Anda di halaman 1dari 16

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari


"Prambanan" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain dari Prambanan, lihat Prambanan
(disambiguasi).
Candi Prambanan*
Situs Warisan Dunia UNESCO

Negara Peserta Indonesia


Tipe Budaya
Kriteria i, iv
Referensi 642
Wilayah Asia Pasifik

Sejarah prasasti
Prasasti resmi 1991 (sesi ke-15)

* Nama resmi dalam Daftar Warisan Dunia.


Menurut klasifikasi resmi UNESCO.

Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti,
tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa
pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli
kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa sansekerta yang bermakna: 'Rumah Siwa'), dan
memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi
tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur
Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di
perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.[1] Candi Rara
Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan
Klaten.

Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia,
sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk
tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa
sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks
gugusan candi-candi yang lebih kecil.[2] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara,
candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[3]

Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh
Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa
kerajaan Medang Mataram.

Daftar isi
1 Sejarah
o 1.1 Pembangunan
o 1.2 Diterlantarkan
o 1.3 Penemuan kembali
o 1.4 Pemugaran
o 1.5 Peristiwa kontemporer
2 Kompleks candi
o 2.1 Candi Siwa
o 2.2 Candi Brahma dan Candi Wishnu
o 2.3 Candi Wahana
o 2.4 Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok
o 2.5 Candi Perwara
3 Arsitektur
4 Relief
o 4.1 Ramayana dan Krishnayana
o 4.2 Lokapala, Brahmana, dan Dewata
o 4.3 Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru
5 Museum Prambanan
6 Candi lain di sekitar Prambanan
7 Lihat pula
8 Galeri
9 Rujukan
10 Pranala luar

Sejarah
Pembangunan
Candi Prambanan di antara kabut pagi.

Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi
Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa
sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai
kembali berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda
keyakinan yang saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra
penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran
Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra
cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan
Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap
Siwa.

Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha
Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun
untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa sansekerta adalah
Siwagrha (sansekerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya
(Sansekerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').[4] Dalam prasasti ini
disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga
pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini.
Sungai yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi
barat kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini
berbelok melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi
sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat
sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang
dinding barat di luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk
memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal
atau candi pendamping).

Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi
Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca
pedharmaan anumerta beliau.[5] Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini
berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari "Para Brahman", yang
mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana.
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan membangun ratusan
candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan
berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara
penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa ratusan pendeta
brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk
mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara
pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat
Prambanan di Dataran Kewu.

Diterlantarkan

Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang
mendirikan Wangsa Isyana. Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara
pasti. Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung Merapi yang
menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan. Kemungkinan penyebab lainnya
adalah peperangan dan perebutan kekuasaan. Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan
mulai terlantar dan tidak terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.

Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat pada abad ke-16.
Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah umat Hindu, candi ini masih
dikenali dan diketahui keberadaannya oleh warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-
candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa
yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755,
reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah
Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).

Penemuan kembali

Reruntuhan candi Prambanan segera setelah ditemukan.

Penduduk lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui keberadaan candi ini. Akan
tetapi mereka tidak tahu latar belakang sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa
yang telah membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat menciptakan
dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan candi-candi ini; diwarnai dengan
kisah fantastis mengenai raja raksasa, ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan
dedemit hanya dalam tempo satu malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca.
Legenda mengenai candi Prambanan dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.
Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda. Candi
ini menarik perhatian dunia ketika pada masa pendudukan Britania atas Jawa. Ketika itu
Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Raffles, menemukan
candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan penyelidikan lebih lanjut,
reruntuhan candi ini tetap terlantar hingga berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius
dilakukan sepanjang 1880-an yang sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran
dan batu candi. Kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan
memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian Isac
Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk
secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Arca-arca dan relief candi diambil oleh
warga Belanda dan dijadikan hiasan taman, sementara warga pribumi menggunakan batu
candi untuk bahan bangunan dan pondasi rumah.

Pemugaran

Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai
pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang
rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige
Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah arkeologi.
Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran
beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.
Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun
1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian
diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun
1993 [6].

Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran candi Siwa yaitu
candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 dan diresmikan oleh Presiden
pertama Republik Indonesia Sukarno. Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan
batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah
candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu,
banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.

Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO, status
ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian candi Prambanan tengah
direnovasi untuk memperbaiki kerusakan akibat gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah
merusak sejumlah bangunan dan patung.

Peristiwa kontemporer

Pagelaran Sendratari Ramayana di Prambanan.


Pemandangan Prambanan dikala malam yang disoroti lampu dari arah panggung terbuka
Trimurti.

Pada awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara
liar di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar candi, dan
memugarnya menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi wilayah yang luas di
tepi jalan raya Yogyakarta-Solo di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi
Prambanan, termasuk Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah utaranya.
Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia Perusahaan milik negara, Persero PT Taman Wisata
Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman
wisata purbakala di Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan
adalah salah satu daya tarik wisata terkenal di Indonesia yang banyak dikunjungi wisatawan
dalam negeri ataupun wisatwan mancanegara.

Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung pertunjukan
Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana. Panggung terbuka
Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi Barat sungai Opak dengan latar belakang
Candi Prambanan yang disoroti cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan pada
musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan, pertunjukan dipindahkan di panggung
tertutup. Tari Jawa Wayang orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung keraton Jawa yang
telah berusia ratusan tahun, biasanya dipertunjukkan di keraton dan mulai dipertunjukkan di
Prambanan pada saat bulan purnama sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah
menjadi daya tarik wisata budaya dan purbakala utama di Indonesia.

Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali menjadi pusat
ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai keagamaan Prambanan adalah
karena terdapat cukup banyak masyarakat penganut Hindu, baik pendatang dari Bali atau
warga Jawa yang kembali menganut Hindu yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan
sekitarnya. Tiap tahun warga Hindu dari provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta berkumpul di
candi Prambanan untuk menggelar upacara pada hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan
Nyepi.[7][8]

Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United
States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam
daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak
bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada patahan tektonik
Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak dekat Prambanan. Salah satu
bangunan yang rusak parah adalah kompleks Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma.
Foto awal menunjukkan bahwa meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup
signifikan. Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra berjatuhan
dan berserakan di atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup dari kunjungan wisatawan
hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta
menyatakan bahwa diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui sejauh mana
kerusakan yang diakibatkan gempa ini.[9][10] Beberapa minggu kemudian, pada tahun 2006
situs ini kembali dibuka untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008, tercatat sejumlah 856.029
wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan mancanegara mengunjungi Prambanan. Pada 6
Januari 2009 pemugaran candi Nandi selesai.[11] Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama
tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.

Kompleks candi

Model arsitektur rekonstruksi kompleks candi Prambanan, aslinya terdapat 240 candi berdiri
di kompleks ini.

Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan
tetapi arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini
adalah gerbang timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:

1. 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma


2. 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
3. 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di
sisi utara dan selatan
4. 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman
dalam atau zona inti
5. 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
6. 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari
barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68

Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.

Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan.[12] Tetapi kini
hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti serta 2 candi
perwara. Banyak candi perwara yang belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang
sudah dipugar, yang tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi
Prambanan terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar, kedua adalah zona tengah yang
terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona dalam yang merupakan zona tersuci tempat
delapan candi utama dan delapan kuil kecil.

Penampang denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan bujur sangkar yan
terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing halaman zona ini dibatasi tembok batu
andesit. Zona terluar ditandai dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing sisinya
sepanjang 390 meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali gerbang selatan
yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan dinding candi ini sudah banyak yang hilang.
Fungsi dari halaman luar ini secara pasti belum diketahui; kemungkinan adalah lahan taman
suci, atau kompleks asrama Brahmana dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang
berdiri di halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan musnah tak
tersisa.

Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor
Wat. Tiga candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama
Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta. Di
kompleks candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari dua dewa Trimurti
lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus yang terbesar dan tertinggi,
menjulang setinggi 47 meter.

Candi Siwa

Candi Siwa, candi utama di kompleks candi Prambanan yang dipersembahkan untuk dewa
Siwa.

Arca Durga Mahisasuramardini di ruang utara candi Siwa.

Halaman dalam adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini
ditinggikan permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan empat
gerbang di empat penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini terdapat
delapan candi utama; yaitu tiga candi utama yang disebut candi Trimurti ("tiga wujud"),
dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu
Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.

Candi Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus tetinggi di kompleks
candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan lebar 34 meter. Puncak mastaka atau
kemuncak candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau
halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan
pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang
menceritakan kisah Ramayana; terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar
langkan ini dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk mengikuti kisah
sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur, lalu melakukan pradakshina yakni
berputar mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah Ramayana ini dilanjutkan ke Candi
Brahma.

Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin
dan satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di tengah candi.
Ruangan timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa
Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki
Lakana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit),
jatamakuta (mahkota keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki
empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor
kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular
naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan
ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya. Sebagian sejarawan beranggapa bahwa
arca Siwa ini merupakan perwujudan raja Balitung sebagai dewa Siwa, sebagai arca
pedharmaan anumerta beliau. Sehingga ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu
kembali dengan dewa penitisnya yaitu Siwa.[13] Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik
bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular
Nga (kobra).

Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang
berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di
ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini,
menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang
swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing) oleh
penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.

Candi Brahma dan Candi Wishnu

Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan
satunya dipersembahkan kepada Brahma, yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini
menghadap ke timur dan hanya terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa
ini. Candi Brahma menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca Wishnu
yang berukuran tinggi hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma dan Wishnu adalah sama, yakni
lebar 20 meter dan tinggi 33 meter.

Candi Wahana
Candi Garuda, salah satu candi wahana

Tepat di depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil daripada candi Brahma dan
Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana dewa-dewa ini; sang lembu
Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda wahana Wisnu. Candi-
candi wahana ini terletak tepat di depan dewa penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat
candi Nandi, di dalamnya terdapat arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi
ini di kiri dan kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya dewa matahari.
Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik 10 kuda, sedangkan Surya berdiri di
atas kereta yang ditarik 7 kuda.[14] Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi
ini kosong dan tidak ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca
Angsa sebagai kendaraan Brahma di dalamnya. Di depan candi Wishnu terdapat candi yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi sama seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak
ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca Garuda pernah ada di dalam candi ini. Hingga
kini Garuda menjadi lambang penting di Indonesia, yaitu sebagai lambang negara Garuda
Pancasila.

Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok

Di antara baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi Apit hampir
sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter.
Disamping 8 candi utama ini terdapat candi kecil berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya
menyerupai pelinggihan dalam Pura Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji,
sekaligus sebagai aling-aling di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir
pada empat penjuru mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya.
Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi sekitar 2
meter.

Candi Perwara

Dua dinding berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun dengan
orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran panjang 225 meter di
tiap sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman kedua atau zona kedua. Zona kedua
terdiri atas 224 candi perwara yang disusun dalam empat baris konsentris. Candi-candi ini
dibangun di atas empat undakan teras-teras yang makin ke tengah sedikit makin tinggi.
Empat baris candi-candi ini berukuran lebih kecil daripada candi utama. Candi-candi ini
disebut "Candi Perwara" yaitu candi pengawal atau candi pelengkap. Candi-candi perwara
disusun dalam empat baris konsentris baris terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52
candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris terluar terdiri atas 68 candi.

Masing-masing candi perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter,
dan jumlah keseluruhan candi perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua candi
perwara ini memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya, kecuali 16
candi di sudut yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke dua arah luar.[15]
Jika kebanyakan atap candi di halaman dalam zona inti berbentuk wajra, maka atap candi
perwara berbentuk ratna yang melambangkan permata.

Aslinya ada banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya sedikit yang telah
dipugar. Bentuk candi perwara ini dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa candi-
candi ini dibiayai dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda bakti dan persembahan
bagi raja. Sementara ada pendapat yang mengaitkan empat baris candi perwara
melambangkan empat kasta, dan hanya orang-orang anggota kasta itu yang boleh memasuki
dan beribadah di dalamnya; baris paling dalam hanya oleh dimasuki kasta Brahmana,
berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi untuk Ksatriya, Waisya, dan Sudra.
Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya antara candi perwara dan empat kasta.
Barisan candi perwara kemungkinan dipakai untuk beribadah, atau tempat bertapa (meditasi)
bagi pendeta dan umatnya.

Arsitektur

Penampang candi Siwa

Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu yang berdasarkan
kitab Wastu Sastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi yang tinggi
menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan
dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru, tempat
para dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti model alam semesta
menurut konsep kosmologi Hindu, yakni terbagi atas beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.

Seperti Borobudur, Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang
suci hingga ke zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep Hindu ini
memiliki sandingannya dalam konsep Buddha yang pada hakikatnya hampir sama. Baik
lahan denah secara horisontal maupun vertikal terbagi atas tiga zona:[16]

Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang


fana; manusia, hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih
terikat dengn hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan
kaki candi melambangkan ranah bhurloka.
Bhuwarloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci,
resi, pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya
kebenaran. Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.
Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci
tempat para dewa bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap
candi melambangkan ranah swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan
dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna (sansekerta: permata), bentuk ratna
Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau
halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu untuk
stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka candi.

Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat
sumur yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti
batu pripih ini ditemukan diatas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan
korban. Di dalam pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara
bertuliskan Waruna (dewa laut) dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat
lembaran tembaga bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir
permata, kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12 lembaran emas
(5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).[17]

Relief

Relief di Prambanan menampilkan Shinta tengah diculik Rahwana yang menunggangi


raksasa bersayap, sementara burung Jatayu di sebelah kiri atas mencoba menolong Shinta.

Panil khas Prambanan, singa di dalam relung diapit dua pohon kalpataru yang masing-masing
diapit oleh sapasang kinnara-kinnari atau sepasang margasatwa.

Ramayana dan Krishnayana

Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan Krishnayana.
Relif berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan sepanjang lorong
galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca dari kanan ke kiri dengan gerakan
searah jarum jam mengitari candi. Hal ini sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu ritual
mengelilingi bangunan suci searah jarum jam oleh peziarah. Kisah Ramayana bermula di sisi
timur candi Siwa dan dilanjutkan ke candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu
terdapat relief naratif Krishnayana yang menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah satu
awatara Wishnu.

Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana.
Panglima bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama
mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran
wayang orang Jawa yang dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap
malam bulan purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah pemandangan megah tiga
candi utama yang disinari cahaya lampu.

Lokapala, Brahmana, dan Dewata

Di seberang panel naratif relief, di atas tembok tubuh candi di sepanjang galeri dihiasi arca-
arca dan relief yang menggambarkan para dewata dan resi brahmana. Arca dewa-dewa
lokapala, dewa surgawi penjaga penjuru mata angin dapat ditemukan di candi Siwa.
Sementara arca para brahmana penyusun kitab Weda terdapat di candi Brahma. Di candi
Wishnu terdapat arca dewata yang diapit oleh dua apsara atau bidadari kahyangan.

Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru

Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan
arca singa diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat kalpataru. Pohon suci ini
dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan
manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-kinnari (hewan ajaib
bertubuh burung berkepala manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang,
domba, monyet, kuda, gajah, dan lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang
hanya ditemukan di Prambanan, karena itulah disebut "Panil Prambanan".

Museum Prambanan
Di dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah museum yang
menyimpan berbagai temuan benda bersejarah purbakala. Museum ini terletak di sisi utara
Candi Prambanan, antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini dibangun dalam
arsitektur tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum ini
adalah berbagai batu-batu candi dan berbagai arca yang ditemukan di sekitar lokasi candi
Prambanan; misalnya arca lembu Nandi, resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca
Durga Mahisasuramardini, termasuk pula batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.

Replika harta karun emas temuan Wonoboyo yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir
Ramayana, gayung, tas, uang, dan perhiasan emas, juga dipamekan di museum ini. Temuan
Wonoboyo yang asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Replika model
arsitektur beberapa candi seperti Prambanan, Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di
museum ini. Museum ini dapat dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala
Prambanan karena tiket masuk taman wisata sudah termasuk museum ini. Pertunjukan audio
visual mengenai candi Prambanan juga ditampilkan disini.
Candi lain di sekitar Prambanan

Candi dan situs purbakala di sekitar Dataran Kewu

Candi Sewu, candi Buddha yang masuk dalam lingkungan Taman Purbalaka Prambanan,
dikaitkan dengan legenda Rara Jonggrang

Dataran Kewu atau dataran Prambanan adalah dataran subur yang membentang antara lereng
selatan kaki gunung Merapi di utara dan jajaran pegunungan kapur Sewu di selatan, dekat
perbatasan Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah. Selain candi Prambanan, lembah dan
dataran di sekitar Prambanan kaya akan peninggalan arkeologi candi-candi Buddha paling
awal dalam sejarah Indonesia, serta candi-candi Hindu. Candi Prambanan dikelilingi candi-
candi Buddha. Masih di dalam kompleks taman wisata purbakala, tak jauh di sebelah utara
candi Prambanan terdapat reruntuhan candi Lumbung dan candi Bubrah. Lebih ke utara lagi
terdapat candi Sewu, candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur. Lebih jauh ke timur
terdapat candi Plaosan. Di arah barat Prambanan terdapat candi Kalasan dan candi Sari.
Sementara di arah selatan terdapat candi Sojiwan, Situs Ratu Baka yang terletak di atas
perbukitan, serta candi Banyunibo, candi Barong, dan candi Ijo.

Dengan ditemukannya begitu banyak peninggalan bersejarah berupa candi-candi yang hanya
berjarak beberapa ratus meter satu sama lain, menunjukkan bahwa kawasan di sekitar
Prambanan pada zaman dahulu kala adalah kawasan penting. Kawasan yang memiliki nilai
penting baik dalam hal keagamaan, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Diduga pusat kerajaan
Medang Mataram terletak disuatu tempat di dataran ini. Kekayaan situs arkeologi, serta
kecanggihan dan keindahan candi-candinya menjadikan Dataran Prambanan tak kalah dengan
kawasan bersejarah terkenal lainnya di Asia Tenggara, seperti situs arkeologi kota purbakala
Angkor, Bagan, dan Ayutthaya.

Lihat pula
Borobudur
Situs Ratu Baka
Rara Jonggrang
Arsitektur Indonesia
Candi

Galeri

Wikimedia Commons memiliki kategori mengenai Candi Prambanan

Arca Siwa Mahadewa di Prambanan

Arca Brahma di Prambanan

Arca Wishnu di Prambanan

Arca Ganesha di Prambanan

Panil Dewata diapit dua Apsara di Candi Wishnu


Tangga dan dinding luar pagar langkan candi

Usaha rehabilitasi akibat gempa bumi Mei 2006

Anda mungkin juga menyukai