Anda di halaman 1dari 16

IKATAN KIMIA

RESONANSI DAN ELEKTRONEGATIVITAS


(ABKC 3305)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ikatan Kimia


Dari Dosen Drs. H. Bambang Suharto, M.Si

Oleh : Kelompok IX
Deni Winarni (A1C315007)
Sri Winda (A1C315041)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
JULI
2017
IX. RESONANSI DAN ELEKTRONEGATIVITAS

1. RESONANSI
Struktur elektron suatu molekul kadang-kadang tidak dapat digambarkan
dengan suatu simbol. Benzena tidak dapat digambarkan, bagaimana struktur
elektron yang sebenarnya. Telah diketahui banyak senyawa-senyawa yang
ikatan dalam molekulnya tidak murni elektrovalen atau kovalen, jadi terletak
di antaranya. Di samping itu ikatan kovalen dapat berupa ikatan kovalen
tunggal dan dapat pula rangkap atau ganda.
Hal-hal tersebut dapat dijelaskan dengan teori molekul, namun
sebelumnya adanya teori ini, Pauling telah memberikan teori resonansi.
Menurut Pauling, bila suatu molekul sifat-sifatnya tidak dapat digambarkan
dengan suatu rumus elektron, maka rumus yang sesungguhnya bukan
campuran dari rumus-rumus elektron yang mungkin ada, tetapi suatu rumus
elektron tertentu, hanya tidak dapat digambarkan. Rumus ini lebih stabil dari
rumus-rumus elektron yang mungkin ada.
Rumus elektron CO2 dapat digambarkan sebagai berikut:

O ===== C ===== O O C === O O ===== C O

xx xx xx
x x x x x x x x
O C O O C O O C O
x x x x x x x x
xx xx xx xx
I II III

Rumus yang sebenarnya dari CO2 bukan campuran dari rumus I, II, dan
III, tetapi suatu rumus tertentu yang disebut hibrida resonansi dari ketiganya.
Bentuk I, II, dan III disebut bentuk resonansi atau menurut istilah Ingold
bentuk mesomeri.
Resonansi atau mesomeri harus dibedakan dengan tautomeri. Pada
resonansi, susunan atom dalam molekul yang mungkin tetap sama, hanya
struktur elektronnya berbeda. Pada tautomeri, bentuk-bentuk tautomernya
benar-benar ada hanya susunan atom dalam masing-masing berbeda.
Tautomer dari aseton dan asetaldehid:

CH3 C CH3 CH2 C CH3

O OH
aseton
H H
CH3 C CH2 C
O OH
asetaldehid

Bentuk hibrida resonansi lebih stabil daripada bentuk-bentuk yang


mungkin, ini berarti bahwa kandungan energi hibrida resonansi lebih rendah
dari bentuk-bentuk yang lain. Selisih energi antara bentuk yang paling stabil
dan energi hibrida resonansi, disebut energi resonansi.
Untuk CO2 energi resonansi ini besarnya 37 k cal. Energi resonansi dapat
dicari dari panas pembentukan terlihat dan panas pembentukan hitungan.
Energi resonansi = panas pembentukan terlihat panas pembentukan
hitungan.

Energi struktur II dan III


Energi

Energi struktur I
Energi resonansi
Energi hibrida resonansi

Bentuk resonansi suatu molekul tidak dapat dipilih sekehendak tetapi,


harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kedudukan atom-atom dalam molekul harus sama.
b. Bentuk-bentuk ini harus mempunyai kandungan energi yang kira-kira
sama.
c. Jumlah elektron tidak berpasangan harus sama dalam kesemua bentuk
yang ada.
Contoh:
a. Karbon dioksida, CO2.
Sejak lama CO2 dianggap mempunyai rumus bangun O = C = O. Bila
demikian maka jarak C O harus sama dengan rC + rO , (0,67 + 0,55) =
1,23 .
Dalam kenyataannya jarak C O = 1,55 . Energi ikat C = 0 : 173 k cal,
hingga seharusnya energi ikat CO2 = 2 173 k cal = 346 k cal. Dalam
kenyataannya energi ikat: 383 k cal, hingga besarnya energi resonansi =
(383 346) k cal = 37 k cal.
Karena CO2 tidak mempunyai momen dipol, maka jumlah struktur I dan
II harus sama.

b. Karbon monoksida, CO.


Bentuk resonansi dari CO:

C === O C O
I II
r = 1,22 r = 1,10

Dalam kenyataan r = 1,13 . CO mempunyai momen dipol sangat kecil,


sedang struktur I dan II mempunyai momen dipol yang besar. Panas
pembentukan CO 173 k cal sedang panas pembentukan CO menurut
kenyataan 256 k cal, jadi energi resonansinya 83 k cal.

c. Dinitrogen oksida, N2O.


Bentuk resonansinya adalah:
O N O O N O
(I) (II)

Jarak-jarak N = N : 1,20 N = 0 : 1,15


N = N : 1,10 N 0 : 1,36 .
N = N : 1,10 N O : 1,36 .
Kenyataan panjang molekul N2O = 2,31 , kemungkinan jarak N N :
1,12 dan N O : 1,19 . Momen dipol N2O sangat kecil, hingga
sumbangan dari kedua struktur harus sama.

d. Nitrogen oksida, NO.


Bentuk resonansinya adalah:

x xx
x
N O N O
x

Jarak N = O : 1,15 ; N O : 1,05


Dalam kenyataan jarak di atas: 1,14 . Molekul NO mempunyai
elektron ganjil dan ini memberikan sifat tertentu dari NO, misalnya zat ini
berwarna tajam.

e. Ion nitrat, NO3 - .


Bentuk resonansinya adalah:

O O O
O N O N O N
O O O
(I) (II) (III)
Jarak N O : 1,36 N = O : 1,15 dalam kenyataan jarak N O
dalam ion NO3 - semua sama, yaitu 1,21 . Energi resonansi: 45 k cal.
f. Gugus nitro, NO2.
Bentuk resonansinya adalah:

O O
N N
O O

Jarak : N O : 1,36 dan N = O : 1,15


Dalam kenyataan, jarak N O di atas 1,21 1,23 . Senyawa-senyawa
nitro mempunyai momen dipol, kecuali p-nitro benzena karena gugus
saling menetralkan.

g. Ion karbonat, CO3 2- .


Bentuk resonansinya adalah:

O O O
O C O C C
O O O

Jarak C = = = O : 1,22 dan C O : 1,43


Dalam kenyataan jarak-jarak di atas sama, yaitu 1,31 . Energi
resonansinya: 42 k cal.

h. Ion sulfat, SO4 2- .


Ion sulfat mempunyai bentuk tetrahedral, jarak S O semua sama,
yaitu 1,51 sedang jarak S = O : 1,49 dan S O : 1,70 , jadi
seharusnya ada ikatan rangkap. Bentuk resonansinya adalah:
O O O
[O S O] = [O S O]= [O S O]=
O O O
i. Benzena, C6H6.
Bentuk resonansinya adalah:

I II III

Kekule Dewar

Jarak: C C : 1,54 C = C : 1,34 , kenyataan jarak dalam benzena :


1,39 . Besarnya tenaga resonansi: 39 k cal.

2. ELEKTRONEGATIVITAS
Ikatan kovalen antara atoM A dan atom B terbentuk dengan pembagian
elektron, sedang ikatan ion terbentuk dengan pemindahan elektron. Ikatan-
ikatan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

x x
A o B dan [ A ]+ [ o B ]
ikatan kovalen ikatan ion

Pada ikatan kovalen antara A dan B, elektron tidak terbagi rata dan akan
lebih dekat kepada atom yang mudah menarik elektron. Hal ini menyebabkan
ikatan kovalen mempunyai sifat ionik dan ikatan sebenarnya adalah hibrida
resonansi dari keduanya:

A B A+ B-
Dalam teori orbital molekul, sifat ionik dari ikatan kovalen dinyatakan
oleh bentuk orbitalnya:
A B A B

kovalen kovalen yang ionik


AB

A B

ionik
A+ + B
A B A+ + B

Ikatan kovalen antara dua atom yang sejenis tidak mempunyai sifat-sifat
ionik. Sifat ionik ikatan kovalen A B tergantung besarnya daya tarik
elektron dari atom A dan B. Atom yang mempunyai daya tarik kuat terhadap
elektron dalam molekulnya disebut bersifat elektrofilik kuat, elektronegatif
atau elektronegativitasnya besar. Jadi elektronegativitas ialah kekuatan atom
dalam molekul untuk menarik elektron kepada dirinya. Makin besar
perbedaan elektronegativitas antara A dan B, ikatan makin bersifat ionik.
Dalam teori orbital molekul, sifat ionik dari ikatan dinyatakan dengan
dengan faktor .

A B

Bila A = B, maka = 1. Walaupun harga tidak dapat ditentukan, tetapi


sifat elektronegativitas dapat dinyatakan secara lain.
a. Cara Pauling
Pauling mendasarkan skala elektronegativitas pada perkiraan
sumbangan struktur A+ B- pada ikatan yang sebenarnya antara A dan B.
Hal ini dihitung dari besarnya energi ikat. Energi resonansi karena sifat
ionik dari senyawa AB adalah:

=DA -B (eks) -DA-B (hit)


DAB (eks) = energi ikat percobaan
DAB (hit) = energi ikat hitungan, yaitu bila ikatan kovalen murni.

DAB (hit) tidak dapat dicari secara percobaan hingga harus dicari secara
tidak langsung. Menurut Pauling besarnya DAB (hit) dari ikatan A B,
adalah harga rata-rata hitung atau rata-rata ukur dari energi ikat A A dan
B B:

DAA + DBB
DAB (hit) = atau
2

DAB (hit) = DAA . DBB

DA A = energi ikat A A
DB B = energi ikat B B

Besarnya energi resonansi ionik dari HF : 64 k cal dan HI : 1,6 k cal.


Pauling menggunakan energi resonansi ionik sebagai dasar
menetapkan perbedaan elektronegativitas dan membuat skala
elektronegativitas unsur-unsur. Besarnya elektronegativitas suatu unsur X,
adalah sedemikian hingga XB XA kira-kira sama dengan akar dari energi
resonansi ionik ikatan A B. Energi resonansi ionik dinyatakan dalam
elektron volt:
XB XA = k
= k DAB (eks) . DAB (hit)
dalam e.v.
DA B (hit) diambil rata-rata hitung.
1
k = 23 2

DA B (hit) diambil rata-rata ukur.


1
k = 30 2

b. Cara Mulliken
Mulliken mendefinisikan elektronegativitas atom sebagai harga rata-
rata hitung energi ionisasi dan afinitas elektron:

A (g) A+ (g) + e IA (e.v)


B (g) + e B (g) EB (e.v)

Untuk mengubah A dan B menjadi:


A+ dan B diperlukan energi IA EB.
A dan B+ diperlukan energi IB EA.
Kalau I energi ionisasi dan E afinitas elektron.
Bila A dan B mempunyai elektronegativitas sama, maka:
IA EB = IB EA
IA + EA = IB + EB
Bila IB + EB > IA + EA , maka senyawa yang terjadi A+ B. Ini berarti
IB + EB atau IA + EA merupakan ukuran bagi elektronegativitas atom B
atau A.
IA + EA IB + EB
XA = dan XB =
2 2

Harga elektronegativitas yang diperoleh Pauling dan Mulliken sama,


hanya
skala Mulliken
Skala Pauling = 3,15

TABEL 1
SKALA ELEKTRONEGATIVITAS (PAULING).

H
2,1
Li Be B C N O F
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
Na Mg Al Si P S Cl
0,9 1,2 1,5 1,8 2,1 2,5 3,0
K Ca As Se Br
0,8 1,0 2,0 2,4 2,8
Rb Sr Sb Te I
0,8 1,0 1,9 2,1 2,5

Makin besar perbedaan elektronegativitas antara atom A dan B XB


XA, makin besar sifat ionik dari ikatan AB. Perbedaan sebesar1,7 skala
sesuai dengan 50 persen ionik dan perbedaan 2,3 skala sesuai dengan 75
persen ionik. Atas dasar ini diperoleh sifat ionik ikatan berikut:

C H N H O H F H
4% 19% 39% 60%
C F C Cl C Br C I
43% 11% 3% 0%

Momen Dipol.
Bila suatu molekul elektronnya tidak terbagi rata, maka terjadi
polaritas molekul. Besarnya momen dipol adalah hasil kali muatan dan
jarak.

z z
= (Z) (1)
+ Muatan elektron mempunyai tingkatan 1010
e s u dan jarak 108 cm, hingga
e mempunyai tingkatan 1018 e s u cm. Satuan
o o momen dipol ialah Debye, 1 Debye = 1018
e s u cm.
H Cl

Contoh:

(D) (D)

HF : 1,91 HI : 0,38
HCl : 1,03 H2O : 1,84
HBr : 0,78 NH3 : 1,50

Senyawa CCl4 dan CO2 tidak mempunyai momen dipol karena bentuk
molekul yang simetris. Besarnya momen dipol dapat untuk menetapkan
sifat ionik ikatan, misalnya:
HCl = 1,03 1018 e s u cm bila zat ini benar-benar ionik maka:
= (4,80 1010) (1,29 108) = 6,2 1018 e s u cm.
1,03
Sifat ionik ikatan = 100%=16%.
6,2

Kadang-kadang didapatkan bahwa besarnya momen dipol dalam


Debye sama dengan perbedaan elektronegativitas kedua atom
penyusunnya, XB XA.

Bilangan Oksidasi.
Valensi suatu unsur tidak selalu dapat dinyatakan dengan bilangan
yang tegas. Ion NO3 - dikelilingi oleh tiga atom O, tetapi jumlah ikatannya
ada empat dengan menggunakan lima elektronnya.
Untuk menyatakan secara numerik, bagaimana unsur-unsur berikatan
dalam suatu senyawa diadakan istilah bilangan oksidasi (oxidation state
atau oxidation number).
Dalam senyawa-senyawa ionik, bilangan oksidasi unsur-unsur sama
dengan muatan ion-ionnya, misalnya bilangan oksidasi dari:

Na dalam NaCl = +1; Cl dalam NaCl = 1


Ca dalam CaS = +2; S dalam CaS = 2

Dalam senyawa kovalen, bilangan oksidasi unsur-unsur sama dengan


muatannya bila ikatan dalam senyawatersebut dianggap ionik. Unsur yang
lebih elektronegatif dianggap bermuatan negatif, yang lebih elektropositif
dianggap bermuatan positif. Bila unsurnya sama, pasangan elektron dibagi
rata. Bilangan oksidasi H dalam HCl = +1 dan Cl dalam HCl = 1.


x Cl
H H H

Bilangan oksidasi H dalam H2 = 0


Contoh lain:
CH4 NH3 H2O HF
4 +1 3 +1 +1 2 +1 1
CIF ICl3 IF5
1 1 +3 1 +5 1
CHCl3 CH2Cl2 CCl4
2 +1 1 0 +1 1 +4 1
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam senyawa netral = 0 dan
dalam suatu ion sama dengan muatannya:
NaCl CO NH4+ OH
+1 4 +2 2 3 +1 2 +1

b. Semua unsur dalam keadaan bebas bilangan oksidasinya sama dengan 0


untuk unsur-unsur diatomik pasangan elektronnya dibagi rata.
S Na H2 Cl2
0 0 0 0

c. Dalam setiap senyawa, F mempunyai bilangan oksidasi 1 sebab F


paling elektronegatif.

d. Dalam hampir semua senyawa bilangan oksidasi 0 = 2, sebab


elektronegativitasnya nomor dua setelah F.
MgO Fe2O3 CO2 Mn2O7 CrO3
+2 2 +3 2 +4 2 +7 2 +6 2
kecuali dalam flour monoksida dan peroksida, bilangan oksidasi O = +2
dan 1.

xx
x
F2O [ O ] =
x x
xx
1 +2 1 1

e. Dalam semua senyawa kecuali hibrida-hibrida logam ionik, bilangan


oksidasi H = +1.
HCl H2O NH3 LiH CaH2
+1 1 +1 2 3 +1 +1 1 +2 1
f. Dalam senyawa berisi lebih dari dua atom, bilangan oksidasi unsur-
unsur dapat ditetapkan dari bilangan oksidasi unsur-unsur yanf sudah
jelas bilangan oksidasinya seperti O dan H.
H2SO4 KMnO4 KClO4
+1 +4 2 +1 +7 2 +1 +7 2

g. Beberapa unsur mempunyai bilangan oksidasi berbeda, tergantung dari


senyawanya, misalnya untuk unsur-unsur Mn, Cr, N dan Cl.

TABEL II
BILANGAN OKSIDASI MANGAN DAN KLOR

Unsur Senyawa b.o Unsur Senyawa b.o


Mn MnCl2 +2 Cl HCl 1
MnCl3 +3 HClO +1
Mn2O3 HClO2 +3
MnO2 +4 ClO2 +4
MnO42 +6 HClO3 +5
MnO4 +7 HClO4 +7
Mn2O7

h. Bila suatu unsur dioksidasi, bilangan oksidasinya naik dan bila


direduksi bilangan oksidasinya turun. Jadi perubahan bilangan oksidasi
dapat menetapkan, apakah suatu unsur dioksidasi atau direduksi.
CH3Cl CH2Cl2

2 +1 1 0 +1 1
Jadi dalam hal ini unsur C dioksidasi.
Atas dasar bilangan oksidasi Stock memberikan sistem pemberian
nama yang baru, walaupun belum dapat diterima oleh semua ahli.

Senyawa biner logam-non logam.

MnCl2 = mangan (II) klorida


MnCl3 = mangan (III) klorida
MnO2 = mangan (IV) oksida
Mn2O7 = mangan (VII) oksida
Fe2O3 = besi (III) oksida
Fe3O4 = FeO.Fe2O3 = besi (II, III) oksida
Pb3O4 = 2PbO.PbO2 = timbal (II, II, IV) oksida

Senyawa biner non metal-non metal.

N2O = nitrogen (I) oksida


NO = nitrogen (II) oksida
NO2 = nitrogen (IV) oksida

Anion dan kation.

NO2 = ion nitrit (III)


NO3 = ion nitrat (V)
SO32 = sulfit (IV)
SO42 = sulfat (VI)

[Cu (H2O)4]2+ = ion tetra aquo tembaga (II)


[Ag (NH3)2]+ = ion diammine perak (I)
[Fe (CN)6]3 = ion heksa siano ferrat (III)
[Zn (OH)4]2 = ion tetra hidrokso zinkat (II)

Anda mungkin juga menyukai