Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. STROKE

Definisi stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan

atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan

fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali

ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh

sebab lain selain penyebab vaskuler . Berdasarkan etiologi stroke dibedakan

menjadi :

1) Stroke Iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat

obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.

Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:

1. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu

kurang dari 30 menit.

2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis

membaik kurang dari 1 minggu.

3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke, 4. Completed Stroke.

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:

1
- Trombosis : Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,

poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis

(spontan atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia,

hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

- Embolisme : Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,

penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup

prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli

aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri

vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral,

karsinoma.

- Vasokonstriksi : Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).

Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan

penyebab : lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran

pelan, embolik dan kriptogenik.

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua

stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur

sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke

dalam jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum:

perdarahan

2
intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptur

aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma;

penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark

hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan.

STROKE INFARK TROMBOEMBOLI

Berdasarkan gejala klinis, Infark serebri dapat dibagi menjadi 3, yaitu


Infark aterotrombotik (aterotromboli), Infark kardioemboli dan Infark lakuner.
Infark aterotrombotik terjadi akibat adanya proses aterotrombotik pada arteri
ekstra dan intrakranial.

Proses aterotrombotik tejadi melalui 2 cara, yaitu:

1. Aterotrombotik in situ

Terjadi akibat adanya plak yang terbentuk akibat proses

aterosklerotik pada dinding pembuluh darah intrakranial, dimana plak

tersebut membesar yang dapat disertai dengan adanya trombus yang

melapisi pembuluh darah arteri tersebut. Apabila proses tersebut terus

berlangsung maka akan terjadi penyumbatan pembuluh darah tersebut

dan penghentian aliran darah disebelah distal.

2. Tromboemboli (artery to artery embolus)

Terjadi akibat lepasnya plak aterotrombolik yang disebut sebagai

emboli, yaitu akan menyumbat arteri disebelah distal dari arteri yang

mengalami proses aterosklerotik.

3
3. Patofisiologi Stroke Tromboemboli

Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah

ekstrakranial dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri

dan darah, yang menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan

menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut.

Trombus dalam pembuluh darah juga dapat akibat kerusakan atau ulserasi

endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas membentuk

emboli.

Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih

pada pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan

kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau

tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung

pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga

tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pembuluh

darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan meyebabkan

matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya

pembuluh darah yang adekuat.

Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima

perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang

diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan

4
untukmenjalankan kegiatanneuronal. Energi yang diperlukan berasal dari

metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau

glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan

oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG

akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5

menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit,

manusia akan meninggal.

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa

yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi

penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+

berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel.

Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi

membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih

reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang

menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila

perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran

darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan

gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis

menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama

jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi

5
peningkatan resistensi vaskuler dan ekmudian penurunan dari tekanan

perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.

Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada

keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori

untukmengurangi perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion

Ca. Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral.

Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak

sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis. Segera setelah

terjadi iskemia timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari osmosis sel

cairan berpindah dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan

makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam

membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang

ekstra seluler.

Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron

menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema.

Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat

memperbesar edema sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar

darah otak, dimana cairan plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke

dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam substansia alba

sehingga terjadi pengumpalancairan. Sehingga vasogenik edema serbral

merupakan suatu edema ekstraseluler. Pada stadium lanjut vasigenic

6
edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada substansia alba.

Pada stadium awal edema sitotoksik serbral ditemukan pembengkakan

pada daerah disekitar arteri yang terkena. Hal ini menarik bahwa gangguan

sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan

sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy).

Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa

space occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang

menyebabkan hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan

didalam otak akan menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga

cairan serebrospinalis akan berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan

terjadi herniasi kesegala arah, dan menyebabkan hidrosephalus obstruktif.

Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.

4. Penyebab Terbentuknya Atheroma

Pembentukan ateroma dimulai dgnadanya kerusakan endotel pembuluh

darah, hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor genetik, juga disebabkan karena

adanya faktor lain seperti adanya hipertensi, merokok, dan

hiperkholesterolemia. Gangguan genetik yang menyebabkan kolesterol serum

meningkatdimana terjadi defek genetik pada reseptor LDL, sehingga LDL yang

terdapat di dalam sirkulasi tidak dapat dihilangkan secara efisien, sehingga

7
terbentuk proses aterosklerosis yang prematur. Selain daripada itu masih

banyak faktor lain yang memungkinkan terbentuknya ateroma pada pembuluh

darah seseorang. Faktor tersebut dapat dibagi menjadi:

A. Faktor Definitif

Usia

Usia merupakan faktor utama pembentukan ateroma, sehingga

merupakan faktor utama terjadinya stroke. Pembentukan ateroma terjadi

seiring bertambahnya usia, dimana stroke paling sering terjadi pada usia

lebih dari 65 tahun, tetapi jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun.

Dikatakan bahwa proses pembentukan ateroma tersebut dapat terjadi

2030 tahun tanpa menimbulkan gejala.

Jenis kelamin pria

Stroke lebih sering terjadi pada pria. Diperkirakan bahwa insidensi

stroke pada wanita lebih rendah dibandingkan pria, akibat adanya

estrogen yang berfungsi sebagai proteksi pada proses aterosklerosis. Di

lain pihak pemakaian hormon setrogen dosis tinggi menyebabkan

peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pria.

8
Gambaran Klinis Stroke

1) Infark pada Sistem Saraf Pusat

Tanda dan gejala infark arteri berdasarkan area vaskular yang terkena.

- Infark total sirkulasi anterior (karotis): Hemiplegia (kerusakan pada

bagian atas traktus kortikospinal), Hemianopia (kerusakan pada radiasio

optikus), Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya

fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).

- Infark parsial sirkulasi anterior: Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit

kortikal saja.

- Infark lakunar: Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda

menyebabkan sindrom yang karakteristik.

- Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar): tanda-tanda lesi batang otak,

Hemianopia homonim.

- Infark medulla spinalis

2) Serangan Iskemik Transien (Trantient Ischemic Attack)

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak;

gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan

diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang

berjam-jam. Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang terjadi:

- Karotis (paling sering): Hemiparesis, Hilangnya sensasi hemisensorik, Disfasia,

Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia retina.

9
- Vertebrobasilar: Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,

Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut), Diplopia, ataksia,

vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini terjadi secara bersamaan.

3) Perdarahan Subarakhnoid

Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala

nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai

fotofobia, mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan

tanda Kernig). Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan

tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat

edema papil dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi

sebagai akibat dari:

- Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,

- Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan

- Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan

iskemia.

4) Perdarahan Intraserebral Spontan

Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung

dari lokasi perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan

intrakranial. Diagnosis biasanya jelas dari CT scan .

10
Diagnosis

Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, dapat

ditegakkan dengan:

1) Skor Siriraj

S: Kesadaran 0 = kompos mentis


1 = somnolen
2 = stupor/koma
M: muntah 0 = tidak ada
1 = ada
D: tekanan diastolik
A: ateroma 0 = tidak ada
1 = salah satu

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)


+ (0,1 x tekanan diastolik)-(3xpetanda ateroma) - 12

Skor SSS > 1: perdarahan supratentorial

Skor SSS < -1: Infark Serebri

Skor SSS -1 s/d 1 : Meragukan

2) Skor Stroke: Algoritma Gajah Mada

Parameter Jenis Stroke

+++ Perdarahan

Penurunan +-- Perdarahan

11
kesadaran -+- Perdarahan

Nyeri kepala --+ Iskemik

Refleks --- Iskemik

Babinski

2) Pemeriksaan Penunjang

Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan

dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik akan

terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik akan

terlihat adanya gambaran hipodens.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan

besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya

pengobatan stroke sedini mungkin, karena jendela terapi dari stroke hanya

3-6 jam. Hal yang harus dilakukan adalah: Stabilitas pasien dengan tindakan

ABC (Airway, breathing, Circulation).

- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal

napas pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 %

dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti

12
dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat

edema otak.

- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung.

- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut.

- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks.

- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer

lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan

kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial.

- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas

darah arteri, dan skrining toksikologi.

- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

- CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia.

Prognosis

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,

disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis

tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar

aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut

harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG,

saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24

jam setelah serangan stroke.

13
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2009. Handbook of Patofisiology Ed. 3. EGC: Jakarta.

Duss, P, 2000 ; Diagnosa Topik Neurologi ; Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.


Edisi 2, EGC: Jakarta

Ganong WF. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed 19, Cet IV. Jakarta: EGC

Iskandar J. Gambaran CT scan pada stroke thromboemboli. Bagian Bedah


Universitas Sumatera. 2012. Hal 3. [Diunduh 30 Januari 2017]. Tersedia
dari: http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi11.pdf

Lilly LS. 2012. Pathophysiology of heart disease. 1st ed. London: Lea & Febriger.

Lumbantobing, S.M., 2006 ; Neurologi klinis ; FKUI: Jakarta

Mardjono & Sidharta. 2010; Neurologi Klinik Dasar, cetakan ke 15. Dian Rakyat:
Jakarta.

Sacco RL. Pathogenesis, classification and epidemiology of cerebrovasular


disease, in Rowland LP, Merrits textbook of neurology. 9th ed. Baltimore:
William & Wilkin, 2001

14

Anda mungkin juga menyukai