Tinjauan Pustaka Batuk Endah
Tinjauan Pustaka Batuk Endah
BAB I
PENDAHULUAN
Batuk merupakan sebuah gejala penyakit yang paling umum, prevalensinya sekitar
15% pada anak-anak dan 20% pada orang dewasa. Satu dari sepuluh pasien yang
berkunjung ke praktek dokter setiap tahunnya memiliki keluhan utama batuk. Batuk
dapat menyebabkan perasaan tidak enak, gangguan tidur, mempengaruhi aktivitas
sehari-hari dan menurunkan kwalitas hidup. Batuk juga dapat menimbulkan berbagai
macam komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan,
herniasi diskus, hernia inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan
inkontinensia urin.
BAB II
BATUK
DEFINISI
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis yang berarti refleks yang terjadi secara tiba-
tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membersihkan saluran
pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk melindungi
sistem respirasi dengan membersihkan saluran nafas baik volunter ataupun
involunter.1
Batuk merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan pada anak
dan merupakan keluhan yang seringkali menyebabkan orang tua membawa anak
mereka ke dokter.
EPIDEMIOLOGI1,2
Prevalensi batuk dijumpai sekitar 15 % pada anak-anak dan 20% pada orang dewasa.
Satu dari sepuluh pasien yang berkunjung ke praktek dokter setiap tahunnya memiliki
keluhan utama batuk. Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan terasa amat
mengganggu. Batuk dapat menyebabkan perasaan tidak enak, gangguan tidur,
mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup.
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Dua puluhlima persen (25%) dari mereka
yang merokok 1/2 bungkus/hari akan mengalami batuk-batuk, sementara dari
penderita yang merokok 1 bungkus per hari akan ditemukan kira-kira 50% yang batuk
kronik. Sebagian besar dari perokok berat yang merokok 2 bungkus/hari akan
mengeluh batuk-batuk kronik.
Penelitian berskala besar di AS juga menemukan bahwa 8 22% non perokok
juga menderita batuk yang antara lain disebabkan oleh penyakit kronik, polusi udara
dan lain-lain.
ETIOLOGI1
Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk.
Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu.
Tentunya diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan
tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan
mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen
toraks, tes fungsi paru dan lain-lain.
Iritan :
Rokok Penyakit paru restriktif :
Asap Pnemokoniosis
SO2 Penyakit kolagen
Mekanik : Penyakit granulomatosa
Retensi sekret bronkopulmoner Infeksi :
Benda asing dalam saluran nafas Laringitis akut
Postnasal drip Bronkitis akut
Aspirasi Pneumonia
Penyakit paru obstruktif : Pleuritis
Bronkitis kronis Perikarditis
Asma Tumor :
Emfisema Tumor laring
Fibrosis kistik Tumor paru
Bronkiektasis Psikogenik
PATOFISIOLOGI1,3
A. REFLEKS BATUK
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut
saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula
dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non
mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus
dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang
bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea,
karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di
saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.
B. MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk
menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi).
1. Fase inspirasi
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah
besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume
udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200
sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain
menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal
volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama
dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar
akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan
ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang
besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga
pengeluaran sekret akan lebih mudah.
2. Fase Kompresi
3. Fase Ekspirasi
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase
ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas
serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita
kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu
3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus
yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai
16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai
pengurangan diameter trakea sampai 80%.
KLASIFIKASI3
Berdasarkan lamanya batuk dibagi menjadi tiga:
1. Batuk akut
Merupakan batuk yang terjadi kurang dari 3 minggu. Penyebab utama batuk
akut adalah infeksi saluran napas atas, seperti selesma, sinusitis bakteri akut,
pertusis, rhinitis alergi, dan rhinitis karena iritan. Infeksi saluran napas atas
merupakan penyebab utama batuk akut.
2. Batuk subakut
Merupakan batuk yang terjadi selama 3-8 minggu. Untuk diagnosis batuk jenis
ini memerlukan adanya pendekatan klinik berdasarkan terapi empiric dan uji
laboratorium terbatas. Penyebab yang paling umum adalah batuk pasca
infeksi, sinusitis bakteri, dan asma.
3. Batuk kronis
Merupakan batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk jenis ini dapat
disebabkan oleh banyak penyakit berbeda, tetapi pada banyak kasus biasanya
mengarah pada satu atau hanya sedikit diagnosis. Penelitian menunjukan
bahwa pada 95% pasien mengalami batuk kronis. Penyebabnya antara lain
adalah post nasal drip, sinusitis, asma, penyakit refluks gastroesofageal
(GERD), bronkhitis kronis, bronkiektasis atau penggunaan obat golongan
ACE I. 5% sisanya disebabkan oleh kanker paru, sarkoidosis, gagal jantung
kanan, dan aspirasi karena disfungsi faring. Jika tidak ada penyebab fisik lain,
batuk kronis juga bisa disebabkan oleh faktor psikologis.
DIAGNOSIS1
Diagnosis dapat dibuat dengan cara mengenali jenis batuk, sputum, dan adanya
hemoptisis, nyeri, sulit bernafas, bersin,dll. Pemeriksaan klinis dijumpai kongesti
paru, hidung, iritasi dari tenggorokan dan auskultasi paru sangat penting untuk
mengeluarkan diagnosis rale, ronki, dan wheezing.
Batuk dapat didiagnosa dengan riwayat dari pasien dan karakter dari batuk
seperti batuk pada perokok maka dicurigai akibat rokok yang menginduksi bronkitis,
batuk pada bayi yang dicurigai malformasi dari saluran nafas, jika batuk berulang
pada anak anak maka dicurigai adanya komplek primer,jika batuk yang kuat pada
anak maka dicurigai adanya batuk rejan, batuk pada saat bekerja maka dicurigai
adanya penyakit paru akibat kerja dan batuk pada malam hari dengan sulit bernafas
dan wheezing dicurigai asma atau gagal jantung.
Sputum biasanya dapat menjelaskan penyebab dari batuk berdasarkan jumlah,
konsistensi, warna, bau, dan kekentalan. Batuk purulen mengindikasikan adanya
pneumonia, bronkitis,dll. Batuk yang bercampur darah akan mengindikasikan adanya
tuberkulosis dan pneumonia. Batuk yang berwarna kuning atau hijau mengindikasikan
adanya bakteri, leukosit, dan pus.
PENATALAKSANAAN1
Non Farmakologi:
2. Espektoran
Ditujukan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan pengeluaran
dahak/ekspektorasi. Obat yang paling sering digunakan adalah gliseril
guaikolat atau guaifenesin.
3. Mukolitik
Golongan mukolitik bekerja menurunkan viskositas mucus/dahak, sehingga
memudahkan ekspektorasi. Biasa digunakan pada kondisi dimana dahak
cukup kental dan banyak, seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK),
asma, bronkiektasis, dan sistik fibrosis. Contoh mukolitik adalah N-
asetilsistein, karbosistein, ambroksol, bromheksin, dan mesistein.
KOMPLIKASI1,3
Pada waktu batuk tekanan intratoraks meninggi sampai 300 mmHg. Peninggian
tekanan ini diperlukan untuk menghasilkan batuk yang efektif, tetapi hal ini dapat
mengakibatkan komplikasi pada paru, muskuloskelet, sistem kardiovaskular dan
susunan saraf pusat.
Pada paru dapat timbul pneumomediastinum, dapat pula terjadi
pneumoperitonium dan pneumoretropritonium tapi ini sangat jarang. Komplikasi
lainnya adalah pneumotoraks dan emfisema, komplikasi muskuloskletal, patah tulang
iga, ruptur otot rektus abdominalis.
Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia, perdarahan
subkonjungtiva, nasal dan di daerah anus, bahkan ada yang melaporkan terjadinya
henti jantung..
Pada sistem saraf pusat dapat terjadi Cough syncope atau Tussive
syncope. Keadaan ini biasanya terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan
kemudian penderita akan kehilangan kesadaran selama 10 detik. Cough
syncope terjadi karena peningkatan tekanan serebrospinal secara nyata akibat
peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdomen ketika batuk.
Dapat pula terjadi gejala konstitusi antara lain insomnia, kelelahan, nafsu makan
menurun, muntah, suhu tubuh meninggi dan sakit kepala. Komplikasi lainnya adalah
inkontinensia urin, hernia dan prolaps vagina.
BAB III
KELAINAN RESPIRATORIK PADA ANAK DENGAN GEJALA
BATUK
Faktor risiko
a.Faktor usia
Anak-anak terutama usia 2-4 tahun, umumnya memiliki kegemaran
memasukkan benda-benda kecil yang ditemukannya, atau yang
digunakannya saat bermain, ke dalam hidung, teling, atau mulut. Benda-
benda ini sering secara tidak sengaja terhirup ke dalam saluran respiratorik
ketika sedang menangis, bermain, tertawa, berbicara, dan berteriak. Hal
yang serupa dapat juga terjadi pada makanan atau minuman yang terdapat di
dalam mulut.
b. Faktor anatomis
Faktor anatomis yang memudahkan masuknya benda asing ke dalam saluran
respiratorik adalah sebagai berikut:
Gigi geraham yang belum terbentuk
Gusi dan penyangga gigi yang lemah
Faktor lain, seperti: laring pada bayi terletak lebih ke depan dan lebih ke
atas dibandingkan orang dewasa, ukuran laring dan trakea bayi lebih
kecil (5 mm) dibandingkan orang dewasa (10 mm), epiglotis bayi lebih
pendek dan berbentuk huruf U, sedangkan pada orang dewasa datar,
bentuk laring anak seperti corongm sedangkan pada dewasa seperti
silinder, dan adanya penyempitan trakea pada bayi dan anak di daerah
subglotis (cincin krikoid).
c.Faktor pertahanan saluran respiratorik
Gangguan mekanisme pertahanan saluran respiratorik seperti gangguan
refleks batuk, refleks spasme laring, pembersihan/ eskalasi dan klirens
mukosiliar, pertahanan imunitas selular dan humoral, akan memudahkan
benda asing masuk ke dalam saluran respiratorik dan menimbulkan berbagai
kelainan fisiologis maupun patologis.
d. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi dapar memberikan pengaruh terhadap timbulnya
kecerobohan orangtua dan keluarga dalam mengawasi atau mengasuh anak
dapat memudahkan terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran
repiratorik.
e.Faktor lain
Seperti jenis kelamin, pekerjaan orangtua, aktivitas anak, postur tubuh dan
faktor psikis.
GEJALA KLINIS
Gejalan klinis yang timbul dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu gejala awal,
Periode laten, dan gejala susulan atau lanjutan.
Gejala awal
Gejala yang timbul dapat berupa tersedak, serangan batuk keras dan tiba-tiba,
sesak napas, rasa tidak enak di dada, mata berair, rasa perih di tenggorokan dan
di kerongkongan. Gejela awal seringkali ringan dan berlangsung singkat,
sehingga gejala ini sering tidak diperhatikan.
Periode laten atau tanpa gejala
Setelah gejala awal dilalui diikuti periode bebas gejala yang disebut masa laten.
Masa laten ini mulai beberapa jam sampai beberapa tahun. Pada periode ini
dapat dijumpai gejala sakit menelan karena terjadinya pembengkakan di daerah
laring.
Gejala susulan atau lanjutan
Gela ini tidak spesifik, sebagai akibat perubahan fisiologis atau patologis yang
ditimbulkan benda asing. Gejala susulan ini sangat bergantung pada lokasi dan
bentuk kelainan yang di timbulkannya
Benda ading didalam hidung
Gejala yang ditimbulkan umumnya unilateral, seperti hidung tersumbat,
beringus kental, daan berbau
Benda asing di dalam nasofaring
Gejala yang ditimbulkan seperti gejala awal
Benda asing didalam laring
Gejala yang ditimbulkan sesak napas, stridor, mengi, nyeri pada saat
menelan, berbicara, atau bernapas dalam, serak atau parau hingga afoni,
batuk serak disertai stridor, hemoptisis, retraksi interkostal, epigastrial, dan
supraklavikular, serta detak jantung yang meningkat. Bila sumbatan total
dapat terjadi sianosis.
Benda asing didalam trakea
Gejala patognomonik terdiri dari batuk, sesak, dan suara mengi yang
terdengar sangat mirip dengan asma, sehingga disebut sebagai asmatoid
Benda asing di dalam bronkus
Merupaka bentuk tersering 83-90%. Gejala yang timbul seperti obstruksi
atau konstriksi (sesak napas, suara napas yang melemah atau berkurang,
mengi yang kadang-kadang bilateral dan sulit sembuh).
II. ASMA
Diagnosis asma secara klinis praktis adalah adanya gejala batuk dan atau mengi
yang berulang terutama pada malam hari (nocturnal), reversible (dapat sembuh
spontan atau dengan pengobatan(, dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan
atau keluarganya.5
Dasar kelainan pada asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran
napas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. inflamasi ini berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas
terhadap berbagai rangsangan. Riwayat asma dan/ atau atopi pada pasien
maupun keluarganya akan menunjang diagnosis. Yang dimaksud serangan asma
akut adalah terjadinya peningkatan secara progresif.5
DIAGNOSIS ASMA6
UKK Pulmonologi PP IDAI telah membuat suatu consensus nasional asma
anak dengan gejala awal berupa batuk dan atau mengi. Pada alur diagnosis
tersebut selain anamnesis yang cermat beberapa pemeriksaan penunjang juga
perlu dilakukan tergantung pada fasilitas yang tersedia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG6
o Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis
asma dapat ditegakkan bila didapatkan:
Variasi pada PFR (peak flow rate = arus puncak ekspirasi) atau
FEV1 20 %
Kenaikan 20 % pada PFR atau FEV 1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator
Penurunan 20 % pada PFR atau FEV 1 setelah provokasi
bronkus.
o Pemeriksaan IgE dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai
normal akan menunjang diagnosis.
o Foto rontgen toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau
adanya komplikasi pada saat serangan. Foto sinus paranasal perlu
dipertimbangkan pada anak > 5 tahun dengan asma persisten atau sulit
diatasi.
TATALAKSANA7
Tatalaksana asma mencakup edukasi pada pasien dan atau keluarganya tentang
penyakit asma dan penghindaran terhadap factor pencetus, serta
medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tatalaksana asma
dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan
diluar serangan (asma kronik).
Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat
penyakit. Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan
pada asma episodik sering dan asma persisnten memerlukan obat controller.
Pada saat serangan, lakukan prediksi derajat serangan, kemudian ditatalaksana
sesuai dengan derajatnya.
P
Asma episodik sering E
Tambahkan obat pengendali: steroid
N
hirupan dosis rendah
G
H
I
6-8 minggu (-) (+)
N
Repons D
A
Asma persisten
Pertimbangkan akternatif penambahan salah R
satu obat: A
-agonis kerja panjang (LABA) N
Teofilin lepas lambat
Antileukotrien
Atau dosis steroid hirupan ditingkatkan
(medium)
III. BRONKIOLITIS8
DEFINISI
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran napas
kecil (bronkiolus) yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insiden tertinggi
pada usia sekitar 6 bulan dan penyebab tersering adalah infeksi respiratory
syncytial virus (RSV), diikuti dengan parainfluenza, dan adenovirus.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Pada anak usia di bawah 2 tahun didahului oleh infeksi saluran napas
akut bagian atas dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau
hanya subfebris, sesak napas makin hebat dengan napas cepat dan
dangkal. Bayi menjadi gelisah, tidak mau makan dan muntah.
Pemeriksaan fisik
Dapat dijumpai demam, dispnea dengan expiratory effort, retraksi dan
mengi. Napas cepat dan dangkal disertai dengan napas cuping hidung,
sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah. Dapat dijumpai ekspirium
memanjang atau mengi. Jika obstruksi hebat suara napas nyaris tidak
terdengar. Pada auskultasi paru dapat terdengar ronki basah halus
nyaring pada akhir atau awal ekspirium. Suara perkusi paru hipersonor.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada A/P dan
lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan
diameter anteroposterior membesar pada foto lateral serta dapat terlihat
bercak konsolidasi yang tersebar. Gambaran lain yang bisa didapatkan
adalah normal, penebalan peribronkial, atelektasis, dan kolaps segmenta.
Analisis gas darah dapat menunjukan hiperkarbia, sebagai tanda air
trapping, asidosis metabolic atau respiratorik. Bila tersedia, pemeriksaan
deteksi cepat dengan antigen RSV dapat dikerjakan secara bedside.
Gejala faringitis bacterial terdiri dari nyeri tenggorokan, demam, sakit kepala
dan gejala gastrointestinal. Faring berwarna merah, tonsil membesar dan
tertutup oleh eksudat berwarna kuning kemerahan, bisa terdapat ptekiae dan lesi
doughnut pada palatum molle dan faring posterior, uvula bengkak, berbintik-
bintik dan berwarna merah, kelenjar limfe servikalis anterior membengkak dan
nyeri tekan. Faringitis viral umumnya memberikan gejala pilek, batuk dan diare.
Gejala common cold hampir sama dengan faringitis. Pada yang ringan
gejala demam tidak timbul. Gejala yang dapat timbul adalah batuk, pilek dan
hidung tersumbat.
Sinusitis dapat menunjukan gejala hidung tersumbat, cairan hidung
berwarna kuning hijau (unilateral atau bilateral), demam, batuk kronik berulang,
halitosis, menurunnya penciuman, dan edema preorbital. Bisa didapatkan nyeri
kepala dan nyeri di daerah muka yang menjalar ke geraham atas (geligi).
Pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan mukosa hidung yang kemerahan
disertai dengan cairan hidung berwarna kuning hijau. Nyeri tekan di lokasi sinus
maksillaris dan frontalis. Dengan spatel lidah kadang dapat ditemukan post nasal
drip di dinding belakang faring. Dapat ditemukan adanya deviasi septum atau
polip hidung sebagai factor predisposisi atau efusi cairan di telinga tengah.
Pemeriksaan penunjang
Faringitis
Pada permulaan darah tepi dapat terjadi leukositosis
Kultur swab tenggorok, dapat ditemukan kuman Streptococcus -
hemolytic group A
Sinusitis
Transiluminasi
Foto rontgen Waters (oksipitomental) untuk melihat sinus frontalis dan
maksilaris, Caldwell (postero-anterior) untuk melihat sinus frontal san
ethmoid, lateral untuk melihat sinus sphenoid dan adenoid.
CT-scan, indikasi: persiapan operasi karena pengobatan dengan antibiotic
gagal, memastikan diagnosis yang sudah ditegakkan dengan foto rontgen
tapi gejala masih ada.
Evaluasi kemungkinan adanya penyebaran infekasi ke orbita.
TATALAKSANA
Tujuan terapi faringitis yang disebabkan Streptococcus -hemolytic group A
adalah untuk mengurangi lama dan keparahan gejala, mencegah komplikasi
local dan mencegah terjadinya demam reumatik akut dan glomerulonefritis akut.
Terapi faringitis dan common cold umumnya:
Analgetik- antipiretik: asetaminofen 10-15 mg/ kgBB/ kali diberikan
dalam 4-6 kali/ hari atau ibuprofen 10 mg/ kgBB/ kali, diberikan 3-4 kali/
hari
Dekongestan/ agonis -adrenergik: pseudoefedrin
o < 2 tahun: 4 mg/ kgBB/ hari, dibagi 2-4 kali/ hari
o 2-5 tahun: 15 mg/ kgBB/ hari, diberikan 3-4 kali/ hari, tidak
melebihi 60 mg/ hari
o 6-12 tahun: 30 mg/ kali, diberikan 3-4 kali/ hari, tidak melebihi 120
mg/hari
Steroid: deksametason 0,5-2 mg/ kgBB/hari, diberikan 3-4 kali/hari
Faringitis pada keadaan tertentu (detritus pada tonsil, KGB leher
membesar, leukositosis) memerlukan terapi antibiotik. Antibiotik lini pertama:
amoksisilin 50 mg/ kgBB/ hari, diberikan 3 kali/ hari. Jika alergi penisilin dapat
diberikan eritromisisn 20-40 mg/ kgBB/ hari, diberikan 4 kali/hari selama 10
hari. Pada pasien defisiensi imun dapat diberikan acyclovir 5 mg/ kgBB/ hari,
diberikan 4 kali/ hari selama 5-10 hari.
V. PNEUMONIA10
DEFINISI
Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bermacam bakteri, virus, mikoplasma, jamur, atau benda asing yang teraspirasi
dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi.
PATOGENESIS
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan napas, aliran darah, aspirasi benda
asing, atau transplasenta selama persalinan pada neonatus. Hamper semua jenis
mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia. Pada anak bakteri yang lazim
menyebabkan pneumonia adalah S. pneumonia, H. influenza. S. aureus,
Mycoplasma pneumonia, M. tuberculosis. Pada anak dengan gangguan imun
Pneumocystis carinii; pada neonatus group B beta-haemolytic streptococci,
Chlamydia, dan lain-lain. Virus penyebab pneumonia termasuk: virus influenza.
Para-influenza, adenovirus, dan respiratory syntycal virus. Perbedaan
pneumonia virus dan bakteri secara klinis umunya sulit. Bronkopneumonia
merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia
lobaris sering ditemukan dengan meningkatnya umur.
Faktor predisposisi terjadinya pneumonia adalah aspirasi, gangguan
imun, septikemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan,
kontaminasi perinatal, dan gangguan klirens mucus/sekresi seperti pada cyctic
fibrosis, benda asing, atau disfungsi silier. Komplikasi termasuk efusi pleura,
pleuritis, empiema, pneumothoraks, bronkiektasis, abses paru, dan gagal napas.
DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia berdasarkan pada:
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran pernapasan bagian atas. Gejalanya diantara lain adalah batuk, demam
tinggi terus menerus, gelisah, rewel, sesak, kebiruan di sekitar mulut, menggigil
(pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka
berbaring pada sisi yang terkena.
Pemeriksaan fisik
Tanda yang mungkin ada adalah suhu 39 C, dispnea, inspiratory effort
ditandai dengan takipnea, retraksi dinding dada, grunting, napas cuping hidung,
dan sianosis. Gerakan dinding thoraks berkurang pada daerah yang terkena,
perkusi normal atau redup, fremitus menurun, suara napas menurun. Pada
pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar melemahnya suara napas tambahan
berupa rhonki basah halus nyaring di lapangan paru yang terkena.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi trombositopenia, leukositosis
dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh
lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya
sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi
mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat dari klinisnya.
o Gambaran lain yang dapat dijumpai:
Konsolidasi pada satu atau lebih lobus pada pneumonia
lobaris
Penebalan pleura pada pleuritis
Komplikasi pneumonia seperti atelektasis,
pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumotokel,
atau perikarditis.
Analisa gas darah menunjukan keadaan hipoksemia.
Kadar pCO2 dapat rendah, normal, atau meningkat
tergantung pada kelainannya.
Biakan kuman dari biopsi paru atau aspirasi nasal.
TATALAKSANA
1. Pemberian Oksigen 1-2 liter/ menit (nasal)
2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup. Infus Dextrose 10% : NaCl 0,9% =
3:1 + KCl 10 mEq/ 500 cc cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan kenaikan
suhu dan status hidrasi.
3. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan -agonis untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
5. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau dapat diberikan:
a. Untuk kasus community based
i. Ampisilin 100 mg/ kgBB/ hari dalam 4 dosis dan
Kloramfenikol 75 mg/ kgBB/ hari dalam 4 dosis.
b. Untuk kasus hospital based
i. Sefotaksim 100 mg/ kgBB/ hari dalam 2 dosis.
Antibiotik parenteral diberikan sampai 42-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian peroral selama 7-10 hari atau sampai 4-5 hari
bebas demam.
Pada keadaan pneumonia atipik (mikoplasma, klamidia) diberikan
makrolid. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S. Aureus, kloksasilin
dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat di berikan
sefazolin, klindamisisn atau vankomisin. Lama pengobatan untuk kuman
stafilokok adalah 3-4 minggu.
VI. TUBERKULOSIS11
DEFINISI
Tuberkuloasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobakterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat
bermanifestasi pada hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit serius terutama pada bayi dan
anak kecil, anak dengan malnutrisi, dan anak dengan gangguan imunologis.
Sebagian besar anak menderita tuberkulosis primer pada umur muda dan
sebagian besar asimtomatik dan sembuh spontan tanpa gejala sisa. Pada
beberapa pasien penyakit berkembang menjadi tuberkulosis pasca-primer.
Komplikasi tuberkulosis termasuk pembesaran kelenjar getah bening
yang mengakibatkan stenosis bronkus/ trakea dengan atelektasis sekunder,
penyebaran kuman menyebabkan pneumonia tuberkulosis, efusi pleura,
tuberkulosis milier, meningitis, dan dapt pula menyebar jauh ke hampir semua
organ (kulit, otak, usus, tulang).
DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa
Demam lama ( 2 minggu) dan/ atau berulang tanpa sebab yang jelas,
dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi.
Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.
Nafsu makan berkurang
Berat badan turun atau sulit naik setelah penanganan gizi adekuat
Malaise
Diare persisten yang tidak ada perbaikan dengan penanganan diare
Kejang, kesadaran menurun, atau defisit neurologis (pada meningitis)
Pemeriksaan fisik
Meskipun tuberkulosis pada anak paling sering mengenai paru, namun pada
paru biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Pada kasus
yang berat dapat terdengar rhonki. Tanda lain yang dapat ditemukan tergantung
pada organ lain yang terkena, antara lain:
TB kelenjar, gejala terbanyak pembesaran kelenjar limfe di regio colli,
multiple, tidak nyeri dan sling melekat
TB otak dan saraf, gejala iritable, nyeri kepala, kaku kuduk, penurunan
kesadaran, kejang, gangguan saraf kranial
TB tulang dan sendi: pembengkakan sendi, gibbus, pincang, lumpuh,
sulit membungkuk
TB kulit: skofuloderma
TB mata: konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koloid
Pemeriksaan penunjang
Uji tuberkulin (tes Mantoux)
Foto thoraks
TATALAKSANA
Secara garis besar dapat dibagi menjadi tatalaksana untuk:
TB paru yang tidak berat
TB paru berat dan TB ekstrapulmoner
Pada TB paru yang tidak cukup berat cukup digunakan 3 jenis obat anti
tuberkulosis (OAT) dalam jangka waktu terapi 6 bulan, sedangkan untuk TB
berat atau ekstrapulmoner digunakan 4 atau lebih OAT dalam jangka waktu 9-12
bulan.
MANIFESTASI KLINIS
Biasanya didahului dengan demam yang tidak begitu tinggi selama 12-72 jam,
hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini akan berkembang
menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala sistemik yang
menyertai seperti demam, malaise.
Bila keadaan berat dapat terjadi sesak napas, stridor inspiratorik yang
berat retraksi dan anak tampak gelisah, dan akan bertambah berat pada malam
hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam pertama hingga 48 jam. Biasanya
perbaikan akan tampak dalam waktu 1 minggu. Anak akan sering menangis,
rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur dan digendong.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejalan klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu
diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat
napas, disfagia, drooling) maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.
Pemeriksaan penunjang
TATALAKSANA
Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas.
Pasien di rawat di RS bila: anak berusia dibawah 6 bulan, terdengar stridor
progresif, stridor terdengar ketika sedang beristirahat, terdapat gejala gawat
napas, hipoksemia, gelisah, sianosis, gangguan kesadaran, demam tinggi, anak
tampak toksik, dan tidak ada respons terhadap terapi.
Terapi Inhalasi
Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan
napas pada sindrom croup. Pemakaian uap dingan lebih baik daripada uap
panas, karena kulit akan melepuh akibat paparan uap panas. Uap dingin akan
melembabkan saluran respiratori, meringankan inflamasi, mengencerkan lendir
pada saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dana
menenangkan bagia anak.
Epinefrin
Nebulisasi epinefrin sebaiknya juga diberikan kepada anak dengan sinrom croup
sedang-berat yang disertai stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi, serta
pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah
diberikan terapi uap dingin. Efek timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan
selama 2 jam.
Kortikosteroid
CROUP
Diagnosa banding
Obstruksi jalan napas aspirasi benda asing
yang mengancam abnormalitas kongenital
nyawa epigotitis
sianosis
penurunan
kesadaran O2 100% dengan sungkup muka DAN
nebulisasi adrenalin (5 ml) 1:1000
Intubasi anak sesegera mungkin
TIDAK YA Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan
anak
YA
Croup derajaat ringan Croup derajat sedang Croup derajat berat
batuk menggongong stridor saat istirahat stridor menetap saat
tanpa retraksi dada terdapat retraksi dinding istirahat
tanpa sianosis dada minimal Tracheal tug dan
mampu berinteraksi retraksi dinding
dada terlihat jelas
Edukasi orangtua apatis dan gelisah
Pertimbangkan pulsus paradoksus
Kortikosteroid
kortikosteroid dosis
Deksametason 0,15-0,30
tunggal (oral)
mg/kgBB Minimal handling
Periksa kemampuan
ATAU prednison 1-2 O2 4L/mnt DAN
orangtua dalam
mg/kgBB (oral) nebulisasi adrenalin
menyediakan
ATAU nebulisasi DAN kortikosteroid
transport
Budesonide 2 mg jika sistemik (dosis sama
DIPULANGKAN
kortikosteroid oral tidak dengan croup derajat
berpengaruh sedang)
OBSERVASI> 4 JAM Intubasi
Membaik RAWAT RS
dipulangkan bila tidak
ada stridor saat
istirahat Tidak membaik
Perbaikan evaluasi ulang
edukasi orangtua pasien
rawat
hubungi konsulen
Sebagian evaluasi diagnosis
rawat/ observasi di IGD
Ulangi pemberian
kortikosterois oral/12 nebulisasi adrenalin (dosis sama) DAN
jam kortikosteroid sistemik (dosis sama)
Edukasi orangtua persiapkan pelayanan untuk tindakan darurat
pertimbangkan intubasi
ANALISA KASUS
Pasien 1 2 3 4
Usia/ jenis 2 bulan/ laki-laki 4 bulan/ laki-laki 5 bulan/ perempuan 6 bulan/
kelamin perempuan
KU Demam sejak 1 hari Sesak napas sejak 9 Sesak napas sejak 5 Batuk sejak 4
SMRS jam SMRS jam SMRS bulan SMRS
RPS Demam sejak 1 hari Sesak napas sejak 9 Sesak napas sejak 5 Batuk sejak 4
SMRS. Demam jam SMRS. Sesak jam SMRS. Sesak bulan SMRS.
tinggi timbul terjadi secara napas mulai Batuk berdahak
mendadak, tidak bertahap makin dirasakan sejak 6 dengan dahak
ada perbedaan lama makin berat hari SMRS dan berwarna kuning
waktu saat demam. sehingga ibu semakin memberat kehijauan dan
2 minggu SMRS, membawa ke RS. 5 jam SMRS. Sesak keluar bersama
pasien mengalami Sesak tidak disertai dirasakan terus- muntah. Batuk
batuk, batuk dengan bunyi ngik. menerus, tidak dialami terus-
berdahak dengan 2 hari SMRS pasien dipengaruhi oleh menerus selama 4
dahak keluar mengalami batuk. posisi. Saat sesak, bulan. Ibu sempat
bersama muntah, Batuk berdahak, terdengar bunyi membawa ke
dahak berwarna dahak tidak bisa ngik. Kadang klinik dan
kuning kehijauan, keluar. Batuk juga keluhan sesak puskesmas namun
kental, tidak disertai dengan membuat mulut batuk tidak
terdapat bau dan pilek dengan ingus pasien menjadi berkurang, dan
darah. Anak berwarna kuning kebiruan. Pasien akhirnya Ibu
menjadi sangat encer. 1 hari SMRS juga mengalami membawa ke RS.
rewel, sulit tidur pasien demam, batuk berdahak dan Pasien juga
pada malam hari, demam dirasakan pilek sejak 9 hari mengalami pilek
bibir sempat biru naik turun, naik SMRS. Dahak tidak dengan ingus
dan juga sesak terutama pada bisa dikeluarkan. berwarna kuning
napas. 3 hari malam hari. Ibu Pilek dengan ingus kehijauan dan
SMRS, pasien pasien menyangkan encer, bening dan kental. Pasien
muntah sebanyak 2 keluhan keringat banyak. 7 hari SMS juga mengalami
kali, berisikan susu, malam, menyusui pasien mengalami demam yang
sekali muntah sambil tiduran, demam, demam dirasakan naik
sebanyak gelas penurunan BB, dirasakan terus- turun, demam
PEM.
FISIK
Kesan Tampak sakit berat/ Tampak sakit berat/ Tampak sakit berat/ Tampak sakit
sakit/ compos mentis compos mentis compos menits berat/ compos
kesadaran mentis
Status gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi kurang Gizi kurang
Tanda vital Nadi: 132 x/ menit Nadi: 132 x/menit Nadi: 120 x/menit Nadi: 100 x/menit
RR: 50 x/menit RR: 68 x/menit RR: 72 x/menit RR: 30 x/menit
Suhu: 37,3 C Suhu 37,9 C Suhu: 36 C Suhu: 38 C
Status Hidung: NCH (+) Hidung: NCH (+) Hidung: Hidung: NCH (+)
generalis Paru: Paru: Mukosa hiperemis Mulut: Bibir
yang Gerakan dada Bentuk simetris, (+), NCH (+) sedikit kering,
bermakna kanan pada pectus excavatum Mulut: terdapat bercak-
pernapasan (+), retraksi sela iga Bibir agak kering bercak putih di
tertinggal, retraksi (+) subcostal, suara dan sianosis palatum
Pasien 5 6 7
Usia/ jenis 3 tahun 9 bulan/ 1 tahun/ perempuan 3 tahun/ laki- laki
kelamin perempuan
KU Demam sejak 6 Batuk sejak 3 hari Sesak napas sejak 1
hari SMRS SMRS malam SMRS
RPS Demam sejak 6 Batuk sejak 3 hari Sesak napas sejak 1
hari SMRS, SMRS. Batuk malam SMRS, sesak
demam hangat berdahak dan dahak napas tidak berbunyi
selama 2 hari, sulit dikeluarkan, dan dirasakan terus-
demam dirasakan pasien juga setiap menerus. Pasien juga
terus- menerus, bernapas demam sejak 1
dan tidak pernah mengeluarkan malam SMRS,
turun sampai bunyi ngik. Ibu demam hangat
normal. Pasien pasien menyangkal dengan perabaan
juga mengalami keluhan sesak tangan, pasien juga
batuk kering, pilek napas, demam, mengalami batuk
dan merasa lemas. mencret, muntah, berdahak, terus-
Pilek dengan ingus tersedak saat makan menerus, dahak
kuning kental. 2 ataupun minum. berwarna putih kental
hari SMRS timbul dan berlendir, pilek
bercak kemerahan juga dirasakan oleh
yang timbul pasien. Keluhan lain
1. Dari hasil penelitian pada 7 sample pasien anak didapatkan bahwa anak laki-laki
dan anak perempuan yang terkena batuk adalah sama perbandingannya. Dan rata-
rata usia pasien yang terkena batuk lebih banyak terdapat pada pasien bayi dan
dibandingkan dengan anak-anak, hal ini mungkin disebabkan karena sistem
pernapasan pada bayi yang belum sempurna dan imunitas yang cenderung belum
terbentuk dengan baik. Gejala yang didapatkan pada bayi juga lebih berat
mungkin juga disebabkan karena bayi tidak dapat mengeluarkan sekret sehingga
sekret terkumpul di saluran pernapasan dan menimbulkan atau juga memperberat
gejala seperti sesak napas.
2. Dari 7 pasien yang dilakukan penelitian juga didapatkan lebih banyak terdapat
pada bayi dan anak-anak dengan gizi kurang dan gizi buruk.
3. Penatalaksanaan batuk pada pasien adalah untuk membantu mengeluarkan dahak
yang terdapat di dalam saluran pernapasan dimana bayi dan anak-anak belum
KESIMPULAN
Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma
mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang
alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan:
Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas, Mengeluarkan benda asing atau
sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.
Pada bayi dan anak-anak refleks batuk belum terbentuk dengan baik, hal ini
akan menyebabkan sekret yang abnormal akan lama tertanam di saluran pernapasan
dan akan menambah penyempitan di saluran napas sehingga akan timbul sesak napas.
Sekret yang tertanam ini juga akan memperberat sesak napas yang memang sudah ada
pada pasien.
Komplikasi batuk tidak hanya menyebabkan komplikasi di paru tetapi juga
bisa menyebabkan komplikasi muskuloskeletal, sistem kardiovaskular dan susunan
saraf pusat.
DAFTAR PUSTAKA