Anda di halaman 1dari 14

ACARA 3

IDENTIFIKASI HAMA PADA HORTIKULTURA

1. Penggerek buah (Helicoverpa armigera)

Sumber: http://www.australiancritters.com/
Inang : tomat
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase generatif
Gejala : buah tomat berlubang akibat bekas gigitan larva, menjadi busuk, dan
akhirnya gugur.
Morfologi : alat mulut penggigit-pengunyah
Larva H. armigera mulai menyerang buah yang baru terbentuk sampai saat pemasakan
buah. Larva yang meneas kemudian langsung memakan buah tomat yang terbentuk.
Kepala dan sebagian tubuhnya masuk ke dalam buah tomat. Larva yang memakan bunga
tomat umumnya berwarna hijau kekuningan. Larva berpindah-pindah tempat dan mampu
memakan 3-4 buah tiap hari.
Bioekologi : menyerang tanaman pada stadia larva
Ngengat betina H. armigera umumnya meletakkan telur pada daun pucuk, batang,
kelopak bunga, dan rambut tangkai bunga. Telur yang baru diletakkan kuning muda dan
berbentuk setengah bulat seperti kubah. Telur yang akan menetas berubah warna menjadi
abu-abu dan akhirnya hitam. Jumlah telur yang diletakkan oleh seekor betina rata-rata
263,12 butir, produksi telur tertinggi saat umur ngengat 3 hari. Larva yang baru keluar
dari telur berbentuk silinder dan tubuhnya berwarna kuning pucat. Berdasarkan bekas
mandibelnya yang mengelupas,maka dapat diketahu larva H. armigera mempunyai enam
instar. Tiap instar berbeda cara makannya pada tanaman tomat yang telah disediakan.
Pada instar satu, dan dua lebih menyukai makan daun dan pucuk bunga. Tetapi pada
instar tiga, empat, lima 5 dan enam larva akan makan daging buah tomat dengan cara
menggerek buah kemudian memakan dagingnya (Herlinda, S., 2005).
2. Kumbang badak (Rhynochoporus sp.)

Sumber: http://www.forestpests.org/
Inang : salak
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase vegetatif
Gejala : bonggol salak berlubang akibat gigitan kumbang
Morfologi : tipe alat mulut penggigit pengunyah
Serangga dewasa dapat menyebabkan kerusakan dengan melubangi pangkal daun
tombak dan jaringan leher akar, pohon muda akan mati jika titik tumbuhnya dirusak,
kerusakan pada daun tombak biasanya mengakibatkan malformasi. Serangan yang
berulang-ulang akan menyebabkan pertumbuhan terhambat dan saat menjadi dewasa
menjadi terlambat (Rusdiana, A., dan Karson, 2002).
Bioekologi : stadia yang menyerang tanaman adalah imago
Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang dewasa (baik jantan maupun
betina) melubangi bagian pangkal yang dapat mengakibatkan kematian titik tumbuh atau
terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan
melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang
termuda maka ciri khas bekas kerusakannya adalah daun seperti digunting berbentuk segitiga.
Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang.
Imago menggerek bagian pangkal daun pucuk bahkan sampai ke titik tumbuh sehingga
daun yang keluar menjadi lebih pendek, patah dan bentuknya berubah. Imago menggerek
untuk mendapatkan cairan dari jaringan bekas gereken. Setelah menggerek, imago betina
menuju tempat yang cocok untuk meletakkan telur yaitu pada bahan material yang baru mulai
membusuk. Imago jantan hanya mengikuti imago betina menuju ke lubang makan
(Rahayuwati et al., 2002).
3. Kutu kapuk

Sumber: Srinivasan, R. (2009).

Inang : terong
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase vegetatif
Gejala :daun berlubang bekas tusukan kutu, keriting
Morfologi : alat mulut pencucuk-penghisap
Kutu daun menyerang tunas muda secara bergerombol. Daun yang terserang melingkar
dan mengkerut. Embun jelaga yang hitam ini sering menjadi tanda tak langsung serangan
kutu daun. Kutu dapat menusukkan bagian mulutnya ke daun, tunas dan batang, lalu
mengisap nutrisi tumbuhan inang. Tunas-tunas yang dimakan daunnya menjadi terganggu.
Pada kepadatan yang tinggi, kutu dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan layu.
Kerusakan pada ujung tumbuhan dapat mengurangi jumlah bunga (Mahr et al., 2001).
Bioekologi : menyerang pada stadia imago
Serangga Betina umumnya meletakkan telur di bawah permukaan daun di dekat venasi
daun. Hama ini lebih menyukai permukaan daun yang banyak berbulu untuk meletakkan
telurnya lebih banyak. Seekor betina selama hidupnya dapat meletakkan telur kira-kira 300
butir. Telur berukuran kecil kira-kira 0.25 mm, bebentuk seperti buah pir, dan diletakkan
dibawah permukaan daun secara vertical melalui pedicel. Telur yang baru diletakkan
berwarna putih dan kemudian berubah menjadi kecoklatan. Setelah menetas larva instar
pertama (nimfa) pindah dari permukaan daun ke lokasi yang sesuai untuk dia makan. Nimfa
stadia ini disebut juga dengan crawler. Nimfa tersebut segera menusukkan mulutnya dan
mengisap cairan tanaman melalui phloem (Srinivasan, R., 2009).
4. Ulat buah (Heliothis sp.)

Sumber: http://agropedia.iitk.ac.in/
Inang : cabai
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase generatif
Gejala : cabai merah yang terserang ulat buah menunjukkan gejala berlubang.
Jika buah dibelah, didalamnya terdapat ulat. Ulat ini menyerang dengan cara melubangi
dinding buah cabai.
Morfologi : alat mulut penggigit-pengunyah
Ulat ini menyerang dengan cara melubangi dinding buah cabai. Pada musim hujan,
serangan ulat buah akan terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah yang terserang akan
membusuk ( Duriat, 1996 cit Prasetyarini, 2011).

Bioekologi : menyerang pada stadia larva


Larva ulat buah tomat masuk ke dalam buah dengan menembus dinding buah dan hidup
dari bagian dalam buah cabai yang belum masak. Kerusakan yang diakibatkannya yaitu
berupa lubang-lubang pada buah cabai. Ngengat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan
bintikbintik dan garis yang berwarna hitam. Ngengat jantan mudah dibedakan dari ngengat
betina karena ngengat betina mempunyai bercak-bercak berwarna pirang muda. Telur
berbentuk bulat dan berwarna putih agak kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi
kuning tua dan akhirnya ketika mendekati saat . menetas berbintik hitam. Fase telur berkisar
antara 10-18 hari. Larva melubangi buah-buah cabai. Buah cabai yang terserang menjadi
busuk lalu jatuh ke tanah. Kadangkadang larva juga menyerang pucuk tanaman dan
melubangi cabangcabang cabai. Intensitas serangannya dapat mencapai 47% (Setiawati, et
al., 2005).
5. Ulat perusak daun kubis (Crocidolomia binotalis)

Sumber: http://www.infonet-biovision.org/
Inang : kubis
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase vegetatif
Gejala : daun berlubang-lubang, hanya sisa tulang daun, membentuk jendela
Morfologi : alat mulut penggigit pengunyah
Larva merusak tanaman kubis dengan cara memakan daun dan bunga, merusak tunas
serta melubangi krop (Pracaya, 2008 cit Widiana, R. dan Zeswita, A. L., 2012). Alat mulut
larva bersifat menggigit-mengunyah, sedangkan alat mulut imagonya bertipe
menghisap.Stadium serangga yang sering merusak tanaman adalah larva, sedangkan
imagonya hanya menghisap nectar (madu) dari bunga (Rukmana dan Saputra, 2002 cit
Santoso, 2011). Larva atau ulatnya berwarna hijau dan punggungnya tampak garis-garis hijau
muda, dibagian bawah terdapat rambut-rambut hitam. Panjang ulat ini mencapai 18 mm,
dapat bergerak ke seluruh tanaman. Hama ini terutama menyerang titik tumbuh, sehingga
tanaman muda tidak dapat membentuk tunas baru dan menyebabkan matinya tanaman
(Pracaya, 1997 cit Santoso, 2011).
Bioekologi : menyerang saat stadia larva
Kupu kupu Croci menempatkan telurnya di bawah daun muda dalam suatu tumpukan
masing masing terdiri atas 30 80 butir. Imago C. binotalis berupa ngengat kecil, nocturnal,
memiliki dua pasang sayap, berwarna coklat abu-abu dan pada sayap depan terdapat
gambaran hitam dengan bintik berwarna putih ditengah. Masa hidup imago berlangsung
selama 16-24 hari. Seekor imago dapat menghasilkan 11-18 kelompok telur terdiri dari 30-80
butir. Telurnya berbentuk bulat dengan diameter 0,8- 1 mm, mula-mula berwarna hijau muda,
jernih dan mengkilap. Pada saat akan menetas warna berubah menjadi coklat muda dengan
bintik hitam di tengahnya. Telur menetas setelah berumur 4-5 hari. Larva berwarna hijau
dengan garis dorsal pucat dan pita lateral gelap. Panjang larva 18 mm dan ditumbuhi rambut-
rambut. Larva berkembang melalui empat instar selama 9-10 hari. Tiap instar rata-rata
berlangsung selama 2-3 hari. Pupa berwarna kemerahmerahan, terletak di dalam tanah dan
terlindung oleh kokon yang terbungkus partikel-partikel tanah. Ukuran pupa 14,4 x 7,9 mm
dan masa pupa berlangsung selama 9 - 10 hari. (Rukmana, 1994 dan Pracaya, 2008 cit
Widiana, R. dan Zeswita, A. L., 2012).

6. Kumbang penggerek umbi/ Hama boleng (Cylas formicarius)

Sumber: http://keys.lucidcentral.org/

Inang : umbi jalar


Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase generatif
Gejala : terdapat lubang bekas gerekan pada umbi jalar
Umbi yang terserang terdapat lubang gerekan berisi kotoran berwarrna hijau dan bila di
konsumsi terasa pahit .
Morfologi : alat mulut penggigit pengunyah
Larva merusak umbi dengan masuk ke dalam umbi dan memakan umbi tersebut dengan
membuat liang-liang gerekan. Umbi yang terserang berasa pahit dan akhirnya membusuk.
Mikroorganisme di sekitar liang gerek dapat menghasilkan senyawa furanterpen dan
coumarin yang menyebabkan ubi menjadi pahit (Capinera, 2003).
Bioekologi : menyerang saat stadia larva
Telur diletakkan di dalam rongga kecil yang dibuat oleh kumbang betina dengan cara
menggerek akar, batang, dan umbi. Telur diletakkan di bawah kulit atau epidermis, secara
tunggal pada satu rongga dan ditutup kembali sehingga sulit dilihat. Seekor kumbang betina
meletakkan telur 34 butir/ hari atau 7590 butir selama hidupnya (30 hari). Larva yang baru
menetas berukuran lebih besar dari telur, tanpa kaki, berwarna putih dan lambat laun berubah
menjadi kekuningan. Larva yang baru menetas langsung menggerek batang atau umbi. Bila
larva menggerek batang, biasanya arah gerekan menuju umbi. Caput besar berukuran
sepertiga dari panjang badan dan seperdua dari lebar badan. Kepala berwarna kuning hingga
cokelat, mandibula kuning hampir hitam dan abdomen larva agak besar (Nonci, 2005).
Kumbang dewasa makan, bertelur, dan berlindung pada akar, batang, dan umbi.
Kumbang menyerang epidemis akar atau batang dan permukaan luar umbi dengan cara
membuat lubang gerekan. Larva juga menyerang akar, batang, dan umbi dengan cara yang
sama, tetapi sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang gerekan dengan bau yang khas. Umbi
yang rusak menghasilkan senyawa terpenoid sehingga terasa pahit, dan tidak dapat
dikonsumsi walaupun kerusakannya rendah (Jansson, et al., 1987 cit Nonci, 2005).

7. Kutu aphid (Aphis craccivora)

Sumber: http://comp.uark.edu/
Inang : kacang panjang
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase vegetatif
Gejala : daun bergelombang, mengerupuk karena cairan diambil oleh kutu.
Serangan A. craccivora mengakibatkan tanaman kerdil, daun gugur, dan pertumbuhan
terhambat. Pada serangan berat tanaman layu kemudian mati (Megasari, et al., 2014).
Morfologi : alat mulut pencucuk-penghisap
Umumnya aphid menyerang bagian pucuk-pucuk muda, batang, bunga, daun, dan polong.
Aphid muda dan aphid dewasa memperoleh makanan dengan menghisap cairan sel tanaman
(Waluyo B., dan Kuswanto, 2007).
Bioekologi : menyerang saat stadia imago
Telur berkembang di dalam induk dan keluar dalam bentuk nimfa. Dalam beberapa hari
nimfa mencapai stadia reproduksi. Imago dapat menghasilkan 2-20 keturunan per hari pada
kondisi yang sesuai (Hadiastono, 2004 cit Waluyo, B., dan Kuswanto, 2007). Imago A.
craccivora berbentuk seperti buah peer, panjang sekitar 4 mm dan lunak. Bagian mulutnya
terdiri atas jarum yang tajam untuk menusuk tanaman dan mengisap cairan. Aphis hidup
secara bergerombol pada daun dan tunas muda. Aphis dewasa Aphis dewasa dapat
menghasilkan 2- 20 anak setiap hari dan bila keadaan baik daur hidup aphis mencapai 2
minggu (Megasari, et al., 2014).

8. Lalat buah (Bactrocera spp)

Sumber: http://www.agnet.org/
Inang : jambu biji
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase generatif
Gejala : terdapat lubang kecil pada buah, buah menjadi busuk
Gejala serangan tersebut pada daging buah membusuk dan terdapat ratusan larva.
Serangan lalat buah ini sering ditemukan pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai
dengan terlihatnya nodanoda kecil berwarna hitam bekas tusukan ovipositornya. Selanjutnya
karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva lalat
memakan daging buah sehingga buah busuk sebelum masak. Stadium lalat buah yang paling
merusak adalah stadium larva ( Suputa et al. 2006 ).
Morfologi : alat mulut penggigit-pengunyah
Larva yang baru keluar dari telur segera dapat makanan yang melimpah.Larva
menggunakan alat mulutnya yang berupa enzim perusak dan pencerna. Enzim ini dapat
mempercepat pembusukan dan selanjutnya mengeluarkan aroma kuat yang diduga berasal
dari senyawa alkohol sehingga dapat menarik perhatian serangga lain bersamaaan dengan
membusuknya daging buah, bakteri pembusuk juga mempertinggi aktifitasnya sehingga buah
menjadi rusak (Kardinan, 2005 cit Syahfari dan Mujiyanto, 2013).
Lalat dewasa memiliki bercak-bercak atau bintik-bintik hiasan berwarna hitam, putih atau
kekuningan pada sayapnya yang transparan; dan badannya pada beberapa bagian berwarna
hitam, kemerah-merahan atau kekuning-kuningan.
Bioekologi : menyerang saat stadia larva
Telur diletakkan secara berkoloni di dalam buah. Telur akan menetas menjadi larva dua
hari setelah diletakkan di dalam buah (Siwi, et al., 2006). Larva berkembang di dalam daging
buah selama 69 hari. Larva ini terdiri dari 3 instar bergantung pada temperatur lingkungan
dan kondisi inang. Pada instar ke 3, larva keluar dari dalam daging buah dan akan
menjatuhkan dirinya ke permukaan tanah lalu masuk di dalam tanah. Di dalam tanah larva
berubah menjadi pupa (Djatmiadi & Djatnika, 2001 ). Sifat khas lalat buah adalah hanya
dapat bertelur di dalam buah, larva (belatung) yang menetas dari telur tersebut akan merusak
daging buah, sehingga buah menjadi busuk dan gugur. Perbedaan kelamin jantan dan betina
dapat dilihat dengan ciri- ciri adanya ovipositor pada lalat buah betina, ovipositor ini berguna
sebagai alat tusuk untuk memasukkan telur pada buah.

9. Penggerek polong (Etiela sp.)

Sumber: http://www.infonet-biovision.org/
Inang : buncis
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase generatif
Gejala : terdapat lubang bekas gerekan pada badan buah
Serangan pada polong muda dapat mengakibatkan polong gugur, sedangkan serangan
pada polong yang telah tua dapat menurunkan kuantitas dan kualitas biji.
Morfologi : alat mulut penggerek
Setelah telur menetas, larva masuk ke dalam polong dengan cara menggerek kulit buah,
lubang jalan masuk larva akan terlihat berupa bintik berwarna cokelat. Selama
pertumbuhannya, larva dapat merusak beberapa polong. Polong yang telah ditinggalkan larva
ditandai oleh adanya lubang gerekan dan butiran kotoran kering berwarna cokelat muda yang
terikat satu sama lain oleh benang pintal. Larva yang baru keluar dari telur berwarna putih
kekuningan dan kemudian berubah menjadi hijau dengan garis merah memanjang. Larva
instar pertama dan kedua menggerek kulit polong, kemudian masuk menggerek biji dan
hidup di dalamnya. Setelah instar kedua, larva hidup di luar biji (Marwoto dan Nasir, 2003).
Bioekologi : menyerang saat stadia larva
Ngengat betina berkopulasi sehari setelah keluar dari kepompong, dan peletakan telur
berlangsung 17 hari setelah kopulasi. Peletakan telur tertinggi terjadi saat ngengat berumur
4 hari. Peletakan telur umumnya terjadi pada malam hari di antara rambut-rambut pada
permukaan polong. Telur biasanya diletakkan terpisah pada setiap polong tetapi kadang-
kadang berkelompok. Seekor ngengat betina mampu meletakkan telur hingga 531 butir.
Peletakan telur Etiella spp. pada permukaan polong akan mempermudah larva mencari
pakan. Ngengat Etiella spp. lebih suka meletakkan telur pada polong berumur 23 minggu,
polong telah berisi biji tetapi belum mengeras. Beberapa jam setelah telur menetas, larva
menggerek polong kemudian masuk ke dalamnya. Sebelum menggerek kulit polong, larva
instar pertama menutupi dirinya dengan selubung putih dari benang pintal. Selubung putih
tersebut sering masih terlihat selama beberapa hari. Larva Etiella spp. lebih suka makan biji
muda. Biji yang digerek dapat habis sama sekali atau tersisa sedikit. Dalam satu polong
jarang ditemukan lebih dari satu ekor larva, karena larva lebih senang hidup sendiri dalam
polong. Apabila dalam satu polong terdapat lebih dari satu larva maka akan terjadi kompetisi
dan larva yang kalah akan keluar dan pindah ke polong lain (Marwoto dan Nasir, 2003).

10. Penggulung daun pisang (Erionota thrax L.)

Sumber: http://www.hawaiiplantdisease.net/ Sumber: http://ataxus.com/


Inang : pisang
Serangan : menyerang pada saat tanaman memasuki fase vegetatif
Gejala : daun menggulung dan di dalam gulungan daun terdapat ulat
Morfologi : alat mulut penggigit-pengunyah
Larva yang masih muda warnanya sedikit kehijauan dan tubuhnya tidak dilapisi lilin.
Larva yang ukurannya lebih besar berwarna putih kekuningan dan tubuhnya dilapisi lilin.
Larva muda yang baru menetas memotong daun pisang secara miring mulai dari bagian tepi
daun lalu menggulung potongan tersebut. Kepompongnya berwarna coklat. Apabila serangan
berat, daun akan habis dan tinggal pelepah daun yang penuh dengan gulungan daun sehingga
dapat menurunkan produksi pisang (Hasyim, et al., 2003).
Bioekologi : menyerang saat stadia larva
Telur berwarna kuning dan menetas setelah mencapai umur 5-8 hari setelah diletakkan.
Imago meletakkan telur secara berkelompok kira-kira 25 butir pada permukaan bawah daun
yang utuh pada malam hari. Larva memotong bagian tepi daun kemudian digulung mengarah
ke dalam. Larva yang masih muda memotong tepi daun secara miring, lalu digulung hingga
membentuk tabung kecil. Apabila daun dalam gulungan tersebut sudah habis, maka larva
akan pindah ke tempat lain dan membuat gulungan yang lebih besar. Di dalam gulungan
tersebut larva akan memakan daun dan biasanya gulungan tersebut menjadi layu.
Satu larva hidup dalam satu gulungan daun. Stadium larva berlangsung selama 28
hari. Larva makan dari bagian dalam gulungan tersebut, kemudian membentuk gulungan
yang lebih besar sesuai dengan perkembangan larva sampai instar akhir. Mortalitas larva
cukup tinggi pada larva muda karena pada permukaan tubuhnya belum ditutupi lilin dan
gulungan daunnya masih terbuka (Hasyim, et al., 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Capinera, J.L. 2003. Sweetpotato Weevil Cylas formicarius (Fabr.). Gainesvile: IFAS
University of Florida.

Djatmiadi & Djatnika. 2001. Petunjuk Teknis Surveilans Lalat Buah. Pusat Teknik dan
Metode Karantina Hewan dan Tumbuhan. Jakarta : Badan Karantina Pertanian.

Hasyim, Kamisar , dan K. Nakamura. 2003. Mortalitas Stadia Pradewasa Hama Penggulung
Daun Pisang Erionota thrax (L) yang Disebabkan oleh Parasitoid. Jurnal Hortikultura
13(2): 114-119.

Herlinda, Siti. 2005. Bioekologi Helicoverpa armigera (HBNER) (lepidoptera: Noctuidae)


pada tanaman tomat. Jurnal Agria 2(1):32-36.

Mahr, S.E.R., Cloyd, R.A., Mahr, D.L., Sadof, C.S. 2001. Biology control of insects and the
other pest of the greenhouse crop. North Central Regional Publication 581. University
of Wisconsin-Exstention, Cooperative Extention.

Marwoto dan Saleh, N. 2003. Peningkatan peran parasitoid telur Trichogrammatoidea


bactrae-bactrae dalam pengendalian penggerek polong kedelai Etiella spp. Jurnal
Litbang Pertanian 22(4): 141-149

Megasari, D., Damayanti, T. A., dan Santoso, S. 2014. Pengendalian Aphis craccivora Koch.
dengan kitosan dan pengaruhnya terhadap penularan Bean common mosaic virus
strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada kacang panjang. Jurnal Entomologi
Indonesia 11(2): 7280.

Nurnina Nonci. 2005. Bioekologi dan pengendalian kumbang Cylas formicarius Fabricius
(Coleoptera: Curculionidae). Jurnal Litbang Pertanian, 24(2), 2005 63-70.

Prasetyarini. 2011. Uji persistensi minyak serai wangi terhadap hama Heliothis armigera
pada tanaman cabai di rumah kaca. HTTP://WWW.E-
JOURNAL.UNBAR.AC.ID/FILE.PHP?FILE=PREVIEW_DOSEN&ID=450&CD=0
B2173FF6AD6A6FB09C95F6D50001DF6&NAME=UJI%20PERSISTENSI%20MI
NYAK%20SERAI%20WANGI.PDF. Diakses pada 9 oktober 2016.

Rahayuwati, Indah, A., dan Sinaga APS. 2002. Pengembangan Pola Feromon Guna
Mengendalikan Hama Kumbang pada Sagu. Jurnal Perlintan Vol 3.

Rusdiana, A., dan Karson, 2002. Pengarih beberapa jenis pakan alami terhadap siklus hidup
Rhynochophorus ferrugineus OLIV (Coleoptera: Curculionidae) di laboratorium.
Jurnal Pertanian Mapeta ISSN 5(15): 33-38.

Santoso, S. J. 2011. Pengendalian Ulat Daun Sawi (Crocidolomia binotalis Zell.) dengan
Insektisida Organik. Jurnal Inovasi Pertanian 10(1): 67-80.

Setiawati, W., Udiarto, B. K., dan Muharam, A. 2005. Pengenalan dan Pengendalian Hama-
hama Penting pada Tanaman Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Siwi, S.S. 2005. Eko-Biologi Hama Lalat Buah. BB-Biogen. Bogor.

Srinivasan R. 2009. Insect and mite pests on eggplant: a field guide for indentification and
management. AVRDC The World Vegetable Center, Shanhua, Taiwan.

Suputa, Cahyanti, Kustaryati, A., Railan, M., Issusilaningtyas & Taufiq, A. 2006. Pedoman
Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae). UGM. Yogyakarta.

Syahfari, H., dan Mujiyanto. 2013. Identifikasi hama lalat buah (diptera: terhritidae) pada
berbagai macam buah-buahan. Jurnal Ziraaah 36(1): 32-39.

Waluyo, B., dan Kuswanto. 2007. Model pendugaan jumlah Aphid (Aphis craccivora Koch)
secara insitu pada tanaman kacang panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth). Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia No 1: 69-77.

Widiana, R. dan Zeswita, A. L. 2012. Kepadatan Populasi Ulat Krop (Crocidolomia


binotalis Zell.) pada Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.) di Kenagarian Alahan
Panjang Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten solok. Jurnal Ekotrans 12 (1).
LAPORAN PRAKTIKUM
ACARA 3
IDENTIFIKASI HAMA HORTIKULTURA

OLEH :
SELGITA FITRIAN KUSUMANINGRUM
(14/365221/PN/13733)

PROGRAM STUDI ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

Anda mungkin juga menyukai