dua prinsip keadilan, yaitu prinsip manfaat yang diterima
(benefit-received principle) yaitu teori keadilan yang menyatakan bahwa wajib pajak
seharusnya menyumbang pada pemerintah (dalam bentuk pembayaran pajak) berdasarkan
proporsi terhdap manfaat yang mereka terima dari pengeluaran publik. Yang kedua
ialah prinsip kemampuan untuk membayar (ability to pay principle) yaitu teori
perpajakan yang menyatakan bahwa warga negara seharusnya menanggung beban
pajak sejalan dengan kemampuan mereka membayar pajak.

Mengenai asas Revenue Productivity, asas ini lebih menyangkut kepentingan


pemerintah, dimana sistem perpajakan nasional harus menjamin tercukupinya pendapatan
guna meng-cover pengeluaran pemerintah (fungsi budgetair). Dalam hal ini juga harus
diperhatikan jumlah pajak yang dipungut jangan sampai terlampau tinggi sehingga
menghambat pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya ialah asas Ease of Administration yang
terkonsentrasi pada beberapa pilar yaitu certainty dimana pajak tidak ditentukan secara
sewenang-wenang, melainkan harus tegas, jelas, tidak bermakna ganda dan tidak bisa
ditafsirkan lain (unambigious) terhadap subjek pajak, objek pajak, dasar pengenaan pajak,
tarif, serta prosedur pemajakannya. Peraturan yang berganti-ganti memiliki derajat
kepastian yang renda, sehingga dapat membingungkan WP dan menyulitkan WP badan
untuk membuat perencanaan bisnis strategis. Asas kemudahan administrasi juga
menekankan pada aspek convenience dimana waktu pembayaran pajak ditentukan pada
saat yang tidak akan akan menyulitkan WP, biasanya hal ini kita kenal dengan istilah pay
as you earn (PAYE). Selebihnya, biaya pemungutan dan memenuhi kewajiban pajak
hendaknya sekecil mungkin dan tidak menghalangi WP melakukan kegiatan
ekonomisnya sehingga dapat terpenuhi aspek efficiency.

Setelah mengetahui beberapa asas dan prinsip pemungutan pajak yang ideal, ada
baiknya kita juga mengetahui dasar pemejakan atau tax base. Umunya tax base dibagi
menjadi dua, yaitu pajak berdasarkan penghasilan (Income based) dan pajak berdasarkan
konsumsi (Consumption based). Di Indonesia, dasar pemajakan yang digunakan adalah
income based taxation karena konsep ini dianggap lebih realistis dan mudah untuk
diaplikasikan dibandingkan dengan pajak berdasarkan konsumsi. Berikut tabel perbedaan
antara income based taxation dan consumption based taxation:

Income Based Taxation Consumption Based Taxation

Yang menjadi objek pajak adalah Penghasilan Yang menjadi objek pajak adalah Konsumsi

Dasar pengenaan pajak I = C - S Dasar pengenaan pajak C = I - S


Pengurangan yang diperbolehan (Deduction): Pengeluaran yang tidak termasuk objek pajak
konsumsi:
-harus mempunyai hubungan langsung dengan
penghasilan yang diterima -business expenses

-biaya yang terkait dengan kegiatan bisnis dan -all investment outlay
perdagangan
-capital expenditure of personal use
-pengurangan yang murni sepenuhnya
diperuntukan bagi WP pribadi -gifts made to other persons

Penghitungan pajak: Menghitung konsumsi kena pajak:

Gross income tax reliefs Total penghasilan - deductable expense


= konsumsi netto - Personal exemption
= konsumsi kena pajak

Kelemahan: Kelemahan:
-kurang netral karena mendistorsi pilihan WP -sukar memisahkan barang yang dikonsumsi
untuk menabung atau mengonsumsi WP pribadi untuk kepentingan dirinya dan
pendapatannya biaya 3M
-memengaruhi produktivitas kerja -belum tentu dapat menyelesaikan masalah
-heavy tax menentukan penghitungan taxable consumption
-masalah kesederhanaan administrasi -belum memberikan solusi atas pajak home
industry

Kelebihan: Kelebihan:
-lebih aplikatif dan praktis -tidak perlu menghitung penyusutan dan capital
-lebih banyak digunakan di berbagai negara gains
-hanya mempunyai sedikit masalah terhadap
inflasi
-tidak perlu menghitung pajak atas badan

Tax Incidence

Dengan adanya pajak maka pendapatan riil dan kesejahteraan seseorang


akan mengalami perubahan. Tergantung kepada siapa yang akan menanggung
beban pajak yang di kenakan tersebut. distribusi akhir dari beban pajak inilah
yang dinamakan tax incidence. Pengenaan pajak akan menyebabkan perubahan
harga kemudian perubahan itu akan mempengaruhi sumber daya atau pendapatan.
Pengenaan pajak dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari source side dan uses side.
Apabila dilihat dari sisi sumber maka akan dilihat bahwa pajak akan
menyebabkan pendapatan bersih seseorang menurun. Dengan menurunnya
pendapatan bersih maka akan menurun pula daya beli dan saving seseorang.
Apabila dilihat dari sisi penggunaan maka pajak dilihat akan menyebabkan harga
barang dan jasa meningkat, dengan meningkatnya harga barang dan jasa tersebut
otomatis pembelian akan cenderung mengalami penurunan. Salah satu proses dari
pergeseran beban pajak adalah tax shifting. Tax shifting adalah proses
pemindahan beban pajak dari satu pihak ke pihak lain. Tax shifting terjadi ketika
sebuah rumah tangga bisa mengubah tindakan dan menghindari pembayaran
pajak. Contohnya adalah ketika buah dikenakan pajak sehingga harganya naik,
maka pembeli dapat memilih untuk tidak membeli buah sehingga ia tidak harus
membayar pajak.

Excess Burden and The Principle of Neutrality

Pada dasarnya, pajak merupakan beban bagi masyarakat. Akan tetapi, di


sisi lain, pajak merupakan kelebihan pendapatan bagi pemerintah. Pada
kenyataannya, semua pajak mengubah perilaku dan menimbulkan distorsi
terhadap keputusan ekonomi. Misalnya, pengenaan cukai jenis pajak pada
barang tertentu akan meningkatkan tingkat harga pada barang yang dikenakan
pajak tersebut sehingga orang-orang menghindari pajak dengan cara memneli
barang substitusi (barang pengganti).
Jumlah dimana beban pajak melebihi total pendapatan yang dikumpulkan
oleh pemerintah disebut beban berlebih pajak atau disebut dengan excess burden.
Sedangkan total burden merupakan jumlah dari pendapatan yang dikumpulkan
dari pajak dan beban berlebih yang diciptakan dari pajak (excess burden).
Dalam hal ini, besar kecilnya excess burden yang timbul dari pajak
bergantung kepada bagaimana keputusan ekonomi terdistorsi. Prinsip umum yang
berkaitan dengan analisis terhadap excess burden ini adalah the principle of
neutrality (Prinsip Netralitas). Sebuah pajak dikatakan netral apabila
memperhatikan distorsi keputusan ekonomi.
Pajak yang tidak memiliki excess burden adalah pajak lumpsum, dimana
pajak yang dibayarkan tidak berdasarkan perilaku atau pendapatan atau kekayaan
seseorang. Setiap orang membayar dalam jumlah yang sama besarnya sehingga
tidak ada jalan untuk menghindari pajak.
Excess burden hanya dapat diukur apabila kita mengetahui respon
masyarakat terhadap perubahan harga. Berikut ini adalah grafik yang
menggambarkan excess burden dari sebuah distorsi atas cukai.
Tambahan pendapatan
pemerintah dari pajak

Excess burden /
Deadweight loss

Besarnya excess burden dihasilkan dari distorsi keputusan atas pajak,


bagaimana perubahan keputusan merespon pengenaan pajak. Besarnya excess
burden ini juga bergantung kepada elastisitas permintaan suatu barang. Semakin
elastis permintaan suatu barang maka semakin besar excess burden yang timbul
akibat pengenaan pajak atas suatu barang. Berikut ini grafik yang menggambarkan
hubungan elastisitas permintaan suatu barang terhadap besarnya excess burden.
Alternative to Taxation

1. Donations
Donasi adalah bantuan kontribusi kepada pemerintah dari individu/ organisasi.
Donasi digunakan untuk membiayai program-program tertetu. Biasanya,
pemerintah membuat dana khusus untuk membiayai korban bencana alam dan
kesulitan-kesulitan individu lainnya, lalu meminta penduduk untuk
mengirimkan kontribusinya berupa dana.
2. Debt Finance
Debt finance adalah peminjaman dana untuk pengeluaran keuangan
pemerintahan. Mereka yang meminjamkan uang ke pemerintah ini akan
mendapatkan bon atau nota dari pemerintah. Isi dari bon atau nota terusebut
menyatakan janji pemerintah untuk membayar hutang tersebut dengan
tambahan bunga di kemudian hari. Pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah
ini digunakan untuk membiayai pengeluaran modal atau untuk membiayai
proyek yang akan memiliki keuntungan yang meningkat di masa mendatang.
Contohnya adalah untuk membiayai konstruksi untuk fasilitas umum seperti
rumah sakit atau jalan raya yang memerlukan waktu bertahun-tahun. Jika
biaya pengeluaran ini dibiayai oleh pajak, maka masyarakat akan dihadapi
dengan menghilangkan kebiasaan konsumsi dan saving. Peminjaman ini
digunakan agar pemerintah dapat mengenakan pajak ke masyarakat di masa
yang akan datang. Sehingga selama fasilitas umum masih dalam proses
pembangunan, pendapatan masyarakat dapat digunakan untuk konsumsi dan
saving.
3. User Charge
Pemerintah akan mengenakan biaya langsung kepada masyarakat yang
menggunakan fasilitas tertentu dan mendapatkan manfaat darinya, seperti:
licences, franchise, fares or tolls.
4. Printing Money
Dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah dapat
mencetak uang untuk membayar biaya barang dan jasa yang disediakan oleh
pemerintah untuk masyarakat. Dengan melakukan pencetakan uang,
pemerintah bisa keluar dari kurva kemungkinan produksi. Contohnya apabila
mencetak uang saat keadaan perang untuk meningkatkan pembelian senjata.
Dengan mencetak uang, senjata untuk keperluan perang dapat dipenuhi tanpa
harus mengurangi pembelian kebutuhan masyarakat seperti keju. Namun,
pencetakan uang yang dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan
dampak negatif yaitu terjadinya inflasi. Inflasi adalah peningkatan harga
secara terus-menerus disebabkan karena banyaknya uang yang beredar di
masyarakat.

DIOLAH DARI:

Case, Fair, Oster. Prinsip-prinsip Ekonomi. Jakarta. Erlangga. 2007.

Haula Rosdiana, Slamet Irianto. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan


Implementasi di Indonesia. Jakarta. Rajagrafindo. 2012.

David N. Hyman. Public Finance: A Contemporary Application of Theory to


Policy 8th Edition. Ohio, USA. South-Western. 2005.

Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Republik


Indonesia tahun 2014

http://www.pajak.go.id/sites/default/files/PenerimaanPajakDalamNegeri2009-
2012_0.xlsx
Lampiran Postur RAPBN Indonesia
Pendapatan Negara Rp. 1.662,5 T (100%)
Pajak Rp. 1.310,2 T (78,80%)
Non Pajak Rp. 350,9 T (21,10%)
Hibah Rp. 1,4 T (0,01%)

Belanja Negara Rp. 1.816,7 T (100%)


Belanja Pemerintah Pusat Rp. 1.230,3 T (67,72%)
Transfer ke Daerah Rp. 586,4 T (32,28%)
Defisit Anggaran (- Rp. 154,2 T)
Pembiayaan Defisit
Sumber Penerimaan DN Rp. 173,2 T
Pembiayaan Luar Negeri (Rp. -19 T)
Total Rp. 154,2 T

Anda mungkin juga menyukai