TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Uretritis
Uretritis merupakan inflamasi pada uretra yang dapat disebabkan oleh infeksi
maupun non infeksi. Infeksi yang menyebabkan uretritis terutama ditularkan melalui
hubungan seksual, karenanya penyakit ini juga termasuk dalam Penyakit Menular
Seksual (PMS). Infeksi biasanya ditandai dengan duh mukopurulen atau purulen dan
disuria atau gatal pada uretra. Infeksi bakteri yang asimtomatis sering pula terjadi.2
nyeri uretra oleh International Continence Society (ICS) pada tahun 2002 dengan
beberapa masih menerima penamaan lama. Sindrom ini digambarkan sebagai gejala-
gejala teriritasinya saluran kemih bagian bawah (disuria, frekuensi dan nokturia, urgensi,
serta nyeri yang persisten atau hilang timbul pada uretra ataupun pelvis) tanpa
ditemukannya patogen dalam kultur urin maupun kelainan urologi yang nyata. Dalam
panduan European Association of Urology (EAU) 2013, sindrom uretra dianggap sebagai
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Uretritis
3
4
1. Uretritis Gonokokal
Inflamasi pada uretra yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoaea (N.
gonorrhoaea).
Inflamasi pada uretra karena infeksi yang disebabkan selain oleh bakteri
Inflamasi pada uretra yang bukan disebabkan oleh infeksi, seperti trauma yang dapat
menyebabkan striktur uretra, pemasangan kateter yang terlalu sering, atau iritasi akibat
kulit yang sensitif pada suatu bahan yang mengenai uretra (kondom, sabun, cairan
desinfektan, spermisida).
Berdasarkan tipe penderita, sindrom uretra dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:2
1. Penderita dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi E. coli dengan cfu/ml urin 103-
105. Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri.
2. Penderita dengan leukosituri 10-50/lapang pandang tinggi dan kultur urin steril.
2.3 Epidemiologi
2.3.1 Uretritis
Sebanyak hampir 80% kasus uretritis, baik pada laki-laki maupun perempuan,
disebabkan oleh infeksi gonokokal.2 Pada tahun 2008, WHO memperkirakan 106 juta
kasus gonore terjadi secara global pada orang dewasa. Prevalensi infeksi menular seksual
di Indonesia sangat tinggi ditemukan di Bandung, yakni dengan prevalensi infeksi gonore
sebanyak 37,4%, di Surabaya dengan prevalensi 19,8%, dan di Jakarta dengan prevalensi
29,8%. Kejadian gonore pada laki-laki dilaporkan tiga kali lebih banyak dibandingkan
pada perempuan dengan penularan terjadi lebih efisien dari laki-laki ke perempuan
daripada sebaliknya. Insiden tertinggi terjadi pada umur dewasa muda yaitu usia 15-29
tahun.5
Insiden infeksi non gonokokal juga semakin meningkat tiap tahun, dengan
perempuan lebih banyak daripada pria. Kelompok usia terbanyak pada perempuan adalah
15-24 tahun, sedangkan pada pria adalah 20-24 tahun. Etnis American Indian/Alaska
Natives dan Latin serta Afro-American lebih banyak daripada kulit putih. Urutan
penyebab tersering infeksi ini terangkum dalam Tabel 2.1. Pemasangan kateter yang
sering juga dapat menyebabkan uretritis sebanyak 2-20%, terutama penggunaan kateter
berbahan lateks lebih sering menyebabkan uretritis hingga 10 kali lipat dibandingkan
N. meningitides <10
Adenovirus 24
Herpes Simplex Virus (HSV) 23
iritasi saluran kemih bawah didiagnosa dengan sindrom uretra. Kebanyakan penderita
adalah perempuan daripada laki-laki dengan rentang usia 20-30 tahun dan 50-60 tahun.
Kondisi ini banyak terjadi pada ras Kaukasia daripada ras lainnya.4
2.4 Etiologi
negatif, non motil, tidak membentuk spora, serta dapat tumbuh tunggal (monokokus) atau
berpasangan, sisi yang cekung akan berdekatan. N. gonorrhoeae adalah antigen yang
heterogen dan mampu berubah struktur permukaannya pada tabung uji (in vitro) yang
diasumsikan berada pada organisme hidup (in vivo) untuk menghindar dari pertahanan
a. Pili. Pili adalah tentakel berbentuk rambut yang dapat memanjang hingga beberapa
inang dan resisten terhadap fagositosis. Pili terbuat dari sekumpulan protein pilin yang
b. Por. Por membesar hingga mencapai membran sel gonoccoci. Ini terjadi dalam trimer
untuk membentuk pori-pori pada permukaan melalui nutrisi yang masuk ke dalam sel.
7
c. Opa. Protein ini berfungsi dalam adhesi gonoccoci dalam koloni dan dalam
penempelan gonoccoci pada sel inang, khususnya sel-sel yang menampilkan antigen
karsinoembrionik.
d. Rmp. Protein ini secara antigen tersimpan di semua gonococci dan bergabung dengan
secara molekuler, gonococci membuat molekul LOS yang secara struktural mirip
glikosfingolipid manusia dengan struktur kelas yang sama, bereaksi dengan antibodi
sama dengan struktur permukaan pada sel manusia membantu gonococci untuk
f. Protein lainnya. Beberapa protein gonococci yang konstan secara antigen memiliki
kinerja yang kurang jelas dalam patogenesisnya. Lip (H8) adalah protein yang terdapat
pada permukaan, dimana heat-modifiable seperti Opa. Fbp (iron binding protein),
yang berat molekulnya sama dengan Por, tampak pada saat persediaan besi terbatas,
inang.
8
trachomatis yang merupakan bakteri Gram negatif obligat intraseluler. Bakteri ini
vaginalis (T. vaginalis), Candida sp., Neisseria meningitides (N. meningitides), Herpes
Pada sindrom uretra, beberapa hal yang bisa menjadi penyebab antara lain:8
a. Infeksi. Stam dkk. menyatakan bahwa sindrom uretra disebabkan oleh infeksi bakteri
dengan jumlah yang lebih rendah dari indikasi bakteruria, yaitu ditemukannya sekitar
102/mL bakteri dalam biakan urin. Namun, beberapa peneliti lainnya mempercayai
infeksi bakteri pada sindrom uretra merupakan penyebab sekunder dari kondisi yang
urin dan rendahnya penemuan bakteri pada penelitian-penelitian tersebut. Bakteri lebih
b. Prostatitis Pada Perempuan. Kelenjar Skene atau prostat perempuan merupakan salah
satu dari kelenjar parauretra perempuan. Kelenjar ini bercabang keluar dari lumen
uretra menuju jaringan lunak yang berdekatan sepanjang dua per tiga uretra. Gittes
duktus dan kelenjar Skene sebagai salah satu penyebab sindrom uretra berulang. Nyeri
saat dipalpasi atau ditemukannya tenderness sepanjang dinding anterior vagina hingga
9
kelenjar parauretra sudah cukup sebagai bukti terjadinya sindrom uretra walaupun
c. Spasme Uretra. Kekakuan sfingter eksterna uretra telah ditemukan pada urethral
spasme sfingter striata tercatat oleh Lipshy pada beberapa seri kasus. Hal ini
menyebabkan aliran kencing melambat dan banyak penderita mengalami retensi urin.
d. Sistitis Interstisial. Berapa ilmuan memperdebatkan bahwa sindrom uretra dan sistitis
interstisial/sindrom nyeri kantong kemih adalah kondisi yang sama, dengan sindrom
uretra merupakan gejala awal yang lebih ringan dari sistitis interstisial. Namun, Yoon
dkk berpendapat bahwa sindrom uretra berbeda dari sistitis interstisial. Walaupun
menimbulkan gejala yang mirip, sindrom uretra hanya berhubungan dengan uretra
sedangkan sistitis interstisial berhubungan sampai kantong kemih. Hal ini didasari
oleh: (i) penemuan lokal (tenderness sepanjang uretra distal, tidak ada kelainan pada
10
uretra proksimal, dan berefek dengan terapi estrogen topikal); (ii) penemuan
sfingter uretra); dan (iii) tidak ditemukan gejala khas sistitis interstisial (tidak
hanya mengenai dua per tiga distal uretra dan dapat sembuh dengan sendirinya.
e. Psikogenik. Penderita sindrom uretra mendapatkan skor yang cukup tinggi pada tes
dan kecemasan.
f. Faktor Kebidanan dan Ginekologi. Dalam sebuah penelitian kecil di Turki, ditemukan
bahwa grande multipara, melahirkan tanpa episiotomi, abortus lebih dari dua kali, dan
prolaps organ pelvis berhubungan dengan kejadian sindrom uretra pada pasien
tersebut.
g. Hipoestrogen. Asal mula embriologis dari sinus urogenital primitif pada saluran
estrogen afinitas tinggi di kandung kemih, trigone, dan uretra pada hewan dan
manusia. Fluktuasi kadar estrogen, seperti yang terjadi pada berbagai siklus dalam
kehidupan seorang perempuan, seperti saat hamil, siklus menstruasi dan menopause,
penempelan, serta kemampuan untuk bertahan dari kekuatan aliran hidrodinamik pada
uretra, dimana hal ini juga menghambat pengambilan oleh fagosit. Invasi dan multiplikasi
terjadi pada sel kolumnar non-silia penghasil mucus pada epitel tuba Fallopi. Strain
dengan pili lebih banyak menempel pada permukaan sel mukosa manusia, dan lebih
virulen dibandingkan dengan strain tidak ber-pili. Penempelan ini merupakan awal dari
endositosis dan transpor melewati sel mukosa kedalam ruang interselular dekat membran
basal atau langsung ke jaringan subepitelial. Tidak terdapat toksin khusus yang dihasilkan
associated protein serta protein lain. Porin (sebelumnya dikenal sebagai protein I),
invasi. Opacity-associated protein (Opa, sebelumnya dikenal sebagai protein II) berperan
penting pada penempelan ke sel epitel, dan sel leukosit polimorfonuklear (PMNL) yang
akan menekan proliferasi sel T limfosit CD4+. Bakteri ini juga memproduksi suatu IgA1
protease yang melindungi bakteri dari respon imun IgA mukosa individu. Antibodi Rmp
(sebelumnya dikenal sebagai protein III) mencegah ikatan terhadap komplemen sehingga
Antigen pili memegang peranan penting pada kompetensi dan transformasi genetik,
yang memungkinkan transfer material genetik antar bakteri in vivo. Antigen pili, bersama
Gonokokal (LOS) berperan dalam aktivitas endotoksik dan berkontribusi pada efek
sitotoksik lokal pada tuba Fallopi. LOS juga memodulasi respon sistem imun, dimana
modulasi ke arah respon Th2 akan mengurangi kemampuan bersihan infeksi gonokokal.2
Selain itu faktor individu inang juga berperan penting dalam memediasi masuknya
bakteri ke dalam sel. Pelepasan diacylglycerol dan ceramide dibutuhkan untuk masuk ke
dalam sel epitel. Akumulasi ceramide dalam sel akan menginduksi apoptosis dimana
subepitelial. Dilepaskannya faktor kemotaksis hasil dari aktivitas komplemen juga akan
menyebabkan inflamasi.2
Sebuah studi menunjukkan bahwa ada masa inkubasi dari waktu infeksi dengan
timbulnya gejala klinis penyakit. Selama masa inkubasi, gonokokus laten dan tidak dapat
dibiakkan dari uretra sampai 40 jam setelah inisiasi infeksi, setelah itu proses eksudatif
purulen dimulai. Data ini menunjukkan bahwa gonokokus memasuki dan mempengaruhi
respon imun diawal penyakit di mana mereka bertahan hidup dan bereplikasi. Bukti
terbaru menunjukkan bahwa awal infeksi, TNF- , IL-1 , IL-6 , dan IL-8 disekresi dari
sel epitel uretra primer. Pelepasan sitokin dan kemokin dari epitel urethra dapat
berpotensi memicu respon inflamasi yang terkait dengan uretritis gonokokal dengan
memicu masuknya PMNL. PMNL masuk dalam hubungan dengan pelepasan sitokin dari
epitel urethra yang selanjutnya potensiasi gejala klinis yang terkait dengan penyakit.
Transudat yang ada dapat menyebabkan kesulitan miksi sehingga dapat mengakibatkan
disuria. Selain itu, rasa gatal diinduksi oleh pelepasan mediator inflamasi histamin dari
trachomatis. Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui hubungan seksual.
Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi. Namun demikian, sering terjadi infeksi
intraselular. C. trachomatis penyebab uretritis non gonokokal ini termasuk subgrup A dan
mempunyai tipe serologic D-K. Bakteri ini memasuki sel dengan mekanisme endositosis
a. Fase 1: fase noninfeksiosa, dimana fase noninfeksiosa terjadi keadaan laten yang dapat
b. Fase 2: fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk badan elementer
berbeda: badan elementer (EB) atau bentuk laten dan badan retikulet (RB) atau bentuk
replikasi. EB yang sangat menular menempel pada sel epitel kolumnar yang tidak bersilia
atau sel epitel kuboid yang menginduksi penyerapan oleh sel inang. EB secara metabolik
tertelan ke dalam fagosom, fusi antara fagosom dengan lisosom inang dapat dicegah.12
pembelahan biner. Beberapa rangsangan, termasuk paparan jangka panjang antibiotik dan
IFN-, dapat membuat Chlamydia ke dalam keadaan persisten dan non inflamasi, yang
14
berlangsung secara in vitro sampai pemicu eksogen menghilang. Jika keadaan persisten
dapat dihindari, atau jika infeksi diaktifkan kembali dari persistensi, RB pada akhirnya
akan melakukan reorganisasi kembali ke EB, yang akan dilepaskan dari sel inang untuk
Sindrom uretra adalah manifestasi dari disfungsional epitel saluran kemih bagian
bawah. Disfungsi terjadi di dua pertiga bagian distal uretra. Epitel yang disfungsional
dalam urin menembus pertahanan epitel yang menyebabkan inflamasi, spasme, dan
fibrosis, serta menyediakan media di mana bakteri yang biasanya komensal berkembang
seiring waktu menjadi patogen. Konsentrasi kalium K+ dalam urin yang tinggi, yaitu
sekitar 40-140 meq/L, sering kali ditemukan pada penderita sindrom uretra. Dengan
menyebabkan depolarisasi saraf dan otot, hal ini menyebabkan cedera dan kerusakan
jaringan, sehingga memberikan media ideal untuk kolonisasi dan proliferasi bakteri.8
Pada pria, masa inkubasi setelah terpapar hingga memberi manifestasi klinis rata-
rata 2-5 hari dengan 90% dalam kurun waktu hingga 14 hari. Gejala awal berupa rasa
nyeri dan terbakar saat berkemih (disuria) serta nanah (duh mukoid). Beberapa hari
kemudian, duh berubah menjadi lebih banyak, purulen, dan kadang-kadang bersama
sedikit darah segar. Tanda dan gejala uretritis yang tidak diterapi akan mencapai puncak
dalam 2 minggu, dengan resolusi spontan dalam waktu 6 bulan dari 95% pasien. Muara
(asimtomatis) dimana penyakit diketahui dari partner seksual yang simtomatis. Pada
wanita penderita yang simtomatis umumnya mengalami gejala lokal setelah 10 hari
terinfeksi. Umumnya penderita datang bila sudah ada komplikasi atau ditemukan saat
pemeriksaan antenatal maupun keluarga berencana. Apabila terdapat gejala, dapat berupa
kombinasi disuria ringan, duh vagina, perdarahan inter-menstrual (spotting), nyeri saat
berhubungan intim (dispareunia), dan nyeri abdomen bawah ringan. Duh tubuh yang
Umumnya pada anamnesis didapatkan adanya duh uretra, krustasi pada meatus atau
noda celana dalam, nyeri saat kencing, dan gatal/iritasi pada penis/uretra, atau
asimtomatis. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan kemerahan pada meatus uretra dan
16
didapatkan duh uretra dengan/tanpa masase uretra. Gejala baru timbul sekitar 1-3 minggu
setelah kontak seksual dan umumnya tidak seberat infeksi gonokokal pada pria. Pada
wanita, umumnya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan gejala ringan.2
Sindrom uretra ditandai dengan disuria, dorongan untuk berkemih terus menerus
(urgensi), peningkatan jumlah berkemih sepanjang hari (frekuensi) dan malam hari
(nokturia), serta nyeri yang persisten atau hilang timbul pada uretra ataupun pelvis. 4
2.7 Diagnosis
Bila fasilitas pengobatan, tenaga medis dan laboratorium tersedia, maka untuk
diagnosa uretritis tidak cukup hanya dengan pemeriksaan klinis, tetapi harus diikuti
membran mukosa yang terinfeksi, dengan sediaan langsung, kultur, atau deteksi
molekuler biologis mikroorganisme tersebut pada genital, rektal, faring atau sekresi
okuler. 13
1. Pewarnaan Gram2,13
Pemeriksaan ini berguna terutama pada individu dengan infeksi gonokokal yang
yang terinfeksi dimana eksudat uretra pada pria simptomatis mendeteksi hampir 95-
sensitivitas sebanyak 30-60% yang harus didukung klinis untuk lebih menegakkan.
Hasil disebut positif jika tampak kuman diplokokus Gram negatif berada diantara
17
PMNL. Namun, hasil negatif tidak dianjurkan untuk menyingkirkan diagnosis pada
dengan cara:2
kuman gram positif, kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri gram negatif, dan
pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi (80-90%), sehingga sangat
dianjurkan dilakukan terutama pada wanita atau pada pria dengan hasil negatif
Sampel diambil menggunakan swab Dacron atau Rayon dengan cara insersi dan
rotasi swab selama 5 detik pada uretra pria atau insersi dan rotasi swab selama 10
detik pada servik wanita yang sebelumnya telah dibersihkan ektoserviknya. Kemudian
sampel dengan segera karena gonokokus tidak toleran kondisi kering. Metode ini
menggunakan sungkup lilin untuk mendapatkan kadar CO2 yang tinggi karena N.
Tes sampel urin dapat dilakukan dengan cara dua buah gelas 10 mL diisi dan
disentrifugasi sedimen dari kedua gelas bisa diperiksa untuk melihat sel-selnya.
4. Tes Definitif13
a. Tes Oksidasi
dapat menghasilkan warna merah muda sampai ungu selama 5-10 menit apabila
hasil positif dan setelah 5-10 detik koloni gonokokus dapat diidentifikasi. Semua
b. Tes Fermentasi
Iain. Media yang digunakan adalah cystine trypticase yang mengandung glukosa,
maltosa, sukrosa dan laktosa, serta fenol merah sebagai indikator. Hasilnya positif
bila wama berubah menjadi kuning. Hasil reaksi fermentasi spesies Neisseria
Chlamydia sp. tidak tampak dengan pengecatan gram. Biakan sel, Nuclei Acid
(EIA/ELISA), dan Nuclei Acid Hybridization Tests ( NAHTs) dapat digunakan untuk
mendeteksi C. trachomatis dari spesimen apusan uretral. Saat ini pemeriksaan NAATs
merupakan baku emas pemeriksaan infeksi urogenital Chlamydia sp. Namun demikian,
Chlamydia seperti reaksi rantai lipase, polymerase chain reaction (PCR), transcription
mediated amplification (TMA), dan strand displacement amplification assay yang dapat
mendeteksi DNA atau RNA pada gonokokus selain DNA pada Chlamydia. Tes ini
apabila kultur tidak dapat dilakukan. Media pertumbuhan disimpan dalam inkubator
karbon dioksida atau kaleng lilin pada suhu 95-98,6oF. Setelah inkubasi selama 24-48
Diagnosis konfirmasi uretritis non gonokokal bila didapatkan satu atau lebih: 1)
duh uretral yang mukopurulen atau purulen, 2) hasil 1+ terhadap tes leukosit esterase
pada urin fase awal, 3) ditemukan leukosit dari pemeriksaan mikroskopis urin, serta 4)
20
terlihat secara makroskopis benang-benang dalam urin fase awal. Semen adalah contoh
yang fisiologis. Bila tidak didapatkan duh dari meatus uretra, apusan dengan kalsium
terakhir. Secara konvensional disebutkan 2-4 jam adalah masa optimal untuk mendukung
diagnosis pada pria dengan gejala, pada pria yang tidak menunjukkan gejala awal
disarankan untuk minum terakhir kali pukul 20.00 dan menahan untuk berkemih
sepanjang malam hingga bangun pagi, serta tidak langsung menampung urin yang keluar
saat pertama kali berkemih tetapi urin pancaran tengah (midstream urine) pada urin fase
awal.2,6
Gejala-gejala seperti disuria, urgensi, frekuensi, nokturia, serta nyeri yang persisten
atau hilang timbul pada uretra ataupun pelvis harus dirasakan selama minimal 6 bulan.
Karena menimbulkan gejala yang mirip, sindrom uretra perlu dibedakan dengan sistitis
interstisial berdasarkan: (i) penemuan lokal (tenderness sepanjang uretra distal, tidak ada
kelainan pada uretra proksimal, dan berefek dengan terapi estrogen topikal); (ii)
penutupan sfingter uretra); dan (iii) tidak ditemukan gejala khas sistitis interstisial (tidak
Sindrom uretra hanya mengenai dua per tiga distal uretra dan dapat sembuh dengan
sendirinya. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan adanya kelainan urologi
yang nyata. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menentukan tipe
penderita sindrom uretra, antara lain analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskopis urin
21
segar tanpa putar, serta kultur urin. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan
antara lain intravenous pyelography (IVP), magnetic resonance imaging (MRI), pelvic
ultrasonography dan cystography pada wanita atau prostate ultrasonography untuk pria.
2.8 Tatalaksana
Manajemen terhadap infeksi gonokokal telah banyak berubah pada dekade terakhir.
terhadap penisilin, ko-infeksi gonokokal dengan Chlamydia, dan lokasi anatomis infeksi.
Pentingnya terapi yang memadai dengan pilihan regimen yang meningkatkan kepatuhan,
memegang peranan penting. Sehingga, regimen dosis tunggal yang efektif telah
terbukti sangat efektif sebagai terapi dosis tunggal bila diberikan sesuai rekomendasi,
ATAU
DITAMBAH
ATAU
ATAU
ATAU
(c) Spectinomisin
resisten dengan cepat, sebuah teori dasar muncul yang menyatakan terapi kombinasi
ini telah menghasilkan rekomendasi bahwa orang-orang yang diobati untuk infeksi
gonokokus juga harus diobati dengan regimen yang efektif terhadap infeksi genital C.
mencakup Azitromisin.16
DITAMBAH
DITAMBAH
kesembuhan. Penderita yang mengalami gejala menetap setelah terapi dianjurkan untuk
evaluasi kultur dan sensitivitas antibiotik. Infeksi gononokal yang persisten/rekuren lebih
diperlukannya edukasi dan pemeriksaan partner seksual. Apabila hal ini terjadi, terapi
dosis ganda dengan Gemifloksasin 320mg oral dosis tunggal disertai Azitromisisn 2gr
oral dosis tunggal atau Gentamisin 240mg IM dosis tunggal ditambah Azitromisin 2gr
mendapatkan regimen alternatif dapat diberikan Ceftriaxone 250mg IM dosis tunggal dan
serta penyelesaian terapi dengan benar harus diperiksa. Dalam hal ini, pasangan
maupun semua orang yang memiliki kontak seksual langsung dengan penderita,
harus diidentifikasi dan diberikan saran untuk mendapat terapi serupa. Untuk
menghindari hubungan seksual selama 7 hari setelah terapi dosis tunggal atau
b. Farmakologi
gonokokal ditegakkan berdasarkan gejala yang berat tanpa menunggu hasil tes
Chlamydia sp. dan kultur N. gonorrhoaea. Apabila gejala yang muncul ringan
dan secara mikroskopis hanya terbukti lemah bahwa individu tersebut menderita
uretritis, perlu dilakukan kultur ulang 3-7 hari berikutnya menggunakan duh
(a) Doksisiklin oral 2x100mg atau 1x100mg per hari selama 7 hari jika
positif Chlamydia.
(b) Azitromisin oral 1x1gr per hari selama 7 hari jika positif Urealyticum.
(c) Jika positif M. genitalium, Azitromisin oral 500mg dosis tunggal untuk
Regimen alternatif6
(a) Azitromisin oral 500mg dosis tunggal untuk hari pertama kemudian
ATAU
ATAU
terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif.
25
akibat kegagalan terapi atau reinfeksi. Pemeriksaan kultur Gram atau metilen
blue serta NAATs ualng perlu dilakukan untuk persisten/rekuren uretritis non
gonokokal
(a) Azitromisin oral 1x500mg hari pertama kemudian 1x250mg selama 4 hari
DITAMBAH
dengan Moxifloksasin)
ATAU
DITAMBAH
rasa tidak nyaman saat berkemih dan frekuensi berkemih yang berlebih. Penanganan
biasanya berupa trial and error yang meliputi terapi farmakologis dan terapi non
beberapa berhasil mengurangi rasa ingin tidak nyaman saat berkemih. Latihan dan
terapi pijat juga dapat membuat pasien lebih nyaman dalam mengontrol otot. Salah
satu latihan yang bermanfaat adalah yoga dan Tai Chi. Keduanya menekankan
keseimbangan, postur tubuh, dan gerakan terintegrasi yang dapat mengurangi hingga
penderita sindrom uretra, kedua latihan tersebut juga membantu memfokuskan pikiran
teratur selama 3 bulan juga menunjukkan adanya efek antidepresi yang hampir setara
buahan, dan produk yang terbuat dari susu untuk mencegah dehidrasi akibat frekuensi
fisiologis dari pertahanan mukosa tersebut. Jumlah dari cairan yang dikonsumsi
yang tinggi garam dengan cara trial and error terhadap makanan yang dapat
menimbulkan gejala sindrom uretra. Inti dari diet ini adalah untuk mengurangi
keasaman dari urin yang mana semakin asam urin maka semakin banyak zat iritan
(Na+ dan K+) di dalamnya. Suplemen calcium glycerophospate, yang dijual bebas
27
dengan nama Prelief, serta sodium bicarbonate atau potassium bicarbonate dapat
Terapi bedah, seperti dilatasi uretra, eksisi periurethral dan insisi prosedur insisi
telah dicoba untuk mengurangi kekakuan uretra yang mana dapat memperbaiki gejala
saat miksi dan cidera pada uretra, sehingga dapat memberikan waktu untuk tubuh
memperbaharui barrier mukosa. Namun, terapi invasif tidak terlalu dianjurkan karena
masih ada terapi lain yang efeknya hampir sama, yaitu dengan -blockers atau
relaksan otot.
b. Terapi Farmakologis8,14
pengganti, antidepresan dan sedatif, serta antibiotik. Obat -blockers seperti Prazosin
membantu merelaksasi spasme otot di bladder neck dan bagian proksimal uretra
sehingga tahanan urin keluar menurun (meningkatnya aliran urin) dan memudahkan
pengosongan kantung kemih. Jika spasme tidak ditangani segera, seiring waktu akan
bertambah kaku dan dapat menyebabkan trauma pada lapisan submukosa dan individu
asetilkolin pada saraf parasimpatis di otot polos, kelenjar sekresi, dan sistem saraf
pusat sehingga menurunkan kerja kantong kemih yang overaktif dan mengurangi
inkontinesia, urgensi dan frekuensi untuk berkemih. Obat-obat tadi juga berperan
28
sebagai antispasmodik yang menginhibisi kontraksi otot polos kantong kemih. Selain
mengurangi risiko infeksi saluran kemih dimana secara simultan juga meningkatkan
jumlah sel epitel mukosa matur yang akan meningkatkan pertahanan mukosa.
Penggunaan estrogen topikal juga dapat dibarengi dengan mucosal protecting agents
seperti Elmiron yang bisa berupa topikal atau sediaan oral. Elmiron bekerja dengan
membentuk sebuah lapisan pada dinding kantong kemih yang akan melindungi dari
substansi iritan pada urin. Penggunaan estrogen topikal bersama Elmiron dan
pemasukkan cairan yang cukup membuktikan mukosa dapat beregenerasi lebih cepat.
Imipramine atau Amitriptilin bekerja secara efektif meredakan nyeri kronis dengan
obat dosis rendah cukup untuk menghilangkan gejala sindrom uretra. Obat sedattif
yang dapat membantu mengurangi keluhan sindrom uretra bisa dengan Diazepam
merupakan tempat unik untuk koloni bakteri. Penggunaan antibiotik spektrum luas
29
2.9 Komplikasi
1. Infeksi lokal. Terdiri dari salpingitis akut (PID) dan bartolinitis pada wanita,
epididimitis, penile limfangitis, prostatitis, seminal vasculitis, dan striktur uretra pada
pria. Komplikasi jangka panjang dari PID termasuk sterilitas dan risiko kehamilan
ektopik.
2. Infeksi sistemik. Infeksi melalui aliran darah bisa menyebabkan timbulnya bintik-
bintik merah berisi nanah pada kulit, timbul demam, rasa tidak enak badan atau nyeri
di beberapa sendi yang berpindah dari satu sendi ke sendi lainnya (sindroma artritis-
dermatitis). Bisa pula terjadi infeksi jantung (endokarditis). Infeksi pembungkus hati
Komplikasi yang terjadi bisa diatasi dan jarang berakibat fatal, tetapi masa
3. Pada saat melahirkan, mata bayi dapat terinfeksi yang dapat menyebabkan kebutaan
uretritis, arthritis, serta manifestasi kulit). Kompliasi lainnya hampir sama dengan
dengan kelainan uretra bertambah hingga bagian proksimal dan nyeri pada suprapubik,
dimana perlu terapi yang adekuat dalam penyembuhannya (tidak self remitting).4
2.10Prognosis
Kegagalan terapi dengan regimen rekomendasi cukup jarang. Relaps dapat terjadi
dengan regimen alternatif. Reinfeksi cukup sering dan berhubungan dengan pasangan
seksual yang tidak diterapi atau didapat dari pasangan seksual yang baru.2
dari partner seksual penderita untuk mencegah reinfeksi dan memutus penyebaran
penyakit lebih lanjut. Pasangan seksual penderita harus dievaluasi dan diobati untuk
infeksi N.gonorrhoaea dan C. trachomatis jika kontak terakhir dalam kurun waktu 60
hari sebelum timbulnya gejala ataupun saat diagnosis dari infeksi gonokokal. Jika
hubungan seksual terakhir pasien lebih dari 60 hari sebelum timbulnya gejala atau
31
diagnosis, pasangan seks terbaru pasien harus diobati. Penderita dianjurkan menghentikan
aktivitas seksual hingga terapi komplit dan gejala menghilang. Kondom, jika digunakan
dengan benar, memberikan perlindungan yang efektif terhadap transmisi dan akusisi
gonore serta infeksi lain yang ditularkan ke dan dari permukaan mukosa genital. Preparat
spermisida pada diagframa atau spon serviks yang diresapi dengan nonoxynol 9
kesehatan masyarakat, konseling penderita, dan modifikasi perilaku. Individiu yang aktif
secara seksual, terutama remaja, harus ditawarkan skrining PMS. Untuk pria,
pemeriksaan NAAT dari urin atau swab uretra dapat digunakan untuk skrining.
ada vaksin yang efektif untuk infeksi gonokokal, tetapi upaya untuk menguji beberapa
penapisan terhadap remaja dan dewasa muda yang aktif secara seksual. Edukasi penderita
dilakukan pada wanita usia 25 tahun yang aktif secara seksual. Penderita dianjurkan
untuk menghentikan sementara aktivitas seksual hingga terapi selesai (7 hari) dan
pasangan telah selesai menjalani evaluasi dan terapi. Penderita diberikan konseling
Menjaga kebersihan urogenital, mengatur pola makan yang cukup dan bersih,
olahraga teratur dan peregangan panggul, serta relaksasi untuk menurunkan kadar stres
32
dapat diterapkan untuk mencegah dan mengurangi gejala sindrom uretra. Kemunculan
gejala yang berulang atau memburuk perlu dievaluasi lebih lanjut untuk mencegah