Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPISTAKSIS

A. Definisi

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal
dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.

B. Etiologi dan Patofisiologi

Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari littles area/pleksus


kiesselbach (gambar 3) yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :
- Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan
- Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa,
penggunaan steroid inhalasi melalui hidung
Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip
hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.

C. Tinjauan Keperawatan

PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :

- Mengeluh badan lemas

Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak

- Gelisah

- Penurunan tekanan darah

- Peningkatan denyut nadi

- Anemia

D. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. PK : Perdarahan

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

3. Cemas

4. Nyeri Akut

E. Perncanaan Keperawatan

1. PK : Perdarahan

Tujuan : meminimalkan perdarahan

Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis

INTERVENSI

- Monitor keadaan umum pasien

- Monitor tanda vital

- Monitor jumlah perdarahan psien

- Awasi jika terjadi anemia


- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan :
pemberian transfusi, medikasi

(Diagnosa NANDA,NIC,NOC)

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif

Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak a da suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Mandiri Penurunan bunyi nafas dapat
menyebabkan atelektasis, ronchi dan
Kaji bunyi atau kedalaman wheezing menunjukkan akumulasi
pernapasan dan gerakan dada. sekret

Catat kemampuan mengeluarkan Sputum berdarah kental atau cerah


mukosa/batuk efektif dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial
Berikan posisi fowler atau semi Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan
Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea Mencegah obstruksi/aspirasi

Pertahankan masuknya cairan Membantu pengenceran sekret


sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi
1 2 3
2 Kolaborasi
Mukolitik untuk menurunkan batuk,
Berikan obat sesuai dengan ekspektoran untuk membantu
indikasi mukolitik, ekspektoran, memobilisasi sekret, bronkodilator
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk menurunkan
ketidaknyamanan

3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Kaji tingkat kecemasan klien Menentukan tindakan selanjutnya

Berikan kenyamanan dan Memudahkan penerimaan klien


ketentraman pada klien : terhadap informasi yang diberikan

- Temani klien Meningkatkan pemahaman klien


tentang penyakit dan terapi untuk
- Perlihatkan rasa empati( datang penyakit tersebut sehingga klien lebih
dengan menyentuh klien ) kooperatif

Berikan penjelasan pada klien Dengan menghilangkan stimulus yang


tentang penyakit yang mencemaskan akan meningkatkan
dideritanya perlahan, tenang seta ketenangan klien.
gunakan kalimat yang jelas,
singkat mudah dimengerti Mengetahui perkembangan klien secara
dini.
Singkirkan stimulasi yang
berlebihan misalnya : Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
- Tempatkan klien diruangan
yang lebih tenang

- Batasi kontak dengan orang


lain /klien lain yang
kemungkinan mengalami
kecemasan

Observasi tanda-tanda vital.

Bila perlu , kolaborasi dengan tim


medis

4. Nyeri Akut

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang


Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
menentukan tindakan selanjutnya
Jelaskan sebab dan akibat nyeri
pada klien serta keluarganya Dengan sebab dan akibat nyeri
diharapkan klien berpartisipasi dalam
Ajarkan tehnik relaksasi dan perawatan untuk mengurangi nyeri
distraksi
Klien mengetahui tehnik distraksi dan
Observasi tanda tanda vital dan relaksasi sehinggga dapat
keluhan klien mempraktekkannya bila mengalami
nyeri
Kolaborasi dngan tim medis
Mengetahui keadaan umum dan
- Terapi konservatif : perkembangan kondisi klien.

a. obat Acetaminopen; Menghilangkan /mengurangi keluhan


Aspirin, dekongestan nyeri klien
hidung

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta..

2. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta

3. Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

4. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby.


Philadelpia
5. MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby.
Philadelpia.

ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS


Yuni Fajri
A/KP/VI
04.07.1607
A. DEFINISI
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian
dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab
umum(kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu kelainan.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung
terdiri dari :
pangkal hidung (bridge)
dorsum nasi (dorsum=punggung)

puncak hidung

ala nasi (alae=sayap)

Fungsi hidung adalah untuk :


1. jalan napas
2. alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)

3. penyaring udara

4. sebagai indra penghidu (penciuman)

5. untuk resonansi udara

6. membantu proses bicara


7. refleks nasal

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus
kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang
a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.
Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah
darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar
sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari littles area/pleksus kiesselbach
yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
C. KLASIFIKASI
1. Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan
depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan
depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah
hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu
maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke
tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung,
tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.

Mimisan depan akibat :


1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri
dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres
hidung dengan air dingin.

Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:


1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan
ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar
darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke
lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat
menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai
masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.

3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan
pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.

4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan


napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.

5. Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit,
karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga
hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap
duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.

2. Mimisan Belakang
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga
hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan
belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga
mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan
adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke
lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah
sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah

3. Tumor ganas hidung atau nasofaring

4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.

5. Kekurangan vitamin C dan K.

6. Dan lain-lain

Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera
dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan
lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui
mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter satunya
yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga
hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti. Jika tindakan ini
gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin
dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan,
kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul :
sinusitis
septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)

deformitas (kelainan bentuk) hidung

aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)

kerusakan jaringan hidung


infeksi

E.ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung,taerjatuh,terpukul,bena asing di hidung,trauma
pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra
dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang
maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia)
F. PATOFISIOLOGI
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang
dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan
hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat
anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri
labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,
yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus
kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang
a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.
Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah
darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar
sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
- A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
- B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang
mengalir ke belakang tenggorokan
- C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan
pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi
posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring
posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas
1. hentikan perdarahan
tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit

tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk

jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus
epistaksis dan hindari

2. jika perdarahan berlanjut :

dapat akibat penekanan yang kurang kuat

bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan

dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot


hidung) ke daerah perdarahan
apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak
nitrat) atau pemasangan tampon hidung

Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi oleh
obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan salap
antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat vasokonstriktor dan
anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel, perembesan darah
yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin time (PT),
activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan crossmatching
H. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen ,
serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- AnemiA

I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. PK : Perdarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut
J. Perncanaan Keperawatan
1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi,
medikasi
(Diagnosa NANDA,NIC,NOC)
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan
tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Mandiri Penurunan bunyi nafas dapat
Kaji bunyi atau kedalamanmenyebabkan atelektasis, ronchi dan
pernapasan dan gerakan dada. wheezing menunjukkan akumulasi sekret
Catat kemampuan mengeluarkan
Sputum berdarah kental atau cerah dapat
mukosa/batuk efektif diakibatkan oleh kerusakan paru atau
luka bronchial
Berikan posisi fowler atau semi Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi ekspansi paru dan menurunkan upaya
Bersihkan sekret dari mulut danpernafasan
trakea Mencegah obstruksi/aspirasi
Pertahankan masuknya cairan
Membantu pengenceran sekret
sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi
1 2 3
2 Kolaborasi Mukolitik untuk menurunkan batuk,
Berikan obat sesuai dengan indikasiekspektoran untuk membantu
mukolitik, ekspektoran,memobilisasi sekret, bronkodilator
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk menurunkan
ketidaknyamanan
3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Kaji tingkat kecemasan klien Menentukan tindakan selanjutnya
Berikan kenyamanan danMemudahkan penerimaan klien terhadap
ketentraman pada klien : informasi yang diberikan
- Temani klien Meningkatkan pemahaman klien tentang
- Perlihatkan rasa empati( datangpenyakit dan terapi untuk penyakit
dengan menyentuh klien ) tersebut sehingga klien lebih kooperatif
Berikan penjelasan pada klien tentangDengan menghilangkan stimulus yang
penyakit yang dideritanya perlahan,mencemaskan akan meningkatkan
tenang seta gunakan kalimat yangketenangan klien.
jelas, singkat mudah dimengerti Mengetahui perkembangan klien secara
Singkirkan stimulasi yang berlebihandini.
misalnya : Obat dapat menurunkan tingkat
- Tempatkan klien diruangan yangkecemasan klien
lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain
/klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
Observasi tanda-tanda vital.
Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
4. Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
Jelaskan sebab dan akibat nyeri padamenentukan tindakan selanjutnya
klien serta keluarganya Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan
Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi klien berpartisipasi dalam perawatan
Observasi tanda tanda vital danuntuk mengurangi nyeri
keluhan klien Klien mengetahui tehnik distraksi dan
Kolaborasi dngan tim medis relaksasi sehinggga dapat
- Terapi konservatif : mempraktekkannya bila mengalami nyeri
a. obat Acetaminopen; Aspirin, Mengetahui keadaan umum dan
dekongestan hidungperkembangan kondisi klien.
Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien

DAFTAR PUSTAKA
1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta..
2. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
3. Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
4. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby.
Philadelpia
5. MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby.
Philadelpia.
6. http://www.wartamedika.com/mimisan-atau-epistaksis.htm

Anda mungkin juga menyukai