Anda di halaman 1dari 122

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Analisa Inti Batuan


Analisa inti batuan adalah tahapan analisa setelah contoh formasi
dibawah permukaan (core) diperoleh.Tujuan dari pada analisa inti batuan
untuk menentukan secara langsung informasi tentang sifat sifat fisik batuan
yang ditembus selama pemboran. Studi dari data analisa inti batuan dalam
pemboran eksplorasi dapat digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan
dapat diproduksi hidrokarbon dari suatu sumur, sedangkan tahap eksploitasi
daripada suatu reservoir dapat digunakan untuk pegangan melaksanakan well
completion dan merupakan suatu informasi penting untuk melaksanakan
proyek secondary dan tertiary recovery. Selain itu, data inti batuan ini juga
berguna sebagai bahan pembanding dan kalibrasi pada metode logging.
Prosedur Analisa Inti Batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian,
yaitu:
1. Analisa inti batuan rutin
2. Analisa inti batuan spesial
Analisa Inti Batuan Rutin umumnya berkisar tentang pengukuran
porositas, permeabilitas absolut dan saturasi fluida, sedangkan Analisa Inti
Batuan Spesial dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada
kondisi statis dan pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada kondisi
statis meliputi tekanan kapiler, sifat-sifat listrik dan cepat rambat suara, grain
density, wettability, kompresibilitas batuan, permeabilitas dan porositas
fungsi tekanan (Net Over Burden) dan studi petrography. Pengukuran pada
kondisi dinamis meliputi permeabilitas relatif, thermal-recovery, gas residual,
water floodevaluation, liquid permeability (evaluasi completion, work over
dan injection fluid meliputi surfactant dan polymer).

1
2

1.2.Analisa Batuan Reservoir


Dalam operasi perminyakan hal-hal yang perlu dilakukan adalah
meneliti apa saja karakteristik dari batuan penyusun reservoir. Kegiatan yang
biasanya dilakukan untuk menganalisa reservoir adalah Analisa Core,
Analisa Cutting dan Analisa Logging.
Analisa Core biasanya dilakukan dengan mengambil sampel batuan
yang di bor dari dalam formasi dan selanjutnya core diteliti di laboratorium.
Analisa logging dilakukan dengan cara menganalisa lapisan batuan
yang dibor dengan menggunakan peralatan logging(Tool Log). Peralatan
logging dimasukkan kedalam sumur, kemudian alat tersebut akan
mengeluarkan gelombang gelombang khusus seperti listrik, gamma ray,
suara dan sebagainya (tergantung jenis loggingnya), kemudian gelombang
tersebut akan terpantul. kembali dan diterima oleh alat logging, dan datanya
kemudian dikirim ke peralatan dipermukaan untuk dianalisa.
Untuk analisa cutting, dilakukan dengan meneliti cutting yang berasal
dari lumpur pemboran yang disirkulasikan kedalam sumur pemboran. Cutting
dibersihkan dari lumpur pemboran, selanjutnya di teliti di laboratorium untuk
mengetahui sifat dari batuan reservoir tersebut.

Gambar 1.1. Core

Pada praktikum kali ini, kita akan menganalisa sifat batuan reservoir
dengan metode Analisa Core.
3

Prosedur Analisa Inti Batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian, yaitu:
Analisa inti batuan rutin
Analisa inti batuan spesial
Analisa Inti Batuan Rutin umumnya berkisar tentang pengukuran
porositas, permeabilitas absolut dan saturasi fluida, sedangkan Analisa Inti
Batuan Spesial dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada
kondisi statis dan pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada
kondisi statis meliputi tekanan kapiler, sifat-sifat listrik dan cepat rambat
suara, grain density, wettability, kompresibilitas batuan, permeabilitas dan
porositas fungsi tekanan (Net Over Burden) dan studi petrography.
Pengukuran pada kondisi dinamis meliputi permeabilitas relatif, thermal-
recovery, gas residual, water floodevaluation, liquid permeability
(completion evaluation, workover dan injection fluid).
4

1.3. Karakteristik Batuan Reservoir


Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas
bumi.Pada umumnya reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-
beda tergantung dari komposisi, temperature dan tekanan pada tempat
dimana terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya.Suatu reservoir minyak
biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir,
lapisan penutup dan perangkap.
Suatu wilayah atau tempat bisa disebut sebagai sebuah reservoir
apabila terdapat sumber dari hidrokarbon atau tempat terakumulasinya
minyak dan gas bumi. Untuk dapat terakumulasinya minyak dan gas bumi
ini, tempat atau reservoir tersebut harus memenuhi beberapa syarat yang
harus ada sebagai berikut:
1. Adanya batuan Induk (Source Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mengandung bahan organik
seperti sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang telah mengalami proses
pematangan dengan waktu yang sangat lama sehingga menghasilkan
minyak dan gas bumi.

Gambar 1.2. Source Rock (Batuan Induk)

2. Adanya batuan waduk (Reservoir Rock)


Merupakan batuan sedimen yang mempunyai pori, sehingga
minyak dan gas bumi yang dihasilkan batuan induk dapat masuk dan
terakumulasi.Di lapangan biasa di temukan batuan reservoir yang
5

merupakan batuan sedimen.Batuan sedimen yang biasa di temukan


sebagai batuan reservoir adalah batupasir, batu gamping, dll.

Gambar 1.3. Reservoir Rock

3. Adanya struktur batuan perangkap (Trap)


Merupakan batuan yang berfungsi sebagai penghalang
bermigrasinya minyak dan gas bumi lebih jauh.
Adapun trap dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Trap Struktural
Trap ini dipengaruhi oleh kejadian deformasi dengan
terbentuknya struktur lipatan dan patahan yang merupakan
respon dari kejadian tektonik.

Gambar 1.4. Trap Struktural


6

b. Trap Stratigrafi

Jenis perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara


vertikal dan lateral, perubahan facies batuan dan ketidakselarasan dan
variasi lateral dalam litologi pada suatu lapisan reservoar dalam
perpindahan minyak bumi. Prinsip dalam perangkap stratigrafi adalah
minyak dan gas bumi terperangkap dalam perjalanan ke atas kemudian
terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan pinggir, hal ini
dikarenakan batuan reservoar telah menghilang atau berubah fasies
menjadi batu lain sehingga merupakan penghalang permeabilitas
(Koesoemadinata, 1980, dengan modifikasinya). Dan jebakan
stratigrafi tidak berasosiasi dengan ketidakselarasan
seperti Channels, Barrier Bar, dan Reef, namun berasosiasi dengan
ketidakselarasan seperti Onlap Pinchouts, dan Truncations.

Gambar 1.5. Trap Stratigrafi

c. Trap Kombinasi

Kemudian perangkap yang selanjutnya adalah perangkap kombinasi


antara struktural dan stratigrafi. Dimana pada perangkap jenis ini
merupakan faktor bersama dalam membatasi bergeraknya atau
menjebak minyak bumi. Dan, pada jenis perangkap ini, terdapat leboh
dari satu jenis perangkap yang membenuk reservoar. Sebagai
contohnya antiklin patahan, terbentuk ketika patahan memotong tegak
7

lurus pada antiklin. Dan, pada perangkap ini kedua perangkapnya tidak
saling mengendalikan perangkap itu sendiri.

Gambar 1.6. Trap Kombinasi Fault Anticline

Gambar 1.7. Trap Kombinasi Piercement Dome


8

4. Adanya batuan penutup (Cap Rockatau Seal Rock)


Merupakan batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh cairan
(impermeable), sehingga minyak dan gas bumi terjebak dalam batuan
tersebut.

Gambar 1.8. Cap Rock atau Seal Rock

5. Adanya jalur migrasi (Migration)


Merupakan jalan minyak dan gas bumi dari batuan induk sampai
terakumulasi pada perangkap.
Migrasi Primer : Migrasi yang terjadi dari Source Rock.
Migrasi Sekunder: Transportasi Carrier Bed menuju ke Trap

Gambar 1.9. Jalur Migrasi


9

Setelah elemen-elemen tersebut membentuk suatu reservoir, maka akan


ada proses-proses yang membuat hidrokarbon terakumulasi dari source rock
menuju trap, yaitu :
1. Generation, merupakan proses dimana batuan induk mengalami
pemanasan dan tekanan yang cukup untuk merubah material organik
menjadi hidrokarbon.
2. Migration, merupakan proses pergerakan atau perpindahan hidrokarbon
keluar dari batuan induk menuju dan masuk ke dalam perangkap.
3. Accumulation, merupakan proses terakumulasinya volume hidrokarbon
setelah bermigrasi menuju perangkap.
4. Preservation, merupakan sisa hidrokarbon dalam reservoir dan tidak
terubah oleh proses biodegradation atau pun water washing.
5. Timing, merupakan waktu yang dibutuhkan perangkap untuk terbentuk
sebelum dan selama hidrokarbon bermigrasi.

Jadi, digambarkan secara keseluruhan maka akan didapatkan gambaran


sebuah petroleum system process yang ada dalam formasi sebagai berikut :

Gambar 1.10. Petroleum System Process


10

Untuk reservoir terbagi menjadi dua, yaitu :


1. Reservoir Jenuh
Reservoir jenuh (saturated) biasanya mengandung hidrokarbon dalam
bentuk minyak yang dijenuhi oleh gas terlarut dan dalam bentuk gas bebas
yang terakumulasi membentuk gas cap. Bila minyak dan gas diproduksikan,
kemungkinan akan ada air yang ikut terproduksi, tekanan reservoir akan turun.
Dengan turunnya tekanan reservoir, maka volume gas yang membentuk gas
capakan mengembang dan merupakan pendorong keluarnya fluida dari dalam
reservoir. Selain pengembangan volume gas cap dan pembebasan gas terlarut,
mungkin juga terjadi perembesan air kedalam reservoir.
2. Reservoir Tak Jenuh
Reservoir tidak jenuh (under saturated) pada keadaan mula-mula tidak
terdapat gas bebas yang terakumulasi membentuk gas cap. Apabila reservoir
diproduksikan, maka gas akan mengalamai pengembangan yang menyebabkan
bertambahnya volume minyak. Pada saat tekanan reservoir mencapai tekanan
bubble point maka gas akan keluar dari minyak.

Pada umumnya reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-


beda tergantung dari komposisi, temperatur dan tekanan pada tempat dimana
terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya.Suatu reservoir minyak biasanya
mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir, lapisan penutup
dan perangkap.
11

1.4. Sifat-Sifat Fisik Batuan


Sifat-sifat fisik batuan reservoir tersebut antara lain:
1. Porositas ()
Dalam reservoir minyak, porositas menggambarkan persentase dari
total ruang yang tersedia untuk ditempati oleh suatu cairan atau gas.
Porositas dapat di definisikan sebagai perbandingan antara volume total
pori-pori batuan dengan volume total batuan per satuan volume tertentu.
2. Saturasi Fluida (S)
Saturasi adalah perbandingan antara volume pori-pori batuan yang
terisi fluida formasi tertentu terhadap total volume pori-pori batuan yang
terisi fluida atau jumlah kejenuhan fluida dalam batuan reservoir per
satuan volume pori. Oleh karena didalam reservoir terdapat tiga jenis
fluida, maka saturasi dibagi menjadi tiga yaitu saturasi air (Sw), saturasi
minyak (So) dan saturasi gas (Sg).
3. Permeabilitas (k)
Permeabilitas didefinisikan sebagai ukuran media berpori untuk
meloloskan/melewatkan fluida.Apabila media berporinya tidak saling
berhubungan maka batuan tersebut tidak mempunyai permeabilitas.Oleh
karena itu ada hubungan antara permeabilitas batuan dengan porositas
efektif.Semakin besar porositas efektif, maka semakin besar juga
permebilitasnya.
4. Resistivity
Batuan reservoir terdiri atas campuran mineral-mineral, fragmen
dan pori-pori.Padatan-padatan mineral tersebut tidak dapat
menghantarkan arus listrik kecuali mineral clay. Sifat kelistrikan batuan
reservoir tergantung pada geometri pori-pori batuan dan fluida yang
mengisi pori. Minyak dan gas bersifat tidak menghantarkan arus listrik
sedangkan air bersifat menghantarkan arus listrik apabila air melarutkan
garam. Arus listrik akan terhantarkan oleh air akibat adanya gerakan dari
ion-ion elektronik. Untuk menentukan apakah material didalam reservoir
bersifat menghantar arus listrik atau tidak maka digunakan parameter
12

resistivity.Resistivity didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu


material untuk menghantarkan arus listrik.
5. Wettability
Wettability didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida atau kecenderungan dari suatu fluida untuk
menyebar atau melekat ke permukaan batuan. Sebuah cairan fluida akan
bersifat membasahi bila gaya adhesi antara batuan dan partikel cairan
lebih besar dari pada gaya kohesi antara partikel cairan itu sendiri.
Tegangan adhesi merupakan fungsi tegangan permukaan setiap fasa
didalam batuan sehingga wettability berhubungan dengan sifat interaksi
(gaya tarik menarik) antara batuan dengan fasa fluidanya.
6. Tekanan Kapiler (Pc)
Tekanan kapiler pada batuan berpori didefinisikan sebagai
perbedaan tekanan antara fluida yang membasahi batuan dengan fluida
yang bersifat tidak membasahi batuan jika didalam batuan tersebut
terdapat dua atau lebih fasa fluida yang tidak bercampur dalam kondisi
statis.
13

BAB II
PENGUKURAN POROSITAS

2.1. Tujuan
1. Untuk menentukan porositas efektif batuan
2. Untuk menentukan fraksi porositas dengan cara/ metode menimbang
3. Untuk menentukan fraksi porositas dengan cara/ metode mercury
injection pump
4. Untuk mngetahui bagaimana cara kedua metode itu
5. Untuk membandingkan dari dua metode tersebut yang mana lebih akurat

2.2. Teori Dasar


Porositas didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume total batuan(bulk volume), dengan simbol
.Porositas juga dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan
besar rongga dalam batuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
suatu porositas adalah:
Sudut kemiringan batuan
Bentuk butiran
Susunan antar butiran
Lingkungan pengendapan
Ukuran butiran batuan
Komposisi mineral pembentuk batuan
Berdasarkan struktur pori, porositas dibagi menjadi Porositas antar
butiran dan Porositas rekahan (fracture porosity). Menurut proses
geologinya, porositas diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Porositas Primer dan
Porositas Sekunder.

13
14

1. Porositas Primer merupakan porositas yang terjadi bersamaan proses


pengendapan batuan. Jenis batuan sedimen yang mempunyai porositas
primer adalah batuan konglomerat, batu pasir dan karbonat.
2. Porositas Sekunder adalah porositas yang terjadi setelah proses
pengendapan batuan (batuan sedimen terbentuk), antara lain akibat aksi
pelarutan air tanah atau akibat rekahan.
Sedangkan porositas sekunder sendiri, dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Porositas larutan, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
proses pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban
seperti lipatan, atau patahan.Porositas jenis ini sulit untuk dievaluasi
secara kualitatif karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batuan gamping (CaCO3)
ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi
kimia :
2CaCO3 + MgCl2 CaMg(CO3)2 + CaCl2.
Menurut para ahli, batuan gamping yang terdolomitisasi
mempunyai porositas yang lebih besar dari batuan gampingnya
sendiri.
Berdasarkan komunikasi antar pori dan dilihat dari sudut teknik
reservoirnya , porositas dibagi menjadi 2, yaitu Porositas Absolut dan
Porositas Efektif.
1. Porositas Absolut
Porositas absolut adalah perbandingan antara volume seluruh pori
(pori-pori total) terhadap volume total batuan (bulk volume) yang
dinyatakan dalam persen, jika dirumuskan :
Vp Vp Vb Vg
abs x 100% atau abs x 100% atau abs x 100%
Vb Vg Vp Vb

Dimana : Vp = volume pori-pori batuan(cm3)


15

Vb = volume bulk (total) batuan (cm3)


Vg = volume butiran(cm3)
abs = porositas absolute (%)

2. Porositas Efektif
Porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
berhubungan terhadap volume total batuan (bulk volume) yang
dinyatakan dalam persen, jika dirumuskan :

Volume pori yang berhubungan g b


eff x100% atau eff x100%
Volume total batuan g f

Dimana : g = densitas butiran (gr/cc)

b = densitas total (gr/cc)


f = densitas formasi (gr/cc)

eff = porositas efektif (%)

Gambar 2.1.Ilustrasi Porositas Efektif

Gambar diatas menunjukkan porositas efektif, Untuk selanjutnya,


porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai
fraksi volume yang produktif.
16

Selain menggunakan rumus yang telah dituliskan sebelumnya,


porositas efektif juga dapat ditentukan dengan :
1. Ekspansi Gas
Volume total batuan sample Volume butiran efektif sample
eff x 100%
Volume total batuan sample

2. Metode Saturation
Volume pori yang efektif
eff x 100%
Volume total batuan

Volume pori yang efektif dapat ditentukan dengan metode resaturation :


Berat air dalam ruang pori-pori =berat sample yang dijenuhi di
udara
Volume air dalam ruang pori-pori = Berat air dalam ruang pori pori
B.J air
Volume pori yang efektif = Volume air dalam ruang pori-pori

3. Mercury Injection Pump


a. Penentuan volume pycnometer :
Vol. pycnometer kosong = vol awal skala vol akhir skala
Vol. pycnometer + Core = vol awal skala vol akhir skala terisi
Core
b. Penentuan volume bulk batuan :
Vol. bulk batuan = (vol pycnometer kosong) (vol.
pycnometer + Core)
c. Penentuan volume pori :
Vol pori = vol awal skala vol akhir skala

4. Menimbang
W3 W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin
17

W1 W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin

W3 W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin

Volume pori
Porositas efektif ( eff ) = x 100%
Volume total batuan
W3 W1
= B.J kerosin x 100%
W3 W2
B.J kerosin

Dalam usaha mencari batasan atau kisaran harga porositas batuan,


Slitcher&Graton serta Fraser mencoba menghitung porositas batuan pada
berbagai bidang bulatan dengan susunan batuan yang seragam. Unit cell
batuan yang distudi terdiri atas 2 pack dalam bentuk kubus dan jajaran
genjang (rombohedron). Porositas dengan bentuk kubus ternyata
mempunyai porositas sebesar 47.6%, sedangkan porositas pada bidang
jajaran genjang (rombohedron) yang tidak teratur mempunyai harga
porositas sebesar 25.95%.

Porositas dengan susunan butir seragam yang menjadikan porositas


berbentuk kubus memiliki harga porositas yang lebih besar daripada
porositas dengan susunan butir berbentuk rombohedral. Keteraturan susunan
18

butir membentuk kubus sehingga terdapat ruang yang lebih besar antara
butir-butir tersebut

Gambar 2.2.Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas

Unit cell kubus mempunyai 2 sisi yang sama yaitu 2r, dimana r adalah
jari-jari lingkaran, sehingga:
Volume total (bulk) = (2r)3 = 8r3
4r 3
Volume butiran =
3
Vb Vg
Porositas = x 100%
Vb
8r 3 4
= 3r 3 x100%
3
8r

= 1 x100%
2(3)
= 47,6%
Unit cellrhombohedral mempunyai 2 sisi yang sama yaitu 2r, dan
kemiringannya membentuk sudut 45, dimana r adalah jari-jari lingkaran,
sehingga :
Volume total (bulk) = alas x tinggi x lebar
= 2r x 2r sin 450 x 2r
= 4(2)1/2 r3
19

4r 3
Volume butiran =
3
Vb Vg
Porositas = x 100%
Vb
= (4(2)1/2 r3 (4/3) r3)/ 4(2)1/2 r3
= 0.2596 x 100%
=25.96%

Untuk pegangan secara praktis di lapangan, ukuran porositas


diasumsikan dengan harga seperti tampak pada tabel:

Tabel 2.1.Ukuran porositas dengan harga di lapangan

0 5% Jelek sekali
5 10% Jelek
10 15% Sedang
15 20% Baik
> 20% Sangat bagus

Di dalam formasi batuan reservoir minyak dan gas bumi tersusun atas
berbagai macam mineral (material) dengan ukuran butir yang sangat
bervariasi, oleh karenanya harga porositas dari suatu lapisan ke lapisan yang
lain akan selalu bervariasi. Faktor utama yang menyebabkan harga porositas
bervariasi adalah :
1. Ukuran dan Bentuk Butir
Ukuran butir tidak mempengaruhi porositas total dari seluruh
batuan, tetapi mempengaruhi besar kecilnya pori-pori antar butir.
Sedangkan bentuk butir didasarkan pada bentuk penyudutan (ketajaman)
dari pinggir butir. Sebagai standar dipakai bentuk bola, jika bentuk
butiran mendekati bola maka porositas batuan akan lebih meningkat
dibandingkan bentuk yang menyudut.
2. Distribusi dan Penyusunan Butiran
20

Distribusi disini adalah penyebaran dari berbagai macam besar


butir yang tergantung pada proses sedimentasi dari batuannya.
Umumnya jika batuan tersebut diendapkan oleh arus kuat maka besar
butir akan sama besar. Sedangkan susunan adalah pengaturan butir saat
batuan diendapkan.
3. Derajat Sementasi dan Kompaksi
Kompaksi batuan akan menyebabkan makin mengecilnya pori
batuan akibat adanya penekanan susunan batuan menjadi rapat.
Sedangkan sementasi pada batuan akan menutup pori-pori batuan
tersebut.
Adapun gambaran dari berbagai faktor tersebut di atas dapat
dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanz dengan alat sieve
analysis sebagaimana yang terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3.Distribusi Kumulatif Ukuran Butiran dari Graywacke


a). Shalysand b). Batu Pasir

Semakin banyak material pengotor, seperti : silt & clay yang terdapat
dalam batuan akan menyebabkan mengecilnya ukuran pori-pori batuan.

2.3. Peralatan dan Bahan


2.3.1. Peralatan
1. Timbangan & Anak timbangan
21

2. Vacum pump & Vacum desikator


3. Beaker glass ceper
4. Porometer

2.3.2. Bahan
1. Core (Inti Batuan)
2. Kerosine

Gambar 2.4. Timbangan Digital

Gambar 2.5. Rangkaian Porometer

2.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Sabtu
Tanggal : 15 Oktober 2016
Waktu : 16.30 WITA - Selesai
Tempat : Kampus STT MIGAS BALIKPAPAN
22

2.5. Prosedur Percobaan


2.4.1. Pengukuran Porositas Dengan Cara Menimbang
1. Core (inti batuan) yang telah diekstrasi selama 3 jam dengan
soxlet dan didiamkan selama 24 jam, dikeluarkan dari tabung
ekstrasi dan didinginkan beberapa menit, kemudian
dikeringkan dalam oven pada temperatur 100-115 oC.
2. Timbang Core kering dalam mangkuk, misal berat Core kering
= W1 gram.
3. Masukkan Core kering tersebut kedalam vacum desikator
4. untuk dihampakan udara 1 jam dan saturasikan dengan
kerosin.Ambil Core yang telah dijenuhi kerosin kemudian
timbang dalam kerosin, misal beratnya = W2 gram.
5. Ambil Core tersebut (yang masih jenuh dengan kerosin),
kemudian timbang di udara, misal beratnya = W3 gram.
6. Perhitungan :
5.
W3 W2
Volume total batuan (Vb) =
B.J kerosin

W1 W2
Volume butiran (Vg) =
B.J kerosin

W3 W1
Volume pori (Vp) =
B.J kerosin

Volume pori
Porositas efektif ( eff ) = x 100%
Volume total batuan
23

W3 W1
= B.J kerosin x 100%
W3 W2
B.J kerosin
2.4.2. Pengukuran Porositas Dengan Cara Mercury Injection Pump
2.4.2.1. Ketentuan Penggunaan Porometer
1. Plungger / cylinder dihampa udarakan sebelum
memulai pekerjaan.
2. Putar handwheel berlawanan dengan arah jarum jam
sejauh mungkin.
3. Pastikan penutup dan valve picnometer dalam keadaan
tertutup, dan fill valve dalam keadaan terbuka.
4. Hidupkan pompa vakum dan lakukan sampai ruang
cylinder sampai habis, selanjutnya tutup fill valve dan
matikan pompa vakum.
5. Jika langkah 4 terpenuhi, masukkan Hg dalam flask ke
dalam cylinder sampai habis, selanjutnya tutup fill valve
dan terakhir matikan vakum.
6. Putar handwheel searah jarum jam sampai pressure
gauge menunjukkan suatu harga tertentu.
7. Putar lagi handwheel berlawanan dengan arah jarum
jam sampai jarum jam pada pressure gauge
menunjukkan angka nol pertama kali.
8. Buka valve dan penutup picnometer, lihat kedudukan
mercury, jika kedudukan mercury ada pada cylinder
maka ulangi lagi langkah 2 sampai 8.
Jika kedudukan mercury ada pada ruang picnometer, turunkan
permukaan mercury sampai pada batas bawah picnometer (jika ada yang
menempel pada dinding harus dibersihkan) dengan memutar handwheel
berlawanan dengan arah jarum jam.
24

2.4.2.2. Prosedur Penentuan Porositas


1. Pastikan permukaan Hg pada posisi bagian bawah dari
picnometer.
2. Tutup penutup picnometer dan buka valve picnometer.
3. Atur volume scale pada harga tertentu, misalnya 50 cc.
4. Putar handwheel searah jarum jam sampai mercury
pertama kali muncul pada picnometer.
5. Hentikan pemutaran handwheel dan baca volume scale
dan dial handwheel (miring kanan), misalnya 30,8 cc.
6. Hitung volume picnometer : (50 30,8) cc = a cc.
7. Kembalikan kedudukan mercury pada keadaan semula
dengan memutar handwheel berlawanan dengan arah
jarum jam (pada volume scale 50 cc).
8. Buka penutup picnometer dan masukkan Core
sample. Kemudian tutup lagi picnometer (valve
picnometer tetap buka).
9. Putar handwheel sampai mercury untuk pertama kali
muncul pada valve picnometer. Catat volume scale
dan dial handwheel (miring kanan), misalnya 38,2 cc.
10. Hitung volume picnometer yang terisi Coresample :
(50 38,2) cc = b cc.
11. Hitung volume bulk dari Coresample : ( a b ) cc = d
cc.
12. Lanjutkan percobaan untuk menentukan volume pori
(Vp), yaitu dengan menutup valve picnometer.
Kemudian atur pore space scale pada angka nol.
Untuk langkah 12 ini, pada saat meletakkan pore
space scale pada angka nol, kedudukan dial
handwheel tidak harus pada angka nol. Akan tetapi
perlu dicatat besarnya angka yang ditunjukkan dial
handwheel (miring kiri) setelah pengukuran Vb.
25

Harga tersebut harus diperhitungkan saat mengukur


Vp.
13. Putar handwheel searah jarum jam sampai ke kanan
pada pressure gauge menunjukkan angka 750 psia.
14. Catat perubahan volume pada pore space scale dan
dial handwheel (miring kiri) sebagai volume pori
(Vp).
15. Hitung besarnya porositas.
26

2.6. Hasil Analisa dan Perhitungan


2.6.1. Penentuan Porositas dengan Cara Menimbang
1. Berat Core kering di udara (W1) = 36 gr
2. Berat Core jenuh di kerosin (W2) = 20 gr
3. Berat Core jenuh di udara (W3) = 47,1 gr
4. Densitas kerosin = 0,8 gr/cc
W3 W2
5. Volume bulk (Vb) =
B.J kerosin
47,1gr 20 gr
=
0,.8 gr / cc
= 33,875 cc

W1 W2
6. Volume grain (Vg) =
B.J kerosin

36 gr 20 gr
=
0,8 gr / cc

= 20 cc

W3 W1
7. Volume pori (Vp) =
B.J kerosin
47,1gr 36 gr
=
0,8 gr / cc
= 13,875 cc

Vp
eff = x 100%
Vb
13,875cc
= x 100%
33,875cc
= 40,9 %
27

2.6.2. Penentuan Porositas denganMercury Injection Pump


1. Penentuan skala pycnometer
Skala awal = 54,8 cc
Skala akhir = 6,1 cc
Volume pycnometer kosong = skala awal skala akhir
= 54,8 cc 6,1 cc
= 48,7 cc

2. Penentuan Volume Bulk


Skala awal = 60,4 cc
Skala akhir = 33,3 cc
Volume pycnometer + Core = skala awal - skala akhir
= 60,4 cc 33,3 cc
= 27,1 cc
Volume Bulk Batuan = (volume pycnometer + Core)
(volume pycnometer kosong)
= 27,1 cc 48,7 cc
= -21,6 cc
= 21,6 cc
3. Penentuan Volume Pori
Skala awal = 5,2 cc
Skala akhir = 0,7 cc
Volume pori = skala awal skala akhir
= 5,2cc 0,7 cc
= 4,5 cc

Vp 4,5cc
eff x 100% x 100%
Vb 21,6cc
= 20,8 %
28

2.7. Pembahasan
Porositas yang dimiliki suatu formasi batuan reservoir bisa digunakan
sebagai petunjuk seberapa besar rongga pada formasi batuan tersebut.
Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas
penyimpanan fluida reservoir. Batuan reservoir yang memiliki porositas
yang baik, akan lebih banyak mengandung hidrokarbon di dalam reservoir
tersebut. Jadi, semakin besar porositas efektif suatu batuan reservoir, maka
akan semakin banyak pula hidrokarbon yang terkandung dalam reservoir
tersebu. Porositas diukur dengan dua cara yaitu, penentuan porositas dengan
cara menimbang dan penentuan porositas dengan cara mercury injection
pump.
Pada pengukuran porositas dengan cara menimbang diperoleh data
berat core kering diudara sebesar 36 gr, berat core jenuh diudara sebesar
47,1 gr, berat core jenuh di kerosene sebesar 20 gr dan dan densitas kerosin
sebesar 0,8 gr/cc. Dari data-data tersebut, diperoleh sesuai dalam
perhitungan besarnya volume total batuan sebesar 33,875 cc; volume
butiran sebesar 20 cc dan volume pori sebesar 13,875 cc. Dari data volume
tersebut dapat ditentukan harga porositas sebesar 40,9 % untuk metode
menimbang yang digolongkan dalam porositas yang baik.
Pada penentuan harga porositas dengan cara mercury injection pump
dimulai dengan penentuan skala picnometer yaitu skala awal sebesar 54,8 cc
dan skala akhir 6,1 cc sehingga diperoleh harga volume piknometer kosong
sebesar 48,7 cc. Dilanjutkan dengan penentuan harga volume piknometer
berisi core dengan skala awal 60,4 cc dan skala akhir 33,3 cc, diperoleh
harga volume piknometer kosong berisi core 27,1 cc. Dan diperoleh volume
total core sebesar 21,6 cc demikian pula dengan volume pori batuan yang
diperoleh sebesar 4,5 cc. Selanjutnya diperoleh harga porositas melalui
mercury injection pump sebesar 20,8 % yang dikategorikan porositas sangat
baik.
29

2.8. Kesimpulan
1. Untuk menentukan porositas absolut dari batuan, kita dapat
menggunakan metode menimbang, dan setelah melakukan pengukuran
dan perhitungan kami mendapatkan hasil sebesar 40,9 %
2. Untuk menentukan porositas efektif dari batuan, kita dapat
menggunakan metode Mercury Injection Pump, dan setelah melakukan
pengukuran dan perhitungan, kami mendapatkan hasil = 20,8 %
3. Dari kedua metode tersebut, saya menyimpulkan bahwa metode dengan
Mercury Injection Pump lebih akurat dari metode menimbang. Karena
menggunakan alat ukur yang akurat dengan skala, sedangkan
menimbang tidak akurat karena banyak kemungkinan kesalahan dalam
pengukuran
30

BAB III
PENGUKURAN SATURASI FLUIDA

3.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai saturasi dari suatu bahan dengan metode
destilasi
2. Untuk mengetahui Sg (Saturasi Gas)
3. Untuk mengetahui So (Saturasi Oil)
4. Untuk mengetahui Sw (Saturasi Water)
5. Untuk mengetahui kapasitas volume fluida di reservoir

3.2. Teori Dasar


Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu
macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke
seluruh bagian reservoir. Ruang pori-pori batuan reservoir mengandung
fluida yang biasanya terdiri dari air, minyak dan gas. Untuk mengetahui
jumlah masing-masing fluida, maka perlu diketahui saturasi masing-masing
fluida tersebut.
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan
volume pori-pori total pada suatu batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori pori yang diisi oleh min yak
So
volume pori pori total
Saturasi air (Sw) adalah :
volume pori pori yang diisi air
Sw
volume pori poritotal
Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori pori yang diisi oleh gas
Sg
volume pori pori total

30
31

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :


Sg+Sw+Sw=1

So+Sw=1

Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :


Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :
1. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan
yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif
akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatif rendah. Demikian
juga untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
2. Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh
air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan
minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.
3. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-
pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V,
ruang pori-porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon adalah :

So..V + Sg..V = (1-Sw)..V


32

Di dalam suatu reservoir, jarang sekali minyak terdapat 100%


menjenuhi lapisan reservoir. Biasanya air terdapat sebagai interstitial water
yang berkisar dari beberapa persen sampai kadang-kadang lebih dari 50%
tetapi biasanya antara 10 sampai 30%. Dengan demikian batas fluida antara
air dan minyak tidak selalu jelas.

Gambar 3.1. Variasi Pc terhadap Sw


a) Untuk Sistem batuan yang Sama denganFluida yang berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida yang Sama dengan Batuan yang Berbeda.
(Amyx,J.W., Bass, MD., 1960)

St = 1 (Swirr + Sgirr + Soirr)

Dimana :
St = saturasi total fluida terproduksi
Swirr = saturasi water tersisa (irreducible)
Sgirr = saturasi gas tersisa (irreducible)
Soirr = saturasi oil tersisa (irreducible)

Besarnya penjenuhan air di dalam reservoir minyak menentukan dapat


tidaknya lapisan minyak itu diproduksikan. Penjenuhan air dinyatakan
sebagai Sw (water saturation). Jika Sw lebih besar dari 50%, minyak masih
dapat keluar; akan tetapi pada umumnya harus lebih kecil dari 50%.
Penjenuhan air tidak mungkin kurang dari 10% dan dinamakan penjenuhan
air yang tak terkurangi (irreducible water saturation).
33

Hal ini biasanya terdapat pada reservoir dimana airnya membasahi


butir. Juga harus diperhatikan bahwa kedudukan minyak terhadap air
tergantung sekali daripada apakah reservoir tersebut basah minyak (oil wet)
atau basah air (water wet). Pada umumnya batuan reservoir bersifat basah
air. Air antar butir selalu terdapat dalam lapisan minyak, malah pernah
ditemukan pada ketinggian lebih dari 650 meter di atas batas minyak-air.
Pori pori batuan Reservoir selalu berisi fluida dan fluida tersebut bisa
berupa minyak dan Gas (dead oil). Gas Minyak Air atau Gas Air
Minyak. Atau air selalu berada didalam reservoir sebab air lebih dulu ada
sebelum minyak atau gas datang/bermigrasi. Pada umumnya lebih sarang
(porous) batuan reservoir, lebih kecil penjenuhan air. Kadar air yang tinggi
dalam reservoir minyak mengurangi daya pengambilannya (recoverability).
Air ini biasanya merupakan selaput tipis yang mengelilingi butir-butir
batuan reservoir dan dengan demikian merupakan pelumas untuk
bergeraknya minyak bumi, terutama dalam reservoir dimana butir-butirnya
bersifat basah air. Penentuan Sw ditentukan di laboratorium dengan
mengextraksinya dari inti pemboran, akan tetapi secara rutin dilakukan dari
analisa log listrik, terutama dari kurva SP.
Pernyataan diatas dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
a. Untuk pori pori berisi miyak, air dan gas

Vp = Vo + Vw + Vg

b. Untuk pori pori berisi minyak dan air

Vp = Vo + Vw

c. Untuk pori pori berisi gas dan air

Vp = Vg + Vw
34

3.3. Peralatan dan Bahan


3.3.1. Peralatan
1. Retort
2. Solvent extractor termasuk reflux condensor (pendingin) water
trap dan pemanas listrik
3. Timbangan analisis dengan batu timbangan
4. Gelas ukur
5. Exicator
6. Oven

3.3.2. Bahan
1. Fresh Core
2. Air
3. Minyak

Gambar 3.2.Gelas Ukur


35

Gambar 3.3. Exicator

Gambar 3.4.Solvent extractor

Gambar 3.5.Retort
36

Gambar 3.6.Skema Stark dan Distilatio Apparatur


37

3.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Sabtu
Tanggal : 15 Oktober 2016
Waktu : 16.30 WITA - Selesai
Tempat : Kampus STT MIGAS BALIKPAPAN

3.5. Prosedur Percobaan


Prosedur dengan Metode Destilasi :
1. Ambil fersh Core yang telah dijenuhi dengan air dan minyak.
2. Timbang Core tersebut, missal beratnya = a gram.
3. Masukkan Core tersebut ke dalam labu Dean & Stark yang telah diisi
dengan toluena.
4. Lengkapi dengan water trap dan reflux condenser.
5. Panaskan selama 2 jam hingga air tidak nampak lagi.
6. Dinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b cc =
b gram.
7. Sampel dikeringkan dalam oven 15 menit (pada suhu 110oC).
Dinginkan dalam exicator 15 menit, kemudian timbang Core kering
tersebut, misalnya = c gram.
8. Hitung berat minyak :

Berat Minyak = a (b + c) gram = d gram

a. Hitung volume minyak :


d
Vo ecc
B.J min yak

b. Hitung saturasi minyak dan air :

e b
So Sw
Vp Vp
38

3.6. Hasil Analisa dan Perhitungan


3.6.1. Hasil Analisa
B.J minyak = 0,793 gr/cc
Timbangan Core Kering = 21,2 gr
Timbangan Core Jenuh = 25,5 gr
Volume pori = 11,4 cc
(didapat dari metode penimbangan)
Volume air yang didapat = 0,4 cc
Berat air yang didapat = 0,6 gr
Berat minyak = Berat Core jenuh Berat Core
kering Berat air
= 25,5 gr 21,2 gr 0,6 gr
= 3,7 gr

3.6.2. Perhitungan
Berat oil
Volume minyak =
B.J oil
3,7 gr
=
0,793 gr / cc

= 4,665 cc
vol. oil 4,665cc
So = x100% x100%
vol. pori 11,4cc

= 0,409 x 100% = 40,9 %


vol. air 0,4cc
Sw = x100% x100%
vol. pori 11,4cc

= 0,035 x 100% = 3,5 %

Sg = 1 (Sw + So)
= 1 (0,035 + 0,409)
= 0,556 = 55,6 %
39

3.7. Pembahasan
Saturasi fluida adalah ukuran kejenuhan fluida di dalam formasi
batuan atau dapat juga diartikan sebagai perbandingan antara volume pori
batuan yang terisi fluida terhadap volume pori total batuan. Di dalam suatu
batuan reservoir biasanya terdapat tiga jenis fluida, yaitu oil, water dan gas.
Dari data percobaan yang telah diberikan dan sesuai dengan hasil
perhitungan, dapat dilihat bahwa gas memiliki saturasi paling besar
dibandingkan oil dan water. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan
diperoleh berat core kering 21,2 gr dan core jenuh sebesar 25,5 gr selain itu
diperoleh pula volume pori core 11,4 cc. Sedangkan volume air yang
didapat 0,4 cc sama dengan berat air yang didapat yaitu 0,6 gr. Sehingga
diperoleh berat minyak 3,7 gr dan volume minyak 4,665 cc dengan
menggunakan perhitungan melalui berat jenis minyak sebesar 0,793 gr/cc.
Dari data tersebut diperoleh saturasi water sebesar 0,035, dan saturasi
oil sebesar 0,409. Dari saturasi water dan saturasi oil dapat diukur harga
saturasi gas dengan cara 1 dikurang jumlah saturasi water dan saturasi
oilnya sehingga diperoleh harga saturasi gas sebesar 0,556. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa saturasi gas memiliki nilai yang paling
besar sehingga reservoir yang diamati digolongkan memiliki kandungan
gas yang mendominasi.
40

3.8. Kesimpulan
1. Saturasi water, saturasi oil dan saturasi gas

2. So = , Sw = , dan Sg =

3. So = 40,9%, Sw = 3,5% dan Sg = 55,6 %


4. Gas, karena nilai saturasinya yang lebih besar dari saturasi lainnya
41

BAB IV
PENGUKURAN PERMEABILITAS

4.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai dari permeabilitas dari suatu core
2. Untuk menentukan permeabilitas abolut dengan gas permeameter
3. Untuk menentukan permeabilitas dari 3 keadaan yang berbeda
4. Untuk mengetahui pengaruh gradiem tekanan terhadap permeabilitas
5. Untuk menentukan pengaruh gradien tekanan terhadap permeabilitas
dari plot grafik

4.2. Teori Dasar


Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas
batuan merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam
batuan.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh
Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial
sebagai berikut:

k dP
V
dL

dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, mD
Tanda negatif dalam persamaan diatas menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.

41
42

Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan


tersebut adalah:
1. Alirannya mantap (steady state).
2. Fluida yang mengalir satu fasa.
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan.
4. Kondisi aliran isothermal.
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.

Dalam batuan reservoir, permeabilitas dapat dibedakan menjadi tiga,


yaitu antara lain :
1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya minyak atau
gas saja.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak atau ketiga-tiganya.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy
menggunakan batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batu pasir silindris
yang porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas
penampang A, dan panjangnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan
masuk P1 pada salah satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar
Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan
bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan sama dengan harga
permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan, perbedaan tekanan
dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q sedemikian
43

rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga


permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada (Gambar 4.1)

Gambar 4.1.Skema Percobaan Pengukuran Permeabilitas(Amyx,J.W., Bass, MD., 1960)

Q. .L
K
A.( P1 P2 )

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

Q(cm3 / sec).(centipoise )L(cm)


K (darcy )
A( sqcm).( P1 P2 )(atm)

Dari Persamaan diatas dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi


aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang
compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan
pula konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing
untuk minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan
sebagai berikut :
44

Ko
K ro
K

Kg
K rg
K

Kw
K rw
K

Dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.


Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya
disini digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-
sama dan dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak adalah Qo dan
air adalah Qw. Jadi volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori
batuan per satuan waktu, dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada
aliran ini tidak akan sama dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat
ditentukan harga saturasi minyak (So) dan saturasi air (Sw) pada kondisi
stabil. Harga permeabilitas efektip untuk minyak dan air adalah :

Q o . o . L Q w . w . L
Ko Kw
A.( P1 P2 ) A.( P1 P2 )

dimana :
o =viskositas minyak
w = viskositas air.
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda untuk
minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap kontan. Harga-harga Ko dan Kw
Q o . o . L Q w . w . L
pada Persamaan Ko dan Kw jika diplot
A.( P1 P2 ) A.( P1 P2 )
terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.2 Dari Gambar 4.2 dapat ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan
45

So = 1 akan sama dengan harga K absolut, demikian juga untuk harga K


absolutnya (titik A dan B pada Gambar 4.2)

Gambar 4.2.Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air


(Craft, B.C., Hawkins M.F., 1959)

Hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyak-air, yaitu:


1. Ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikianjuga
Kw akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak
karena Ko-nya yang kecil, demikian pula untuk air.
2. Harga Ko dan Kw selalu lebih kecil dari harga K, sehingga diperoleh
persamaan :

ko k w 1
46

4.3. Peralatan Dan Bahan


4.3.1. Peralatan
1. Core Holder untuk Liquid Permeameter
2. Thermometer R, Fill Connection
3. Cut off valve
4. Special Lid an Over Flow Tube
5. Burette
6. Discharge-fill valve assemble
7. Gas pressure line and pressure regulator
8. Gas inlet
9. Stopwatch

4.3.2. Bahan
1. Fresh Core
2. Gas

Gambar 4.3. Rangkaian Liquid Permeater


47

Gambar 4.4.Rangkaian Gas Permeater

Gambar 4.5. Burette

Gambar 4.6. Thermometer


48

Gambar 4.7.Gas Outlet

Gambar 4.8.Special Lid


49

Gambar 4.9. Discharge

Gambar 4.10.Pressure Regulator


50

4.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Sabtu
Tanggal : 15 Oktober 2016
Waktu : 16.30 WITA - Selesai
Tempat : Kampus STT MIGAS BALIKPAPAN

4.5. Prosedur Percobaan


Dengan menggunakan gas permeameter
1. Pastikan regulating valve tertutup, hubungkan saluran gas inlet.
2. Masukkan Core pada Core holder.
3. Putar flowmeter selector valve pada tanda Large.
4. Buka regulating valve, putar sampai pressure gauge menunjukkan angka
0,25 atm.
5. Pilih range pembaca pada flowmeter antara 20 140 division.
6. Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
Medium dan naikkan tekanan sampai 0,5 atm.
7. Jika pembacaan pada flowmeter di bawah 20, putar selector valve ke
Small dan naikkan tekanan sampai 1,0 atm.
8. Jika flowmeter tetap tidak naik dari angka 20, hentikan percobaan dan
periksa Core pada Core holder (tentukan kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi).
9. Jika flowmeter menunjukkan angka di atas 140 pada lange tebu, maka
permeabilitas Core terlalu besar.
10. Percobaan kita hentikan atau coba naikkan panjang Core atau kuramgi
cross sectional area dari Core.
11. Catat temperature, tekanan dan pembacaan flowmeter.
12. Ubah tekanan ke 0,25 atm dengan regulator.
13. Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.
14. Perhitungan :
Persamaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

g Qg L
k
A P
51

Dimana : k = Permeabilitas, darcy


g = Viskositas gas yang digunakan (lihat grafik), cp
Qg = Flow rate rata-rata (cc/dt) pada tekanan rata-rata,
ditentukan dari grafik kalibrasi.
L = Panjang sample, cm
A = Luas penampang dari sample, cm2
P = Pressure gradient, atm (0,25 atm, 0,5 atm, 1 atm)

Catatan : Jika digunakan gas N2 maka Q = 1,0168 udara.


52

4.6. Hasil Analisa dan Perhitungan


4.6.1. Hasil Analisa
Keadaan 1
Diameter Core = 5,2 cm
Panjang Core (L) = 9,7 cm
Luas Penampang Core (A) = r2 = (2,6cm) 2
= 21,226 cm2
Beda Tekanan (P ) = 0,25 atm
1/ P = 4 atm-1
Flow Reading = 7 cm
Laju Aliran Gas = 26,9 cc/dtk
Viscositas Gas ( g ) = 0,179 cp

Keadaan 2
Diameter Core = 5,2 cm
Panjang Core (L) = 9,7 cm
Luas Penampang Core (A) = r2 = (2,6cm) 2
= 21,226 cm2
Beda Tekanan (P ) = 0,5 atm
1/ P = 2 atm-1
Flow Reading = 3 cm
Laju Aliran Gas = 44,5 cc/dt
Viscositas Gas ( g ) = 0,179 cp
53

Keadaan 3
Diameter Core = 5,2 cm
Panjang Core (L) = 9,7 cm
Luas Penampang Core (A) = r2 = (2,6cm) 2
= 21,266 cm2
Beda Tekanan (P ) = 1 atm
1/ P = 1 atm-1
Flow Reading = 10 cm
Laju Aliran Gas = 50,6 cc/dt
Viscositas Gas ( g ) = 0,179 cp
54

4.6.2. Perhitungan
Pengukuran Permeabilitas Absolut dengan Gas Permeameter
Persamaan yang digunakan :

g Qg L
k
A P

Keadaan1
0,279 cp 26,9 cc / dtk 9,7 cm
Permeabilitas (k) =
21,226 cm 2 0,25 atm
= 8,88017 darcy

Keadaan 2
0,179 cp 44,5 cc / dtk 9,7 cm
Permeabilitas (k) =
21,266 cm 2 0,5 atm
= darcy

Keadaan 3
0,179 cp 50,6cc / dtk 9,7 cm
Permeabilitas (k) =
21,266 cm 2 1 atm
= 4,13 darcy
55

4.7. Pembahasan
Permeabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu batuan
untuk melewatkan fluida melalui pori pori yang saling berhubungan tanpa
merusak partikel pembentuk batuan tersebut. Sesuai dengan persamaan
permeabilitas yang telah di sampaikan pada poin sebelumnya, permeabilitas
berbanding lurus dengan viskositas gas, laju aliran gas dan panjang core,
dan juga berbanding terbalik dengan luas penampang core dan beda tekanan
yang bekerja pada core. Ada tiga macam data yang diberikan dalam
percobaan ini, dengan flow reading, laju aliran gas serta beda tekanan yang
berbeda beda. Data pertama memiliki laju aliran gas 26,9 cc/dtk, beda
tekanan 0,25 atm dan menghasilkan permeabilitas senilai 8,8017 darcy.
Data kedua memiliki laju aliran gas 44,5 cc/dtk dengan beda tekanan 0,5
atm menghasilkan permeabilitas sebesar 7,28 darcy. Dan data ketiga
memiliki laju aliran gas sebesar 50,6 cc/dtk dengan beda tekanan 1 atm
sehingga menghasilkan permeabilitas sebesar 4,13 darcy. Seperti yang
terlihat pada tabel dan grafik di bawah ini:

Tabel 4.1.Hasil Perhitungan Permeabilitas Masing Masing Tekanan

P (atm) K (darcy) 1/p (atm-1)


0,25 8,8017 4
0,5 7,28 2
1 4,13 1

Dari tabel dan grafik, dapat dilihat bahwa data pertama memiliki nilai
k yang lebih besar diantara data yang lainnya. Hal ini dikarenakan data
pertama memiliki beda tekanan yang paling kecil dibandingkan kedua data
lainnya. Sedangkan data kedua memiliki data permeabilitas yang tidak jauh
berbeda dengan data pertama dikarenakan laju aliran yang cukup besar
walaupun dengan perbedaan tekanan dua kali lipat dari pada data pertama.
Suatu batuan reservoir yang memiliki permeabilitas yang baik, reservoir
tersebut juga akan memiliki porositas yang baik pula (berlaku untuk batu
56

pasir). Apabila laju aliran gas yang bekerja dalam reservoir semakin besar
maka akan semakin besar pula permeabilitas pada batuan reservoir tersebut.
Dan apabila semakin besar beda tekanan yang berada dalam reservoir, maka
akan semakin kecil permeabilitas yang akan dihasilkan reservoir tersebut.

Grafik 4.1. Kurva Permeabilitas Absolut Vs 1/Pressure

Permeabilitas vs 1/P
10
9 4, 8.8017
8
7 2, 7.28
Permeabilitas

6
5
4 1, 4.13
Permeabilitas
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5
1/P
57

4.8. Kesimpulan

1. k =

2. permebilitas absolut, permebilitas effektif dan permeabilitas relative


3. laju aliran gas dan beda tekanan
4. keadaan 1 = 8,8017 dacry, keadaan 2 = 7,28 darcy dan keadaan 3 = 4,13
darcy
5. dari hasil permeabilitas diatas, kami plot ke grafik terhadap gradien
tekanan, dari hasil tersebut kami menyimpulkan bahwa semakin
bertambah gradien tekanan, maka semakin kecil permebilitasnya
58

BAB V
SIEVE ANALYSIS

5.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui (gr) berat kumulatif core
2. Untuk mengetahui (%) berat kumulatif core
3. Untuk mengeathui koefisien keseragaman butir pasir
4. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari problem
kepasiran
5. Untuk mengetahui fungsi Sieve Analysis

5.2. Teori Dasar


Tahap penyelesaian suatu sumur yang menembus formasi lepas
(unconsolidated) tidak sederhana seperti tahap penyelesaian dengan formasi
kompak (consolidated) karena harus mempertimbangkan adanya pasir yang
ikut terproduksi bersama fluida produksi. Seandainya pasir tersebut tidak
dikontrol dapat menyebabkan pengikisan dan penyumbatan pada peralatan
produksi. Disamping itu, juga menimbulkan penyumbatan pada dasar sumur.
Produksi pasir lepas ini, pada umumnya sensitive terhadap laju produksi,
apabila laju alirannya rendah pasir yang ikut terproduksi sedikit dan
sebaliknya.
Metode yang umum untuk menanggulangi masalah kepasiran meliputi
penggunaan slotted atau screen liner, dan gravel packing. Metode
penanggulangan ini memerlukan pengetahuaan tentang distribusi ukuran
pasir agar dapat ditentukan pemilihan ukuran screen dan gravel yang tepat.
Pemasangan gravel pack bertujuan untuk menghentikan pergerakan
pasir formasi, serta memungkinkan produksi ditingkatkan sampai kapasitas
maksimum. Pada kenyataannya, operasi gravel pack gagal meningkatkan
kapasitas produksi, meskipun dapat menahan pergerakan pasir.
58
59

Kegagalan ini disebabkan oleh karena berkurangnya permeabilitas


didepan zona produktif, akibat partikel-partikel halus bercampur dengan
gravel. Percampuran partikel-partikel ini dapat terjadi baik pada saat operasi
gravel packing sedang berjalan maupun sesudahnya.

Gambar 5.1.Gravel Packing

Gambar 5.2.Sieve Analysis

Pendekatan analitik dari gravel pack yang digunakan adalah


berdasarkan pada pori-pori antara butiran-butiran gravel.Secara teoritis
60

packing yang paling longgar, yang dibentuk dari partikel-partikel bulat


dengan ukuran seragam adalah cubic packing.Dengan susunan tersebut,
partikel yang dapat melewati ruangan antara partikel tersebut berukuran
0.4142 diameter partikel yang membentuk packing.
Sedangkan packing yang paling rapat adalah berbentuk hexagonal dan
pertikel yang dapat melewati ruangan antar partikel tersebut berukuran
0.1545 diameter partikel yang membentuk packing.Dari percobaan,
ternyata bentuk packing yang terjadi mendekati hexagonal packing. Dengan
demikian ukuran gravel yang digunakan harus lebih kecil atau sama dengan
6.64 diameter pasir formasi yang terkecil.
Tetapi, ternyata butiran-butiran pasir yang halus dapat membentuk
bridge yang stabil di muka celah-celah partikel gravel.Dengan demikian
ukuran celah-celah ini tidak lebih besar dari tiga kali ukuran partikel.
Berdasarkan hal ini, Coberly dan Wagner mengusulkan ukuran gravel yang
digunakan sama dengan 10 kali d10, dimana d10 adalah 10 percentile dari
hasil sieve analysis.
Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli lain memberikan
saran atau pendapat sebagai berikut :
a. Saucier : D50 = 5 sampai 6 d50
b. Sparlin : D50 = 4 sampai 8 d50
c. TauschCorley : 6 d50 D 4 d10
d. Schwartz : untuk C < 3 D10 = 6 d10
untuk C < 3 D40 = 6 d40.
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel,
yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Analisis butiran pasir formasi.
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif,
maka kurva tersebut digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
2. Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio.
G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan
ukuran butir pasir formasi. G-S ratio sangat penting hubungannya
61

dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang


diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:

a. Saucier :
50 Percentil Gravel
G S Ratio
50 Percentil Sand

b. Schwartz :
10 Percentil Gravel
G S Ratio
10 Percentil Sand

Atau
40 Percentil Gravel
G S Ratio
40 Percentil Sand

c. CoberlyHillWagnerGumpertz :
Ukuran Gravel Terbesar
G S Ratio
Ukuran Pasir 10 Percentil

d. Maly :
Ukuran Gravel Terkecil
G S Ratio
Ukuran Pasir 10 Percentil

Efek G-S ratio terhadap permeabilitas gravel pack. Dapat diketahui


bahwa untuk harga G-S ratio kurang dari 5, terjadi pengurangan
permeabilitas gravel pack, karena gravel yang dibutuhkan untuk mengontrol
pasir terlalu kecil. Sedangkan pada harga G-S ratio 6 sampai 10, terjadi
pengurangan permeabilitas efektif pengepakan gravel. Untuk harga G-S
ratio lebih dari 10, maka pasir formasi akan dengan bebas melewati
pengepakan gravel. Harga optimum G-S ratio adalah 5 sampai 6, karena
nampak fungsi penahan (bridging) dari gravel.
Sehingga Saucier menyimpulkan bahwa harga G-S ratio optimum
ukuran gravel terhadap ukuran pasir formasi antara lima sampai enam dapat
dipakai untuk mempertahankan stabilitas pengepakan, karena permeabilitas
dapat dipertahankan dalam keadaan tetap tinggi. Sedangkan untuk ukuran
62

gravel yang terlalu besar, maka pasir formasi akan menerobos kedalam
pengepakan gravel dan akan menambah kehilangan tekanan (pressure drop).
Distribusi ukuran gravel yang seragam akan mampu menahan butiran
pasir formasi yang tidak seragam. Pada harga G-S ratio mendekati enam
disebut dengan titik perencanaan atau ukuran butir kritis (critical size).
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa :
1. Untuk pasir dengan ukuran butir seragam (C < 3), maka titik d10
merupakan design point dengan G-S ratio adalah D10 = 6 d10.
2. Untuk pasir dengan ukuran butir tidak seragam (C > 5), maka titik d40
merupakan design point dengan G-S ratio adalah D40 = 6 d40.
3. Untuk pasir dengan ukuran butir sedang (3 < C < 5).
Prinsip dari gravel packing adalah menempatkan gravel yang
mempunyai ukuran yang benar didepan peforasi formasi yang
unconsolidasted ( mudah lepas ) untuk mencegah pergerakan butiran pasir,
akan tetapi masih bias melewatkan minyaknya kelubang sumur.
Gravel pack merupakan work over yang terbaik untuk single
completion dengan zona produksi yang panjang. Pelaksanaannya adalah
sebagai berikut :
1. Pembersihan perforasi dengan clean fluid sebelum gravel pack dipasang.
2. Penentuan ukuran gravel pack sesuai dengan ukuran butiran pasir
formasi.
3. Squeeze gravel pack kedalam lubang perforasi, digunakan water wet
gravel jika digunakan oil placement fluid.
4. Produksikan sumur dengan segera setelah packing, aliran produksi
dimulai dengan laju produksi rendah kemudian dilanjutkan dengan
kenaikan laju produksi sedikit demi sedikit.
Metode ini merupakan pengontrol pasir yang paling sederhana dan
paling tua umurnya. Pada prinsipnya, adalah gravel yang ditempatkan pada
annulus antara screen/slotted dengan casing/lubang bor, dimaksudkan agar
dapat menahan pasir formasi. Gravel pack adalah suatu cara untuk
menanggulangi kepasiran yang masuk kedalam sumur dengan memasang
63

kerikil (gravel) didepan formasi produktif, dengan cara diinjeksikan, yang


mana gravel-gravel itu dapat menahan butiran yang lepas dan berlaku
sebagai penyaring.
Pemakaian gravel itu baik untuk formasi yang tebal, seragam (uniform)
dan halus, keseragaman dan ukuran butiran berhubungan dengan
perencanaan ukuran graveln. Selain perencanaan gravel tergantung pula
kepada pengalaman seseorang. Dewasa ini para ahli cenderung untuk
memakai gravel berukuran lebih kecil. Didalam penempatan gravel
packdipasang saringan, ukuran saringan tergantung pada distribusi ukuran
gravel yang digunakan.
Jenis gravel pack pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu :
1. Open hole gravel pack (OHGP)
Merupakan gravel pack yang ditempatkan diantara saringan
dengan dinding bor pada formasi. Dalam open holegravel pack, casing
disement diatas interval produksi. Formasi produktif dibor dengan
lumpur dan di logging.Sesudah logging, lumpur didorong oleh fluida
bebas partikel, seperti minyak, garam atu fluida bentuk emulsi.
Kemudian lubang terbuka dibawah casing tersebut di underreamed
sampai 11 atau 13 inchi, dan kemudian slotted liner serta peralatan
gravel packing diturunkan.
Dalam open hole gravel packing (OHGP) penempatan butiran
gravel dilakukan pada annulus antara pipa saringan dengan lubang bor
yang telah diperbesar. Sebelum dilakukan penempatan butiran gravel,
maka dilakukan perbesaran lubang bor dengan menggunakan
underreamer atau hole opener, kemudian dilakukan pembersihan lubang
bor dengan fluida polymer sampai bersih, setelah itu maka lubang telah
siap untuk dilakukan proses penempatan gravel.
Metode penempatan butiran gravel pada OHGP dapat dilakukan
dengan metode reverse circulation atau crossover. Pada umumnya
penerapan dengan metode metode tersebut dilakukan untuk interval
64

open hole yang relative kecil atau lubang bor mempunyai deviasi atau
sudut kemiringan yang tidak begitu besar (lebih kecil dari 45 )
2. Inside Gravel pack (IGP)
Inside casing gravel packing atau inside gravel packing (IGP)
merupakan metode penempatan gravel dimana gravel ditempatkan
diantara casing yang telah diperforasi, dengan screen dan sebagian lagi
diluar casing. Jenis IGP ini sering diterapkan pada formasi produktif
yang berlapis. Penempatan gravel pada jenis IGP ini dapat dilakukan
dengan metode dua tahap ( two stage methods ) dan metode satu tahap
( one stage methods ). Di dalam two stage methods IGP ini terdiri
dari tahap pertama, yaitu penggunaan tekanan squeeze untuk menekan
gravel kedaerah perforasi.Kemudian tahap kedua, berhubungan dengan
sirkulasi gravel kedalam annulus antara casing dan pipa saringan.
65

5.3. Peralatan Dan Bahan


5.3.1. Peralatan
1. Torison blance dan anak timbangan
2. Mortal dan pastle
3. Tyler sieve ASTM (2, 1, 1, 5, 3
4 , 4, 10, 20, 60, 140, 200)

5.3.2. Bahan
1. Batuan Reservoir

Gambar 5.3.Elektrik Sieve Shacker

Gambar 5.4.Torison Balance


66

Gambar 5.5.Tyler Sieve

Gambar 5.6.Mortar dan Pestle


67

5.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Selasa
Tanggal : 27 Oktober 2015
Waktu : 13.30 WITA - Selesai
Tempat : Kampus STT MIGAS BALIKPAPAN

5.5. Prosedur Percobaan


1. Ambil contoh bantuan reservoir yang sudah kering dan bebas minyak.
2. Batuan dipecah-pecah menjadi fragmen kecil-kecil dan dimasukkan
kedalam mortal digerus menjadi butiran-butiran pasir.
3. Periksa dengan binocular, apakah butiran-butiran pasir tersebut benar-
benar saling terpisah.
4. Sediakan timbangan yang teliti 200 gram pasir tersebut.
5. Sediakan sieve analysis yang telah dibersihkan dengan sikat bagian
bawahnya (hati-hati waktu membersihkanya).
6. Susunlah sieve diatas alat penggoncang dengan mangkok pada dasarnya
sedangkan sieve diatur dari yang paling halus diatas mangkok dan yang
paling kasar ada dipuncak.
7. Tuangkan hati-hati pasir batuan reservoir (200 gr) kedalam sieve yang
paling atas, kemudian dipasang tutup dan dikeraskan penguatnya.
8. Goncangkan selama 30menit.
9. Tuangkan isi sieve yang paling kasar (atas) kedalam mangkok kemudian
ditimbang.
10. Tuangkan isi sieve yang paling halus (berikutnya) ke dalam mangkok
tadi juga, kemudian timbang berat kumulatif.
11. Teruskan cara penimbangan di atas sampai isi seluruh sieve ditimbang
secara kumulatif.
12. Dari berat timbangan secara kumulatif dapat dihitung juga berat pasir
dalam tiap-tiap sieve.
13. Ulangi langkah 1 sampai dengan 11 untuk contoh bantuan reservoir yang
kedua.
14. Buat tabel dengan kolom, no sieve, opening diameter, % retained
cumulative, percent retained, seperti berikut ini:
68

15. Buat grafik semilog antara opening diameter dengan cumulative percent
retained.
16. Dari grafik yang didapat (seperti huruf S), hitung:
d 40
Sorting coefficient =
d 90
Medium diameter pada 50% = ........................mm
69

5.6. Hasil Analisa Dan Perhitungan


5.6.1. Hasil Analisa

Tabel 5.1Hasil percobaan dan perhitungan Sieve Analysis

US Sieve Series Opening Diameter Berat Berat % Berat


No mm / inch Gr Kumulatif Kumulatif
16 1.19 38,7 38,7 40,95 %
30 0.59 29,8 68,5 72,49 %
40 0.42 17,5 86 91 %
50 0.297 8,5 94,5 100 %

5.6.2. Perhitungan
Perhitunan Berat Kumulatif (gr) :
1. Berat kumulatif (a) = berat a + 0
= 38,7 gr + 0 gr = 38,7 gr
2. Berat kumulatif (b) = berat kumulatif a + berat b
= 38,7 gr + 29,8 gr = 68,5 gr
3. Berat kumulatif (c) = berat kumulatif b + berat c
= 68,5 gr + 17,5 gr = 86 gr
4. Berat kumulatif (d) = berat kumulatif c + berat d
= 86 gr + 8,5 gr = 94,5 gr

Perhitungan berat komulatif (%) :


38,7
% berat komulatif(16) = = 94,5 100%

= 40,95 %
68,5
% berat komulatif(30) = = 94,5 100%

= 72,49 %
86
% berat komulatif(40) = = 94,5 100%

= 91 %
70

94,5
% berat komulatif(50) = = 94,5 100%

= 100 %

Mencari Opening Diameter pada % berat komulatif dengan cara


interpolasi:

1. Opening diameter pada berat kumulatif 40% : d40 = 1,207 mm

72,49
40,95

40

0,59 1,19 x

72,49 - 40,95 0,59-1,19


72,49 40 0.59 x
31,54 0.6
32,49 x
x 1,207 mm

2. Opening diameter pada berat kumulatif 50% : d50 = 1,017 mm

72,49
50

40,95
0,59 x 1,19
71

72,49 50 0,59 x
72,49 40,95 0,59 1.19
22,49 0,59 x
31,54 0.6
x 1,017 mm

3. Opening diameter pada berat kumulatif 40% : d40 = 0,428 mm

91
90

72,49
0,42 x 0,59

91 90 0,42 x
91 72,49 0,42 0,59
1 0,42- x
18,51 0.17
x 0.428 mm

Dari hasil plot didapatkan :


1. Opening diameter pada berat kumulatif 40%, d40 = 1,207 mm
2. Opening diameter pada berat kumulatif 50%, d50 = 1,017 mm
3. Opening diameter pada berat kumulatif 90%, d90 = 0,428 mm

Koefisien keseragaman butir pasir (C) adalah :

d 40 1,207
C = 2,82 mm
d 90 0,428
72

Menurut Schwartz adalah :


C < 3, merupakan pemilahan yang seragam
C > 5, merupakan pemilahan yang jelek
3< C < 5, merupakan pemilahan yang sedang
73

5.7. PEMBAHASAN
Dari perhitungan menggunakan persamaan di atas diperoleh nilai
koefisien keseragaman butir pasir berharga 2,82 dan menurut Schwartz
pemilahan tersebut termasuk dalam kategori seragam. Sieve analysis
digunakan dalam teknik reservoir untuk menentukan keseragaman butiran ,
yaitu antara butiran yang halus dan butiran yang kasar. Metode yang umum
untuk menanggulangi masalah kepasiran meliputi penggunaan slotted atau
screen liner, dan gravel packing. Metode penanggulangan ini memerlukan
pengetahuan tentang distribusi ukuran pasir agar dapat ditentukan pemilihan
ukuran screen dan gravel yang tepat.

Gambar 5.1. Grafik hubungan opening diameter Vs %berat kumulatif

Grafik Hubungan Opening Diameter


100 terhadap % Berat Kumulatif
90 100
% berat kumulatif

80 91
70
60 72.49
50
40
30 40.95
20
10
0.1 1 10
opening diameter ( mm )

Dari grafik semilog hubungan antara opening diameter Vs % berat


kumulatif berdasarkan dari tabel percobaan, diperoleh gambar grafik
hubungan antara opening diameter Vs % berat kumulatif tersebut.
Kemudian plotkan pada berat kumulatif 50%, 40% dan 90% masing-masing
terhadap garis grafik, kemudian tarik garis ke bawah untuk mendapatkan
besarnya opening diameter dari persen berat kumulatif masing-masing yang
telah ditentukan sebelumnya. Besar nilai opening diameternya adalah
sebagai berikut :
74

D40 = 1,207 mm
D50 = 1,017 mm
d90 = 0,428 mm
Kemudian, setelah didapat nilai opening diameter yang dimaksud, masukkan
d 40
nilai tersebut ke persamaan C untuk mencari besarnya koefisien
d 90
keseragaman butir pasir.
75

5.7. Kesimpulan
1. (gr) berat kumulatif core = 38,7 gr, 68,5 gr, 86 gr dan 94,5 gr
2. (%) berat kumulatif core = 40,95%, 72,49%, 91% dan 100%
3. Koefisien keseragaman batu pasri = 2,82
4. Mengikis peralatan pemboran dan penyumbatan pada peralatan yang
digunakan saat produksi
5. Untuk mengetahui ukuran butiran-butiran pada batuan
76

BAB VI
PENENTUAN KADAR LARUTAN SAMPEL FORMASI
DALAM LARUTAN ASAM

6.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menghitung berat solubility core
2. Untuk mengetahui berat solubility batu pasir
3. Untuk mengetahui berat solubility batu gamping
4. Untuk mengetahui antara batu pasir dan batu gamping yang meudah
larut dalam asam
5. Untuk mengetahui larutan asam yang digunakan sebagai pelarut batu
pasir dan batu gamping

6.2. Teori Dasar


Salah satu cara untuk meningkatkan produksi minyak pada batuan
resevoir carbonat adalah dengan cara pengasaman atau memompakan adam
(HCl) kedalam reservoir. Batuan reservoir yang bisa diasamkan dengan HCl
adalah : Limestone, Dolomit dan Dolomit Limestone.
Semua asam memiliki satu persamaan. Asam akan terpecah menjadi
ion positif dan anion hidrogen ketika acid larut dalam air. Ion hidrogen akan
bereaksi dengan batuan calcerous menjadi air dan CO2. Asam yang dipakai
di industri minyak dapat asam inorganik (mineral) yaitu chlorida dan asam
flourida, atau organik asam acetic (asetat) dan asam formic (format). Pada
abad yang lalu pernah digunakan asam sulfat sesaat setelah orang sukses
dengan injeksi asam chlorida pertama dan tentu saja mengalami kegagalan
malah formasi jadi rusak.
Dalam industri mineral adalah yang paling banyak digunakan.
Bermacam-macam asam puder (sulfamic dan chloroacetic) atau hibrida
(campuran) asam acetic-HCL dan formie-HCL juga telah dipakai dalam
77

industri terutama untuk meredam keaktifan asam HCL. Semua asam diatas
kecuali kombinasi HCL-HF yang dipakai untuk batuan pasir (sandstone)
hanya dipakai pada batuan karbonat (limestone/dolomite).
Jenis asam yang sering digunakan dalam acidizing antara lain:
1. Organic acid, HCH3COS dan HCO2H
2. Hydrochloric acid, HF
3. Hydrofluoric acid, HCL
Adapun syarat-syarat utama agar asam dapat digunakan dalam operasi
acidizing (pengasaman) ini adalah:
1. Tidak terlampau reaktif terhadap peralatan logam.
2. Segi keselamatan penanganannya harus dapat menunjukkan indikasi atau
jaminan keberhasilan proyek acidizing ini.
3. Harus dapat bereaksi melarutkan karbonat atau mineral endapan lainnya
sehingga membentuk soluble product atau hasil-hasil yang dapat larut.
Pada prinsipnya stimulasi dengan pengasaman dapat dibedakan
menjadi 2(dua) kelompok yaitu;
1. Pengasaman pada perlatan produksi yaitu; tubing dan flowline.
2. Pengasaman pada formasi produktif yaitu; perforasi dan lapisan.
Stimulasi merupakan suatu metode workover yang berhubungan
dengan adanya perubahan sifat formasi, dengan cara menambahkan unsur-
unsur tertentu atau material lain ke dalam reservoir atau formasi untuk
memperbaikinya. Prinsip penerapan metode ini adalah dengan memperbesar
harga ko atau dengan menurunkan harga o, sehingga harga PI-nya
meningkat dibanding sebelum metoda ini diterapkan.Sebelum dilakukan
stimulasi dengan pengasaman harus direncanakan dengan tepat data-data
laboratorium yang diperoleh dari sampel formasi, fluida reservoir dan fluida
stimulasi. Sehingga informasi yang diperoleh dari laboratorium tersebut
dapat digunakan engineer untuk merencanakan operasi stimulasi dengan
tepat, pada gilirannya dapat diperoleh penambahan produktivitas informasi
sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu informasi yang diperlukan adalah
daya larut asam terhadap sampel batuan (acidsolubility).Metode ini
78

menggunakan teknik gravimetric untuk menentukan reaktivitas formasi


dengan asam. Batuan karbonat (mineral limetone) biasanya larut dalam HCI,
sedangkan silikat (mineral clay) larut dalam mud acid.
79

6.3. Peralatan Dan Bahan


6.3.1. Peralatan
1.Mortal dan pastle
2.Oven
3.Erlenmeyer
4.Kertas Saring
5.Soxhelet Aparatus
6.ASTM 100 Mesh

Gambar 6.1.Mortar dan Pestle

Gambar 6.2.Oven
80

6.3.2. Bahan
1. Core (Batu Gamping dan Batu pasir)
2. HCI 15% atau mud acid (15%HCI + 3%HF)
3. Larutan indicator methyl orange (1 gram methyl orange)
dilarutkan dalam 1 liter aquades atau air suling.
81

6.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Selasa
Tanggal : 27 Oktober 2015
Waktu : 13.30 WITA - Selesai
Tempat : Kampus STT MIGAS BALIKPAPAN

6.5. Prosedur Percobaan


1. Core diekstrasi terlebih dahulu dengan toluene/benzene pada soxhelt
Aparatus. Kemudian keringkan dalam oven dalam suhu 105oC (220oF).
2. Hancurkan sampel kering pada mortal hingga dapat lolos pada ASTM
100 Mesh.
3. Ambil sampel yang telah dihancurkan 20 gram dan masukan pada
Erlenmeyer 500 ml, kemudian masukkan 150 ml HCI 15% dan
digoyangkan hingga CO2 terbebaskan semua.
4. Setelah reaksi selesai tuangkan sampel residu plus larutan Erlenmeyer
pada kertas saring. Bilas sisa-sisa sampel dengan aquades sedemikian
rupa hingga air filtrate setelah ditetesi larutan methyl orange tidak
nampak reaksi asam (sampai warna kemerah-merahan).
5. Keringkan residu dalam oven kira-kira selama jam dengan suhu 105oC
(220oF), kemudian dinginkan dan akhirnya ditimbang.
6. Hitung kelarutan sebagai % berat dari material yang larut dalam HCI
15%.
82

6.6. Hasil Analisa dan Perhitungan


1. Jenis Core = Batu Pasir
Berat sampel sebelum pengasaman (W) = 11,5 gr
Berat sampel sesudah pengasaman (w) = 11,5 gr
W w
Berat Solubility Core = x 100%
W

11,5 gr 11,5 gr
x 100%
11,5 gr
= 0%

2. Jenis Core = Batu Pasir


Berat sampel sebelum pengasaman (W) = 35,4 gr
Berat sampel sesudah pengasaman (w) = 32,3 gr
W w
Berat Solubility karbonat = x 100%
W

35,4 gr 32,3 gr
= x 100%
35,4 gr
= 8,76 %
83

6.7. Pembahasan
Berat batupasir sebelum pengasaman adalah 11,5 gr dan setelah
pengasaman berat batuan pasir tetap 11,5 gr, tidak mengalami penambahan
berat. Berat batu gamping berkurang dari 35,4 gr menjadi 32,3 gr. Ini berarti
bahwa residu hasil pemanasan suatu sampel dapat mempengaruhi besar
kecilnya persentase berat solubility yang dihasikan. Dari hasil perhitungan
data data yang telah diberikan, diketahui bahwa % berat solubility
batupasir bernilai 0%, sedangkan % berat solubility batu gamping bernilai
8,76%. Hal ini terjadi karena pada batupasir, ketika sebelum pengasaman
dan setelah pengasaman, berat sampel tidak berubah (tetap), sedangkan pada
batugamping, berat sampel sebelum dan setelah pengasaman mengalami
perubahan. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi minyak pada
batuan resevoir carbonat adalah dengan cara pengasaman atau
memompakan asam (HCl) kedalam reservoir. Batuan karbonat merupakan
batuan reservoir yang sangat penting di dalam industri perminyakan.
84

6.8. Kesimpulan

1. Berat solubility core = 100%

2. Batu pasir = 0%
3. Batu gamping = 8,76%
4. Batu gamping, karena setelah diberi asam massa batu gamping
berkurang
5. Batu pasir = HCL dan batu gamping = mud acid
85

BAB VII
PENENTUAN TEKANAN KAPILER
PADA SAMPEL BATUAN RESERVOIR

7.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui perhitungan correct pressure
2. Untuk mengetahui perhitungan tekanan kapiler dalam batuan reservoir
3. Untuk mengetahui perhitungan actual volume of mercury
4. Untuk mengetahui perhitungan mercury saturation injection
5. Untuk mengeathui pengaruh tekanan kapiler terhadap batuan reservoir

7.2. Teori Dasar


Distribusi fluida vertikal dalam reservoir memegang peranan penting
didalam perencanaan well completion. Disrtibusi secara vertikal ini
mencerminkan distribusi saturasi fluida yang menempati setiap porsi rongga
pori. Adanya tekanan kapiler (Pc) mempengaruhi distribusi minyak dengan
gas. Didalam rongga pori tidak terdapat batas yang tajam atau bentuk zona
transisi. Oleh karena tekanan kapiler dapat dikonversi menjadi ketinggian
diatas kontak minyak air (H), maka saturasi minyak, air dan gas yang
menempati level tertentu dalam reservoir dapat ditentukan. Dengan
demikian distribusi saturasi saturasi fluida ini merupakan salah satu dasar
untuk menentukan secara effisien letak kedalam sumur yang akan
dikomplesi.
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau
cairan-gas) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang
memisahkan mereka. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan
tekanan antara fluida non-wetting fasa (Pnw) dengan fluida Wetting fasa
(Pw) atau : 85
86

Pc = Pw - Pnw

Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi


pertemuan permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir
biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak
dan gas sebagai non-wetting fasa atau tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-
pori dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam
hubungan sebagai berikut:

2. . cos
Pc .g .h
r

dimana :
Pc =tekanan kapiler
= tegangan permukaan antara dua fluida
cos = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
=perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom

Dalam Persamaan diatas dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan


dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga
data tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi
air (Sw), seperti pada (Gambar 7.1).
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi
bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.Dari Persamaan
diatas ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas fluida
berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa reservoir
87

gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah


besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga
untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak
minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan
permeabilitas yang rendah.

Gambar 7.1. Kurva Tekanan Kapiler(Craft, B.C., Hawkins M.F., 1959 )


88

7.3. Peralatan Dan Bahan


7.3.1. Peralatan
1. Pump Cylinder
2. Measuring screw
3. Make Up.Nut
4. Picnometer Lid
5. Sample Holder
6. Observation Window
7. Pump scale
8. Mecrometer Dial
9. Pressure Hoss
10. 0 2 atm (0 30 psi) Pressure Gauge
11. 0 15 atm (0 200 psi) Pressure Gauge
12. 0 150 atm (0 200 psi) Pressure Gauge
13. Vacuum Gauge
14. 14 - 15 Pressure Control
15. 16 - 17 dan 21 Pressure Relief Velve
16. Pump Plunger
17. Yoke Stop
18. Traveling Yoke

7.3.2. Bahan
1. Fresh Core
2. Gas
89

Gambar 7.2. Measuring Screw

Gambar 7.3.Pump Cylinder

Gambar 7.4.Pump Scale


90

Gambar 7.5.Pressure Hoss

Gambar 7.6.Mercury Injection Capillary Pressure


Apparatus
91

7.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Selasa
Tanggal : 27 Oktober 2015
Waktu : 13.30 WITA - Selesai
Tempat : Kampus STT MIGAS BALIKPAPAN

7.5. Prosedur Percobaan


7.5.1. Kalibrasi Alat
Yaitu untuk menentukan volume picnometer (28; 150 cc).
1. Pasang picnometer lid (4) pada tempatnya, pump metering
plunger diputar penuh dengan manipulasi handwheel.
2. Buka vacuum valve pada panel, system dikosongkan sampai
small gauge menunjukkan nol, kemudian panel valve ditutup,
picnometer dikosongkan sampai tekanan absolute kurang dari
20 micro.
3. Putar handwheel sampai metering plunger bergerak maju dan
mercury level mencapai lower reference mark.
4. Moveable scale ditetapkan dengan yoke stop (pada 28 cc) dan
handwheel dial diset pada pembacaan miring kanan pada angka
15.
5. Mercury diinjeksikan ke picnometer sampai pada upper
reference mark, skala dan dial menunujukkan angka nol.
(0,000).
6. Jika pembacaan berbeda sedikit dari nol, perbedaan tersebut
harus ditentukan dan penentuan untuk dial handwheel setting
pada step 4. Jika perbedaan terlalu besar yoke stop harus direset
kembali dan deviasi pembacaan adalah 0,001 cc.

Karena dalam penggunaan alat ini memakai tekanan yang besar tentu akan
terjadi perubahan volume picnometer dan mercury. Untuk itu perlu
dilakukan Pressure-volume Correction yaitu :
1. Letakkan picnometer lid pada tempatnya, pump metering plunger
diputar penuh dengan memanipulasi handwheel.
92

2. Ubah panel valve ke vacuum juga small pressure gauge dibuka, system
dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 20 micro.
3. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference amrk, adjust
moveable scale dan handwheel scale dial pada pembacaan 0,00 cc
kemudian tuutp vacuum valve.
4. Putar bleed valve mercury turun 3 mm di bawah upper reference mark.
5. Putar pompa hingga mercury mencapai upper reference mark lagi dan
biarkan stabil selama 30 detik.
6. Baca dan catat tekanan pada small pressure gauge serta hubungan
volume scale dan dial handwheel (gunakan dial) yang miring kekiri
sebagai pengganti 0-5 cc. Graduated interval pada skala.
7. Ste d, e, f diulang untuk setiap kenaikkan pada sistem, kemudian catat
volume dan tekanan yang didapat. Jika tekanan telah mnecapai limit 1
atm, bukan Nitrogen valve.
8. Jika telah mencapai limit gunakan 0,150 atm gauge.
9. Jika test telah selesai tutup panel nitrogen valve, sistem tekanan
dikurangi dengan mengeluarkan gas sampai tekanan sistem mencapai 1
atm.
10. Data yang didapat kemudian diplot, maka akan terlihat bagaimana
terjadinya perubahan pressure-volume.
A B = Perubahan volume oleh tekanan (pada tekanan rendah)
C D = Perubahan volume pada tekanan tinggi
E = Inflection poin
93

7.5.2. Prosedur Untuk Menentukan Tekanan kapiler


1. Siapkan Core (memp. Pore vol) yang telah diekstrasi dengan
vol 1 2 cc, kemudian tempatkan pada Core holder.
2. Picnometer lid dipasang pada tempatnya dan putar handwheel
secara penuh.
3. Ubah panel valve ke vacuum dan pressure gauge dibuka,
system dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 29
micron.
4. Tutup vacum, putar pump metering plunger sampai level
mercury mencapai lower reference mark.
5. Pump scale diikat dengan yoke stop dan dial handwheel diset
pada pembacaan 15 (miring kanan). Dan berikan pembacaan
pertama 28,150 cc.
6. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference mark.
Baca besarnya bulk volume dari pump scale dan handwheel
dial. Sebagai contoh jika pembacaan skala lebih besar dari 12
cc dan dial handwheel menunjukkan 32,5 maka bulk volume
sample 12,325 cc.
7. Gerakkan pump scale dan handwheel dial pada pembacaan
0,000 cc.
8. Putar bleed valve, maka gas / udara mengalir ke sistem sampai
level mercury turun 3 sampai 5 mm di bawah upper reference
mark.
9. Putar pompa sampai permukaan mercury mencapai tanda
paling atas dan usahakan konstan selama 30 detik.
10. Baca dan catat tekanan (low pressure gauge) dan volume scale
beserta handwheel dial (miring ke kiri) untuk mengganti 0-5 cc
graduated interval pada scale.
11. Step 8, 9, 10 diulang untuk beberapa kenaikkan tekanan. Jika
tekanan telah mencapai 1 atm buka nitrogen valve. Jika sistem
94

telah mencapai limit pada 0-2 atm gauge, gauge diisolasi dari
sistem dan gunakan 0-150 atm gauge.
12. Step 11 diulangi sampai tekanan akhir didapat.
Catatan : fluktuasi thermometer 1 2 oC.
13. Jika test telah selesai, nitrogen valve ditutup. Tekanan sistem
dikurangi sampai mencapai tekanan atm dengan mengeluarkan
gas lewat bleed valve.
95

7.6. Hasil Analisa Dan Perhitungan


7.6.1. Hasil Analisa
Vb = 60 cc
Vp = 30 cc

Tabel 7.1. Hubungan antara Mercury saturation dengan Correct Pressure

Actual
Indicator
Pressure Volume
Indicator Correct Volume Mercury
Volume of
No. Pressure Pressure of saturation
Correction Mercury
(atm) (atm) Mercury (%)
(cc) Injection
Injection
(cc)

1 0.51 0.56 25.104 0.0765 25.0275 83.425


2 1.51 1.56 22.7 0.167 22.533 75.11
3 3.1 3.17 15.4 0.22 15.18 50.6
4 4.51 4.56 15.4 0.26 15.14 50.46
5 6.51 6.56 13.7 0.3 13.4 44.67
6 8.1 8.15 10.665 0.332 10.33 34.44
7 11.6 11.65 9.7 0.372 9.328 31.09
8 16.8 16.85 9 0.409 8.591 28.63
9 23.7 23.75 8.67 0.4435 8.2265 27.42
10 36.9 36.95 8.7 0.484 8.216 27.39
11 58.3 58.35 7.86 0.5083 7.3517 24.51
12 75.2 75.25 7.5 0.533 6.967 23.22
13 80.5 80.55 7.9 0.525 7.375 24.58
14 85.6 85.65 7 0.529 6.471 21.57
15 90.4 90.45 6.96 0.533 6.427 21.42
16 95.7 95.75 6.7 0.537 6.163 20.54
96

17 100.7 100.75 6.5 0.541 5.459 19.86


18 105.8 105.85 6.6 0.5516 6.0484 20.16
19 115.7 115.75 6.2 0.5771 5.6229 18.74
20 120.6 120.65 6.4 0.594 5.806 19.35

Tabel 7.2. Pressure Volume Correction

Pressure (atm) Volume (cc)

0 0,0
1 0,15
4 0,25
9 0,35
15 0,40
25 0,45
35 0,48
40 0,49
50 0,50
60 0,51
100 0,54
110 0,56
120 0,59
125 0,62
128 0,64
130 0,67
131 0,69
132 0,71
133 0,74
134 0,77
135 0,80
97

136 0,83
137 0,87
139 0,99
140 1,0
98

7.5.2 Perhitungan
Perhitungan Kolom 3 :
Rumus: Indicator pressure + 0,05 atm

1. Correct Pressure 1 = 0,51 atm + 0,05 atm = 0,56 atm


2. Correct Pressure 2 = 1,51 atm + 0,05 atm = 1,56 atm
3. Correct Pressure 3 = 3,1 atm + 0,05 atm = 3,15 atm
4. Correct Pressure 4 = 4,51 atm + 0,05 atm = 4,56 atm
5. Correct Pressure 5 = 6,51 atm + 0,05 atm = 6,56 atm
6. Correct Pressure 6 = 8,1 atm + 0,05 atm = 8,15 atm
7. Correct Pressure 7 = 11,6 atm + 0,05 atm = 11,65 atm
8. Correct Pressure 8 = 16,8 atm + 0,05 atm = 16,75 atm
9. Correct Pressure 9 = 23,7 atm + 0,05 atm = 23,75 atm
10. Correct Pressure 10 = 36,9 atm + 0,05 atm = 36,95 atm
11. Correct Pressure 11 = 58,3 atm + 0,05 atm = 58,35 atm
12. Correct Pressure 12 = 75,2 atm + 0,05 atm = 75,25 atm
13. Correct Pressure 13 = 80,5 atm + 0,05 atm = 80,55 atm
14. Correct Pressure 14 = 85,6 atm + 0,05 atm = 85,65 atm
15. Correct Pressure 15 = 90,4 atm + 0,05 atm = 90,45 atm
16. Correct Pressure 16 = 95,7 atm + 0,05 atm = 95,75 atm
17. Correct Pressure 17 = 100,7 atm + 0,05 atm = 100,75 atm
18. Correct Pressure 18 = 105,8 atm + 0,05 atm = 105,85 atm
19. Correct Pressure 19 = 115,7 atm + 0,05 atm = 115,75 atm
20. Correct Pressure 20 = 120,6 atm + 0,05 atm = 120,65 atm
99

Perhitungan Kolom 4 :
Dengan cara Interpolasi mencari nilai pressure volume correction
(cc) :

No. 1
1
0,51

0
0,15 x 0

1 0,51 0,15 - x
10 0,15 0
0,49 0,15 - x
1 0,15
x = 0,0765 cc
100

No. 2

4
1,51

1
0,25 x 0,15

4 1,51 0,25 - x
41 0,25 0.15
2,49 0,25 - x
3 0,1
x =0,167 cc

No. 3

4
3,1

1
0,25 x 0,15

4 3,1 0,25 - x
41 0,25 0,15
0.9 0,25 - x
3 0,1
x = 0,22 cc
101

No. 4

9
4,51

4
0,35 x 0,25

9 4,51 0,35 - x
91 0,35 0.25
4,49 0,35 - x
5 0,1
x = 0,26 cc

No. 5

9
6,51

4
0,35 x 0,25

9 6,51 0,35 - x
94 0,35 0,25
2,49 0,35 - x
5 0,1
x = 0,3 cc
102

No. 6

9
8,1

4
0,35 x 0,25

9 8,1 0,35 - x
94 0,35 0,25
0,9 0,35 - x
5 0,1
x = 0,332 cc

No. 7

15
11,6

9
0,4 x 0,35

15 11,6 0,4 - x
15 9 0,4 0,35
3,2 0,4 - x
6 0,05
x = 0,372 cc
103

No. 8

25
16,8

9
0,45 x 0,35

25 16,8 0,45 - x
25 15 0,45 0,4
8,2 0,45 - x
10 0,05
x = 0,409 cc

No. 9

25
23,7

15
0,45 x 0,4

25 23,7 0,45 - x
25 15 0,45 0,4
1,3 0,45 - x
10 0,05
x = 0,4435 cc
104

No. 10

40
36,9

35
0,49 x 0,48

40 36,9 0,49 - x
40 35 0,40 0,48
3,1 0,49 - x
5 0,01
x = 0,484 cc

No. 11

60
58,3

50
0,51 x 0,5

60 58,3 0,51 - x
60 50 0,51 0,5
1,7 0,51 - x
10 0,01
x = 0,5083 cc
105

No. 12

100
75,2

60
0,54 x 0,51

100 75,2 0,54 - x


100 60 0,54 0,51
24,8 0,54 - x
40 0,03
x = 0,533 cc

No. 13

100
80,5

60
0,54 x 0,51

100 80,5 0,54 - x


100 60 0,54 0,51
19,5 0,54 - x
40 0,053
x = 0,525 cc
106

No. 14

100
85,6

60
0,54 x 0,51

100 85,6 0,54 - x


100 60 0,54 0,51
14,4 0,54 - x
40 0,03
x = 0,529 cc

No. 15

100
90,4

60
0,54 x 0,51

100 90,4 0,54 - x


100 60 0,54 0,51
9,6 0,54 - x
40 0,03
x = 0,533 cc
107

No. 16

100
95,7

60
0,54 x 0,51

100 95,7 0,54 - x


100 60 0,54 0,51
4,3 0,54 - x
40 0,03
x = 0,537 cc

No. 17

110
100,7

100
0,56 x 0,54

110 100,7 0,56 - x


110 100 0,56 0,54
9,1 0,56 - x
10 0,02
x = 0,541 cc
108

No. 18

110
105,8

100
0,56 x 0,54

110 15,8 0,56 - x


110 100 0,56 0,54
4,3 0,56 - x
10 0,02
x = 0,5516 cc

No. 19

120
115,7

110
0,59 x 0,56

120 115,7 0,59 - x


120 110 0,59 0,56
4,3 0,56 - x
10 0,03
x = 0,5771 cc
109

No. 20

125
120,6

120
0,62 x 0,59

125 120,6 0,62 - x


125 120 0,62 0,59
4,4 0,62 - x
10 0,03
x = 0,594 cc
110

Perhitungan Kolom 5 :
Rumus: Kolom3 Kolom 4

1. 25,104 cc - 0,0765 cc = 25,0275 cc


2. 22,7 cc - 0,167 cc = 22,533 cc
3. 15,4 cc - 0,22 cc = 15,18 cc
4. 15,4 cc - 0,26 cc = 15,14 cc
5. 13,7 cc - 0,3 cc = 13,41 cc
6. 10,665 cc - 0,332 cc = 10,333 cc
7. 9,7 cc - 0,373 cc = 9,328 cc
8. 9 cc - 0,409 cc = 8,591 cc
9. 8,67 cc - 0,4435 cc = 8,2265 cc
10. 8,7 cc - 0,484 cc = 8,216 cc
11. 7,86 cc - 0,5083 cc = 7,3517 cc
12. 7,5 cc - 0,533 cc = 6,967 cc
13. 7,9 cc - 0,525 cc = 7,375 cc
14. 7 cc - 0,529 cc = 6,471 cc
15. 6,96 cc - 0,533 cc = 6,427 cc
16. 6,7 cc - 0,537 cc = 6,163 cc
17. 6,5 cc - 0,541 cc = 5,959 cc
18. 6,6 cc - 0,5516 cc = 6,0484 cc
19. 6,2 cc - 0,5771 cc = 5,6229 cc
20. 6,4 cc - 0,594 cc = 5,806 cc
111

Perhitungan Kolom 6 :
Rumus :
Actual Volume Mercury of Injection
x 100%
Volume pori

Volume Pori = 30 cc

25,0275
1. x 100% = 83,425 %
30

22,533
2. x 100% = 75,11 %
30

15,18
3. x 100% = 50,6 %
30

15,14
4. x 100% = 50,46 %
30

13,4
5. x 100% = 44,67 %
30

10,333
6. x 100% = 34,44 %
30

9,328
7. x 100% = 31,09 %
30

8,591
8. x 100% = 28,63 %
30

8,2265
9. x 100% = 27,42 %
30

8,216
10. x 100% = 27,39 %
30

11. = 24,51 %
7,3517
x 100%
30

6,967
12. x 100% = 23,22 %
30
112

7,375
13. x 100% = 24,58 %
30

6,471
14. x 100% = 21,57 %
30

6,427
15. x 100% = 21,42 %
30

6,163
16. x 100% = 20,54 %
30

5,959
17. x 100% = 19,86 %
30

6,0484
18. x 100% = 20,16%
30

5,6229
19. x 100% = 18,74 %
30

5,806
20. x 100% = 19,35 %
30
113

7.7. Pembahasan
Pada percobaan ini membahas mengenai tekanan kapiler yang
diberikan kepada suatu formasi batuan reservoir. Tekanan kapiler
merupakan perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang
tidak tercampur, sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang
memisahkan fluida tersebut. Tekanan kapiler dalam batuan berpori
tergantung pada ukuran pori-pori dan macam fluidanya. Besarnya tekanan
kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan, sudut kontak antara minyak
airzat padat dan jari-jari kelengkungan pori. Tekanan kapiler dalam
reservoir digunakan sebagai mekanisme pendorong minyak dan gas untuk
bergerak atau melelui pori pori secara vertikal. Ada dua grafik yang akan
dibahas pada bab ini, yaitu:

Grafik 7.1. Grafik Correct Pressure terhadap Mercury saturation

Correct Pressure (atm) vs Mercury Saturation (%)


140
120
Correct Pressure (atm)

100
80
60
Correct Pressure (atm)
40
20
0
0.000 50.000 100.000
Mercury Saturation (%)

Grafik diatas merupakan grafik mercury saturation pada suatu batuan


reservoir terhadap correct pressure. Dari grafik tersebut dapat kita ketahui
bahwa correct pressure sangat mempengaruhi besar kecilnya mercury
saturation suatu batuan reservoir, karena apabila correct pressure semakin
besar maka mercury saturation pada batuan akan semakin kecil.
114

Dari grafik dibawah dapat kita lihat bahwa besar tekanan berbanding
lurus dengan besar volume.Karena semakin besar harga tekanan maka
semakin besar pula harga volume.

Grafik 7.2.Grafik Hubungan Tekanan terhadap Volume

Pressure (atm) vs Volume (cc)


150
130
110
Tekanan (atm)

90
70
50 Pressure (atm)
30
10
-10
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20
Volume (cc)
115

7.8. Kesimpulan
1. Indikator pressure + 0,05 atm (mercury hydrostatic head)
2 cos
2. Pc = =

3. Indikator volume of mercury injection pressure volume correction



4. x 100%

5. - mengontrol distribusi saturasi didalam preservoir


- Mengetahui batas antara air dan minyak
- Mengetahui halus-kasarnya suatu batuan reservoir
116

BAB VIII
PEMBAHASAN UMUM

Porositas yang dimiliki suatu formasi batuan reservoir dapat dijadikan


sebagai petunjuk seberapa besarnya rongga pada formasi batuan tersebut. Di
dalam percobaan ini dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara Metode
Menimbang dan dengan Metode mercury injection pump. Porositas itu sendiri
sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ukuran butiran, susunan
butiran, kekompakan pada batuan (kompaksi) dan juga sementasi pada formasi
batuan tersebut.
Porositas yang baik adalah porositas effektif. Karena pori-pori batuannya
semuanya bersambung atau volume pori yang saling berhubungan, sedangkan
yang absolut tidak. Maka dengan kata lain dapat disimpulkan Porositas efektif itu
mengakibatkan permeabilitas yang baik pula. Dan hubungan antara keduanya
adalah berbanding lurus.
Di dalam batuan reservoir biasanya terdapat tiga jenis fluida, yaitu oil,
water,dan gas. Saturasi fluida merupakan ukuran kejenuhan fluida di dalam
formasi batuan atau dapat juga didefinisikan perbandingan antara volume pori
batuan yang terisi fluida terhadap volume pori total batuan
Hubungan Saturasi dengan Porositas adalah besar kecilnya volume fluida
yang mengisi pori pori batuan dapat mempengaruhi besar kecilnya saturasi
fluida tersebut di dalam suatu formasi batuan reservoir. Dan hubungan saturasi
terhadap permeabilitas adalah berbanding lurus sehingga, semakin besar saturasi
semakin baik pula permeabilitasnyadan begitu pula sebaliknya semakin kecil
saturasi maka semakin buruk permeabilitasnya.
Dalam teknik reservoir permeabilitas digunakan untuk mengetahui
kemampuan suatu batuan untuk melewatkan fluida melalui pori pori yang saling
berhubungan tanpa merusak partikel pembentuk batuan tersebut. Permeabilitas
berbanding lurus dengan viskositas gas, laju aliran gas dan panjang core , dan juga
berbanding terbalik dengan luas penampang core dan beda tekanan yang bekerja
117

pada core. Semakin kecil P, maka akan semakin besar 1/ P yang akan
dihasilkan dalam perhitungan.
Pressure yang mempengaruhi permeabilitas terkadang rancu karna banyak
sumber yang mengutarakan pendapat yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa
pressure yang mempengaruhi adalah selisih antara tekanan di ujung reservoir
dengan tekanan di lubang perforasi. Ada juga yang mengatakan pressure disini
adalah over burden pressure ditambah dengan eart core pressure.
Dalam teknik reservoir sieve analysis digunakan untuk keseragaman
butiran, yaitu antara butiran yang halus dan butiran yang kasar. Di dalam
menentukan keseragaman butiran, digunakan ketentuan Schwartz yaitu :
C < 3 merupakan pemilahan yang sedang
C > 5 merupakan pemilahan yang jelek
3 < C < 5 merupakan pemilahan yang sedang.
Dari ketentuan Schwartz tersebut, kita dapat mengetahui seberapa baiknya
pemilahan yang terdapat pada formasi batuan reservoir tersebut. Dalam percobaan
kali ini, didapatkan koefisien keseragaman butir senilai 2,836, dan menurut
ketentuan Schwartz pemilahannya dikategorikan seragam. Sieve analysis
merupakan analisa inti batuan yang aplikasinya ke dunia perminyakan digunakan
sebagai parameter untuk menangulangi problem kepasiran.
Sedangkan hasil pemilahan tersebut digunakan untuk mengetahui ukuran
screen yang akan dipasang, yang berfungsi untuk menahan pasir tidak masuk ke
tubing karena jika pasir masuk ke tubing maka akan menyebabkan kerusakan pada
tool, juga pasir dapat menghambat laju produksi, serta pasir juga akan menjadi
residu dalam crude oil.
Analisa cutting lebih diperlukan dari analisa inti batuan dalam mengatasi
kepasiran, karena dari cutting atau serpihan bor dapat mengetahui metode
saringan yang digunakan Sieve Analysis.
Pengasaman dilakukan untuk menghilangkan residu. Residu hasil
pemanasan suatu sampel dapat mempengaruhi besar kecilnya persentase berat
solubility yang dihasilkan. Apabila residu hasil pemansan suatu sample samakin
besar, maka persentase solubility yang dihasilkan batuan akan semakin kecil.
118

Untuk menentukan seberapa besarnya kadar larut sampel formasi dalam larutan
asam diperlukan suatu informasi, yaitu daya larut asam terhadap sampel batuan.
Daya larut asam terhadap sampel batuan didapat dari data-data laboratorium, yaitu
sampel formasi, fluida reservoir dan fluida stimulasi.
Pengasaman selain untuk menghilangkan residu juga untuk memaximalisir
lubang perforasi. Tetapi pengasaman juga dapat mengakibatkan bencana. Bila
kadar asam yang digunakan terlalu tinggi maka asam akan bereaksi dengan
dinding-dinding batuan, sehingga ini akan mengakibatkan longsor dan formasi
akan rubuh.
Perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak
tercampur, sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan
fluida disbut Tekanan Kapiler. Correct pressure sangat mempengaruhi besar
kecilnya mercury saturation suatu batuan reservoir, karena apabila correct
pressure semakin besar maka mercury saturation pada batuan akan semakin kecil.
Semakin besar volume yang terdapat dalam batuan, maka akan semakin
besar pula pressure yang diberikan kepada batuan tersebut. Tekanan kapiler
biasanya digunakan pada prose produksi yaitu pada proses pengangkatan crude
oil.
Pada dasarnya Analisa Inti Batuan merupakan tahapan analisa secara
langsung sifat sifat fisik batuan pada suatu core yang mencerminkan formasi.
Akan tetapi, yang namanya analisa hanyalah suatu prediksi, untuk realitanya
apakah hasil analisa kita betul atau tidak bisa terlihat setelah kegiatan di lapangan
dilakukan.
119

BAB IX
KESIMPULAN UMUM

1. Kegiatan yang biasanya dilakukan untuk menganalisa reservoir adalah


Analisa Core, Analisa Cutting dan Analisa Logging.
2. Porositas adalah suatu ukuran yang menyatakan besar rongga pada batuan.
3. Penentuan harga Porositas dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :
.Cara Menimbang
Cara Mercury Injection Pump
4. Porositas efektif suatu batuan reservoir berbanding lurus dengan volume pori
dan berbanding terbalik dengan volume bulk batuan.
5. Saturasi adalah tingkat kejenuhan fluida dalam reservoir.
6. Saturasi dapat diukur dengan metode destilasi.
7. Saturasi oil merupakan perbandingan antara volume pori core yang diisi oleh
oil dengan volume pori total core. Saturasi water merupakan perbandingan
antara volume pori core yang diisi oleh water dengan volume pori total core.
8. Dalam menentukan besarnya jumlah fluida di dalam batuan reservoir,
dinyatakan dengan besaran saturasi. Banyaknya fluida (minyak, air, dan gas)
khususnya minyak dan gas yang dikandung dalam batuan reservoir tidak dapat
terambil seluruhnya karena dipengaruhi oleh sifat geologi dan fluida reservoir
tersebut.
9. Permeabilitas adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan media berpori
untuk meloloskan fluida.
10. Satuan untuk Permeabilitas (k) adalah Darcy.
11. Permeabilitas absolut pada suatu formasi batuan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu viscositas gas, laju aliran gas, panjang core, luas penampang core
dan juga beda tekanan. Sesuai dengan rumus yang digunakan, permeabilitas
absolut berbanding lurus dengan viscositas gas, laju aliran gas dan panjang
core, dan berbanding terbalik dengan luas penampang core dan beda tekanan.
120

12. Semakin kecil nilai sieve analysis suatu core, maka semakin bagus pula
pemilahan yang dimiliki core tersebut, karena sesuai dengan ketentuan
Schwartz, core yang C < 3 memiliki pemilahan yang seragam.
13. Nilai Opening Diameter pada berat kumulatif yang diinginkan dengan
menggunakan metode interpolasi.
14. Masalah yang diakibatkan masalah kepasiran pasir meliputi scale, pengikisan
pada peralatan produksi.
15. Percobaan pada screen liner dan penentuan sampel formasi disini, guna
mengetahui atau memantau besarnya produksi fluida yang sudah menurun
karena telah memasuki formasi lepas (unconsolidated). Dari Sieve Analysis
kita dapat mengetahui distribusi pasir dari sample formasi untuk operasi
gravel packing dan pemasangan screen agar pasir tidak ikut terproduksi
seminimal mungkin. Dan pada formasi batuan karbonat dapat distimulasikan
asam guna mengoptimalkan kembali laju produksi tersebut .
16. Persentase berat solubility pada sampel batu karbonat lebih besar dibanding
dengan sampel batu pasir.
17. Pengasaman bertujuan untuk mengoptimalkan lubang Perforasi.
18. Larutan HCl tidak reaktif terhadap pasir, sehingga dapat digunakan larutan
asam lain yang dapat melarutkan pasir, ketika terjadi penyumbatan lubang
perforasi oleh endapan-endapan pasir.
19. Tekanan kapiler adalah beda tekanan antar non-wetting phase dengan wetting
phase jika dalam reservoir ada 2 atau lebih fluida yang tidak tercampur dalam
kondisi statis.
20. Semakin besar correct pressure yang ada pada sample batuan, maka mercury
saturation-nya akan semakin kecil.
121

DAFTAR PUSTAKA

Irawan Sony, Ir. Diktat kuliah Mekanika reservoir,. MT . 2000

Gatlin, C, 1960, Petroleum Engineering Drilling and Well Completion, Prentice


Hal Inc., Englewood Cliffs, N J.

Kristanto Dedy, M.Sc dan Haryadi, Ir.Diktat penilaian formasi, Ir. 1999

Nuzulumay, Dewangga 2011. Laporan Praktikum Analisa Inti Batuan.

STT MIGAS BALIKPAPAN, Balikpapan

Sukoco Muhammad 2009. Laporan Praktikum Analisa Inti Batuan

STT MIGAS BALIKPAPAN, Balikpapan.

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS, 2015. Buku Petunjuk


Praktikum Analisa Inti Batuan

................ www.migasnet04sholeh779.blogspot.com

................ www.glossary.oilfield.slb.com

................ www.migasnet01_fatniasi710.blogspot.com
122

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai