Anda di halaman 1dari 62

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KESELAMATAN KERJA

PENJAMAH MAKANAN DI INSTALASI GIZI


RSUP. DR. SARDJITO YOGYAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

AGUSTINA ARUNDINA TRIHARJA TEJOYUWONO


04/182671/EKU/126

PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Profesionalisme merupakan salah satu strategi yang sangat penting
dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, dimulai dari pimpinan,
tenaga medis, perawat dan tenaga non medis. Di lain pihak, lingkungan kerja
di rumah sakit baik fisik maupun nonfisik seperti ruang kerja dan kondisi
sosial psikologis yang harus ditata sedemikian rupa agar mendukung upaya
pencapaian standar pelayanan rumah sakit, yang pada gilirannya akan
berdampak pula terhadap produktifitas kerja ( Aditama dan Hastuti, 2002 ).
Bird dan Peterson (1970), menyatakan bahwa kecelakaan adalah
akibat dari ketimpangan sistem manajemen, sedang unsafe condition dan
unsafe action, hanya merupakan gejala (Anoraga, 2001).
Stres sebagai salah satu bentuk ketidakmampuan mengatasi
ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia,
yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut
(National Safety Council, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Schuller (1980) dalam Rini (2002), stres
yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan produktifitas
kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami
kecelakaan.
Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang aman
dapat menjadi faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja. Stres pada
pekerja juga bisa menimbulkan kecelakaan kerja. Berdasarkan data 50 %
kecelakaan kerja disebabkan karena tindakan kurang berhati-hati (unsafe
action), dan 4 % karena kondisi tidak aman (unsafe condition). (Manager
dalam Anoraga, 2001)
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk
mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai
fasilitas dan peralatan kesehatannya. Semakin luas pelayanan kesehatan
dan fungsi suatu Rumah Sakit maka semakin komplek peralatan dan
fasilitasnya. Rumah Sakit dengan segala fasilitas dan peralatannya apabila
tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber bahaya bagi keselamatan
dan kesehatan yang potensial, terutama bagi petugas kesehatan rumah sakit.
3

Instalasi Gizi (cental supply and food service) merupakan daerah dengan
resiko potensi kejadian kecelakaan dan penyakit yang paling tinggi, (Aditama
dan Hastuti, 2002 ).
Instalasi Gizi RSUP.Dr.Sardjito hingga saat ini menyelenggarakan
pelayanan makanan secara sentral, semua pelayanan makanan dikelola oleh
pihak Instalasi Gizi tanpa bantuan dari pihak kedua, dengan menu makanan
mulai dari makanan biasa (nasi), lunak dan cair, hal ini dimaksudkan untuk
menanggulangi kejadian kesalahan dalam pemberian pelayanan gizi kepada
pasien, tetapi hal ini dapat menyebabkan beban kerja yang besar pada
pekerja terutama penjamah makanan yang nantinya akan mempengaruhi
keadaan fisik dan psikologis penjamah makanan
Pada tahun 1997, Direktur Jenderal Pelayanan Medik menyebutkan
bahwa pembinaan dan pemantauan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) termasuk manajemennya di rumah sakit dilakukan oleh komite K3
di Departemen Kesehatan.
Keselamatan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3-RS) merupakan
suatu program baru bagi Rumah Sakit, sehingga penerapan maupun
pelaksanaannya masih belum terarah di beberapa rumah sakit baik yang
yang sudah atau belum memiliki panitia K3, oleh karena itu data tentang
angka kecacatan, kesakitan dan kematian akibat kerja belum ada di rumah
sakit.
Laporan NIOSH tahun 1974 sampai dengan 1976 melaporkan bahwa
hasil survey nasional terhadap lebih dari 2600 rumah sakit di USA pada
tahun 1972, rata-rata setiap rumah sakit mengalami 68 pekerja cidera dan 6
orang sakit. Cidera yang paling sering terjadi di antaranya adalah strain dan
Spain, luka tusukan, abrasion, contusion, leceration, cidera punggung, luka
bakar, dan fraktur. Hal ini diperkuat dengan laporan dari California State
Department of Industrial Relations yang melaporkan kejadian work Injury rate
di rumah sakit sebesar 16,8 hari kerja hilang/100 pekerja, disebabkan karena
strain, jatuh, tergelincir, luka bakar, tertumbuk benda, dan terpajan zat
beracun. Pekerja rumah sakit yang mengalami cidera dan sakit, antara lain
perawat, pekerja dapur, maintenance, laundry, cleaning service dan teknisi.
(Aditama dan Hastuti, 2002).
4

Pada tahun 2000, Susetyorini pernah melakukan pelatihan GMP


(good manufacturing practice) pada penjamah makanan di Instalasi Gizi
RSUP.Dr.Sardjito. GMP adalah suatu proses yang ditetapkan agar proses
pengolahan makanan berjalan dengan baik, GMP yang dilakukan meliputi :
unsur hygiene personal, bangunan, dan fasilitas, perlengkapan dan
peralatan, pengawasan proses dan hasil. Dengan adanya dasar pelatihan
GMP diharapkan pengetahuan dan sikap penjamah makanan dalam
mengelola makanan meningkat dan tingkat kecelakaan kerja yang terjadi
dapat dikurangi.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis ingin meneliti, apakah ada
hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja
penjamah makanan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah :
a. Untuk mengetahui keadaan stres kerja penjamah di Instalasi Gizi
RSUP. Dr. Sardjito.
b. Untuk mengetahui keadaan keselamatan kerja penjamah makanan di
Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito.

D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. RSUP. Dr. Sardjito
Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam menetapkan kebijakan
dalam rangka meningkatkan PGRS dengan memperbaiki sistem produksi
makanan di Instalasi Gizi.
2. Bagi Instalasi gizi
Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan untuk mulai meningkatkan
dan mencegah kecelakaan kerja dengan cara memperbaiki kondisi
5

psikologi penjamah makanan dan semakin meningkatkan kerja gugus K3


Instalasi Gizi.
3. Bagi peneliti
Sebagai manifestasi dari penerapan ilmu yang telah diperoleh.

E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian tentang hubungan psikologi stres terhadap keselamatan kerja
pada penjamah makanan di Instalasi Gizi, sepengetahuan peneliti belum
pernah dilakukan. Penelitian yang berhubungan dengan stres kerja yang
pernah dilakukan :
1. Singarimbun (2004). Meneliti tentang stres kerja dan beberapa faktor
yang mempengaruhi pekerja perempuan industri Plywood PT. Ketapang
Indah Plywood Pontianak, Kalimantan Barat. Penelitian ini merupakan
penelitian survey eksploratif yaitu ingin mengetahui sejauh mana stres
kerja yang dialami oleh pekerjan perempuan (masa kerja, tidak kebih
dari dua tahun) dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
stres kerja. Penelitian ini dilakukan pada 73 orang responden dengan
menggunakan metode inklusi. Instrumen yang dipergunakan dalam
pengumpulan data pada penelitian ini adalah daftar pertanyaan
terstruktur dan wawancara. Interprestasi data dengan menggunakan
dummy table dan analisis menggunakan analisis segresi.
Hasil rangkuman regresi antara idependent variabel (status kawin,
umur, pendidikan, jarak tempat tinggal) terhadap dependent variabel
(stres kerja) di PT. Ketapang Indah Plywood menunjukkan bahwa
keempat independent variabel nilai koefisien menunjukkan hubungan
sangat signifikan dengan dependent variabel yaitu stres kerja. Bobot
sumbangsih efektif independent variabel urutan yang terbesar sampai
dengan yang terkecil yaitu umur, status kawin, jarak tempat tinggal dan
terakhir pendidikan.

2. Purwandari (2000). Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


stres kerja perawat di instalasi rawat inap intensif Rumah Sakit Umum
Pusat Sardjito Yogyakarta pada penelitian ini diperoleh dua faktor
dominan yang mempengaruhi stres kerja perawat yaitu beban kerja dan
hubungan personal (45%), lingkungan fisik (30%), faktor macam
6

penyakit, pembuatan keputusan dan karir(25%), serta karakteristik


personal yang berpengaruh terhadap stres kerja dan jenis kelamin. Dari
hasil juga ditemukan bahawa 75% perawat mengalami stres sedang,
15% stres rendah dan 10% mengalami stres tinggi. Dalam penelitian ini
digunakan metode deskriptif dengan rancangan cross sectional.

3. Widiastuti (2000). Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


tingkat stres kerja perawat diinstalasi rawat inap IV jiwa (psikiatri)
Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Sardjito Yogyakarta. Dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor internal (karakteristik personal)
yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat di IRNA IV jiwa
(psikiatri) adalah tingkat pendidikan, lama kerja, dan pelatihan,
sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat stres kerja
perawat adalah kondisi kerja, beban kerja, kondisi pasien, hubungan
interpersonal, pengambilan keputusan, dan karir. Tiga faktor yang
paling berpengaruh adalah pengambilan keputusan, kondisi kerja dan
beban kerja. Untuk tingkat stres kerja perawat di ruang IRNA IV jiwa
Yogyakarta mencapai 15% dengan kategori sedang dan 42,85%
dengan kategori rendah. Penelitian ini dengan menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan survey dan rancangan cross sectional.

4. Ngartini (2002). Meneliti tentang tingkat kecemasan perawat setelah


pelaksanaan kemoterapi pada pasien kanker di IRNA penyakit dalam
Rumah Sakit Umum dokter Sardjito Yogyakarta dari 30 responden
didapatkan 33,33%(skala 210) atau 10 orang perawat berumur 20-25
tahun mengalami kecemasan sedang, 33,33 % (skala 175) perawat
berumur 25-30 tahun mengalami kecemasan ringan, dan perawat
dengan umur lebih dari 30 tidak mengalami kecemasan (skala 142,5).
Berdasarkan pengalaman kerja, yang berpengalaman kerja 0-5 tahun
ada 7 perawat (23,33) rata-rata mengalami kecemasan sedang (skala
23,2%) pengalaman kerja lebih 5-10 tahun ada 10 orang (33,33%) rata-
rata mengalami tingkat kecemasan ringan (skala 155) dan yang
berpengalaman kerja lebih dari 10 tahun ada 13 perawat (43,33%) rata-
rata mengalami kecemasan ringan (skala 162,2).
7

Berdasarkan latar belakang pendidikan, SPK ada 11 orang (36,66%)


rata-rata mengalami kecemasan ringan, yang berpendidikan D III ada
19 perawat (63,33%) rata-rata mengalami kecemasan ringan, penelitian
ini menggunakan metode deskriptif non experimental secara cross
sectional.

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres


dengan keselamatan kerja pada penjamah makanan yang akan dilakukan
di Instalasi Gizi RSUP.Dr.Sardjito, penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan
survey.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Stres
Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan berjalan begitu cepat,
karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi, industrialisasi, serta
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berpengaruh terhadap pola
hidup, moral, dan etika, perubahan ini dapat merupakan tekanan mental
(stresor) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan
dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya
(Sunaryo, 2004).
a. Teori stres
1) Teori sindrom adaptasi umum
Menurut Selye dalam Towseri (1996) stres merupakan respon
tidak spesifik tubuh terhadap tuntutan yang ada dan
menyebabkan perubahan sistem biologi. Respon tubuh dalam
menghadapi stres terdiri dari tiga fase :
a) Fase reaksi tanda bahaya atau peringatan (alarm reaction
stage). Selama fase ini, respon fisiologi dari sindrom
melawan atau menghindar dimulai.
b) Fase perlawanan (stage of resistance) individu
menggunakan respon fisiologi pada fase pertama sebagai
pertahanan dalam usaha adaptasi terhadap stresor. Jika
terjadi adaptasi, fase ketiga tidak terjadi, gejala fisik akan
menghilang
c) Fase kelelahan (stage of exhaustion). Fase ini terjadi
akibat terpapar stresor yang lama, individu akan kehabisan
energi. Pada fase ini akan timbul penyakit (sakit kepala,
gangguan mental, penyakit jantung, colitis).
2) Teori transaksional
Lazarus menyatakan stres timbul akibat hubungan individu
dengan lingkungan yang dinilai individu melebihi sumber daya
dan membahayakan kesehatan. Kemampuan individu
mengatasi masalah, apakah stres terjadi atau terbentuk

7
8

koping, tergantung caranya menginterprestasikan atau


mempersepsikan dan mengukur hubungan dengan kejadian
lingkungan. Tipe kepribadian juga berpengaruh terhadap
respon individu menghadapi stres. Perilaku tipe A atau tipe
yang rentan (vulverable) memiliki resiko tinggi mengalami
stress dibandingkan dengan perilaku tipe B atau tipe yang
kebal (immune).
3) Teori Prespektif umum
Teori ini menyatakan dua hal utama yaitu hubungan manusia
dengan lingkungan. Faktor dari manusia yang berpengaruh
adalah pengalaman masa lalu, kemampuan yang dapat
diperoleh dengan pendidikan dan pelatihan serta karakteristik
individu meliputi perbedaan jenis kelamin, ras, umur, dan tipe
kepribadian. Faktor dari lingkungan berupa lingkungan fisik
dan psikososial. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi
gangguan fisik, perubahan prilaku atau koping.

b. Penggolongan stres
Kusmiati dan Desminiarti (1990) menggolongkan stres
berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut
(Sunaryo,2004).
1) Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu
tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang
atau tersengat arus listrik
2) Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan,
zat beracun, hormon, atau gas.
3) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau
parasit yang menimbulkan penyakit.
4) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi
jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi
tubuh tidak normal.
5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan
oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa
bayi hingga tua.
9

6) Stres psikis (emosional), disebabkan oleh gangguan


hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.

c. Penyebab stres
Secara umum penyebab stres menurut Marasmis (1990) dalam
Sunaryo (2004), ada empat sumber, yaitu :
1) Frustasi
Timbul akibat adanya kegagalan dalam mencapai tujuan.
Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan
kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,
kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,
pengangguran, perselingkuhan dan sebagainya).
2) Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam
keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-
approach conflict (mendatangkan konflik), approach-avoidance
conflict (mendatangkan dan menghindari konflik), atau
avoidance-avoidance conflict ( menghindari konflik).
3) Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan
dapat berasal dari dalam diri individu dan tekanan yang
berasal dari luar individu.
4) Krisis
Keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada
individu. Keadaan stres dapat terjadi karena beberapa sebab
sekaligus, misalnya frustasi, konflik, dan tekanan.

d. Stres Kerja
Stres di tempat kerja bukanlah fenomena baru, namun ironisnya
stres ditempat kerja merupakan topik yang masih dianggap tabu
untuk dibicarakan. Menurut Frasser (1992) dalam Tyas (2004)
stres kerja adalah stres yang terjadi di dalam lingkungan
pekerjaan sebagai akibat dari adanya ketidakseimbangan antara
karakteristik individu dengan tuntutan pekerjaannya dan
10

lingkungan yang dipersepsikan sebagai hal yang mengancam


kesejahteraan individu.
Waktu merupakan salah satu penyebab penting terjadinya stres
kerja terutama bila pekerjaan yang diberikan melebihi kapasitas
karyawan tersebut (overload) yang dapat mengakibatkan
kejenuhan kerja, disamping itu juga gejala lain meliputi
kebosanan, depresi, pesimisme, kurang konsentrasi, kualitas kerja
buruk, ketidakpuasan, keabsenan, dan kesakitan atau penyakit.
Beban kerja yang berlebihan dikatakan sebagai penyebab paling
umum dari kejenuhan kerja, kebosanan kerja cukup berpotensi
untuk menyebabkan keletihan kerja.
Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang aman
dapat menjadi faktor yang turut mempengaruhi produktifitas kerja.
Kini diyakini bahwa sekitar 80% penyakit dan kesakitan dipicu dan
diperburuk oleh stres. Hal ini didukung oleh penelitian Baker, dkk
(1987) yang mengatakan bahwa stres yang dialami seseorang
akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh, dan diperkuat
dengan penelitian Plaut dan Friedman (1981) yang mengatakan
bahwa stres sangat berpotensi tinggi menyebabkan infeksi
penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune.
Penyebab stres kerja dapat digolongkan menjadi (National Safety
Council, 2003)
1) Penyebab organisasional
yaitu kurangnya otonomi dan kreatifitas, harapan, tenggang
waktu, dan kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan,
kurangnya pelatihan, karier yang melelahkan, hubungan
dengan majikan (penyelia) yang buruk, perkembangan
teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa penambahan
gaji (Downsizing).
2) Penyebab individual
yaitu pertentangan antara karier dan tanggung jawab keluarga,
ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan
pengakuan kerja, kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan,
perawatan anak yang tidak adekuat, konflik dengan rekan
kerja.
11

3) Penyebab lingkungan
yaitu buruknya kondisi lingkungan kerja (pencahayaan,
kebisingan, ventilasi, suhu, dan sebagainya), diskriminasi ras,
pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, kemacetan
saat berangkat kerja dan pulang kerja.

e. Tanda dan gejala akibat stress


Menurut Anoraga (2001), stres yang tidak teratasi menimbulkan
gejala badaniah, jiwa dan sosial. Gejala ini bisa ringan, sedang
maupun berat. Soewadi ( 1987) mengungkapkan bahwa menurut
Wheaton stres dibedakan menjadi dua, yaitu akut dan kronik.
Stres akut biasanya berlangsung cepat, mendadak, sangat
menonjol dan tidak dapat dikendalikan, dan tidak diinginkan oleh
individu, efek yang ditimbulkannya adalah depresi dan
kecemasan. Stres kronik berlangsung sangat lama, tidak
mendadak, tidak mempunyai puncak, efeknya dapat
mengakibatkan skizofrenia . Gejala stres berat dapat berakibat
kematian sedangkan pada stres ringan dan sedang meliputi :
1) Gejala badan
Ditandai dengan adanya gejala sakit kepala (cekot-cekot,
pusing,vertigo), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar),
banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih,
kaku leher belakang sampai punggung, dada terasa panas,
nyeri, rasa tersumbat dikerongkongan, gangguan psiko social,
nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, gangguan
menstruasi, kejang, pingsan, dan gejala lain.
2) Gejala emosional
Ditandai dengan adanya gejala pelupa, sukar konsentrasi,
sukar mengambil keputusan, mimpi buruk, murung, mudah
marah, jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah,
pandangan putus asa, dan sebagainya.
3) Gejala sosial
Ditandai dengan adanya gejala semakin banyak merokok,
minum, makan, sering mengontrol lingkungan, menarik diri
12

dari lingkungan sosial, mudah bertengkar, membunuh dan


lainnya.
Sedangkan menurut Terry Beehr dan John Newman (1978) gejala
stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis,
gejala psikis, dan prilaku (Rini, 2002).
Tabel 1. Gejala-Gejala Stres kerja
Gejala Psikologis Gejala Fisik Gejala Prilaku
Kecemasan, ketegangan Meningkatnya detak Menunda ataupun
jantung dan tekanan menghindari
darah pekerjaan/tugas
Bingung, marah, sensitif Meningkatnya sekresi Penurunan prestasi dan
adrenalin dan produktifitas
noradrenalin
Memedam perasaan Gangguan Meningkatnya
gastrointestinal penggunaan minuman
keras dan mabuk
Komunikasi tidak efektif Mudah terluka Perilaku sabotase
Mengurung diri Mudah lelah secara fisik Meningkatnya frekuensi
absensi
Depresi Kematian Prilaku makan yang tidak
normal (kebanyakan atau
kekurangan)
Merasa terasing dan Gangguan Kehilangan nafsu makan
mengasingkan diri kardiovaskuler dan penurunan dratis
berat badan
Kebosanan Gangguan pernafasan Meningkatnya
kecenderungan perilaku
beresiko tinggi, seperti
ngebut, berjudi
Ketidakpuasan kerja Lebih sering berkeringat Meningkatkan agresivitas
dan kriminalitas
Lelah mental Gangguan pada kulit Penurunan kualitas
hubungan interpersonal
dengan keluarga dan
teman
13

Menurunnya fungsi Kepala pusing dan Kecenderungan bunuh


intelektual migraine diri
Kehilangan daya Kanker
konsentrasi
Kehilangan spontanitas Ketegangan otot
dan kreatifitas
Kehilangan semangat Problem tidur (sulit tidur
hidup ataupun terlalu banyak
tidur)
Menurunkan harga diri
dan rasa percaya diri

f. Tahapan stres
Menurut Amberg (1979) dalam Sunaryo (2004), menyatakan
bahwa tahapan stres sebagai berikut ;
1) Stres tahap pertama (paling ringan) yaitu stres yang disertai
perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu
menyelesaikan pekerjaan tanpa perhitungan tenaga yang
dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2) Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti
bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada
menjelang sore, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak
nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar-debar, otot
punggung atau tengkuk tegang karena cadangan tenaga tidak
memadai.
3) Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti
defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin
tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur
kembali (middle insomnia) bangun terlalu pagi dan sulit tidur
kembali (late insomnia).
4) Stres tahap keempat, yaitu stres dengan keluhan seperti tidak
mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktifitas pekerjaan
terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan
rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan,
14

konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbulnya


ketakutan dan kecemasan.
5) Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan
keletihan fisik dan mental (physical and psychology
exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang
sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat,
meningkatkan rasa takut dan cemas, bingung dan konflik.
6) Stres tahap keenam (paling berat) yaitu tahapan stres dengan
tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas,
badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, serta
pingsan atau kolap.

g. Model adaptasi stres


1) Stresor
Setiap individu terpapar oleh stimulus, baik yang berasal dari
lingkungan, kondisi fisiologis tubuh dan pikiran (stressor) yang
dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stres) yang
memerlukan upaya penyesuaian dan penaganan (koping) agar
individu adaptif. Dari hasil penelitian (Lazarus dalam Keliat,
1999) mengatakan bahwa jika individu menanyakan dirinya
apa yang terjadi (kondisi) dan mengapa terjadi (penyebab)
kemudian menetapkan makna situasi bagi dirinya, berapa
bahaya situasi dan kemudian mengidentifikasi sumber daya
atau kekuatan yang dimiliki. Individu yang stres sering
memutuskan; situasi ini berbahaya, sukar dan atau
menyakitkan.
2) Koping (cara menyelesaikan masalah)
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan
perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya
individu dapat perubahan cara berfikir (kognitif) perubahan
prilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan untuk
menyelesaikan stres yang dihadapi koping yang efektif akan
menghasilkan adaptasi.
15

Koping dapat mengidentifikasikan melalui respon, manifestasi


(tanda dan gejala) dan pertanyaan individu dalam wawancara.
Koping dapat dikaji melalui aspek fisiologis berupa manifestasi
fisiologis tubuh terhadap stres dan psikososial dikaji berbagai
reaksi yang berorientasi pada ego (mekanisme pertahanan
mental, reaksi yang berkaitan dengan respon verbal dan
reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah koping
individu dan orang terdekat).
3) Adaptasi
Merupakan hasil akhir dari upaya koping, beradaptasi berarti
mendapatkan persepsi, prilaku dan lingkungan yang berubah
sehingga terjadi keseimbangan. Adaptasi dapat di capai
melalui aspek ;
a) Adaptasi fisiologis adalah : respon terhadap kebutuhan
dan usaha yang berhasil
b) Adaptasi psiko-sosial termasuk sikap dan prilaku (strategi
koping, pola hidup, keyakinan)

2. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah langkah awal untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi secara
langsung berakibat pada penurunan produktifitas kerja, peningkatan biaya
perusahaan sebagai akibat kecelakaan, dan kerugian secara tidak
langsung kepada mesin dan peralatan kerja. Penyebab kecelakaan kerja
ada 2 yaitu langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung atau faktor
manusiawi seperti terantuk, terjatuh, tertimpa benda jatuh,umur,
pengalaman kerja, komunikasi antar sesama pekerja, keterampilan kerja,
sikap kerja dan penggunaan alat kerja yang tidak tepat, dan penyebab
tidak langsung yaitu yang disebabkan karena mesin ataupun zat-zat kimia
berbahaya. Berdasarkan data statistik penyebab langsung merupakan
penyebab kecelakaan paling utama hal ini ditunjukkan dengan data
statistik di Perancis yaitu 78,2% kecelakaan terjadi karena penyebab
langsung dan 11, 5% karena mesin (Sumamur,1989).
Menurut International Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan
16

akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta
kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat
hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat
hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Aditama dan Hastuti, 2002).
Penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan dapat dilihat
pada gambar 1.

Kanker 34%
5%
15%
34% Kecelakaan 25%

Peny. Sal.
Pernapasan 21%
21% Pen. Kardiovaskular
15%
25% Lain-lain 5%

Gambar 1. Diagram Pie Penyebab Kematian yang Berhubungan dengan


Pekerjaan (ILO, 1999)

3. Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Pekerja di rumah sakit merupakan kelompok masyarakat yang
dapat berperan dalam mencapai Indonesia Sehat 2010, oleh karena itu
pekerja rumah sakit merupakan sumberdaya potensial yang harus dibina
agar menjadi produktif dan berkualitas. Namun dalam melaksanakan
pekerjaanya sering kali terpapar oleh berbagai faktor yang dapat
menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan
mereka. Dampak negatif ini dapat mengakibatkan penurunan produktifitas
kerja yang nantinya juga berdampak pada pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh rumah sakit. Dengan melihat kondisi tersebutlah
masyarakat pekerja rumah sakit menjadi sasaran proiritas program
keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)(Aditama dan Hastuti,2002).
17

a. Pengertian
1. keselamatan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk
menekan atau mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit akibat
kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara
keselamatan dan kesehatan.
2. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara
kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya.
3. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan
alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
4. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu
tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk
perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan
disertai kerugian materiil maupun penderitaan dari yang paling
ringan sampai kepada yang paling berat tidak diinginkan.

b. Tujuan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Menurut undang-undang Keselamatan kerja pasal 3 ayat 1 tahun
1970 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh
aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan :
1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3) Mencegah, mengurangi bahaya ledakan.
4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya.
5) Memberi pertolongan pada kecelakaan.
6) Memberi perlindungan pada pekerja.
7) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
hembusan angina, cuaca, sinar, atau radiasi, suara, dan
getaran.
18

8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat


kerja, baik fisik/psikis, keracunan, infeksi, dan penularan.
9) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
10) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
11) Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya.
12) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman, atau barang.
13) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
14) Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang.
15) Mencegah tekanan aliran listris.
16) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi
Upaya-upaya tersebut juga berlaku bagi karyawan/ pegawai yang
bekerja pada penyelenggaraan makanan atau pelayanan gizi di
rumah sakit (Sumamur, 1989).

c. Prinsip keselamatan kerja pegawai dalam proses penyelenggaraan


(PGRS, 2003)
a. Pengendalian teknis mencakup:
1) Letak, bentuk dan kontruksi alat sesuai dengan kegiatan dan
memenuhi syarat yang telah ditentukan
2) Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja
dan dapur dibuat dari bahan-bahan atau kontruksi yang
memenuhi syarat
3) Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat
penyimpanan yang praktis
4) Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat
5) Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai
b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung
jawab dan terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai
c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan
kemampuan kerja dari pegawai
19

d. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam


kerja yang telah ditetapkan. Dan pegawai diberi waktu untuk
istirahat setelah 3 jam bekerja, karena kecelakaan kerja sering
terjadi setelah pegawai bekerja >3 jam
e. Maintenance (perawatan) alat dilakukan secara kontinyu agar
peralatan tetap dalam kondisi yang layak pakai.
f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai
g. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung dan peralatan pertolongan
pertama yang cukup
h. Petunjuk penggunaan alat keselamatan

d. Cidera dan Penyakit akibat kerja di rumah sakit


Sebagai konsekuensi dari fungsi RS maka potensi munculnya
bahaya keselamatan dan kesehatan kerja tidak dihindari seperti:
bahaya pemajanan radiasi, bahan kimia toksik, bahaya fisiologis,
temperatur ekstrim, bising, debu, stres, dan lain sebagainya.
Dibandingkan dengan pekerja sipil lainnya, pekerja RS lebih banyak
mengalami masalah kesehatan dan keselamatan kerja, berdasarkan
tuntutan konpensasi yang diajukan (US Department of Health and
Human Service, 1990).
Berdasarkan data dari survey nasional terhadap lebih dari 2600
RS di USA tahun 1972 dilaporkan bahwa rata-rata setiap RS
mengalami 68 pekerja cidera dan 6 sakit (Laporan NIOSH tahun
1974-1976). Cidera yang paling sering terjadi di antara pekerja adalah
Strain dan Sprain, luka tusukan, abrasion, contusion, laceration,
cidera punggung, luka bakar, dan fraktur. Sakit yang paling sering
adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis, dan hepatitis.
Beberapa hazard yang teridentifikasi, antara lain gas anastesi,
ethylene oxide, dan cytoxic drug. Tahun 1985 (NIOSH) melaporkan
mengidentifikasi 159 primary skin and eye irritants yang dipergunakan
di RS dan 135 bahan kimia yang carcinogenic, teratogenic,
mutagenic, dan kombinasi. Tahun 1978, California State Department
of Industrial Relations melaporkan work injury rate di RS sebesar 16,8
hari kerja hilang/100 pekerja, disebabkan strain, jatuh, dan tergelincir,
luka bakar, tertumbuk benda, terpajan zat beracun. Pekerja RS yang
20

mengalami cidera dan sakit, antara lain perawat, pekerja dapur,


maintenance, laundry, cleaning service, dan teknisi (Aditama dan
Hastuti, 2002).
Berdasarkan analisis resiko yaitu dengan mengidentifikasi hazard,
proyeksi resiko, penilaian resiko dan manajemen resiko dari unit kerja
di RS, diuraikanlah 10 tempat dengan resiko tinggi di rumah sakit
berdasarkan US Dept Of Health And Human Service 1990, yaitu
Central supply, Food service, House keeping, Laundry, maintenance
engineering, office area, print shop, patien care area, laboratories and
surgical service. Instalasi Gizi merupakan tempat pengadaan pasokan
bahan makanan dan penyelenggaraan makanan dimana resiko
kecelakaan terjadi diakibatkan oleh benda-benda tajam, seperti pisau,
parang, alat-alat elektronik tajam (blender), lantai yang licin dan
basah, alat masak berat, alat masak yang panas, kompor, bahan-
bahan kimia, dan radiasi microwave (Aditama dan Hastuti, 2002).

4. Penjamah makanan
Isu pasar global mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar akan
makin meningkat oleh organisasi bisnis yang mampu memberikan
pelayanan yang memiliki daya saing yang tinggi untuk menembus pasar.
Selain itu taraf pendidikan masyarakat di negara kita semakin meningkat,
sehingga kemampuan untuk membedakan pelayanan yang berkualitas
dan yang tidak berkualitas makin meningkat.
Oleh karena itu para pelaku pelayanan dengan produk jasa dituntut
untuk meningkatkan mutu pelayanan secara prima (service exellent).
Pelayanan prima adalah pelayanan yang bermutu dan dapat memuaskan
pelanggan. Untuk mencapai kepuasan pelanggan diperlukan intervensi
dari berbagai sisi antara lain proses pelayanan, infrastruktur fisik serta
peralatan dan yang terpenting adalah perilaku atau budaya kerja SDM.
Dengan kata lain kunci keberhasilan organisasi yang bergerak dibidang
jasa seperti rumah sakit dimulai dari sistem SDM (sumber daya manusia)
Sumber daya manusia adalah sejumlah orang yang bekerja dalam
sebuah organisasi. SDM lebih dinamik dibandingkan sumber daya
material dan dana, hal ini dikarenakan SDM terdiri dari individu yang akan
bereaksi terhadap lingkungan mereka dan memiliki potensi tinggi yang
21

mempengaruhi tingkat produktifitas yang diterima organisasi.


Pelaksanaan sistem SDM yang baik di rumah sakit diharapkan dapat
mengoptimalkan pendayagunaan SDM yang lebih efektif dan efisien.
Instalasi Gizi merupakan salah satu strategic bussines unit (SBU)
dalam sebuah rumah sakit, yang sangat memerlukan berbagai upaya
dalam mengoptimalisasi pendayagunaan SDM yang efektif dan efisien.
(Yahya dalam Prosiding kongres, 2005)
Penjamah makanan (food handler) menurut Adams (2004) dalam Him
(2004), diartikan sebagai orang-orang yang menyiapkan makanan untuk
dikonsumsi. Penjamah makanan merupakan salah satu dari pihak yang
berperan dalam keamanan makanan selain pengambil keputusan,
produsen makanan, pengelola makanan dan konsumen, karenanya
keselamatan penjamah makanan harus diperhatikan. Penjamah makanan
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penjamah makanan di rumah dan
penjamah makanan professional. Penjamah makanan di rumah
merupakan individu yang menyiapkan makanan untuk dikonsumsi
keluarga, sedangkan penjamah makanan professional merupakan
individu yang bekerja dalam pengolahan makanan di industri atau
menyiapkan makanan dalam jumlah besar.
Ahli masak yang professional merupakan tolak ukur industri
pelayanan makanan. Keberhasilannya ditentukan oleh cara kerja yang
professional dengan dedikasi yang tinggi dan kesadaran akan tanggung
jawab. Mengingat dirumah sakit, makanan merupakan salah satu upaya
penyembuhan, tentunya perlu diperhatikan agar dapat memenuhi selera
pasien, apalagi dengan semakin berkembangnya kuliner di Indonesia
yang sudah dipengaruhi oleh makanan oriental dan continental cuisine,
mau tidak mau akan berdampak pada makanan kita yang tentunya juga
akan berpengaruh pada makanan rumah sakit.
Sebagai seorang professional kuliner haruslah menyenangi
bidangnya dan berusaha bekerja sebaik mungkin serta bersikap positif
terhadap pekerjaanya hal ini dimaksudkan agar dalam bekerja lebih
cepat, efesien, bersih dan aman serta memberikan hasil yang akan
dibanggakan. Sebagai pengelola makanan membutuhkan keadaan fisik
dan stamina mental yang prima, karena beratnya tugas. Tekanan batin
pasti akan ada dikarenakan tuntutan kerja dengan waktu yang panjang
22

sehingga melebihi jam kerja. Situasi dan kondisi menentukan berapa


lama jam kerja yang harus dilalui (Soenardi dalam Prosiding Kongres,
2005).
Berdasarkan PGRS (2003), ketenagaan di Instalasi Gizi hingga saat
ini masih dalam proses penyusunan, karena hal ini harus disesuaikan
dengan beban kerja dan kebutuhan tenaga gizi di tiap rumah sakit. Namun
demikian, terdapat beberapa kategori tenaga untuk tiap kelas rumah sakit
dengan memperhatikan/ mempertimbangkan sistem shift pegawai, dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Kebutuhan Tenaga Menurut Kelas Rumah Sakit
KATEGORI TENAGA Kelas Rumah Sakit
A/ B/Madya C/Pratama
Utama
S2-Gizi/Kesehatan dengan
pendidikan dasar D3-Gizi
SKM dengan pendidikan dasar D3-
Gizi
D4-Gizi klinik
D3-Gizi
D1-Gizi
Pranata computer
SMK-Administrasi
SMU+Kursus Administrasi
SMK-tataboga
SMU/SLTP + kursus tataboga - -

a) Faktor Umur dan jenis kelamin


Faktor umur merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan
mengingat hal tersebut mempengaruhi kekuatan fisik dan psikis
seseorang serta pada umur-umur tertentu seseorang pekerja akan
mengalami perubahan prestasi kerja. Pada umumnya pekerja yang
telah berumur, relatif tenaga fisiknya lebih terbatas dari pada pekerja
yang masih muda. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Lechman (1972) bahwa umur merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi produktifitas kerja. Dengan bertambahnya umur,
23

kecekatan, kekuatan fisik dan kesehatan akan sedikit mengalami


kemunduran.
Menurut selye (1976) hubungan antara umur dengan produktifitas
kerja terlihat pada pekerja yang tidak terampil dalam menyelesaikan
tugas banyak diantaranya kurang produktif pada umur dibawah 30
tahun. Pada pekerja diatas 30 tahun lebih produktif disebabkan
karena pengalaman kerja, selama kesehatan tubuhnya
memungkinkan. Faktor umur merupakan faktor yang tidak dapat
diabaikan mengingat hal tersebut mempengaruhi kekuatan fisik dan
psikis seseorang serta pada umur-umur tertentu seseorang pekerja
akan mengalami perubahan prestasi kerja, sedangkan menurut
Desmiati (2005) pada penelitian Daniel Levinson ditemukan bahwa
pada pria usia 40 tahun, menemukan bahwa salah satu perubahan
penting yang terjadi pada masa dewasa awal ini adalah menurunnya
kekuatan fisik dan psikologis, juga terjadi penurunan fungsi
penglihatan , penurunan daya ingat, dan menjadi rentan terhadap
penyakit terutama penyakit yang parah sehingga memungkinkan
cacat seumur hidup atau bahkan kematian
Prawirohardjo (1985) dalam Soewadi (1987) menyatakan bahwa
stres lebih mudah terjadi pada wanita hal ini didukung oleh penelitian
Sumarni (1999) dalam Him (2004) berdasarkan penelitiannya pada
empat industri tekstil di Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan
95,3% pekerja perempuan mengalami stres.

b) Faktor Pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan


Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan
memperluas pengetahuan, pengalaman, serta pengertian individu
(Djumur dan Surya, 1975 dalam Setyawati, 1994). Makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas,
makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk
menentukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan
pekerjaannya dengan lebih baik.
Bila pekerjaannya tidak sesuai dengan kehendak hatinya, mereka
lebih sulit merasa puas, lebih mudah bosan, lebih mudah sombong
dan makin tinggi tuntutannya terhadap perusahaan (Gilmer, 1996).
24

Hal ini didukung juga oleh pernyataan McFarlene yang


mengemukakan bahwa pendidikan yang rendah dan status ekonomi
yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut
mudah mengalami stres (Soewadi, 1987).
Dampak lain pendidikan ialah bahwa pendidikan dapat bertindak
sebagai penunjang dalam mengontrol diri, disertai dengan
pengalaman dan kejadian penting dalam hidup seseorang. Usia juga
dapat mempengaruhi pengalaman hidup seseorang, semakin tinggi
usia seseorang, semakin banyak pengalaman hidupnya sehingga hal
ini berpengaruh terhadap stres yang dialaminya. Individu yang sudah
mempunyai pengalaman hidup yang banyak akan belajar dari
pengalaman hidupnya sehingga akan tidak mudah mengalami stres
dalam menghadapi berbagai tekanan.
Depkes (1991) menyatakan bahwa pelatihan adalah suatu upaya
sistematis untuk mengembangkan sumber daya manusia baik
perorangan, kelompok maupun organisasi yang diperlukan untuk
tugas waktu sekarang dan untuk mempersiapkan masa depan serta
dapat menanggulangi masalah-masalah yang timbul dikedua waktu
tersebut (Yuristrianti, 2003), sehingga dengan adanya pelatihan
diharapkan kejadian kecelakaan dapat dihindari, selain itu pada teori
prespektif umum stres dikatakan bahwa pelatihan merupakan salah
satu cara pencegahan stres yang berasal dari faktor manusia
berinteraksi dengan lingkungannya.
25

B. KERANGKA TEORI

Faktor Lingkungan
Ketidakpastian
Individual
Ekonomi dan politik Differences
Lingkungan kerja Persepsi
Pengalaman
Ketidakpastian Kerja
Locus of Control
Teknologi
Perilaku Tipe A

Faktor Organisasional
Tuntutan Pekerjaan
Tuntutan Peran
Struktur Organisasi Stres kerja yang Keselamatan kerja *)
dialami
Kepemimpinan
Tahapan Kehidupan
Organisasi

Faktor Individual
Masalah Keluarga
Masalah ekonomi Gejala Fisiologis Gejala Psikologis Gejala Perilaku/
Masalah dengan Sakit Kepala Gangguan Behavioral
Darah Tinggi tidur Produktifitas
Rekan Kerja
Sakit Jantung Depresi Absensi
Kepuasan Turn Over
kerja menurun

Gambar 2. Kerangka Teori stres Kerja Menurut Robbins (1998) Dimodifikasi*)


Menurut Anoraga (2001) dalam Tyas (2004)
26

C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Organisasional Unsafe
STRES KESELAMATAN Action
KERJA KERJA

Individual Unsafe
Condition

Umur
Lingkungan

Pendidikan

Pelatihan

Jenis Kelamin

Lama Kerja

Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

D. HIPOTESIS
Ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah
makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey analitik yang
bersifat deskriptif dan analitik, dengan rancangan crosssectional .

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Lokasi penelitian ini dilakukan di semua bagian dapur Instalasi Gizi
RSUP. Dr. Sardjito yang melakukan kegiatan persiapan dan pengolahan
makanan.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan
September 2005.

C. POPULASI DAN SUBJEK PENELITIAN


Populasi dalam penelitian ini adalah : petugas pelayanan gizi RSUP. Dr.
Sardjito yang berhubungan langsung dengan penjamahan makanan yaitu
mulai dari persiapan bahan makanan hingga pengolahan bahan makanan.
Subjek pada penelitian ini adalah keseluruhan populasi. Syarat subjek
dalam penelitian ini adalah :
1. Berperan langsung pada penjamahan makanan, mulai dari persiapan
bahan makanan hingga pengolahan makanan.
2. Tidak sedang dalam keadaan sakit fisik dan dapat berkomunikasi
dengan baik
3. Kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian

D. JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA


1. Data primer
Dikumpulkan dengan kuisioner yang telah dipersiapkan yaitu :
a. Karakteristik responden (umur, pendidikan, pelatihan, jenis kelamin
dan lama kerja)
b. Keadaan stres kerja penjamah makanan
c. Kondisi keselamatan kerja penjamah makanan

27
28

2. Data sekunder
Didapatkan dari data di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito
a. Struktur Organisasi Instalasi Gizi
b. Data pegawai penyaji makanan ( hari dan shift kerja)
c. Kondisi lingkungan kerja instalasi gizi
d. Jumlah distribusi makanan selama pelaksanaan penelitian.

E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel dependent : keselamatan kerja
Variabel independent : stres kerja

F. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN


1) Stres kerja
Stres kerja adalah kondisi yang tidak menyenangkan di tempat kerja
sebagai hasil dari interaksi penjamah makanan dengan lingkungan
kerjanya baik dari segi organisasional, lingkungan, dan individual yang
nantinya akan berdampak pada kejadian kecelakaan di tempat kerja.
Stres dinilai berdasarkan jumlah pertanyaan yang benar dijawab di
kuisioner dengan metode Rensis Linkert (Gable, 1986 dalam Azwar,
1995).
Skala : Ordinal
Kategori penilaian yaitu : Stres kerja ringan : 13-25
Stres kerja sedang : 26-38
Stres kerja berat : 39-52

2) Keselamatan kerja
keselamatan yang berkaitan dengan tindakan dalam menggunakan alat
kerja baik pada saat persiapan maupun pengolahan, dan sikap kerja
penjamah makanan pada saat proses pengolahan makanan, sehingga
kecelakaan kerja dapat minimalkan. Keselamatan kerja yang diukur
adalah jumlah kejadian kecelakaan kerja yang dijawab dengan
menggunakan kuisioner
29

Skala : ordinal
Kategori penilaian yaitu : Keselamatan kerja rendah : 132-176
Keselamatan kerja sedang : 88-131
Keselamatan kerja tinggi : 44-87

3) Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah orang yang bekerja mulai dari persiapan
bahan makanan dan mengolah bahan makanan hingga makanan siap
untuk dikonsumsi (Adams, 2004 dalam Him, 2004).

4) Umur
Pembagian umur pekerja pada saat penelitian dalam satuan waktu yaitu
tahun.
Skala : nominal
Kategori : kurang dari 40 tahun dan lebih dari sama
dengan 40 tahun.
5) Pendidikan
Dinilai dengan melihat latar belakang pendidikan terakhir penjamah
makanan.
Skala : Nominal
Kategori : tidak sekolah, SD, SMP, SMA, D1, D3, dan S1

6) Pelatihan keselamatan kerja


Pelatihan keselamatan kerja yang pernah didapat oleh pekerja baik dalam
maupun di luar rumah sakit.
Skala : nominal
Kategori : pernah dan tidak pernah.

7) Jenis kelamin
Jenis kelamin penjamah makanan dinilai dengan :
Skala : nominal
Kategori : laki-laki dan perempuan
30

8) Lama kerja
Pengalaman kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi dalam satuan
tahun.
Skala : Nominal
Kategori : <4 tahun, 4 8 tahun, dan > 8 tahun ( PP no. 12
tahun 2002 yang merupakan gubahan dari PP no. 99 tahun 2000 tentang
kenaikan golongan PNS dengan kurun waktu 4 tahun sekali)

G. ALAT PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kuisioner terstruktur untuk mengetahui keadaan stres kerja yang dialami
penjamah makanan dan jumlah kejadian kecelakaan kerja yang dialami
penjamah makanan.
2. Perangkat keras komputer dan perangkat lunak yang menunjang
pengolahan data dan analisa statistik ( program SPSS).
3. Alat tulis dan alat lain yang mendukung penelitian.

H. ANALISIS DATA
1. Perhitungan nilai kategori stres kerja dan keselamatan kerja dengan cara
method of summated ratings (Azwar 1995).
Nilai kategori : (Nilai skor tertinggi X jumlah soal jumlah nilai skor
terkecil)
a. Skor kuisioner stres kerja dengan skala Likert , dengan penilaian
untuk data yang favorable/ mendukung diberikan penilaian sebagai
berikut : sangat setuju = 4, setuju= 3, tidak setuju= 2, dan sangat tidak
setuju= 1. Data unfavorable/ tidak mendukung diberi penilaian
sebaliknya. Dari skor tersebut maka didapatkan nilai skor maksimum
adalah 4 dan yang minimum adalah 1. Dari skor diatas maka dapat
dilihat bahwa skor maksimum adalah 4 dan skor minimum adalah 1,
dengan jumlah pertanyaan sebanyak 13 soal maka didapatkan
rentang penilaian antara 13 52, kemudian dibagi berdasarkan
kategori didapatkan hasil sebagai berikut :
Stres kerja ringan : 13-25
Stres kerja sedang : 26-38
Stres kerja berat : 39-52
31

b. Skor keselamatan kerja dilakukan dengan penilaian jumlah kejadian


kecelakaan sebagai berikut : tidak pernah= 1, kurang dari 2 kali = 2,
3-4 kali= 3, dan lebih dari 5 kali = 4, maka didapatkan nilai skor
maksimum 4 dan skor minimum 1. Dari 11 soal keselamatan kerja
maka didapatkan rentang penilaian antara 11 44, dikarenakan
penilaian keselamatan kerja dilakukan sebanyak 4 kali maka jumlah
skor dikalikan 4 sehingga didapatkan hasil rentang penilaian antara
44 176. Kategori penilaian keselamatan kerja adalah sebagai
berikut :
Keselamatan kerja rendah : 132-176
Keselamatan kerja sedang : 88-131
Keselamatan kerja tinggi : 44-87

2. Data yang dikumpulkan akan diolah secara deskriptif dengan program


SPSS 12.00 dan akan disajikan dalam bentuk tabel dan tekstular.
Untuk mengetahui hubungan antara stres dengan keselamatan kerja
maka dilakukan uji statistik korelasi spearman, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
Ho : 1=2 berarti tidak ada hubungan antara stres kerja dengan
keselamatan kerja
Ha : 1 2 berarti ada hubungan antara stres kerja dengan
keselamatan kerja.
Menentukan uji hipotesis dengan rumus

n Xy (x) ( y)
n
r =

{n n2 - (x) 2 } {ny2 - (y) 2 }


Keterangan :
r = koefisien korelasi
n = banyaknya responden keseluruhan
= 0,05

Menentukan hasil uji hipotesis dengan rumus


t = r n-2
1-r2
32

Keterangan :
t = t hitung
n = jumlah sampel
r = koefisien korelasi

Menarik kesimpulan :
Jika t hitung < t tabel ( berada di daerah penerimaan Ho), maka Ho
diterima
Jika t hitung > t tabel ( berada di luar daerah penerimaan Ho), maka Ho
ditolak

I. JALANNYA PENELITIAN
1. Persiapan Penelitian
Diawali dengan pembuatan proposal penelitian yang dimulai pada
bulan Mei 2005, berkonsultasi dengan pembimbing, kemudian seminar
proposal yang diadakan pada tanggal 29 Juni 2005 dan telah disetujui.
Dalam tahap persiapan penelitian ini meliputi :
a. Pembuatan Kuesioner
Peneliti membuat dua kuesioner yaitu kuesioner untuk stres kerja
dan keselamatan kerja. Untuk stres kerja terdiri dari 30 item, dan untuk
keselamatan kerja sebanyak 14 item, dengan pembagian sebagai berikut.
Tabel 3. Kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja ( sebelum uji coba)
No Aspek Nomor Butir Jumlah %
F UF
1 Kondisi 2,6 1,3,4,5 6 20
lingkungan
2 Hubungan 19,20,22,3 15,17,18 7 23,3
interpersonal 0
3 Organisasional 12,14,27,2 8,9,26,2 8 26,7
8 9
4 Kondisi pribadi 7,10,13,16, 11,21,24 9 30
23 ,25
Total 20 10 30 100
Keterangan : F : Favorable UF : Unfavorable
33

Tabel 4. Kisi-kisi (blue print) kuesioner keselamatan kerja ( sebelum uji coba)
No Aspek Nomor soal Jumlah %
keselamatan
kerja
1 Kecelakaan yang 1,5,7,11, dan 5 35,7
berhubungan 12
dengan alat kerja
2 Kecelakaan yang 2, 3, dan 6 3 21,4
berhubungan
dengan daerah
kerja
3 Kecelakaan kerja 4,8,9,10,13,dan 6 42,9
pada saat bekerja 14
Total 14 100
Keterangan : F : Favorable UF : Unfavorable

b. Pelaksanaan Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas Kuesioner


Sebelum melakukan penelitian pada subjek sesungguhnya maka
dilakukan uji coba kuesioner terlebih dahulu untuk mengetahui apakah
item dalam kuesioner tersebut valid dan reliabel.
Kuesioner diujikan kepada 21 orang penjamah makanan di RSUD. Wates
pada tanggal 29 Juli 2005 sampai dengan 6 Agustus 2005. Dari hasil uji
validitas dengan menggunakan program SPSS 12.00 dengan analisa
butir menggunakan rumus pearson dengan taraf signifikan 5% didapatkan
hasil beberapa item pertanyaan yang dikatakan tidak valid yaitu pada
kuesioner stres kerja pada nomor 1, 3, 4,
6,7,8,9,12,13,15,16,17,18,21,22,23 dan 24 dan pada kuesioner
keselamatan kerja yaitu pada nomor 8, 11, dan 13. Jadi ada 17 item pada
kuesioner stres kerja dan 3 item pada kuesioner keselamatan kerja yang
dinyatakan tidak valid dan dihilangkan.
Untuk uji reliabilitas dengan menggunakan formula koefisien alpha
memberikan hasil r = 0,914. Azwar (1995) mengatakan bahwa guna
tujuan prediksi dan diagnosis, sesungguhnya tes dituntut untuk memiliki
34

koefisien reliabilitas setinggi mungkin, yaitu diatas 0,900, dengan


demikian kuesioner bersifat reliabel dan layak untuk digunakan.
Di bawah ini adalah kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja dan
keselamatan kerja setelah uji coba .
Tabel 5. Kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja ( setelah uji coba)
No Aspek Nomor Butir Jumlah %
F UF
1 Kondisi 2 5 2 15.4
lingkungan
2 Hubungan 19,20,30 - 3 23.1
interpersonal
3 Organisasional 14,27,28 ,26,29 5 38.4
4 Kondisi pribadi 10 11,25 3 23.1
Total 8 5 13 100
Keterangan : F : Favorable UF : Unfavorable

Tabel 6. Kisi-kisi (blue print) kuesioner keselamatan kerja ( setelah uji coba)
No Aspek Nomor soal Jumlah %
keselamatan
kerja
1 Kecelakaan yang 1,5,7 dan 12 4 36.4
berhubungan
dengan alat kerja
2 Kecelakaan yang 2, 3, dan 6 3 27.2
berhubungan
dengan daerah
kerja
3 Kecelakaan kerja 4,9,10 dan 4 36.4
pada saat bekerja 14
Total 11 100
Keterangan : F : Favorable UF : Unfavorable
35

c. Pembuatan Surat Ijin


Surat Ijin dari Prodi Gizi UGM keluar pada tanggal 6 Juli 2005,
dilanjutkan mengurus surat ijin ke RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta, dan ijin
penelitian keluar pada tanggal 23 Juli 2005.

2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dapur Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta pada tanggal 13 Agustus sampai dengan 7 September 2005.
Dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap antara lain :
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada penjamah makanan di dapur
Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta mulai tanggal 13 Agustus
sampai dengan 7 September 2005. Pengumpulan data ini dilakukan
dengan 2 cara, untuk kuesioner keselamatan kerja diberikan kepada
responden dan responden mengisi sendiri sambil ditunggui oleh peneliti,
pengisian kuesioner ini dilaksanakan sampai dengan 4 kali dan dilakukan
7 hari setelah pengisian pertama selesai, kegiatan ini berlangsung selama
1 bulan. Kuesioner stres kerja diberikan pada minggu terakhir
pengambilan data dengan cara menanyakan sendiri kepada responden.

b. Pemeriksaan Kuesioner
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pemeriksaan terhadap
tiap kuesioner yang telah dikembalikan dan melihat apakah semua
kuesioner sudah diisi.

c. Pengelompokkan Data
Data yang telah terkumpul dikelompokkan menurut variabel yang
telah ditentukan sebelumnya. Pengelompokkan data yang dilakukan
dengan menggunakan analisa distribusi berdasarkan umur, pendidikan,
pelatihan keselamatan kerja, jenis kelamin, lama kerja, stres kerja dan
keselamatan kerja.
36

d. Pengolahan Data
Dari data yang ada kemudian dianalisis dengan menggunakan
analisa statistik spearman untuk melihat hubungan antara hubungan
antara stres kerja dengan keselamatan kerja. Analisa ini dilakukan
dengan SPSS 12.00.

e. Penyusunan Hasil Penelitian


Penyusunan hasil penelitian dimulai pada bulan Oktober 2005
sampai dengan Januari 2005.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM INSTALASI GIZI RSUP.DR.SARDJITO


Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi
Gizi yang bertanggung jawab kepada Direktur Umum dan Sumber Daya
Manusia. Tugas pokok dan fungsi instalasi ialah menyediakan sumber daya,
fasilitas, dan kompetensi untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan
pelayanan, pendidikan dan penelitian gizi di RSUP. Dr. Sardjito (S.K Direktur
Utama RS. Dr. Sardjito No.OT.01.01.5.1.2341.2004)
Hubungan tata kerja Instalasi Gizi dapat dilihat pada struktur organisasi
yang ada pada lampiran. Dalam menjalankan kegiatan Instalasi Gizi
mempunyai visi Menjadi Instalasi Gizi unggulan dalam bidang pelayanan,
pendidikan dan penelitian di kawasan Indonesia tahun 2010, yang bertumpu
pada kemandirian.
Sedangkan misinya adalah : 1. Memberikan pelayanan gizi yang
paripurna, bermutu dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, 2.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang gizi untuk menghasilkan
SDM yang berkualitas, 3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
gizi terapan yang berwawasan global, 4. Meningkatkan kesejahteraan
karyawan, 5. Meningkatkan pendapatan untuk menunjang kemandirian
Instalasi Gizi.
Untuk dapat mewujudkan Misi dari pelayanan tersebut, maka Instalasi
Gizi RSUP. Dr. Sardjito mempunyai 3 satuan kerja penunjang yang disebut
pelayanan setingkat dibawah Kepala Instalasi Gizi yaitu : Pelayanan
Administrasi Logistik, Pelayanan Produksi dan Distribusi, serta Pelayanan
Gizi dan Pendidikan Latihan Penelitian Pengembangan
Pelayanan produksi dan distribusi adalah kegiatan penyelenggaraan
makan yang merupakan bagian dari kegiatan Instalasi Gizi, termasuk di
dalamnya adalah rangkaian dari perencanaan menu sampai dengan
pendistribusian makanan kepada konsumen yang dilayani. Sistem
penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh RSUP. Dr. Sardjito dilakukan
secara penuh atau disebut swakelola.
Pada penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr Sardjito,
terdapat 6 jenis dapur, yaitu dapur persiapan, dapur snack, dapur pasien,

37
38

dapur petugas jaga, dapur VIP dan dapur cair. Adapun shift kerja yang ada
yaitu: subuh 04.30-11.00 WIB , pagi 07.30-13.00 WIB dan sore 13.00-19.00.
WIB.
Dalam menjalankan kegiatan di Instalasi Gizi melibatkan 158 orang
pegawai untuk melancarkan kegiatan operasionalnya, ketenagaan ini terdiri
dari 78 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 80 orang pegawai
swadana/kontrak. Perincian ketenagaan di Instalasi Gizi dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 7. Jumlah Tenaga Berdasarkan Jenis Tenaga Dan Status
Kepegawaian Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito.
No Jenis Tenaga Status Kepegawaian Jumlah
PNS Honorer/kontrak (orang)
1 Ahli Gizi/Penata Gizi 24 - 24
2 Pramusaji - 75 75
3 Pelaksana 3 2 5
Administrasi
4 Pelaksana Gudang 4 - 4
BM
5 Pemasak 44 3 47
6 Pelaksana 3 - 3
Kebersihan
TOTAL 158
Sumber : Data Sekunder Instalasi Gizi, 2004

B. GAMBARAN KEGIATAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA(K3)


INSTALASI GIZI RSUP.DR.SARDJITO
Gugus Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Instalasi Gizi RSUP. Dr.
Sardjito bertanggung jawab penuh kepada kepala Instalasi Gizi, dalam
pelaksanaannya terdapat penanggung jawab teknis, sekretaris, regu
kebakaran dan bencana serta regu proteksi. Pelatihan Keselamatan
Kesehatan Kerja (K3) terakhir dilaksanakan pada tahun 2001 yang
dilaksanakan oleh panitia keselamatan dan kesehatan rumah sakit (PK3RS).
39

Uraian tugas gugus Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) di Instalasi Gizi


RSUP. Dr. Sardjito adalah sebagai berikut.
Tabel 8. Uraian Tugas Gugus Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito
Penanggung 1. Memberikan arah kebijakan K3 pada gugusnya
jawab umum 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan program-program
K3 pada anggota gugus dan mengevaluasi
segenap program yang telah dilaksanakan dengan
berbagai aspek positif dan negatifnya dalam
operasional
3. Melakukan koordinasi dan melaporkan secara
berkala semua kegiatan K3 kepada ketua PK3RS,
berkonsultasi dengan Bidang I,II, dan III mengenai
masalah penerapan K3 di tempat kerja
Penanggung 1. Mempelajari seluruh dokumen tentang K3 yang
jawab tenis berada di instalasinya
gugus K3 2. Menjalankan program-program K3 di instalasinya
yang meliputi penggunaan aspek-aspek peralatan,
perlengkapan, bahan, lingkungan, metode kerja
dan tata cara kerja yang sesuai dengan standar K3
3. memimpin anggota gugus dan sebagai inspirator
dalam program-program PK3RS di instalasinya
4. Membuat laporan semua pelaksanaan program dan
kegiatan K3 kepada Kepala Instalasi
5. Bertanggung jawab atas keberadaan dan
penggunaan segala fasilitas K3 yang ada di unit
kerjanya
Sekretaris 1. melakukan kegiatan administrasi gugus yang
gugus berkaitan dengan K3
2. menggunakan dan merawat seluruh dokumen
tentang K3 yang berada di instalasinya
3. menyusun kerangka laporan pelaksanaan program
dan kegiatan K3 termasuk di dalamnya laporan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja
4. Mendokumentasikan data kesehatan seluruh
pekerja di instalasinya
Regu 1. menginventarisasi, mengawasi, mengamankan dan
kebakaran mengecek alat-alat yang berkaitan dengan
pencegahan dan penaggulangan kebakaran dan
bencana
2. Mengelola alat pemadam kebakaran yang ada,
mengusulkan pengadaan, penambahan maupun
perbaikan
3. Mengawasi perilaku dan pekerjaan sehari-hari
petugas dalam penggunaan alat-alat/bahan yang
dapat mencetus terjadinya kebakaran
4. mensosialisasikan protap dan SOP yang berkaitan
dengan pencegahan dan penanggulangan kejadian
kebakaran dan bencana
40

5. Berkoordinasi dengan gugus lain dalam hal


pengawasan, pencegahan dan penaggulangan
kejadian kebakaran/bencana untuk menagkal
meluasnya kejadian kebakaran dan bencana
6. Bertanggung jawab kepada penganggung jawab
umum gugus K3 dalam segala tugasnya dan
memberikan laporan kegiatannya
Regu proteksi 1. Melakukan penyediaan dan penyaluran sarana P3K
2. Menginventarisasi, mengawasi, mengamankan dan
mengecek pada alat-alat pelindung diri yang
berkaitan dengan pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja
3. Menyiapkan sarana dan alat pelindung diri untuk
mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja
4. Melakukan pemantauan tentang infeksi nosokomial
dan cara penganggulangannya yang dilakukan
secara periodik
5. Melakukan pemantauan kualitas lingkungan kerja
yang berhubungan dengan K3 (seperti kebisingan
dan tegangan panas) dan cara penanggulangannya
yang dilakukan secara periodik.
6. Melakukan pemantauan kesehatan pekerja dengan
pemeriksaan kesehatan secara periodik
7. mencatat dan melaporkan semua kegiatan yang
dilaksanakan kepada penganggungjawab gugus K3
8. mencatat dan melaporkan kepada sekretaris gugus
sekali segala insiden kecelakaan kerja secara rinci
9. Mensosialisasikan protap dan SOP yang berkaitan
dengan pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Sumber : Data Sekunder Instalasi Gizi, 2004

C. GAMBARAN UMUM RESPONDEN


Pada tabel 7 dari 47 petugas pemasak maka yang termasuk dalam
penelitian ini adalah petugas yang berhubungan langsung dengan persiapan
hingga pengolahan makanan yaitu sebanyak 33 responden dengan rincian
sebagai berikut.
Tabel 9. Jumlah Tenaga Kerja Pengolah Makanan
No Dapur Pengolahan Jumlah Tenaga Kerja
1 Dapur Snack 9
2 Dapur Cair 2
3 Dapur Pasien 9
4 Dapur Petugas Jaga 5
5 Dapur VIP 8
Total 33
Sumber : Data Sekunder Instalasi Gizi, 2005
41

Dari 33 orang responden 2 orang dinyatakan keluar dari penelitian yaitu


dari dapur snack disebabkan karena 1 orang pensiun dan 1 orang cuti kerja.
Jadi total jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 31 orang
dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Umur
Gambaran umur penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr.
Sardjito sebagian besar berumur diatas 40 tahun yaitu 83,9% dan yang
kurang dari 40 tahun sebesar 16,1%. Umur penjamah makanan yang
termuda berumur 37 tahun dan yang tertua 53 tahun (lampiran 12 data
dasar keselamatan kerja). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 10
berikut ini.
Tabel 10. Umur Penjamah Makanan
Kategori Umur Jumlah
N %
< 40 tahun 5 16.1
> 40 tahun 26 83.9
Total 31 100

2. Pendidikan
Gambaran umum pendidikan penjamah makanan di Instalasi Gizi
RSUP. Dr. Sardjito adalah sebagian besar berpendidikan akhir SMA yaitu
74,2%, dimana pendidikan penjamah makanan yang paling tinggi adalah
S1 yaitu 6,5% dan yang terendah adalah SD 3,2 % dan sisanya
berpendidikan akhir SMP yaitu 16,1%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Pendidikan Penjamah Makanan
Kategori Pendidikan Jumlah
n %
Tidak Sekolah 0 0
SD 1 3.2
SMP 5 16.1
SMA 23 74.2
D1 0 0
D3 0 0
S1 2 6.5
Total 31 100
42

3. Pelatihan Keselamatan Kerja


Kegiatan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja pada penjamah
makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito didapatkan bahwa sebagain
besar penjamah makanan belum mendapatkan pelatihan yaitu sebesar
67,7% dan yang sudah pernah mendapatkan pelatihan sebesar 32,3 %.
Hal ini lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Pelatihan Keselamatan Kerja Penjamah Makanan
Kategori Pelatihan Jumlah
N %
Pernah 10 32.3
Tidak Pernah 21 67.7
Total 31 100

4. Jenis Kelamin
Hasil gambaran umum berdasarkan jenis kelamin pada penjamah
makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito didapatkan hasil bahwa
64,5% penjamah makanan berjenis kelamin perempuan dan 35,5%
berjenis kelamin laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 13
di bawah ini.
Tabel 13. Jenis Kelamin Penjamah Makanan
Kategori Jenis Kelamin Jumlah
N %
Laki-Laki 11 35.5
Perempuan 20 64.5
Total 31 100

5. Lama Kerja
Pengalaman kerja yang dimiliki oleh penjamah makanan di Instalasi
Gizi RSUP. Dr. Sardjito keseluruhannya memiliki lama kerja diatas
8 tahun (100%), dan tidak ada penjamah yang kurang masa kerjanya dari
8 tahun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 12 data dasar
keselamatan kerja .
43

D. STRES KERJA
Pengukuran stres kerja tenaga penjamah makanan dilakukan dengan
cara pengisian kuisioner yang telah dibuat oleh peneliti. Pengukuran stres
kerja ini dilakukan ketika peneliti telah selesai melakukan pengukuran
keselamatan kerja pada masing-masing responden. Hasil pengukuran stres
kerja tenaga penjamah makanan adalah sebagai gambaran stres kerja yang
dialami penjamah makanan di tempat kerja Instalasi Gizi. Berdasarkan
rekapan kuesioner yang telah diisi, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 14. Gambaran Stres Kerja Penjamah Makanan
Kategori Penilaian Jumlah
n %
Stres Kerja Ringan 0 0
Stres Kerja Sedang 31 100
Stres Kerja Tinggi 0 0
Total 31 100
Dari tabel 14 dapat diketahui bahwa tingkat stres para penjamah
makanan di Instalasi Gizi keseluruhannya berada pada kategori stres sedang
(100%) hal ini disebabkan karena keragu-raguan responden untuk menjawab
pertanyaan yang menurut Notoatmojo (2002) bisa dikarenakan penggunaan
bahasa dalam kuesioner tidak jelas sehingga membuat responden tidak
memahami kuesioner yang diberikan, selain itu juga jawaban-jawaban yang
diberikan sangat dipengaruhi oleh harapan-harapan pribadi, latar belakang
sosial dan pendidikan sehingga hasil yang diberikan bersifat subjektif oleh
karena itu untuk mengantisipasi dilakukan cara pendampingan sekaligus
bertanya langsung kepada responden. Keadaan stres kerja sedang yang
dialami penjamah makanan dapat juga berhubungan dengan umur dan lama
kerja, dimana umur responden keseluruhannya diatas 30 tahun dengan masa
kerja lebih dari 8 tahun, dinyatakan oleh Selye (1976) bahwa pada umur
diatas 30 tahun seorang pekerja akan mendapatkan pengalaman hidup yang
lebih banyak, dengan bertambahnya pengalaman hidup maka akan
berpengaruh pada keadaan stresnya, individu akan mudah mengendalikan
tekanan dalam hidupnya yang dipelajarinya dari pengalaman, hal ini sejalan
dengan penelitian Singarimbun (2004) yang mengatakan bahwa bobot stres
yang dialami oleh seseorang paling besar disebabkan karena umur, kejadian
ini juga dapat dihubungkan dengan pendidikan penjamah makanan yang
44

cukup tinggi dimana sebagian besar penjamah makanan berpendidikan akhir


SMA 74,2% dan SMP 16,1%, menurut McFarlene dalam Soewandi (1987)
menyatakan bahwa pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang
lebih mudah stres, hal ini dikarenakan dengan semakin tingginya pendidikan
seseorang maka daya pikir dan inisiatif serta menentukan cara-cara yang
efisien dalam menyelesaikan pekerjaannya lebih baik. Kurangnya pelatihan
juga menurut teori prespektif umum stres dapat menyebabkan stres karena
pelatihan merupakan salah satu cara untuk pencegahan stres yang berasal
dari manusia berinteraksi dengan lingkungan kerjanya. Selain itu juga
dikarenakan penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito
sebagain besar adalah perempuan maka kemungkinan kejadian stres lebih
besar hal ini dikarenakan menurut Kasandrawati (2005) yang menyatakan
bahwa wanita karir adalah kelompok orang yang mempunyai kapasitas stres
kerja lebih tinggi, hal ini disebabkan karena wanita memiliki beban baik di
rumah maupun di kantor, beban yang ada akan berpengaruh pada
konsentrasi dalam pekerjaan dan keadaan fisik pekerja yang nantinya akan
mempengaruhi produktifitas kerja yang berakibat pada kejadian kecelakaan
di tempat kerja.
Dari hasil observasi kejadian stres yang ada pada penjamah makanan
di Instalasi Gizi disebabkan karena ketidakpuasan penjamah dengan kondisi
kerja yang ada hal ini didapatkan dari hasil observasi dan wawancara dimana
salah seorang responden menyatakan merasakan stres karena kondisi
lingkungan yang kurang bersih yang menyebabkan mereka harus selalu
bekerja dengan perlahan untuk menghindari terpeleset dan terjatuh padahal
mereka dituntut untuk bekerja secara cepat dalam waktu yang singkat. Selain
itu juga keadaan stres kerja ini juga dapat dikaitkan dengan beban kerja yang
ada, dari hasil perhitungan beban kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja
secara ekonomi didapatkan hasil, jumlah tenaga kerja yang ada di Instalasi
Gizi belum memadai sebagai contoh adalah tenaga kerja untuk dapur
pasien. Dapur pasien setiap harinya melayani penyelenggaraan makanan
untuk rata-rata 433 pasien per shift dan harus diproduksi dalam waktu 6 jam,
jika dalam 1 bulan seorang penjamah makanan bekerja 26 hari kerja maka
didapatkan hasil ( 6jam x 433 pasien : 26 hari kerja/bln x 12 bulan) yaitu
minimal 9 orang tenaga kerja per setiap kali shift kerja. Sedangkan dari hasil
pengamatan didapatkan bahwa untuk setiap shift kerja di dapur pasien
45

tenaga yang ada sekitar 3 sampai 4 orang penjamah makanan/shift, hal ini
dirasakan cukup membebani kerja penjamah makanan, hal ini juga diakui
oleh salah satu penjamah makanan yang menyatakan bahwa merasakan
cukup terbebani dengan kondisi tersebut, selain itu juga pengamat melihat
bahwa pada salah satu dapur beban kerja yang ada juga ditambah dengan
bervariasinya jenis masakan berdasarkan permintaan makanan untuk pasien
(order).

E. KESELAMATAN KERJA
Pengukuran keselamatan kerja pada penjamah makanan dilakukan
dengan cara pengisian kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti sebanyak 4
kali pengukuran yang diberikan setiap minggunya kepada responden. Hasil
keselamatan kerja penjamah makanan adalah sebagai gambaran keadaan
kerja yang mereka lakukan dikaitkan dengan jumlah kecelakaan yang terjadi.
Berdasarkan rekapan kuesioner yang telah diisi, didapatkan hasil
sebagai berikut.
Tabel 15. Hasil Penilaian Keselamatan Kerja Penjamah Makanan
Kategori Penilaian Jumlah
N %
Keselamatan kerja rendah 0 0
Keselamatan kerja sedang 2 6.5
Keselamatan kerja tinggi 29 93.5
Total 31 100
Pada tabel 15 dapat diketahui bahwa kondisi keselamatan kerja
penjamah makanan di instalasi gizi berada pada keselamatan kerja tinggi
yaitu 93,5%, dan 6,5 % pada keselamatan kerja sedang dan tidak ada yang
berada pada keselamatan kerja rendah. Hal ini dapat disebabkan karena
responden merasa diamati sehingga bersikap diluar kebiasaan sebenarnya,
keadaan ini juga dibenarkan oleh Notoatmojo (2002) yang menyatakan
bahwa pada pengumpulan data dengan cara observasi biasanya ditemukan
bias yang disebabkan karena responden merasa diamati sehingga tingkah
laku mereka akan dibuat-buat, kepercayaan kepada pengamat akan hilang
yang akhirnya reponden akan menutup diri dan selalu berprasangka,
keadaan ini akan menimbulkan ancaman kepada responden terutama karena
mengganggu situasi dan relasi pribadi, untuk mengantisipasi hal ini maka
46

diadakan observasi tidak terencana yang hasilnya akan dicocokkan dengan


jawaban dari responden.
Dari hasil observasi kejadian kecelakaan yang paling sering terjadi
adalah terciprat air panas atau minyak panas, tersenggol panas dari alat
kerja, terkena uap panas pada saat memasak dan terpeleset pada saat
bekerja. Kondisi lingkungan yang kurang bersih juga merupakan salah satu
penyebab yang cukup berpotensi untuk terjadinya kecelakaan kerja di
Instalasi Gizi. Hal ini juga diakui oleh salah seorang penjamah yang
menyatakan bahwa ruang kerja dapur yang kurang bersih dan licin
menyebabkan kerja menjadi lebih lambat dan sering terpeleset. Selain itu
juga dari hasil wawancara terbuka didapatkan pernyataan salah satu
penjamah makanan yang pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu terjatuh
karena terpeleset, tindakan yang dilakukan institusi pada saat kejadian tidak
ada, 2 hari setelah kecelakaan tersebut penjamah merasakan pusing dan
demam. Pada saat observasi juga ditemukan kejadian kecelakaan, yaitu
tumpahnya bubur nasi pada seorang penjamah makanan yang menyebabkan
luka bakar pada kaki dan paha, saat kejadian berlangsung pertolongan
pertama yang dilakukan tidak ada, melainkan penjamah langsung dibawa ke
UGD RSUP. Dr. Sardjito untuk mendapatkan perawatan, dari keadaan ini
terlihat bahwa kerja gugus K3 Instalasi Gizi belum terorganisasi baik,
berdasarkan prosedur pertolongan pertama pada luka bakar seharusnya
diberikan kompres air atau pemberian putih telur terlebih dahulu sebelum
dibawa ke UGD. Berdasarkan hasil wawancara kepada salah seorang
penjamah makanan menyatakan bahwa prosedur pertolongan pertama pada
luka bakar sudah diajarkan tetapi karena kurangnya koordinasi antar
penjamah dan gugus K3 Instalasi menyebabkan belum pernah dilakukan
simulasi pertolongan pertama di instalasi, hal ini menyebabkan mereka
kurang sigap apabila ada kejadian kecelakaan di tempat kerja selain itu juga
kelengkapan alat-alat di kotak P3K kurang, hal ini diakui juga oleh salah satu
penjamah makanan yang mengatakan bahwa isi kotak P3K yang ada saat ini
hanya berupa kapas, dan mereka tidak mengetahui siapa pemegang kunci
kotak tersebut. Kondisi kerja yang terlihat pada saat observasi yang juga
cukup menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan adalah tidak adanya alat
pengaman kerja yaitu cempal atau serbet, hal ini menyebabkan penjamah
47

makanan pada saat mengangkat wajan atau panci berisi makanan dari atas
kompor menggunakan celemek atau sutil.

F. Hubungan Antara Stres Kerja dengan Keselamatan Kerja


Hasil hubungan silang antara stres kerja dengan keselamatan kerja
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 16. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja
Stres Kerja Keselamatan Kerja TOTAL
Rendah Sedang Tinggi
n % n % % n % n
Stres Kerja Ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
Stres Kerja Sedang 0 0 2 6.45 29 93.55 31 100
Stres Kerja Berat 0 0 0 0 0 0 0 0
Pada tabel 16 terlihat bahwa hubungan antara stres kerja dengan
keselamatan kerja didapatkan hasil dari 31 responden, sebagian besar
memiliki keselamatan kerja tinggi dengan stres kerja sedang yaitu sebesar
93,55% atau 29 responden, sedangkan yang memiliki keselamatan kerja
sedang dengan stres kerja sedang sebesar 6,45% atau 2 responden
Dari hasil analisa data menggunakan spearman dengan alpha ()
0,05 didapatkan hasil r = 0,135 dimana nilai r lebih kecil daripada nilai tabel
rho = 0.364 atau nilai signifikan/probabilitas 0.468 lebih besar dari pada nilai
alpha 0.05, artinya tidak ada hubungan antara stres kerja dengan
keselamatan kerja.
Hal ini disebabkan karena dari hasil data yang didapatkan tidak
terdistribusi secara normal dimana ada kategori penilaian yang tidak memiliki
angka, menurut Danapriatna dan Setiawan (2005) jika dalam pengolahan
data ada kategori yang tidak terdistribusi maka dalam penilaian secara
statistik dapat menimbulkan tidak adanya hubungan antar variabel uji. Selain
itu juga keadaan keselamatan kerja sedang dengan stres kerja sedang yang
dialami oleh responden dapat berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk mengurangi dan menghindari beban akibat kerja, menurut
Kasandrawati (2005) seseorang yang memiliki kemampuan kurang dalam
menangani beban kerja yang ada baik beban yang ada di rumah maupun di
kantor dapat mengalami stres. Kemampuan seseorang untuk menghindari
stres kerja yang ada dapat dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman hidup
48

seseorang dan pelatihan yang pernah didapatkan. Hal ini juga didukung oleh
Looker dan Gregson (2005), yang menyatakan bahwa stres kerja yang
dialami seseorang kasitasnya berbeda-beda, perkembangan dan kepribadian
sebagian besar menentukan sikap dan pengharapan kita terhadap pekerjaan
tersebut. Selain itu juga beban kerja yang dialami seorang pekerja selain
disebabkan karena pekerjaan tersebut juga disebabkan oleh lingkungan di
luar pekerjaan seperti di rumah dengan keluarga maupun dengan lingkungan
sosial disekitarnya. Beban dalam keluarga juga menjadi salah satu pemicu
seseorang menjadi stres, karena beban yang ada dan tidak terselesaikan
dibawa sampai ke tempat pekerjaan, sehingga nantinya akan mempengaruhi
kondisi kerja seseorang yang berpengaruh pada produktifitas kerjanya. Hasil
penelitian ini tidak senada dengan hasil penelitian Schuller (1980) dalam Rini
(2002) yang menyatakan bahwa stres yang dialami oleh seorang pekerja
berkorelasi dengan produktifitas kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta
tendensi mengalami kecelakaan.
Dari hasil pengamatan penjamah dengan stres kerja sedang dengan
keselamatan kerja sedang berada pada satu unit kerja yang mana unit
tersebut melakukan kegiatan persiapan bahan makanan hingga pengolahan
bahan makanan, dengan jenis masakan yang berbeda-beda berdasarkan
pesanan pasien, hal ini berpengaruh pada beban kerja yang diterima
penjamah karena menurut Selye dalam towseri (1996) salah satu respon
tubuh terhadap stres yang diakibatkan oleh beban kerja dan tututan kerja
yang ada adalah kelelahan. Kondisi kelelahan ini dianggap dapat
menurunkan produktifitas dan meningkatkan kejadian kecelakaan dengan
menurunnya kondisi fisik dan mental penjamah makanan. Dari hasil
perhitungan beban kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja secara ekonomi
didapatkan hasil bahwa jumlah tenaga pada unit kerja dapur tersebut belum
memadai, dari hasil perhitungan didapatkan jumlah minimal tenaga kerja
adalah 2, dari hasil observasi ditemukan bahwa unit tersebut khususnya
untuk shift siang jumlah tenaga yang ada hanya 1 orang. Dari hasil
wawancara pada salah seorang penjamah makanan di unit tersebut
dikatakan keadaan ini menyebabkan mereka harus bekerja lebih banyak, hal
ini disebabkan karena jumlah pesanan makanan harus mereka perhitungkan
sendiri, mereka juga harus dapat menentukan pekerjaan mana yang harus
didahulukan dengan waktu kerja yang singkat dan pesanan yang banyak dan
49

beragam jenisnya sehingga pekerjaannya dapat diselesaikan dengan baik,


kondisi ini menurut penjamah menyebabkan mereka harus bekerja dengan
cepat dan menimbulkan kelelahan yang sangat setelahnya hal ini diakuinya
menyebabkan kelelahan dan stres.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan maka dapat diambil beberapa kesimpulan
yaitu sebagai berikut.
1. Penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito keseluruhannya
memiliki stres kerja sedang yaitu 100%.
2. Kondisi keselamatan kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr.
Sardjito yang dilihat dengan pendekatan jumlah kejadian kecelakaan
didapatkan hasil 93,55% memiliki keselamatan kerja tinggi dan 6,45%
memiliki keselamatan kerja sedang.
3. Hasil analisa hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja
dengan menggunakan analisa korelasi spearman didapatkan hasil tidak
ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja pada
penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito (P = 0,468;
r = 0,135).

B. SARAN
1. Dilihat dari hasil yang ada maka untuk mengatasi stres kerja maka
diperlukan pemantauan keadaan psikologis penjamah makanan.
2. Perlu adanya pelatihan keselamatan kerja untuk meningkatkan kondisi
aman di Instalasi Gizi dan memperhitungkan beban kerja dibandingkan
dengan jenis kelamin dan umur penjamah makanan, serta penyediaan
alat keselamatan kerja di Instalasi Gizi.
3. Jika diadakan penelitian lanjutan dapat digunakan psikiatri untuk
mendapatkan data yang lebih akurat dan dapat dihubungkan dengan
kondisi kesehatan penjamah makanan.

50
DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, N., 1998, Keselamatan dan kesehatan Kerja, Majalah Kedokteran


Udayana vol 29 no. 102 Oktober 1998 hal 168- 173

Aditama dan Hastuti, 2002, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, UI-Press,


Jakarta

Akhadi, M., 2004, Menggalakkan Audit Budaya Keselamatan dan kesehatan


Kerja, Medika no. 6 tahun XXX, Juni 2004 hal 401-405

Anoraga, P., 2001, Psikologi Kerja, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Azwar, S., 1995, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi ke 2,


Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Bedong, M.A., 1999, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Menyongsong


Globalisasi dan Era Reformasi Ekonomi, Medika no 8 tahun XXV
Agustus 1999 Hal 525-526

Danapriatna dan Setiawan, 2005, Pengantar Statistika, Penerbit Graha Ilmu,


Yogyakarta.

Darmono, 1985, Stres : Tinjauan Dari Segi Fisik, Kejiwaan dan Sosio
Budaya, Medica no.11 November 1985 hal 1096-1099.

Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,


2003, Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), Departemen
Kesehatan, Jakarta

Desmita, 2005, Psikologi Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2004, Gizi Tenaga Kerja Wanita


(NAKERWAN), Pemerintah Provinsi Bali.
Gilmer, H.B, 1996, Industrial Psychology. Edisi Student International, Tosho
Printing Co.Ltd. Tokyo

Goliszek, 2005, 60 Second Manajemen Stres, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Harrianto, R., 1998, Peranan Dokter kesehatan dan Keselamatan Kerja di


Perusahaan, Majalah Ilmiah Fak. Kedokteran Usakti Vol 17 no 1
Januari 1998 hal 27-37

Heerdjan, S., 1990, Stress Sebagai Penghambat Produktivitas Kerja, Medika


vol. 9 no.7 Agustus 1990 Hal 27-31

Him, T.S, 2004, Hubungan Penyuluhan Penyehatan Makanan Dengan


Perilaku Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi RS ST. Boromeus
Bandung, Tesis yang tidak dipublikasikan, UGM

Kasandrawati, 2005, Manajemen Mengelola Stres, Http://


WWW.republika.co.id

Keliat, B., 1998, Penatalaksanaan Stres, EGC, Jakarta

Laksmiarti, T. dan Maryati, H., Bahaya Yang Ditimbulkan Akibat Pemanfaatan


Sarana dan Prasarana Rumah Sakit,
Http://WWW.Google.com/pus-1

Lechman, S.J, 1972, Psychosomatic Disorders; A Behavioristic Interpretation,


John Wiley and sons Inc, New York

Looker dan Gregson, 2004, Managing Stress Mengatasi Stres Secara


Mandiri, Penerbit BACA, Yogyakarta

Monica, E., 1994, Management In Health Care a Theoretical and


Experimental Approach; Job Stress by Morgan, P.; The Macmillan
Press LTD, London
National Safety Council, alih bahasa Widyastuti, 2003, Manajemen Stres,
EGC, Jakarta

Notoatmojo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta,


Jakarta

Riduwan, 2005, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula, Alfabeta, Bandung

Rini, F., 2002, Stress Kerja, Http:// WWW.e.psikologi/stres

Selye, H., 1976, The Stress of Life, Mc. Graw Hill.New York

Setyawati, L., 1994, Kelelahan Kerja Kronis Kajian Terhadap Kelelahan


Kerja, Penyusunan Alat Ukur, Serta Hubungannya Dengan Waktu
Reaksi dan Produktifitas Kerja, Disertasi, tidak dipublikasikan.
Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta
Soenardi, T., 2005, Meningkatkan Mutu Makanan Rumah Sakit (Kuliner),
Prosiding Kongres ASDI hal 309-351

Soewadi, 1987, Stres Di Lingkungan Kerja, Berita Kedokteran Masyarakat


Jilid III no. 12 Desember, 1987 hal 383-390

Sugiono, 2004, Statistika untuk kesehatan, CV. Alfabeta, Bandung

Sumamur, 1989, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, CV. Haji


Masagung, Jakarta

Sunaryo, 2004, Psikologi Untuk Keperawatan, AGC, Jakarta

Supariasa, I, Bakri, B.,dan Fajar, I., 2001, Penilaian Status Gizi, EGC

Susetyorini, S., 2000, Pengaruh Pelatihan GMP Terhadap Performa Sistem


Produksi Makanan Di Instalasi Gizi Dr. Sardjito Yogyakarta
Tarwotjo, S., 1998, Dasar-Dasar Gizi Kuliner, Pt. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta

Towseri, M., 1996, Psychiatric Mental Health Nursing, Company Philadelphia

Tyas, K., 2004, Hubungan Antara Tingkat Stres Kerja Dengan Tingkat Empati
Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta.
Skripsi yang tidak dipublikasikan, UGM

Yahya, G., 2005, Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia di


Instalasi Gizi Rumah Sakit, Proseding Kongres ASDI hal 14-27

Yuristrianti, N., 2003, Pengaruh Pelatihan Penjamah Makanan Tentang


Sistem Pengolahan Dan Penyajian Makanan Terhadap Mutu
Makanan Pasien Di RSUD. Prof..Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Tesis yang tidak dipublikasikan, UGM.
Lampiran 5.

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertandatangan dibawah ini :


Nama Responden :..

Alamat :.

..

..

Menyatakan bersedia untuk mengikuti seluruh pelaksanaan penelitian


tentang kondisi kerja seorang penjamah makanan terhadap keselamatan kerja di
Instalasi Gizi RS. Dr. Sardjito Yogyakarta yang akan dilakukan oleh Agustina
Arundina, dari program studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Yogyakarta.

Atas ketersediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/I, saya ucapkan


terima kasih.

Yogyakarta, .2005

Mengetahui
Petugas Pewawancara Yang Membuat Pernyataan

__________________ _______________________
Lampiran 6.
KARAKTERISTIK PENJAMAH MAKANAN

Petunjuk pengisian:
Jawablah pertanyaan berikut dengan mengisi tempat kosong yang tersedia dengan
mememberi tanda silang (X) pada pilihan yang mewakili jawaban anda dan isilah
titik-titik di bawah ini. Kami mohon bantuannya untuk mengisi daftar pertanyaan
di bawah ini dengan sejujur-jujurnya. Semua jawaban yang saudara berikan tidak
akan mempengaruhi karir saudara di instalasi gizi.

Tanggal Pengisian :
Nomor responden : ..

1. Nama :

2. Umur anda sekarang :.. tahun

3. Tingkat pendidikan terakhir


( ) Tidak sekolah ( ) D1
( ) SD ( ) D3
( ) SMP ( ) S1
( ) SMA

4. Pernah mengikuti pelatihan keselamatan kerja


( ) Ya ( ) Tidak
Kalau jawaban anda Ya, berapa kali, kapan dan instansi yang
menyelenggarakannya?
( ) Kali
Instansi : . . Tahun : (..)
Tahun : (..)
Tahun : (..)
5. Jenis Kelamin
( ) Laki-laki ( ) Perempuan

6. Lama kerja anda


( ) kurang dari 4 tahun
( )4-8
( ) lebih dari 8 tahun
Lampiran 7.
DAFTAR PERTANYAAN KONDISI KERJA

Berikut ini adalah sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi kerja
seseorang terhadap keselamatan kerja sebagai karyawan di instalasi gizi.
Petunjuk :
A. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan kondisi atau perasaan anda
B. Berikan tanda X (silang) pada kolom jawaban yang tersedia
C. Pilih jawaban yang sebenarnya anda rasakan, karena tidak ada jawaban
benar atau salah
D. Apabila sudah selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan sampai
ada yang terlewati. Kerahasiaan jawaban anda tetap kami jaga.
Keterangan :
STS : sangat tidak setuju
TS : tidak setuju
S : setuju
SS : sangat setuju

No Pertanyaan STS TS S SS
1 Saya merasa tidak nyaman dengan keributan yang
ditimbulkan oleh suara mesin di instalasi gizi
2 Menurut saya, rancangan ruang, ventilasi dan
pencahayaan di instalasi gizi cukup baik dan
membuat saya merasa nyaman dalam bekerja

3 Saya merasa pekerjaan dan tugas saya terlalu


sedikit
4 Saya merasa tidak bosan dengan kegiatan rutin
yang ada
5 Saya merasa pekerjaan saya bertambah terus dari
hari ke hari.
6 Saya merasa komunikasi antar teman sekerja terasa
tegang dalam menghadapi pekerjaan
7 Saya merasa mudah cemas karena keluarga dan
teman sekerja tidak menghargai pekerjaan saya

8 Saya merasa kecelakaan kerja terjadi hanya karena


kelalaian dalam bekerja
9 Saya merasa puas karena jam kerja saat ini
memungkinkan saya untuk bekerja dengan baik
10 Saya selalu mengeluh karena bekerja lebih banyak
dari biasanya pada shift subuh/ siang dari pada shift
pagi.
11 Saya merasa lingkungan kerja saya jarang
dilakukan promosi untuk kenaikan jabatan
12 Saya tidak mengalami kesulitan dalam
pengembangan diri (pendidikan , pelatihan)
13 Saya merasa ada diskriminasi pekerjaan antar
teman sekerja
Lampiran 8.
KUISIONER KESELAMATAN KERJA

Petunjuk pengisian :
Jawablah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan
yang mewakili jawaban anda. Kami mohon bantuannya untuk mengisi daftar
pertanyaan dibawah ini dengan sejujur-jujurnya. Semua jawaban yang saudara
berikan tidak akan mempengaruhi karir saudara di Instalasi Gizi.

Tanggal pengisian : .
No. Responden : .

1. Apakah anda dalam seminggu ini pernah teriris pisau/ benda tajam lainnya?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
2. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terpeleset pada saat bekerja?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
3. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terantuk/tersandung benda keras
(meja, lemari)?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
4. Apakah anda dalam seminggu ini pernah tersiram minyak panas pada saat
bekerja?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
5. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terbakar (jawa : keslomot) karena
alat bantu kerja yang panas (tersenggol dengan wajan/panci panas)?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
6. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terjatuh pada saat bekerja?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
7. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terbakar (jawa : keselomot) yang
berasal dari kompor yang disebabakan karena menyalakan kompor dengan
volume yang terlalu besar?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
8. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terbakar (jawa: keselomot) karena
uap panas yang ditimbulkan masakan pada saat bekerja?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
9. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terciprat minyak panas pada saat
bekerja?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
10. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terpotong pisau/ benda tajam lainnya
pada saat bekerja?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali
11. Apakah anda dalam seminggu ini pernah terciprat air panas pada saat bekerja?
a. Tidak pernah b. Ya, kurang dari 2 kali
c. Ya, 3 4 kali c. Ya, lebih dari 5 kali

Anda mungkin juga menyukai