Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan pengamatan terhadap pengaruh pH terhadap


absorbsi asetosal melalui difusi pasif dan percobaan dilakukan secara in situ. Metode in situ
merupakan suatu metode uji yang dilakukan dalam organ target tertentu yang masih berada
dalam sistem organisme hidup. Bedanya dengan uji in vivo, ialah karena pada uji in situ organ
target diusahakan tidak dipengaruhi oleh organ lain sehingga profil obat yang diamati hanya
berdasarkan pada proses yang terjadi pada program tersebut tanpa dipengaruhi oleh proses
yang terjadi pada organ lain. Sedangkan bedanya dengan uji in vitro ialah organ pada uji in
situ masih menyatu dengan sistem organisme hidup, masih mendapat suplai darah dan suplai
oksigen.

Asetosal termasuk golongan obat asam lemah sehingga absorbsinya baik pada pH asam.
Namun karena luas permukaan usus yang besar, asetosal juga dapat terabsorbsi pada lumen
usus terlebih lagi dengan adanya fili-fili pada permukaan lumen usus, meskipun bentuk tak
terionnya banyak di pH asam

Hewan uji yang digunakan ialah tikus. Tikus lebih dipilih daripada mencit karena
ukurannya lebih besar, sehingga organ-organnya pun lebih besar yang akan memudahkan
pengukuran. Larutan dapar fosfat berfungsi sebagai penstabil pH. Tikus dikorbankan secara
kimia menggunakan eter. Pengukuran usus 15 cm dari lambung dimaksudkan
untukmenghindari pengaruh lambung dalam percobaan sehingga absorbsi yang terjadi di usus.
Larutan NaCl 0,9% digunakan untuk membersihkan usus dari kotoran-kotoran sehingga tidak
mengganggu absorbsi asetosal. Usus diukur 20 cm dan ujung atas diikat dengan tali, bagian
bawah juga diikat dengan tali. Kemudian dibuat lubang pada kedua ujungnya
untuk memasukkan obat pada ujung bagian atas dan untuk mengeluarkan obat pada ujung
bagian bawah

Metode absorbsi in situ sering disebut teknik perfusi karena usus dilubangi 1 untuk
memasukkan sampel dan dilubangi 1 lagi untuk keluarnya sampel. Cara ini didasarkan asumsi
bahwa hilangnya obat dari lumen usus dikarenakan proses absorbsi, obat dianggap stabil dan
tidak mengalami metabolisme di usus. Metode in situ digunakan untuk
mempelajari faktor yang mempengaruhi permeabilitas usus, untuk mengoptimalkan
kecepatan absorbsi pada sediaan prodrug pada obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat
terabsorbsi. Pada percobaan kali ini absorbsi obat melalui difusi pasif, artinya absorbsi tidak
menggunakan energi, terjadi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dan tidak melawan
gradien konsentrasi.

Yang dimaksud Papp adalah tetapan permeabilitas semu Tikus 1 memiliki kecepatan alir
2,505 ml/menit dan 4,962 ml/menit dengan papp 0,512 ml/menit cm2 . tikus ke 2 memiliki
kecepatan alir 3,623 ml/menit dan papp -0,291 ml/menit cm2 . tikus ke 3 kecepatan alir 4,76
ml/menit dan papp -0,018 ml/menit cm2 . tikus ke 4 kecepatan alir 35,211 ml/menit dan papp -
1,576 ml/menit cm2 . tikus ke 5 kecepatan alirnya 4,96 ml/menit dan papp 2,012 ml/menit cm2
. tikus ke 6 memiliki kecepatan alir 14,28 ml/menit dan papp -3,113 ml/menit cm2

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil percobaan diantaranya:

a. Tepat atau tidaknya pembuatan larutan asetosal

b. Ketepatan pengukuran komponen-komponen seperti (berat tikus, panjang usus, diameter

c. Ketepatan dalam perhitungan

d. Standarisasi alat-alat yang dipakai selama praktikum

e. Kebersihan baik penguji ataupun hewan uji

f. Kesesuaian dengan prosedu

KESIMPULAN

Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa pH mempengaruhi absorbsi obat yang
diabsorbsi melalui difusi pasif dan percobaan dilakukan secara in situ. Hasil Papp pertama
diperoleh yaitu 0,512 ml/menit cm2 Artinya butuh 0,512 ml untuk obat diabsorbsi tiap
menit. Hasil Papp kedua diperoleh yaitu -0,291 ml/menit Artinya butuh -0,291 ml tiap menit
untuk obat diabsorbsi. Hasil Papp ketiga diperoleh yaitu -0,018 ml/menit artinya butuh -0,018
ml tiap menit untuk obat diabsorbsi. Papp ke 4 -1,576 ml/menit artinya butuh -1,576 ml tiap
menit untuk diabsorbsi. Papp ke 2,012 ml/menit dan paap ke 6 -3,113 ml/menit

Anda mungkin juga menyukai