TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
secara menyeluruh pada penderita DM yang diawali dengan adanya lesi hingga
terbentuknya ulkus dan menjadi ulkus kaki diabetik. 15 Ulkus kaki diabetik adalah
salah satu bentuk komplikasi kronis DM berupa luka terbuka pada permukaan
kulit ekstremitas bawah yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.16
2. Klasifikasi
seringkali digunakan adalah sistem klasifikasi Wagner (tabel 2.1) yang bisa
Derajat Keterangan
0 Kulit intak/utuh
1 Luka superfisial
Luka luas yang melibatkan ligamen, tendon, kapsul sendi, atau fasia
2
tanpa abses maupun osteomyelitis
Ulkus kaki diabetik yang memerlukan waktu lebih dari 8 minggu untuk
3. Patofisiologi
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan otonom
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik.19
5. Faktor Risiko
1) Umur 60 tahun.
2) Lama DM 10 tahun.
b. Faktor-faktor risiko yang dapat diubah (termasuk kebiasaan dan gaya hidup):
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
7) Kebiasaan merokok.
B. Kecemasan
1. Definisi
Kecemasan (anxiety) berasal dari bahasa latin angustus yang berarti kaku
respon emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak
jelas dan berlebihan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial.21 Kecemasan juga merupakan suatu sinyal yang
laku yang merusak diri sendiri dengan kecemasan sebagai gejala utama. 22
Gangguan kecemasan berbeda dari rasa takut atau kecemasan yang normal dengan
gejala cemas yang berlebihan atau terus-menerus di luar waktu yang seharusnya.23
2. Etiologi
a. Teori Psikologis
1) Teori psikoanalitik
Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego yang
menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam
dapat menahan dorongan di bawah sadar. Namun jika represi tidak berhasil
kompulsif).
2) Teori perilaku
lingkungan spesifik. Pola berpikir yang salah, terdistorsi, atau tidak produktif
Penderita gangguan cemas cenderung menilai lebih terhadap derajat bahaya dalam
situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman.
3) Teori eksistensia
b. Teori Biologis
2) Neurotransmiter
meninggi dalam cairan serebrospinalis dan urin. Terdapat beberapa laporan yang
Selain itu, Freud menyebutkan ada lima macam sumber kecemasan, yaitu:24
aktivitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, keadaan emosional yang
diakibatkan oleh rasa terkekang, kecewa, dan kekalahan. Selain itu, frustasi
merupakan suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan
2) Konflik
orang lain. Lebih tepatnya, konflik terjadi saat terdapatnya dua macam
dorongan/kebutuhan atau lebih yang bertentangan atau berlawanan satu sama lain
dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Keadaan mental merupakan
3) Ancaman
tidak terjadi.
4) Harga diri
Harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi
Individu yang kurang mempunyai harga diri akan menganggap bahwa dirinya
tidak cakap atau cenderung kurang percaya pada kemampuan dirinya dalam
kegagalan
5) Lingkungan
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor eksternal
b. Faktor internal
1) Potensial stresor
2) Maturitas
dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur maka lebih sukar mengalami
gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai daya adaptasi yang lebih
3) Pendidikan
4) Respon koping
6) Keadaan fisik
kecemasan.
7) Tipe kepribadian
orang tipe A adalah orang yang memiliki selera humor yang tinggi, tipe ini
cenderung lebih santai, tidak tegang dan tidak gampang merasa cemas bila
menghadapi sesuatu, sedangkan tipe B ini orang yang mudah emosi, mudah
curiga, tegang maka tipe B ini akan lebih mudah merasa cemas.
membuat kita rentan mengalami kecemasan jika ada faktor faktor psikologis dan
9) Dukungan sosial
10) Usia
Usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu dengan usia yang
lebih tua. Penelitian oleh Lutfa dkk menunjukkan semakin bertambahnya usia, ada
pria. Wanita dua kali lebih sering mengalami kecemasan daripada pria. Hal ini
cemas.27
a. Faktor-faktor intrinsik
yang sangat berharga yang terjadi pada penderita terutama untuk masa-masa yang
akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
dengan orang lain. Menurut Stuart & Sundeen, peran adalah pola sikap perilaku
pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti
terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang dijalaninya. Juga
keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. Disamping itu,
setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisinya
pada setiap waktu. Seseorang yang mempunyai peran ganda baik di dalam
b. Faktor-faktor ekstrinsik
tingkat kecemasan.
2) Akses informasi
yang terdiri dari tujuan, proses, risiko, efek samping, komplikasi, alternatif
tindakan yang tersedia serta proses administrasi. Semakin tinggi akses informasi
penderita maka semakin rendah kecemasan yang akan muncul karena terapi yang
3) Proses adaptasi
yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus.
daya yang tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan
Semakin berat dan banyak tindakan medis yang dilakukan dalam terapi,
5) Komunikasi terapeutik
Penderita sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari perawat dalam terapi
berkontribusi dalam perbaikan kondisi penderita. Penderita yang cemas saat akan
akan membahayakan.
4. Patofisiologi
penyesuaian diri pada individu, sedangkan stres adalah usaha yang dilakukan
masalah.29 Apabila perilaku penyesuaian diri fisik dan psikologis terhadap stres
berjalan lancar dan masalah yang dialami akan memperkuat kepribadian maka
individu tersebut dapat dikatakan normal atau eustres. Namun, apabila individu
tersebut gagal mengatasi masalah yang dialami atau penyesuaian yang dilakukan
tidak berhasil/tidak cocok lagi maka individu dapat dikatakan sakit atau
mengalami distres.28
dialaminya, yaitu:28
1) Tahap reaksi waspada atau reaksi bahaya, dimana stresor baru muncul secara
karena stres dalam waktu yang panjang dan bila terus berlangsung dapat
menyebabkan kematian.
tahap. Namun kadang-kadang juga dapat kembali ke fungsi yang lebih baik
dengan sendirinya sebelum tahap kelelahan berlangsung. Stres yang tidak teratasi
sebagainya.28
sistem saraf pusat. Persepsi ini timbul akibat adanya rangsangan dari luar maupun
dari dalam seperti pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Rangsangan tersebut
dipersepsi oleh panca indra, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat sesuai
pola hidup tiap individu. Di dalam saraf pusat, proses tersebut melibatkan jalur
hormonal terhadap target organ yaitu kelenjar adrenal yang kemudian memacu
sistem saraf otonom melalui mediator hormonal yang lain seperti katekolamin.
5. Manifestasi Umum
b) Respirasi terjadi perubahan napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada,
rasa tercekik.
c) Kulit terjadi perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat
seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
d) Gastrointestinal akan mengeluh anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa
lambat.
gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri,
mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran
kecelakaan, takut mati dan lain-lain. Afektif dapat berupa tidak sabar, tegang,
neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.14
6. Klasifikasi
Menurut Stuart dan Sundeen, ada empat tingkat kecemasan yang dapat
1) Kecemasan ringan
persepsinya.
2) Kecemasan sedang
mengalami perhatian yang selektif, namun masih dapat melakukan sesuatu yang
terarah.
3) Kecemasan berat
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci
4) Panik
7. Diagnosis
zat, gangguan kecemasan akibat keadaan medis umum, dan gangguan kecemasan
ketika gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat/obat atau kondisi
medis lain atau tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain. Gangguan
atau gejala putus obat. Dalam gangguan kecemasan karena kondisi medis lain,
individu dengan berbagai kondisi medis, termasuk asma, hipertensi, ulkus, dan
Penulisan catatan: Sertakan nama kondisi medis lainnya dalam nama gangguan
mental (misalnya, gangguan 293,84 [F06.4] kecemasan karena pheochromocytoma).
Kondisi medis lainnya harus dikodekan dan terdaftar secara terpisah langsung sebelum
gangguan kecemasan karena kondisi medis.
lain, dokter harus terlebih dahulu menetapkan kehadiran kondisi medis. Diagnosis
ini tidak dimaksudkan untuk mencakup gangguan kecemasan primer yang timbul
8. Pengukuran Kecemasan
pada BAI ini menggambarkan kondisi emosi, psikis dan kognitif yang merupakan
Kuesioner dirancang untuk rentang usia 1780 tahun. BAI dapat digunakan
kepada individu dengan cacat mental dan dapat diberikan secara oral untuk
individu dengan gangguan penglihatan. BAI juga dapat diberikan dan dinilai oleh
dalam empat kemungkinan pilihan jawaban (lihat tabel 2.4).33 Total skor berkisar
1) Subjective; yang dialami sebagai perasaan takut, tidak nyaman, merasa tidak
dapat santai/rileks, dan tidak siap untuk menangani secara efektif saat ini
BAI memiliki konsistensi internal yang tinggi (alpha Cronbach = 92) dan
korelasi dengan depresi, BAI lebih baik dalam membedakan kecemasan dengan
BAB III
A. Landasan Teori
darah tidak terkendali, maka akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan
diabetik. Ulkus kaki diabetik adalah kelainan tungkai bawah yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus (luka) yang disebabkan olah gangguan
314 hari dengan melalui tiga tahapan, yaitu tahap inflamasi, tahap proliferasi dan
tahap pembentukkan kembali jaringan baru. Kembalinya luka seperti sedia kala
80% dapat dicapai dalam waktu tiga minggu pertama sejak proses penyembuhan.
Apabila luka belum atau baru sembuh atau berulang setelah lebih dari delapan
minggu, luka diklasifikasikan menjadi luka kronis. 18 Ulkus kaki diabetik rentan
penting untuk kecemasan dimana mereka dengan ulkus kaki yang lama sembuh
27
sisi psikologis seperti mempunyai pandangan negatif, putus asa, tidak bersih,
bersalah, kesedihan, tidak berdaya, takut akan amputasi dan kepercayaan diri yang
berkurang. Dari sisi fisik, penderita ulkus diabetik akan merasa mudah lelah,
dikarenakan penderita mengalami kesulitan untuk mandi dan mencuci tangan atau
tubuhnya yang kotor. Pada sisi ekonomi, penderita ulkus diabetik yang
pula pada sisi psikososial yang berdampak pada berkurangnya kontak sosial yang
kurang sehingga terjadi isolasi sosial, selain karena bau. Stresor-stresor tersebut
penyesuaian diri pada individu, sedangkan stres adalah usaha yang dilakukan
Hans Selye, apabila perilaku penyesuaian diri fisik dan psikologis terhadap stres
berjalan lancar dan masalah yang dialami akan memperkuat kepribadian maka
individu tersebut dapat dikatakan normal atau eustres. Namun, apabila individu
tersebut gagal mengatasi masalah yang dialami atau penyesuaian yang dilakukan
tidak berhasil/tidak cocok lagi maka individu dapat dikatakan sakit atau
sistem limbik dan RAS (Reticular Activating System), lalu ke hipotalamus dan
berbagai sistem organ dan menyebabkan gejala tertentu seperti takikardi, pusing,
merupakan salah satu dari gejala kecemasan selain ketegangan motorik dan
kewaspadaan berlebih.40
Faktor eksternal antara lain ancaman integritas diri dan sistem diri, kondisi medis,
ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi, dukungan sosial,
usia, jenis kelamin, pengalaman menjalani pengobatan, serta konsep diri dan
DM tipe 2 10 tahun
Fisik
39 Psikologis
Stresor
Ekonomi
Sosial
Eustres Distres
Hipersekresi katekolamin
oleh glandula adrenal11
Gejala kecemasan13
Gambar 3.1 Skema Kerangka Teori Penelitian Hubungan Lama Menderita Ulkus
Kaki Diabetik dengan Gejala Kecemasan di RSUD Ulin
Banjarmasin11,13,18,37,39
berikut:
Variabel Pengganggu
B. Hipotesis
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
pendekatan cross sectional karena pada penelitian ini hanya mengambil data pada
satu subjek penelitian dalam satu waktu saja dan tidak lagi mengambil data pada
komplikasi ulkus kaki diabetik yang datang ke poliklinik Kaki Diabetik RSUD
Ulin Banjarmasin pada periode Juli - September 2016 dan memenuhi kriteria
sebagai berikut:
3) Tingkat keparahan ulkus kaki diabetik adalah derajat II dan derajat III.
7) Skor L-MMPI dengan jumlah jawaban tidak <10 yang berarti sampel jujur.
32
C. Instrumen Penelitian
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lama menderita ulkus kaki diabetik.
kriteria tingkat keparahan ulkus kaki diabetik derajat II dan derajat III
diri dan peran tidak dapat dikendalikan karena sulit untuk dideteksi peneliti.
E. Definisi Operasional
1. Ulkus kaki diabetik derajat II adalah komplikasi DM berupa luka luas yang
sudah melibatkan tendon tanpa abses pada kaki (dari tungkai ke bawah) dan
derajat III berupa luka dalam dengan abses berdasarkan klasifikasi Wagner
yang digunakan oleh petugas kesehatan di poli kaki diabetik RSUD Ulin
2. Lama menderita ulkus kaki diabetik yaitu jumlah waktu (dalam minggu) sejak
hal yang tidak diketahui dan dapat muncul tanpa sebab. Gejala kecemasan
metode BAI dengan skor 9 dikatakan tidak cemas dan skor >9 dikatakan
cemas.
F. Prosedur Penelitian
meminta surat ijin studi pendahuluan. Kemudian, surat izin diserahkan ke bagian
Tata Usaha (TU) dan bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit) RSUD Ulin
Data yang terkumpul dari studi pendahuluan diolah untuk menjadi salah
ke UP-KTI agar dapat meminta surat ijin penelitian dan ethical clearance
Banjarmasin dan penelitian dapat dilakukan dengan jangka waktu yang sudah
ditentukan.
3. Tahap pelaksanaan
pernyataan persetujuan untuk menjadi sampel jika bersedia dan termasuk dalam
kriteria. Kemudian sampel diminta untuk mengisi lembar isian data dasar,
kuesioner LMMPI dan kuesioner BAI. Data derajat ulkus kaki diabetik
dilakukan penelitian berdasarkan lama menderita ulkus kaki diabetik dan ada
4. Tahap pelaporan
Data yang didapatkan akan dianalisis dan di sajikan dalam tabel hasil
Studi pendahuluan
Pencocokan data lama menderita DM tipe 2 dan derajat ulkus kaki diabetik
dengan rekam medis
Sampel penelitian
Cemas
Gambar 4.1 Skema Prosedur Penelitian Hubungan Lama Menderita Ulkus Kaki
Diabetik dengan Gejala Kecemasan di RSUD Ulin Banjarmasin
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
sampel. Hasil pengumpulan data ditampilkan dalam bentuk tabel lalu dianalisis.
H. Analisis Data
Analisis data menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95%
dan apabila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka digunakan uji alternatif,
yaitu uji Fisher Exact.43 Jika terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel
J. Biaya penelitian
ditinjau dari lama menderita merupakan salah satu penyebab atau faktor risiko
bulan Juli September 2016. Sampel dipilih secara acak dari perkiraan populasi
yang sesuai kriteria secara systematic random sampling hingga didapatkan sampel
sejumlah 50 responden.
data studi pendahuluan serta pengundian nomor sampel dengan cara melempar
koin. Didapatkan interval pengambilan sampel setiap dua nomor dan sampel yang
diambil hanya yang bernomor ganjil dari daftar pasien pada hari tersebut.
Penderita ulkus kaki diabetik yang terpilih dijelaskan information for consent dan
jika bersedia kemudian mengisi lembar informed consent, data isian dasar, serta
sesuai dengan kriteria inklusi. Jika terpenuhi kriteria inklusi, responden dapat
39
pasien ulkus kaki diabetik berjenis kelamin laki-laki yang menjadi sampel dalam
penelitian ini berjumlah 16 orang (32%), sedangkan pasien ulkus kaki diabetik
tersebut menunjukkan bahwa proporsi kasus ulkus kaki diabetik lebih banyak
terjadi pada pasien berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Hal ini sesuai
dengan penelitian Khaier (2015) bahwa jumlah pasien ulkus perempuan lebih
banyak daripada laki-laki dikarenakan perubahan hormonal yang tidak stabil pada
dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat, kedua analisis
A. Analisa Univariat
variabel. Variabel bebas adalah lama menderita ulkus kaki diabetik, sedangkan
sampel penelitian di RSUD Ulin Banjarmasin dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Menderita Ulkus Kaki Diabetik
di RSUD Ulin Banjarmasin
8 Minggu 36 72
>8 Minggu 14 28
Total 50 100,0
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa pasien ulkus kaki diabetik dengan kategori
lama menderita 8 minggu lebih banyak daripada pasien ulkus kaki diabetik
2) Gejala kecemasan
poliklinik kaki diabetik RSUD Ulin Banjarmasin dapat dilihat pada Tabel 5.2
berikut.
Gejala Kecemasan F %
Cemas 30 60
Tidak Cemas 20 40
Total 50 100,0
Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmat (2010) yang menyatakan individu yang
yang bersifat penyakit seumur hidup, mudah berulang, membatasi aktivitas fisik
B. Analisa Bivariat
Tabel 5.3 Hubungan Lama Menderita Ulkus Kaki Diabetik dengan Gejala
Kecemasan di RSUD Ulin Banjarmasin
Dari tabel 5.3 diatas, diketahui bahwa sampel penelitian dengan lama
menderita ulkus kaki diabetik 8 minggu lebih banyak yang memiliki gejala
kecemasan, sedangkan pada sampel dengan lama menderita ulkus kaki diabetik
>8 minggu didapatkan lebih banyak yang tidak mengalami gejala kecemasan.
Hasil penelitian dianalisis dengan uji Chi Square dan menghasilkan p = 0,029
dimana p < (0,05) yang berarti terdapat hubungan antara lama menderita ulkus
kaki diabetik dengan gejala kecemasan. Nilai odd ratio (OR) sebesar 4,091 dapat
diartikan pasien ulkus kaki diabetik dengan lama menderita 8 minggu memiliki
risiko untuk menderita gejala kecemasan sebesar empat kali lipat dibandingan
dengan pasien yang telah menderita ulkus kaki diabetik >8 minggu.
seperti sedia kala dalam waktu tiga minggu pertama sejak proses penyembuhan.
Apabila luka belum atau baru sembuh atau berulang setelah lebih dari delapan
minggu, luka diklasifikasikan menjadi luka kronis. 18 Ulkus kaki diabetik rentan
sebanyak empat kali untuk mengalami gejala kecemasan, sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Mahmudal dkk. (2016) yang menyatakan bahwa lama menderita
semakin baru menderita semakin cemas. Hal ini dapat terjadi karena belum
yang terjadi baik dari dalam maupun luar diri dan terbagi menjadi dua macam,
yaitu adaptif dan maladaptif. Apabila individu melakukan tindakan yang dapat
maladaptif.28
Selain itu, cara lain untuk mempertahankan diri dari stresor dalam proses
adaptasi secara psikologis, yaitu berorientasi pada tugas (task oriented reaction)
berorientasi pada tugas berorientasi pada proses penyelesaian masalah dan dapat
berupa menghadapi stresor secara frontal, menarik diri dari keadaan, atau
ketika seseorang mengatasi stresor yang dialaminya, yaitu tahap reaksi waspada,
tahap resistensi, dan tahap kelelahan. Pada tahap reaksi, mekanisme koping
adaptif atau maladaptif yang akan muncul dan berlangsung hingga 3 bulan stresor
semaksimal mungkin. Jika tahap pertahanan tidak berhasil atau dalam waktu 6
bulan setelah stresor menghilang respon stres masih menetap, maka individu
tersebut telah memasuki tahap kelelahan dimana akan terjadi penyakit mental
minggu lebih banyak yang memiliki gejala kecemasan. Hal ini dapat dikarenakan
lama menderita 8 minggu masih termasuk dalam tahap reaksi waspada dimana
mengalami stres dan mengaktivasi aksis HPA dan juga sistem saraf otonom.
Aktivasi kedua jalur tersebut dihubungkan dengan teori Hans Selye dimana pada
tahap reaksi waspada (saat stresor berlangsung hingga 3 bulan stresor muncul)
terjadi stres tahap 1 dimana stresor psikososial atau fisik ditangkap sel nukleus
Gejala kecemasan yang muncul saat lama menderita ulkus kaki diabetik
terhadap stres berjalan lancar dalam tahap reaksi waspada maka individu tersebut
dapat dikatakan normal atau eustres. Apabila penyesuaian yang dilakukan tidak
berhasil/tidak cocok, pada saat itu individu dapat dikatakan sakit atau mengalami
distres yang mana akan terjadi mekanisme pertahanan ego.28 Pada sampel dengan
lama menderita ulkus kaki diabetik 8 minggu yang tidak mengalami gejala
mekanisme koping adaptif ini muncul lebih cepat daripada yang lama menderita
ulkus kaki diabetik 8 minggu.28 Selain itu, banyak faktor lain yang
lingkungan dan situasi, serta dukungan sosial orang sekitar dimana terdapat
serta pengetahuan individu dalam pengobatan dan perawatan luka ulkus kaki
diabetik sehingga sebagian besar dari mereka dapat beradaptasi dengan keadaan
sekarang yang mereka rasakan. Selain itu, semakin lama menjalani perawatan
ulkus kaki diabetik maka semakin tinggi akses informasi pasien terhadap penyakit
maupun terapinya sehingga semakin rendah kecemasan yang akan muncul. 27 Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian dimana lama menderita ulkus kaki diabetik >8
ketika terjadi suatu perubahan kondisi pada mental maupun fisik. Perubahan
volume merupakan suatu mekanisme homeostasis tubuh yang mana saat terjadi
stres dari eksternal juga terjadi stres pada internal tubuh sesuai konsep PNI.
bagian sel-sel neuron dan sel glia (neurogenesis) serta pembentukkan koneksi
baru atau perubahan dalam proses yang ada seperti pembentukkan atau eliminasi
sinaps, remodeling atau pemangkasan dendrit dan akson. Ketika stres melanda,
Namun berdasarkan konsep ini, otak memiliki kemampuan plastisitas adaptif yang
stresor yang ada walaupun perbaikan kerusakan tidak seperti sedia kala terutama
Selain itu, pada saat menderita ulkus kaki diabetik >8 minggu diperkirakan
telah memasuki tahap adaptasi yang dapat berlangsung mulai dari stresor muncul
trauma pada awal kehidupannya. Di bawah pengaruh stres kronis, terjadi respon
keadaan hipokortisol untuk menjaga dan melindungi sistem metabolik tubuh dan
ini, semakin lama menderita ulkus kaki diabetik yang merupakan stresor dalam
penelitian ini, terjadi penurunan kortisol sehingga gejala kecemasan seperti pada
Pada sampel yang menderita ulkus kaki diabetik >8 minggu yang
gangguan psikiatri yang sebenarnya daripada yang menderita ulkus kaki diabetik
8 minggu. Hal ini dapat dikarenakan lama >8 minggu hampir memasuki tahap
walaupun sedikit yang mengalami gejala kecemasan pada lama menderita >8
minggu, perlu observasi lebih lanjut terhadap pasien yang mengalami gejala
kecemasan dengan lama menderita ulkus kaki diabetik >8 minggu untuk
mencegah berlanjutnya respon stres hingga tahap kelelahan yang dapat menjadi
diagnosis dan intervensi sejak awal jika didapati gejala kecemasan baik pada lama
menderita ulkus kaki diabetik >8 minggu maupun 8 minggu. Intervensi sejak
awal dapat berupa konseling yang menurut hasil penelitian Rahmat (2010),
DM.51
dikarenakan tidak meneliti keseluruhan populasi ulkus kaki diabetik yang lama
Banjarmasin sebagai perbandingan data untuk populasi ulkus kaki diabetik yang
baru menderita tapi juga mengalami kecemasan dan berobat ke RSUD Ulin
sehingga tidak didapatkan persebaran sampel yang merata antara kategori lama
menderita 8 minggu dan >8 minggu. Selain itu, masih banyak faktor-faktor
pengganggu yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, ancaman sistem
koping, potensial stresor lain, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi, dukungan
sosial, pengalaman menjalani pengobatan, serta konsep diri dan peran karena sulit
untuk dideteksi oleh peneliti saat penelitian berlangsung. Adapun kendala dalam
penelitian ini antara lain peneliti harus menunggu pasien selesai perawatan ulkus
kaki diabetiknya untuk dapat diwawancarai dan terkadang bentrok dengan jadwal
perkuliahan. Selain itu, beberapa responden yang masuk dalam kriteria penelitian
PENUTUP
A. Simpulan
responden (28%).
B. Saran
1. Penelitian Lain
yang belum bisa dikendalikan antara lama menderita ulkus kaki diabetik dan
gejala kecemasan sehingga bisa dibahas secara mendalam. Selain itu, perlu
dilakukan dengan pendekatan penelitian yang berbeda seperti case control atau
langsung agar persebaran sampel antar kategori lebih merata dan tidak bias.
50
2. Instansi Terkait
sejak awal menderita ulkus kaki diabetik agar tidak terjadi keterlambatan
3. Masyarakat
2. Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL and Cheever KH. Brunner & Suddarts
Textbook of medical surgical nursing. 12th Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2010.
6. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Aru WS, dkk, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.
8. Rehman AU dan Syeda FK. Prevalence and level of depression, anxiety, and
stress among patients with type 2 diabetes mellitus. Annals of Pakistan
Institute of Medical Science. 2015;11(2):81-6.
11. Sadock BJ and Sadock VA. Kaplan & Sadocks: buku ajar psikiatri klinis.
Edisi 2. Jakarta: EGC, 2010.
52
12. Hawari D. Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2006.
14. Wiyadi, Loriana R dan Lusty J. Hubungan tingkat kecemasan dengan kadar
gula darah pada penderita diabetes melitus. Jurnal Husada Mahakam.
2013;3(6):263-318.
16. Tambunan, Yunizar, Monalisa dan Gultom. Perawatan kaki diabetik. Dalam:
Soegondo, dkk, editors. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Edisi 7.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.
19. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Siti S, dkk, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2014.
20. Hastuti RT. Faktorfaktor risiko ulkus kaki diabetika pada penderita diabetes
melitus: studi kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Tesis). Semarang:
Program Studi Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro; 2013.
24. Wita PS. Hubungan antara kepekaan humor dengan kecemasan menghadapi
penyusunan skripsi pada mahasiswa (Skripsi). Surabaya: Program Studi
Psikologi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Institus Agama Islam
Negeri Sunan Ampel; 2013.
25. Barlow, David dan Mark D. Intisari psikologi abnormal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2006.
27. Dyah SM dan Gun Gun AG. Pengaruh kecemasan terhadap kadar glukosa
darah pada penderita diabetes mellitus di wilayah Puskesmas Banyuanyar
Surakarta. Talenta Psikologi. 2013;2(2):180-97.
28. Maramis dan Willy F. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.
30. Kaplan HI dan Sadock BJ. Sinopsis psikiatri. Edisi 8. Tangerang: Binarupa
Aksara Publisher, 2005.
32. Beck AT and Steer RA. Beck anxiety inventory manual. San Antonio, TX:
Harcourt Brace and Company, 1993.
34. Leyfer OT, Ruberg JL and Borden JW. Manual for the beck anxiety
inventory. San Antonio: Psychological Corporation, 2006.
36. Julian LJ. Measures of anxiety. Arthritis Care Res (Hoboken). 2011;63(11):1-
11.
37. Taluta YP, Mulyadi dan Hamuel RS. Hubungan tingkat kecemasan dengan
mekanisme koping pada penderita diabetes melitus tipe II di poliklinik
penyakit dalam RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. eJournal
Keperawatan. 2014;2(1):1-9.
38. Singh S, Pai DR and Yuhhui C. Diabetic foot ulcer: diagnosis and
management. Clinical Research Foot and Ankle. 2013;1(3):1-9.
39. Herber OR, Wilfried S and Monika AR. A systematic review on the impact of
leg ulceration on patients quality of life. Biomed Central. 2007;5:1-12.
41. Fraenkel JR and Wallen NE. How to design and evaluate research in
education. New York: McGrawHill Inc., 2008.
45. Utami DT, Darwin K, dan Agrina. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum. JOM PSIK
Universitas Riau. 2014;1(2):1-7.
46. Mahmudal NL, Thohirun, dan Irma P. Faktor yang berhubungan dengan
tingkat kecemasan penderita diabetes mellitus tipe 2 di rumah sakit nusantara
medika utama. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 2016:1-7.
47. Suparno. Penurunan produktivitas kerja terkait distres psikologis, serta terapi
mandiri yang mudah dan murah. Jurnal Aplikasi Manajemen. 2009;7(2):387-
400.
48. Kays JL, Robin AH, dan Katherine HT. The dynamic brain: neuroplasticity
and mental health. Journal of Neuropsychiatry Clinic Neuroscience.
2012;24(2):118-23.
49. Nava E. dan Brigitte R. Adaptation and maladaptation: insights from brain
plasticity. Progress in Brain Research. 2011;191(12):177-94.
50. Guilliams T.G. dan Lena E. Chronic stress and the HPA axis: clinical
assessment and therapeutic considerations. Poin Institute of Nutraceutical
Research. 2010;9(2):1-12.
51. Rahmat WP. Pengaruh konseling terhadap kecemasan dan kualitas hidup
pasien diabetes mellitus di Kecamatan Kebakkramat (Tesis). Solo: Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret; 2010.