Anda di halaman 1dari 29

REFLEKSI KASUS Juni 2017

OBESITAS PADA ANAK

Nama : Sidik Pribadi


No. Stambuk : N 111 16 043
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda.


Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara
sudah muncul masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas
dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia dewasa. Obesitas disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan
fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan.1
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO
menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga
obesitas merupakan suatu problem kesehatan yang harus diatasi. Di Indonesia,
terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup mengakibatkan
perubahan pada pola makan/konsumsi masyarakat yang menjadi tinggi kalori,
tinggi lemak dan kolesterol, terutama penawaran makanan fast food yang semakin
meningkatkan resiko obesitas.2
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering
ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia
meningkat dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan
akan mencapai 9,1% di tahun 2020. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun
2007, 2010, dan 2013 berdasarkan berat badan menurut tinggi badan lebih dari Z
score 2 menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut
12,2%, 14,0%, dan 11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18 tahun
berturut-turut 8,8%, 2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut
umur lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk
anak berumur 5-18 tahun.3
Tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi anak dan remaja obes
dengan gizi lebih atau obesitas adalah sebagai berikut:3

1
- Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang dapat
membantu menentukan apakah seorang anak mengalami atau berisiko
obesitas
- Pemeriksaan fiis dan evaluasi antropometris
- Pemeriksaan penunjang yang meliputi analisis diet, pemeriksaan
laboratorium, pencitraan, ekokardiografi dan respirometri atas indikasi
- Penilaian komorbiditas

2
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tggl Lahir : 13-05-2006/11 tahun
Nama Orang tua : Tn. S
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tondo
Tanggal masuk : 12 Mei 2017

Keluhan Utama : Berat Badan Lebih (Kegemukan)


Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk RS UNDATA dengan berat badan lebih. Anak mulai
mengalami berat badan lebih sejak umur 4 tahun. Saat lahir pasien lahir dengan
berat badan lahir 5000 gr dan termasuk dalam kategori bayi besar tapi mengalami
penurunan berat kemudian usia 4 tahun naik kembali dan menjadi berat badan
lebih. Saat ini, pasien mengeluhkan sering mengalami sakit kepala dan pusing,
biasanya sakit kepala dikeluhkan jika terlalu banyak mengonsumsi makanan
manis. Pasien mengatakan dalam sehari dapat makan dan minum dalam porsi
banyak dari orang biasanya. Dalam kesehariannya pasien mengatakan sering tidur
jika pulang dari sekolah. Pasien juga mengatakan jika tidur, sering mengorok, dan
terkadang terbangun dari tidur karena saat tidur tiba-tiba sulit bernapas. Pasien
juga mengeluhkan adanya nyeri pinggul saat bergerak sehingga pasien lebih
banyak berbaring daripada berkegiatan. Buang air besar seperti biasa tapi untuk 2
hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan tidak buang air besar. Buang
air kecil normal dan lancar, pasien mengatakan tidak terlalu sering buang air kecil
dan tidak mengeluhkan nyeri saat berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengalami kegemukan sejak usia 4 tahun

3
Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakak pasien juga mengalami kegemukan seperti pasien. Ibu dan ayah
pasien tidak menderita hipertensi, penyakit jantung, dan juga diabetes.
Anamnesis Makanan:
Pasien minum ASI sejak lahir sampai umur 6 bulan. Dari umur 6 bulan
hingga umur 2 tahun diberikan susu formula. Dari umur 2 tahun hingga sekarang
diberikan nasi. Dalam sehari, biasanya pasien makan >5 kali dengan porsi lebih
banyak dari orang dewasa. Orang tua pasien seorang pemilik warung dan
membiarkan anaknya untuk makan cemilan sehingga pasien juga sering makan
cemilan berupa makanan ringan dan makanan cepat saji, serta jajan es krim.
Sering makan mie goreng dan minum air es, pasien juga suka jajan siomay, es
krim dan makan snack.
Riwayat sosial ekonomi:
Keluarga pasien memiliki status sosial ekonomi menengah keatas.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan:
Pasien jarang berolahraga. Kesehariannya pasien sering menonton TV
dan bermain games. Pasien juga setiap pulang sekolah selalu tidur dan malas
untuk beraktivitas.
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Pasien lahir secara SC atas indikasi CPD, dengan Berat badan lahir 5000
gram dan Panjang badan lahir 52 cm, bayi lahir langsung menangis. Ibu pasien
tidak menderita diabetes saat kehamilan.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi lengkap
Riwayat Alergi :
Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg

4
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 39,1C
Respirasi : 30 kali/menit
Berat badan : 98 kg
Tinggi badan : 162 cm
Status gizi : Obesitas (IMT 37)
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada

Sianosis : tidak ada


Turgor : cepat kembali (<2 detik)
Kelembaban : cukup
Tampak jaringan lemak menebal
Kepala : Bentuk : Normocephal, kesan membulat
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+) kesan normal
Pupil : Bulat, isokor
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
4. Mulut-Leher :
Pembesaran kelenjar leher : tidak ada
Tonsil : T2-T2
Faring : hiperemis (+)
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :

5
Inspeksi : Bentuk : simetris bilateral
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing
(-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada Spatium Inter Costa (SIC)
V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : cembung
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : Bunyi : timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
7. Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada
8. Genitalia : tidak ada kelainan
9. Otot-otot : tonus baik
Pemeriksaan laboratorium
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.9 11,5-16,5 g/dl

6
Leukosit 4.2 3,5-10,5 /ul
Eritrosit 4.96 3,8-8,5 Juta/ul
Hematokrit 38.5 35-52 %
Trombosit 141 150-450 Ribu/ul

Anjuran Pemeriksaan:
- EKG - Foto thorax
- Analisis diet - LDL/HDL
- Kadar Gula Darah Puasa

RESUME :
Pasien laki-laki umur 11 tahun masuk RS UNDATA dengan berat badan
lebih. Anak mulai mengalami berat badan lebih sejak umur 4 tahun. Saat ini,
pasien mengeluhkan sering mengalami sakit kepala dan pusing, biasanya sakit
kepala dikeluhkan jika terlalu banyak mengonsumsi makanan manis. Pasien
mengatakan dalam sehari dapat makan dan minum dalam porsi banyak dari orang
biasanya. Dalam kesehariannya pasien mengatakan sering tidur jika pulang dari
sekolah. Pasien juga mengatakan jika tidur, sering mengorok, dan terkadang
terbangun dari tidur karena saat tidur tiba-tiba sulit bernapas. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri pinggul saat bergerak sehingga pasien lebih banyak
berbaring daripada berkegiatan. Buang air besar seperti biasa tapi untuk 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan tidak buang air besar. Buang air
kecil normal dan lancar, pasien mengatakan tidak terlalu sering buang air kecil
dan tidak mengeluhkan nyeri saat berkemih.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan wajah membulat dengan pipi tembem,


leher relatif pendek, dada yang membusung dan perut yang membuncit. Status
gizi anak obesitas, menggunakan Body Mass Index dengan Berat Badan
(kg)/Tinggi Badan2 (m) yaitu 37.
DIAGNOSIS :
Obesitas pada anak

7
FOLLOW UP

Tanggal 13-5-2017
Subject - Demam (+) hari ke 4
- Sakit kepala (+)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (+)
- Sesak (-)
- Nyeri menelan (+)
- Sakit perut (+)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 3 hari
- BAK (+)
Object - BB : 98 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 38,4 C
- N : 108 x/menit
- R : 36 x/menit
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:

8
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Obesitas
Plan - menerapkan pola makan yang benar,
- aktivitas fisis yang benar,
- dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan

Tanggal 14-5-2017
Subject - Demam (-) hari ke 5, Bebas demam hari-1
- Sakit kepala (-)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (-)
- Sesak (-)
- Nyeri menelan (+)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 4 hari
- BAK (+)
Object - BB : 98 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 36,6 C
- N : 92 x/menit
- R : 26 x/menit
- TD : 110/60
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)

9
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Obesitas
Plan - menerapkan pola makan yang benar,
- aktivitas fisis yang benar,
- dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan

Tanggal 15-5-2017
Subject - Demam (-) hari ke 6, Bebas demam hari-2
- Sakit kepala (-)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (+)
- Batuk (+)
- Nyeri menelan (-)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 5 hari

10
- BAK (+)
Object - BB : 98 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 36,6 C
- N : 76 x/menit
- R : 28 x/menit
- TD : 110/70
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
- Hasil Lab:
WBC : 7,49
RBC : 5,14
HGB : 12,9
HCT : 39,6
PLT: 45
Assesment Obesitas

11
Plan - menerapkan pola makan yang benar,
- aktivitas fisis yang benar,
- dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan

Tanggal 16-5-2017
Subject - Demam (-) hari ke 7, Bebas demam hari-3
- Sakit kepala (-)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (-)
- Nyeri menelan (-)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 6 hari
- BAK (+)
Object - BB : 98 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 36,5 C
- N : 94 x/menit
- R : 26 x/menit
- TD : 110/70
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba

12
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
- Hasil Lab:
WBC : 7,1
RBC : 4,83
HGB : 12,2
HCT : 37,5
PLT: 53
Assesment Obesitas
Plan - menerapkan pola makan yang benar,
- aktivitas fisis yang benar,
- dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan

13
DISKUSI

Obesitas di definisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai


dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan, yang terjadi akibat
ketidak seimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan pemakaian
energi (energy expenditure), sehingga terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh
secara berlebihan. Penderita obesitas berpotensi mengalami berbagai penyebab
kesakitan dan kematian antara lain penyakit kardiovaskular, hipertensi, gangguan
fungsi hati, diabetes mellitus.4
Menurut Clement dan Ferre (2003), seorang anak yang mempunyai
kelebihan lemak tubuh atau mempunyai BMI lebih dari 30. Kelebihan ini
disebabkan banyaknya makanan yang masuk dibandingkan energi yang
dikeluarkan. BMI dihitung dengan mengukur berat tubuh dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Bila nilai BMI sudah didapat, hasilnya
dibandingkan dengan ketentuan berikut :5
Nilai BMI < 18,5 = Berat badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 = Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 = di atas normal
Nilai BMI >= 30,0 = Obesitas.

Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan


keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang
selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut
dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang
rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang
berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya
metabolisme tubuh, aktivitas fisik, dan efek termogenesis makanan yang
ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih
rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-

14
7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total
energi yang dihasilkan protein).3
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor
idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas
sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom,
atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.3

Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh factor lingkungan.


Faktor genetik meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan
terjadinya peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor
lingkungan terutama terjadi melalui ketidakseimbangan antara pola makan,
perilaku makan dan aktivitas fiik. Hal ini terutama berkaitan dengan perubahan
gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.6
Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas
adalah mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan
tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat.
Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa
junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink).6
Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di
tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di
tahun 2020. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun 2007, 2010, dan 2013

15
berdasarkan berat badan menurut tinggi badan lebih dari Z score 2 menggunakan
baku antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut 12,2%, 14,0%, dan
11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18 tahun berturut-turut 8,8%,
2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur lebih dari Z score
2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun.3
Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan dan
obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sebelas propinsi, seperti
D.I. Aceh (11,6%), Sumatera Utara (10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau
(10,9%), Lampung (11,6%), Kepulauan Riau (9,7%), DKI Jakarta (12,8%), Jawa
Tengah (10,9%), Jawa Timur (12,4%), Sulawesi Tenggara (14,7%), Papua Barat
(14,4%) berada di atas prevalensi nasional.7
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas
melibatkan beberapa faktor: Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan,
sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya
berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong
terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan
faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Faktor
lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas,
tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti.
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan
dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu
saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola
makan dan aktivitasnya.8
Patogenesis dari obesitas dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama
adanya gangguan pada regulatory obesity yang berkaitan dengan pusat yang
mengatur masukan makanan. Jenis kedua adanya metabolic obesity, terdapat
kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat. Keseimbangan energi dapat
diatur pada level intake makanan dan energi yang dikeluarkan. Para ahli

16
menemukan komponen pengatur penyimpanan energi, yaitu leptin. Leptin adalah
cytokine seperti polipeptida yang diproduksi oleh gen yang ada di jaringan
adiposa yang mengontrol intake makanan melalui reseptor hipotalamus. Leptin
diproduksi secara proporsional dengan berat adiposa. Leptin juga menurunkan
ekspresi dari neuropeptida Y, dan hormon-horman yang berkaitan dengan intake
energi yang antara lain ghrelin, insulin dan kolesitokinin. Keberadaan leptin pada
reseptor hipotalamus dapat menghambat intake makanan. Mutagenesis dari gen
ini akan menghilangkan faktor regulator dari intake makanan.3
Selain leptin, jaringan adiposa juga mengeluarkan faktor-faktor lain yang
mengatur keseimbangan energi dan metabolisme karbohidrat, seperti sitokin,
faktor angiogenik, faktor yang berhubungan dengan immun, prostaglandin,
angiotensinogen dan protein. Faktor-faktor tersebut diproduksi secara
proporsional sesuai dengan massa jaringan adipose.8
Faktor kesehatan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas,
diantaranya: hipotiroidisme, sindroma Cushing, sindroma Prader-Willi, dan
beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. Obat-
obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan
penambahan berat badan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau
keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam
tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak,
bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena
itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
lemak di dalam setiap sel.9
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang
makmur. Anak-anak yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori (energi yang
dikeluarkan rendah). Seorang anak yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya
lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas.8

17
Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan dengan
peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks
massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan merupakan
metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat
badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).
Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah berdasarkan grafi
indeks massa tubuh (grafi IMT) berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada
tiga klasifiasi yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for
Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International Obesity Task Force),
dan WHO 2006 (World Health Organization 2006). Berdasarkan hal tersebut dan
untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifiasi mana yang dapat
digunakan sebagai uji tapis obesitas, maka data Riskesdas 2010 tersebut dianalisis
kembali dan selanjutnya diklasifiasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC
2000, IOTF, dan WHO 2006.3

18
Deteksi dini komorbiditas
Dampak obesitas mempengaruhi hampir setiap sistem organ di dalam
tubuh. Berikut ringkasan deteksi dini komorbiditas yang harus dilakukan pada
anak dan remaja obes3.

19
Beberapa pencegahan Obesitas:
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan
yaitu strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat
pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan
pada kelompok yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang
berisiko mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua
orangtuanya menderita obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat
badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan
Masyarakat.3

20
B. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early adiposity
rebound. Anak mengalami peningkatan IMT pada tahun pertama kehidupan.
Indeks massa tubuh menurun setelah usia 9-12 bulan dan mencapai nilai
terendah pada usia 5-6 tahun, dan selanjutnya meningkat kembali pada masa
remaja dan dewasa. Nilai IMT paling rendah adalah disebut sebagai
adiposity rebound. Waktu terjadinya adiposity rebound merupakan periode
kritis untuk perkembangan obesitas pada masa anak.3

C. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang
dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak dan remaja. Prinsip
tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa karena faktor
tumbuh kembang pada anak harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas
pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan
aktivitas fisik, mengubah pola hidup (modifiasi perilaku), dan terutama
melibatkan keluarga dalam proses terapi. Sulitnya mengatasi obesitas
menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan pintas, yaitu diet
rendah lemak dan kalori, diet golongan darah atau diet lainnya serta
berbagai macam obat. Penggunaan diet rendah kalori dan lemak dapat
menghambat tumbuh kembang anak terutama di masa emas pertumbuhan
otak, Penggunaan obat dipertimbangkan pada anak dan remaja obes dengan
penyakit penyerta yang tidak memberikan respons pada terapi
konvensional.3
Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan
dengan usia dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di
atas berat badan ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat
diterapkan jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak
menghambat pertumbuhan dan perkembangan.

21
A. Pola makan yang benar
Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA)
merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak masih
bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu3:
1) Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari
yang terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk buah segar),
diberikan air putih di antara jadwal makan utama dan camilan, serta
lama makan 30 menit/kali
2) Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk
mengonsumsi makanan tertentu
3) Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan
kebutuhan kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara
kebutuhan kalori berdasarkan RDA menurut height age dengan berat
badan ideal menurut tinggi badan Langkah awal yang dilakukan
adalah menumbuhkan motivasi anak untuk ingin menurunkan berat
badan setelah anak mengetahui berat badan ideal yang disesuaikan
dengan tinggi badannya, diikuti dengan membuat kesepakatan
bersama berapa target penurunan berat badan yang dikehendaki.3
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kalori dengan
metode food rules, yaitu3:
a) Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal.
Pengurangan kalori berkisar 200500 kalori sehari dengan target
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. Penurunan berat badan
ditargetkan sampai mencapai kira-kira 20% di atas berat badan ideal
atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah karena pertumbuhan
linier masih berlangsung.
b) Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%,
dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%).
Bentuk dan jenis makanan harus dapat diterima anak, serta tidak
dipaksa mengonsumsi makanan yang tidak disukai.

22
c) Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui
jalur intrinsik, hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme tersebut
selain menurunkan asupan makanan akibat efek serat yang cepat
mengenyangkan (meskipun kandungan energinya rendah) serta
mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan oksidasi lemak sehingga
mengurangi jumlah lemak yang disimpan. Pada anak di atas 2 tahun
dianjurkan pemberian serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g
per hari.

B. Pola aktivitas fisis yang benar


Pola aktivitas yang benar pada anak dan remaja obes dilakukan
dengan melakukan latihan dan meningkatkan aktivitas harian karena
aktivitas fisis berpengaruh terhadap penggunaan energi. Peningkatan
aktivitas pada anak gemuk dapat menurunkan napsu makan dan
meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang
dikombinasikan dengan pengurangan energy akan menghasilkan penurunan
berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan diet saja. Latihan
fisis yang diberikan pada anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan
motorik, kemampuan fisis, dan umurnya. Pada anak berusia 6-12 tahun atau
usia sekolah lebih tepat untuk memulai latihan fisis dengan keterampilan
otot seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepak bola, dan
basket, sedangkan anak di atas usia 10 tahun lebih menyukai olahraga dalam
bentuk kelompok. Aktivitas sehari-hari dioptimalkan seperti berjalan kaki
atau bersepeda ke sekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun
tangga, mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer,
dan menganjurkan bermain di luar rumah.3
Latihan fisis yang dianjurkan pada anak dan remaja berbeda di
beberapa negara. Pedoman Health Canada menganjurkan untuk
meningkatkan latihan fisis minimal 30 menit dengan 10 menit latihan fisis
bugar, dan menurunkan aktivitas fisis kurang gerak dengan jumlah waktu
yang sama setiap hari. Aktivitas fisis setiap bulan, latihan fisis tersebut

23
ditingkatkan dan aktivitas fisis kurang gerak dikurangi sebanyak 15 menit
sampai mencapai akumulasi latihan fisis aktif dan aktivitas fisis kurang
gerak selama 90 menit setiap hari.72 Center for Disease Control and
Prevention Amerika Serikat menganjurkan anak dan remaja harus
melakukan latihan fisis setiap hari selama 60 menit atau lebih, yang terdiri
dari aktivitas aerobik, penguatan otot, dan penguatan tulang3.
1. Aktivitas aerobik
Aktivitas aerobik merupakan latihan fisis yan dapat dilakukan setiap hari
selama 60 menit atau lebih. Aktivitas aerobik terdiri dari aktivitas
aerobik dengan intensitas sedang (misalnya jalan cepat) atau aktivitas
aerobik dengan intensitas bugar (misalnya berlari). Aktivitas aerobik
dengan intensitas bugar dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu
minggu.
2. Penguatan otot (muscle strengthening)
Aktivitas penguatan otot, seperti senam atau push-up, dilakukan paling
sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai bagian dari total latihan fisis
selama 60 menit atau lebih.
3. Penguatan tulang (bone strengthening)
Aktivitas penguatan tulang, seperti lompat tali atau berlari, dilakukan
paling sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai bagian dari total
latihan fisis selama 60 menit atau lebih3.

24
Tabel contoh latihan fisis aerobik dengan intensitas sedang dan bugar serta
aktivitas penguatan otot dan tulang untuk anak dan remaja3.

C. Modifiasi perilaku
Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang efektif
untuk pengobatan, serta menjadi perhatian paling besar bagi ahli fiiologi
untuk memperoleh perubahan makan dan aktivitas perilakunya. Oleh karena

25
prioritas utama adalah perubahan perilaku, maka perlu menghadirkan peran
orangtua sebagai komponen intervensi.3
Jika ditangani dengan baik dan tepat dalam menurunkan berat badan maka
prognosis baik. Namun jika dibiarkan maka obesitas akan berlanjut dan bisa
sampai terjadi komplikasi3.

26
KESIMPULAN

1. seorang anak yang mempunyai kelebihan lemak tubuh atau mempunyai


BMI lebih dari 30. Kelebihan ini disebabkan banyaknya makanan yang
masuk dibandingkan energi yang dikeluarkan. BMI dihitung dengan
mengukur berat tubuh dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan
dalam meter. Bila nilai BMI sudah didapat, hasilnya dibandingkan dengan
ketentuan berikut :5
Nilai BMI < 18,5 = Berat badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 = Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 = di atas normal
Nilai BMI >= 30,0 = Obesitas.
2. Beberapa tindakan yang dapat di lakukan pada anak obesitas yaitu
Pencegahan primer
Pencegahan sekunder
Pencegahan tersier
3. Prinsip tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa
karena faktor tumbuh kembang pada anak harus dipertimbangkan. Tata
laksana obesitas pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet,
peningkatan aktivitas fisik, mengubah pola hidup (modifiasi perilaku), dan
terutama melibatkan keluarga.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Skelton, Joseph A., Colin D. Rudolph. 2007. Nelson Textbook of Pediatric


18th Edition. Elsevier: Philadelphia.
2. WHO. 2009. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic,
WHO Technical Report Series, Geneva.
3. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2014, Diagnosis, Tatalaksana dan
Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja, Jakarta: IDAI.
4. Surasmo, R., Taufan H. 2008. Penanganan Obesitas Dahulu, Sekarang
dan Masa Depan. National Obesity Symposium I: Surabaya.
5. Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. KEMENKES RI, 2012, Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas Pada Anak Sekolah. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
7. Soebagijo A, Askandar T, and Sri M, et al. Naskah Lengkap ; National
Obesity Symposium II; 2003.PERKENI.
8. Sjarif dkk. 2004. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia mengenai
prevalensi obesitas. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung 4-7
Juli 2005.
9. Malonda AA, Tangklilisan HA. 2010. Comparison of metabolic syndrome
criteria in obese and overweight children. Paediatr Indones.

28

Anda mungkin juga menyukai