Abstrak
Sediaan mukoadhesif merupakan bentuk sediaan farmasi dengan waktu tinggal di lambung yang
lebih panjang sehingga dapat meningkatkan bioavalilabilitas obat. Untuk membuat sediaan
mukoadhesif ini diperlukan eksipien yang dapat menempel pada mukosa lambung dan memiliki
daya mengembang yang sesuai untuk mengatur pelepasan obat dari sediaan. Berdasarkan studi
pendahuluan diketahui bahwa kompleks polielektrolit kitosan-xanthan dengan perbandingan 1:1
memiliki daya mengembang yang sesuai untuk dikembangkan sebagai sediaan mukoadhesif.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kemampuan eksipien kompleks polielektrolit kitosan-gum
xanthan (KPKX) sebagai matriks sediaan granul mukoadhesif tertahan di lambung. Pada penelitian
ini KPKX 1:1 digunakan sebagai matriks pada granul mukoadhesif dengan perbandingan obat
dengan KPKX (1:1, 1:2, dan 1:3), dengan diltiazem HCl sebagai model obat. Granul dibuat
dengan metode granulasi basah, kemudian diuji kemampuan menempel secara in vitro, serta profil
pelepasan obatnya. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa formula yang mengandung diltiazem HCl
dengan KPKX 1:2 mampu tetap menempel di mukosa lambung hingga 8-12 jam dan menunjukkan
profil pelepasan obat yang terkendali hingga 8 jam. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa KPKX
dapat merupakan eksipien yang sesuai untuk digunakan sebagai matriks mukoadhesif.
Abstract
Mucoadhesive dosage form is a pharmaceutical dosage form with prolonged gastric residence time
which can increase bioavailability of drugs. An excipient with suitable swelling and bioadhesive
characteristics plays important role to obtain good mucoadhesive dosage form. Our pre-eliminary
study showed that chitosan-xanthan gum polyelectrolyte complex (CXPC) in ratio 1:1 exhibit
suitable swelling index to be developed as mucoadhesive dosage forms. This research was
performed to study CXPC characteristics as matrix for mucoadhesive granules dosage form matrix.
In this study CXPC 1:1 was utilized as the matrix in the mucoadhesive granules with drug-CXPC
ratio of 1:1, 1:2, and 1:3, using diltiazem HCl as a drug model. The granules were prepared by wet
granulation method, and the in vitro bioadhesive properties of the granules, as well as the drug
release profile, were evaluated. The results showed that formula containing diltiazem HCl and
CXPC in ratio of 1:2 possessed a good bioadhesive ability up to 8-12 hours and showed controlled
drug release profile up to 8 hours. The results can be concluded that the CXPC is a suitable excipient
as a mucoadhesive matrix.
Formula (gr)
Komponen
F1 F2 F3 F4 F5 F6
Diltiazem HCl 1 1 1 1 1 1
Kitosan - - - 2 - 1
Gum xanthan - - - - 2 1
Evaluasi daya mengembang dan pelepasan Uji daya lekat granul mukoadhesif
obat dari granul mukoadhesif diltiazem diltiazem HCl
HCl Untuk mengetahui kemampuan melekat
Indeks mengembang granul di lambung diuji granul pada mukosa lambung, maka
dengan mengukur kenaikan bobot granul dilakukan uji wash-off dan uji bioadhesif
kering dengan berat granul yang diletakkan in-vitro. Lambung tikus diperoleh dari tikus
dalam medium pH 1,2. Kenaikan bobot jantan galur Sprauge-Dawley yang sehat,
granul diukur pada 0,25; 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4; dengan berat 250-300 gram, didapat dari
6; 8; 10 dan 12 jam. IPB, Bogor. Tikus dikorbankan kemudian
dibedah dan diambil lambungnya. Lambung
Profil pelepasan obat dari granul mukoadhesif yang didapatkan kemudian dicuci dengan
ini dihitung dari uji pelepasan obat in-vitro lalrutan NaCl fisiologis. Lambung yang
yang dilakukan terhadap granul diltiazem sudah bersih siap digunakan untuk evaluasi
HCl dengan menggunakan alat disolusi granul mukoadhesif yaitu uji wash-off dan
tipe I (keranjang) dalam medium HCl pH uji mukoadhesif in vitro. Lambung harus
1,2; volume medium 900 ml pada suhu 37 digunakan dalam waktu tidak lebih dari
0,5C, dengan kecepatan putaran 100 24 jam. Eksperimen dengan hewan pada
rpm. Pengambilan aliquot sebanyak 5 mL penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik
dilakukan pada 0,25; 0,5; 1; 1,5; 2; 4; 6; 8; 10 FKUI.
dan 12 jam. Sampel dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang Uji wash off dilakukan dengan menggunakan
gelombang maksimum dalam medium alat uji waktu hancur dengan modifikasi.
HCl pH 1,2 (United States Pharmacopeial Sebanyak 30 granul diletakkan pada jaringan
Convention, 2008). lambung yang telah direkatkan pada kaca
objek dan didiamkan berkontak selama
1 menit. Kaca objek tersebut kemudian
Gambar 2. Indeks mengembang KPKX (), kitosan (), gum xanthan () dan cam-
puran fisik kitosan-gum xanthan (x) selama 12 jam dalam medium pH 1,2
dari gugus fungsi masing-masing eksipien menghasilkan gaya tolak elektrostatik yang
pembentuknya mengindikasikan perbedaan memfasilitasi kemampuan mengembangnya
sifat fungsional eksipien baru (KPKX) dalam suasana asam. Sementara itu, gum
tersebut dibanding eksipien pembentuknya xanthan mengandung gugus karboksil yang
(kitosan dan xanthan). akan terionisasi pada suasanan basa, dan
menyebabkan gum xanthan mengembang
Kombinasi gum xanthan menurunkan lebih baik pada suasana basa. Dengan
indeks mengembang dan meningkatkan mengkombinasikan kitosan dengan xanthan,
kekuatan gel kitosan sebagian besar gugus karboksil dan amin
Uji indeks mengembang, seperti terlihat sudah saling terhubung melalui ikatan ionik
pada Gambar 2, menunjukkan bahwa KPKX sehingga kemampuan mengembang kitosan
memiliki indeks mengembang yang lebih pada suasana lambung (pH asam) akan
rendah dibandingkan dengan kitosan dan mengalami penurunan karena menurunnya
lebih tinggi dibandingkan dengan gum gaya elektrostatik (Berger et al., 2004 ;
xanthan pada medium pH 1,2. Perbedaan Argin-Soysal et al., 2009).
indeks mengembang KPKX, kitosan dan
gum xanthan ini mengonfirmasi terjadinya Selain menurunkan daya mengembang
perubahan sifat fungsional dari kitosan kitosan, pembentukan kompleks
dan gum xanthan masing-masing sebelum polielektrolit dengan gum xanthan
disintesis menjadi kompleks polielektrolit. menyebabkan peningkatan kekuatan gel
Kitosan memiliki gugus amin yang akan kitosan. Kekuatan gel menggambarkan
terionisasi pada suasana asam sehingga daya tahan gel terhadap tekanan luar dan
sifat kohesivitas gel dalam mempertahankan sediaan obat dengan profil pelepasan obat
bentuknya. Data pada Tabel 2 menunjukkan yang terkendali, terutama untuk menahan
bahwa kekuatan gel kitosan yang sangat pelepasan obat di lambung.
kecil (sehingga tidak dapat terukur) dapat
meningkat setelah dikombinasikan dengan Granul mukoadhesif dengan eksipien
gum xanthan. Hal ini disebabkan oleh KPKX mampu tertahan di lambung
kontribusi gun xanthan yang memiliki banyak selama lebih dari 8 jam
gugus hidrofilik sehingga dapat menjerap Uji wash-off dan uji bioadhesif in vitro
molekul air dan membentuk struktur gel yang dilakukan terhadap granul yang dihasilkan
rapat dan viskositas yang tinggi. Uji kekuatan untuk menilai daya lekat/ adhesivitas granul
gel ini juga membuktikan bahwa reaksi pada mukosa lambung. Pada uji wash-off,
kompleks polielektrolit dapat memperbaiki seperti yang terlihat pada gambar 3, F4 yang
dan meningkatkan kekuatan gel kitosan mengandung kitosan menunjukkan waktu
sehingga dapat diharapkan digunakan untuk melekat yang paling singkat, yaitu kurang
dari 1 jam. Secara teoritis, kitosan memiliki
Tabel 2. Data kekuatan gel kitosan 1%, gum
adhesifitas yang baik di mukosa lambung
xanthan 1%, dan KPKX 1%
(Berger et al., 2004; Hamman, 2010; Zatte
Sampel Kekuatan Gel (gF) et al., 2010), namun karena kitosan sangat
Kitosan Tidak Terukur mudah larut pada suasana asam lambung (pH
Xanthan 7,47 1,026 1,2) maka granul yang diformulasi dengan
KPKX 7,13 0,451 kitosan lebih cepat larut dan tidak terdeteksi
lagi pada mukosa lambung tikus setelah 1
jam.
Gambar 3. Grafik persentase rata-rata jumlah granul F1-F6 terhadap waktu pada uji
wash-off selama 12 jam dalam medium pH 1,2
() F1 () F2 () F3 () F4 () F5 () F6
April 2017 (Vol. 4 No. 1)
8 Pharm Sci Res ISSN 2407-2354
Granul yang dibuat dari campuran fisik Selain uji wash-off, dilakukan juga
kitosan dan gum xanthan (F6) menunjukkan uji bioadhesif untuk mengkonfirmasi
waktu lekat yang lebih lama dibanding granul kemampuan granul tersebut untuk melekat
dengan kitosan saja (F4), namun semua di mukosa lambung. Uji bioadhesif, seperti
granul dari sediaan tersebut tidak terdeteksi terlihat pada Gambar 4, menunjukkan bahwa
lagi di mukosa lambung tikus setelah 3 jam. ketiga formula yang menggunakan KPKX
Granul dibuat dengan menggunakan KPKX (F1, F2 dan F3) sebagai matriks memiliki
(F1, F2 dan F3) dapat melekat pada mukosa persentase jumlah granul yang tersisa
lambung lebih lama (Gambar 3). Berdasarkan setelah 12 jam lebih banyak dibandingkan
uji student t-test, tidak terdapat perbedaan formula lain yang tidak menggunakan
yang signifikan pada hasil uji wash-off KPKX. Pada jam ke-12, seluruh granul F1
sediaan F1 dan F2 yang mengandung obat- (100%) masih bertahan di mukosa lambung
KPKX 1:1 dan 1:2. Pada kedua formulasi tikus, sementara granul F2 dan F3 yang
jumlah granul yang tersisa berturut-turut secara berturut turut yang bertahan sejumlah
adalah 11,11% dan 7,78% pada jam ke-8. 86,67% dan 81,67%. Hal ini membuktikan
Hasil ini mirip dengan uji wash-off sediaan pembentukan kompleks polielektrolit
yang mengandung gum xanthan saja (F5), meningkatkan kemampuan mukoadhesifitas
dimana granul dapat bertahan 4,44%. Secara sediaan dibanding eksipien tunggal. Secara
mengejutkan, pada sediaan F3 (obat-KPKX teoritis proses diatas berlangsung melalui
1:3) granul sudah tidak terdeteksi di mukosa dua tahapan. Tahap pertama adanya kontak
lambung tikus kurang dari 6 jam. Hal ini erat antara polimer bioadhesi dengan
menjelaskan bahwa tidak ada korelasi antara mukus akibat pembasahan permukaan atau
jumlah eksipien dalam formula dengan daya pengembangan polimer bioadhesif. Tahap
lekat granul tersebut. kedua berpenetrasinya polimer bioadhesif ke
Gambar 4. Grafik persentase rata-rata jumlah granul F1-F6 terhadap waktu pada uji
bioadhesif in-vitro selama 12 jam dalam medium pH 1,2
() F1 () F2 () F3 () F4 () F5 () F6
dalam celah permukaan jaringan atau rantai Dengan kemampuan mengembang yang
bahan bioadhesif berpenetrasi ke dalam tidak terlalu tinggi, KPKX memiliki potensi
celah mukus jaringan (Smart, 2005). Ikatan sebagai matriks sediaan lepas lambat dalam
ini diperkuat dengan adanya ikatan hidrogen suasana asam. Granul yang mengandung
antara gugus karboksilat KPKX dengan KPKX menunjukkan daya mengembang dan
mukus dan ikatan ionik antara gugus amin kekuatan gel yang berbeda dengan granul
KPKX dengan mukus. yang mengandung campuran fisik kitosan-
xanthan. Hal ini membuktikan bahwa reaksi
KPKX mampu menahan pelepasan polielektrolit antara kitosan dan xanthan
Diltiazem HCl dari granul pada kondisi menghasilkan eksipien dengan sifat yang
lambung selama lebih dari 8 jam berbeda dari eksipien penyusunnya.
Daya mengembang dan kekuatan gel dari
suatu eksipien merupakan pertimbangan Kemampuan suatu sediaan untuk
penting untuk memilih eksipien sebagai mengembang akan mempengaruhi
matriks untuk sediaan mukoadhesif. Kedua kemampuan sediaan melepaskan obat. Seperti
karakteristik ini mempengaruhi karakteristik terlihat pada Gambar 6, formula dengan
sediaan yang dihasilkan. Penelitian ini kitosan (F4) dengan indeks mengembang
menunjukkan bahwa sifat KPKX sebagai yang paling besar (Gambar 5) melepaskan
eksipien mempengaruhi sifat granul yang obat dari sediaan lebih cepat daripada granul
dihasilkan. Granul yang menggunakan KPKX formula lainnya (100% dalam 4 jam). Hal
(F1, F2 dan F3) sebagai matriks memiliki ini karena mengembangnya suatu sediaan
indeks mengembang yang lebih rendah akan memfasilitasi masuknya cairan disolusi
dibandingkan dengan formulasi dengan ke dalam sediaan dan memfasilitasi proses
kitosan (F4) dan campuran fisik kitosan dan difusi obat keluar sediaan. Sediaan dengan
xanthan (F6) (Gambar 5). pembawa campuran fisik kitosan dan xanthan
Gambar 5. Grafik persentase rata-rata indeks mengembang granul F1-F6 dalam me-
dium pH 1,2 selama 12 jam () F1 () F2 () F3 () F4 () F5 () F6
(F6) yang menunjukkan indeks mengembang tinggi seiring dengan kenaikan konsentrasi
terbesar setelah F4, melepaskan obat dari KPKX dalam sediaan. Kekuatan gel yang
sediaan dengan cepat (100% dalam 6 jam). tinggi menyebabkan laju difusi semakin
Namun demikian, tidak terlihat korelasi berkurang sehingga pelepasan obat juga
yang jelas antara daya mengembang sediaan berkurang.
dengan kecepatan pelepasan obat dari sediaan
yang mengandung KPKX dan xanthan. Kinetika pelepasan obat dari masing-masing
Pada Gambar 5 indeks mengembang F1, formula dapat diketahui dengan membuat
F2, F3 dan F5 menunjukkan hasil serupa, kurva antara jumlah kumulatif pelepasan
tapi menunjukkan profil pelepasan obat dari diltiazem HCl terhadap waktu. Selanjutnya
sediaan yang berbeda (Gambar 6). Gambar 6 hasil pelepasan obat dihubungkan dengan
menunjukkan bahwa xanthan dapat menahan persamaan Higuchi, orde nol, dan orde satu.
pelepasan obat dari sediaan lebih lama Berdasarkan linearitas, yaitu nilai r yang
dibanding F1 (obat- KPKX 1:1), namun F2 paling mendekati satu, maka dapat diketahui
(obat-KPKX 1:2) dan F3 (obat-KPKX 1:3) kinetika pelepasan diltiazem hidroklorida
lebih baik menahan pelepasan obat dalam dari matriks granul (Tabel 3). Pelepasan
medium asam lambung dibanding xanthan diltiazem HCl dari keenam formulasi
saja. Hasil ini menunjukkan bahwa makin cenderung mengikuti persamaan Higuchi.
banyak eksipien KPKX yang digunakan Pelepasan zat aktif yang mengikuti persamaan
dalam formula, pelepasan obat dari sediaan Higuchi menunjukkan bahwa jumlah
tersebut makin lambat. Hal ini dikarenakan obat yang terlepas sebanding dengan akar
kekuatan gel dari sediaan yang akan semakin waktu. Kinetika ini menjelaskan kecepatan
Chime, S.A., Onunkwo G.C., & Onyishi Rahman, Md.M., Khalipha, A.B.R.,
I.I. (2013). Kinetics and mechanism of Rishikesh, Opu, Md.B., Fakhruddin.
drug release from swellable and non- (2011). Formulation and in-vitro
swellable matrices: A Review. Research evaluation of ketotifen fumarate
Journal of Pharmaceutical, Biological sustained release matrix tablets using
and Chemical Sciences, 4(2), 97-103 HPMC 4000 cps (Methocel K4M
Davis, S.S. (2005). Formulation strategies CR) and Gum xanthan Gum (3:1).
for absorbtion windows. Drug Discovery International Journal of Drug Delivery,
Today 3, 513-524
Hamman, J.H. (2010). Chitosan based Shelma, R., Sharma, Chandra P. (2010).
polyelectrolyte complexes as potential Acyl modified chitosan derivatives for
carrier materials in drug delivery oral delivery of insulin and curcumin.
systems. Marine Drugs, 8, 1305-1322 Journal of Materials Science, 21, 2133-
Harish, N.M., Prabhu, P., Charyulu, R.N., 2140
Gulzar, M.A., dan Subrahmanyam, United States Pharmacopeial Convention.
E.V.S. (2009). Formulation and (2008). United States Pharmacopeia
evaluation of in situ gels containing (USP 32 NF 27). Rockville: United
clotrimazole for oral candidiasis. Indian States Pharmacopeia
Journal of Pharmaceutical Sciences, Zate, S.U., Kothawade, P.I., Mahale, G.H.,
71(4), 421-427 Kapse K.P., & Anantwar S.P. (2010).
Lankalapalli, S. & Kolapalli, V.R.M. Gastro retentive bioadhesive drug
(2009). Polyelectrolyte Complexes: A delivery system: A Review. International
Review of Their Applicability in Drug Journal of PharmTech Research, Vol.2,
Delivery Technology. Indian Journal of No.2, pp 1227-1235
Pharmaceutical Sciences, 71(5), 481-
487