TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Persalinan
1. Pengertian Persalinan
turun kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun
janin. Persalinan spontan dengan tenaga ibu, persalinan buatan dengan bantuan,
persalinan anjuran bila persalinan terjadi tidak dengan sendirinya tetapi melalui
pacuan persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit (Holmes, 2018).
2. Tahapan Persalinan
pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, yaitu:
5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu
7) Lamanya kala II untuk primigravida 1,5-2 jam dan multigravida 1,5-1 jam
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
2013).
7
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum. Kala
paling sering terjadi 2 jam pertama. Darah yang keluar selama perdarahan harus
oleh luka pada saat pelepasan plasenta dan robekan pada serviks dan perineum.
Rata-rata jumlah perdarahan yang dikatan normal adalah 250 cc, biasanya 100-
300 cc.
Jika lebih dari 500 cc, maka sudah dianggap abnormal, dengan demikian
B. Laserasi Perineum
1. Pengertian
disfungsi dasar panggul, bila dibandingkan laserasi spontan maupun tanpa laserasi
persentasenya jauh lebih kecil (1,9%), laserasi perineum derajat 3 masih terjadi.
Data yang didapatkan bahwa laserasi perineum tidak hanya terjadi pada primipara
namun juga pada multipara, dengan berat bayi yang bervariasi. Tidak disebutkan
derajat laserasi secara lebih rinci, sehingga tidak diketahui sejauh mana
keterlibatan otot sfingter ani eksterna maupun internal. Rincian laserasi perineum
derajat 3 diperlukan terkait penjahitan yang dilakukan, serta tata laksana lain yang
mengikutinya.
Tabel 1
Karakteristik Perinium
pada multipara, dengan jumlah subjek multipara yang lebih besar dari primipara.
Namun demikian, bila kita melihat dalam kelompok primipara itu sendiri, maka
laserasi perineum terjadi pada 85,05% persalinan. Ini adalah angka yang cukup
berbagai laporan penelitian. Hal ini dapat terjadi karena jaringan yang belum
a. Faktor Ibu
1) Paritas
dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami robekan perineum dari pada ibu dengan paritas lebih dari satu. Jalan
lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum
belum meregang. Ibu-ibu yang mempunyai anak <3 (paritas rendah) dapat
ibu paritas rendah lebih mempunyai keinginan yang besar untuk memeriksakan
oleh Elisa yang berjudul Hubungan Paritas Dengan Terjdinya Laserasi Perineum
Spontan Pada Persalinan Normal, dengan hasil peneliti menunjukkan dari 373 ibu
primipara sebagian besar mengalami laserasi perineum spontan 84,9%, dan dari
kejadian laserasi perenium spontan terjadi apabila semakin tinggi paritas ibu atau
jumlah anak yang dilahirkan ibu, maka semakin rendah resiko terjadinya laserasi
perineum pada saat persalinan. Hal ini dapat disebabkan salah satunya karena
belum adanya pengalaman ibu dalam bersalin,berat badan lahir bayi dan juga
2) Usia
sejak lahir. Remaja wanita merupakan populasi resiko tinggi terhadap komplikasi
kehamilan, penyulit ini terjadi karena pada remaja biasanya masih tumbuh dan
berkembang, sehingga memiliki kebutuhan kalori yang lebih besar dari wanita
yang lebih tua. Sehingga akibatnya, mortalitas, perinatal, dan mobilitas meternal
sangat tinggi pada remaja wanita hamil dibanding dengan wanita dalam usia 20-
an. Hal ini sejalan dengan teori menjelaskan bahwa laserasi perineum merupakan
laserasi yang terjadi sewaktu persalinan dan disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain posisi persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan dan berat badan
bayi baru lahir. Terjadinya laserasi perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri
(myang mencakup paritas, jarak kelahiran, dan berat badan lahir), riwayat
persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi. Alat-
alat reproduksi sudah matang dan ibu sudah siap menghadapi persalinan, terjadi
persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot
perineum dan otot perut belum bekerja secara optimal sehingga sering terjadi
persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan, seperti bedah besar
(Istiana, 2020).
11
b. Faktor Janin
Normal
pada berat badan janin diatas 4000 gr. Semakin besar badan bayi yang dilahirkan
cukup kuat untuk menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang
besar, sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang
besar sering terjadi laserasi. Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya
laserasi perineum yaitu berat badan janin lebih dari 3500 gr, karena resiko trauma
partus melalui vagina seperti distosia bahu, dan kerusakan jaringan lunak pada
2014).
untuk menentukan bagian yang ada dibagian bawah rahim yang dijumpai pada
a) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi
terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi
12
bagian terendahnya antara glabella dan bregma . Sekitar 70% presentasi muka
adalah dengan dagu di depan dan 30% posisi dagu di belakang. Keadaan yang
merupakan pembuka servik yang jelek dan sikap ekstensi kurang menguntungkan.
Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih maju
semuanya akan berjalan lancer. Ibu harus bekerja lebih keras, lebih merasakan
nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi dari pada kedudukan normal. Karena
persalinan lebih lama dan rotasi yang sukar akan menyebabkan trauma pada ibu
b) Presentasi Dahi
kepala atau ekstensi menjadi presentasi muka. Laserasi perineum tidak dapat
dihindari dan dapat meluas atas sampa fornices vagina atau rektu, karena besarnya
c) Presentasi Bokong
empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong kaki, dan
maternal. Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan meningkatkan resiko
infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah
uterus yang sudah tipis, atau persalinan setelah coming head lewat servik yang
c. Faktor Persalinan
1) Vakum ekstrasi
dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum yang dipasang
di kepalanya. Waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik
relative lebih lama daripada forsep (lebih dari 10menit). Cara ini tidak dapat
dipakai untuk melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu adalah laserasi pada serviks uteri dan laserasi pada
2) Ekstrasi Cunam/Forsep
dengan cunam yang dipasang dikepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang
dapat terjadi karena tindakan ekstraksi forsep antara lain ruptur uteri, robekan
3) Embriotomi
melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi
dengan tujuan untuk member peluang yang lebih besar untuk melahirkan
keseluruhan tubuh bayi tersebut. Persalinan macet dengan anak mati merupakan
indikasi dari embriotomi. Komplikasi yang terjadi antara lain perlukaan vagina,
perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas bila perforator meleset karena tidak
ditekan tegak lurus pada kepala janin atau karena tulang yang terlepas saat sendok
tidak dipasang pada muka janin, serta cedera saluran kemih, atonia uteri dan
4) Persalinan Presipiatatus
uterus dan rahim yang terlalu kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang
dijumpai, tidak ada rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya
proses persalinan yang sangat kuat. Sehingga menolong persalinan dan ibu
mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi defleksi yang terlalu cepat.
pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian
laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali
(Fatimah, 2019).
dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi
dan paling ringan. Tingkat ini, bagian yang robek adalah kulit di sekitar
permukaan mulut vagina atau kulit perineum. Ruptur perineum tingkat 1 biasanya
tidak memerlukan jahitan dan bisa sembuh dalam waktu sekitar 1 minggu. Meski
laserasi tergolong ringan, kondisi ini dapat menyebabkan sedikit rasa nyeri atau
perih ketika buang air kecil, duduk, batuk, bersin, atau berhubungan seksual
(Sondakh, 2013).
Laserasi perineum tingkat 2, bagian yang robek adalah kulit dan otot-otot
perineum di bagian dalam vagina. Kondisi ini perlu ditangani dengan jahitan dan
membutuhkan waktu sekitar beberapa minggu untuk sembuh sama seperti ruptur
16
perineum tipe 1, robekan tipe ini juga akan menimbulkan rasa tidak nyaman saat
Laserasi perineum tingkat 3 terjadi ketika robekan terjadi pada kulit dan
otot vagina, perineum, hingga anus. Kondisi ini perlu mendapatkan penanganan
berat. Kondisi ini terjadi ketika robekan sudah mencapai anus dan rektum atau
bahkan usus besar. Kondisi ini perlu ditangani dengan operasi (Sondakh, 2013).
Gambar 1
Tingkatan Laserasi Perineum
dokter dan juga keputusan pasien. Ruptur perineum derajat 3 dan 4 umumnya
tindakan, persiapan tindakan, cara perbaikan ruptur, serta jenis alat dan bahan
yang digunakan dalam tata laksana). Adapun tata laksana tambahan lainnya dapat
berupa non medikamentosa seperti ice pack dan berendam di air hangat, ataupun
17
2018).
Terlepas dari derajat ruptur, beberapa prinsip yang harus diikuti dalam tata
1) Perbaikan laserasi dilakukan oleh klinisi yang ahli, jika memungkinkan oleh
kembali normal
dan juga pasien, namun yang umumnya perlu dilakukan penjahitan adalah pada
laserasi derajat 3 dan 4. Pencahayaan harus baik dan jika memungkinkan tindakan
dilakukan di kamar operasi dengan anestesi regional atau umum. Jika terjadi
Mukosa anorektal yang robek dijahit dengan metode simple interrupted atau
metode simple interrupted atau matras, lalu penjahitan dilakukan secara terpisah
nyeri pasca penjahitan laserasi, umumnya dapat menggunakan ice pack, gel pads
dingin, berendam dengan air dingin atau menggunakan lubrikasi ketika kembali
e. Antibiotik
f. Analgesik
Laksatif dan pelunak feses digunakan untuk mencegah dehisensi luka yang
disebabkan oleh disrupsi luka akibat feses yang terlalu keras. Pelunak feses seperti
Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak
digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Cara
jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila
terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yan terinfeksi. Akan tetapi,
1) Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya,
kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
2) Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis,
menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang
pertama
hanya dua simpul. Apabila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka
seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju.
penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya tidak dipakai
4) Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada simpul
5) Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari luka/
sebagai stitch bisbol karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci.
Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci
bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci
adalah terikat. Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan
teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan dengan
berikutnya
sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat
kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja.
1) Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah
2) Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara
bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian
3) Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi
Gambar 2
Teknik Penjahitan
23
lapis demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada laserasi yang terbuka ke arah
vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan menyebabkan
Mempersiapkan penjahitan
(1) Memposisikan ibu posisi litotomi dengan bokong berada di tepi tempat tidur
(4) Gunakan teknik aseptik atau memeriksa robekan atau episiotomi, berikan
(5) Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir
(9) Gunankan kain/kassa DTT atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan
perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah sambil menilai dalam dan
luasnya luka
(10) Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi
hanya derajat satu atau dua. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam
sfingter terbuka, ibu mengalami laserasi derajat III dan harus segera dirujuk)
(11) Ganti sarung tangan dengan sarung tangan DTT atau steril yang baru
24
(13) Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0
(14) Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit jarum
(1) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan DTT maupun steril.
(2) Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan
(3) Setelah memberikan anastesi lokal atau memastikan bahwa daerah tersebut
sudah di anastesi, telusuri dengan hati – hati menggunakan satu jari untuk
secara jelas menentukan batas– batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan
(4) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek
(5) Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin
hymen
(6) Tepat sebelum cincin himen, mukosa jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke
bawah cincin himen sampai jarum ada dibawah laserasi. Periksa bagian antara
jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum
ke puncak luka.
(7) Teruskan ke arah bawah tetapi tetap ada luka, menggunakan jahitan jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan
sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot,
25
mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan putus–putus untuk
(8) Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan
Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap
terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan
(9) Tusukkan jarum dari laserasi perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
(10) Ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina. Potong ujung benang
dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul
(11) Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
(12) Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemgueeriksaan
(misalkan jika ada fistula rektovaginal atau ibu melaporkan inkontinensia alvi
(13) Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabundan air desinfeksi tingkat
(c) Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai
a. Pengertian
Pijat perineum adalah salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti
dasar panggul. Pijat perineum, yaitu (meregangkan jaringan bagian dalam dari
lewatnya bayi. Pijat perineum selama masa kehamilan dapat melindungi fungsi
perineum. Pijat ini sangat aman dan tidak berbahaya. Pijat perineum selalu dapat
melunakkan jaringan di sekitar perineum ibu dan membuat elastis semua otot
yang berkaitan di sekitar perineum ibu dan membuat elastis semua otot yang
berkaitan dengan proses persalinan termasuk kulit vagina. Semua otot-otot itu
menjadi elastis, ibu tidak perlu mengejan terlalu keras cukup pelan-pelan saja
bahkan bila prosesnya lancer laserasi pada perineum tidak terjadi dan vagina tidak
perineum adalah cara melatih dan meregangkan jaringan perineum agar lebih
memijat perineum lima hingga tujuh kali seminggu selama kehamilan ke lima
atau enam minggu terakhir, dapat menghindari episotomi atau laserasi. Dampak
dari terjadinga laserasi perineum atau laserasi jalan lahir adalah infeksi. Namun,
jika ibu memiliki vaginitis, luka herpes genital atau masalah vagina lainnya,
perineum, karena hal ini dapat memperburuk kondisi penyakit (Fatimah, 2019).
sehingga jaringa tersebut akan membuka tanpa resistansi saat persalinan dan akan
manfaat perineum:
6) Ibu tidak perlu mengejan terlalu cukup pelan-pelan saja bahkan bila prosesnya
;ancar robekan pada perineum tidak terjadi dan vagina tidak perlu dijahit
(Fatimah, 2019).
Pijat perineum tidak disarankan bagi ibu hamil yang terinfeksi herpes aktif
di daerah vagina, infeksi jamur, atau infeksi menular yang dapat menyebar dengan
dilakukan sendiri oleh ibu dengan bantuan cermin, atau bisa juga dibantu oleh
suami. Pijat perineum bahkan bisa dilakukan olej petugas kesehatan saat klien
waktu khusus untuk melakukan pijat perineum. Selain itu, sebelum memijat
daerah peka ini, tangan harus dicuci bersih dan kuku dipotong. Pemijatan
area di antara vagina, dan anus. Pijatan pada perineum ini dapat meningkatkan
maupun laserasi akibat persalinan jadi lebih kecil. Pijat perineum ini memang
belum selalu terbukti meningkatkan fleksibilitas otot di area ini. Tetapi banyak ibu
merasakan perubahan daya regang daerah perineumnya setelah satu, hingga dua
Langkah ini kita harus mengumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk
a. Anamnesa
vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan
yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam
menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Setelah itu,
kita perlu melakukan pengkajian ulang data yang sudah dikumpulkan apakah
dikumpulkan pada pengumpulan data dasar. Data dasar yang sudah dikumpulkan
yang terjadi pada klien tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.
yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
Langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial
tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga
tidak terjadi.
31
/ Dokter
bidan / dokter dan, atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini
prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.
tindakan emergency / segera untuk ditangani baik ibu maupun bayinya. Rumusan
ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi
diantisipasi pada langkah sebelumnya. Langkah ini informasi data yang tidak
lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi
apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang
berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut
32
penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah
rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan
klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan
menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan
teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan
klien.
Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi
oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak
yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan
asuhan klien.
33
diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang