Anda di halaman 1dari 12

BAB III

GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN

3.1. Geologi Regional


Kondisi geologi daerah Kutai Barat secara umum terbagi dalam dua zona
fisiografis, yaitu zona cekungan dan zona tinggian. Daerah Kutai Barat sebagian
termasuk dalam Cekungan Kutai yang terkenal sebagai cekungan sedimen paling
produktif saat ini, sebagian lagi merupakan daerah tinggian yang termasuk dalam
deretan tinggian Kutchingyang berarah utara barat pulau Kalimantan atau dikenal
juga dengan North-West High. Kedua zona fisiografis ini dibedakan satu sama lain
berdasarkan kondisi topografi dan jenis batuan yang ditemukan. Masing masing
zona fisiografis tersebut memiliki kondisi geologi yang berbeda demikian pula
potensi yang dimilikinya

Gambar 1 Struktur regional Kalimantan (Satyana et al., 1999) dan Cekungan


Kutai (Van de weerd dan Armin, 1992)
Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran.
Secara umum, sumbu perlipatan dan pensesarannya berarah timurlaut-baratdaya dan
subparalel terhadap garis pantai timur pulau Kalimantan. Di daerah ini juga terdapat
tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Adapun struktur
Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 1.
Batuan dasar (basement) dari Cekungan Kutai diduga sebagai karakter benua
dan samudera yang dikenal sebagai transisi mengambang (rafted transitional).
Batuan dasar Cekungan Kutai berkaitan dengan segmen yang lebih awal pada periode
waktu Kapur Akhir Paleosen (70 60 MA). Cekungan pada bagian timur dan
tenggara Kalimantan dikontrol oleh adanya proses pergerakan lempeng kerak
samudera dari arah tenggara yang mengarah ke baratlaut Kalimantan

3.2. Geologi Lokal Daerah Penelitian

Cekungan Kutai dibatasi oleh Paternoster platform, Barito Basin, dan


Pegunungan Meratus ke selatan, dengan Schwaner Blok ke barat daya, lalu Tinggian
Mangkalihat di sebelah utara - timur laut, dan Central Kalimantan Mountains (Moss
dan Chambers, 1999) untuk barat dan utara. Cekungan Kutai memiliki sejarah yang
kompleks (Moss et al., 1997), dan merupakan satu - satunya cekungan Indonesia
yang telah berevolusi dari internal rifting fracture/foreland basin ke marginal-sag..
Sebagian besar produk awal pengisi Cekungan Kutai telah terbalik dan diekspos
(Satyana et al., 1999), pada Miosen Tengah sampai Miosen Akhir sebagai akibat dari
terjadinya tumbukan / kolusi block Micro Continent. Dari peristiwa ini menyebabkan
adanya pengangkatan cekungan, perubahan sumbu antiklin dan erosi permukaan yang
mengontrol sedimentasi pada Delta Mahakam. Delta Mahakam terbentuk di mulut
sungai Mahakam sebelah timur pesisir pulau Kalimantan. Dengan garis pantainya
berorientasi arah NE-SW dan dibatasi oleh Selat Makasar, selat yang memisahkan
pulau Kalimantan dan Sulawesi.
3.2. Stratigrafi Regional Kutai Barat

Satyana et all, 1999 dalam An Outline Of The Geology Of Indonesia, 2001


melakukan penelitian dan menyusun stratigrafi Cekungan Kutai dari tua ke muda
sebagai berikut :

1) Formasi Beriun
Formasi Beriun terdiri dari batulempung, selang seling batupasir dan batugamping.
Formasi Beriun berumur Eosen Tengah Eosen Akhir dan diendapkan dalam
lingkungan fluviatil hingga litoral.
2) Formasi Atan
Diatas Formasi Beriun terendapkan Formasi Atan yang merupakan hasil dari
pengendapan setelah terjadi penurunan cekungan dan pengendapan padaFormasi
Beriun. Formasi Atan terdiri dari batugamping dan batupasir kuarsa. Formasi Atan
berumur Oligosen Awal.
3) Formasi Marah
Formasi Marah Diendapakan secara selaras diatas Formasi Atan. Formasi Marah
terdiri dari batulempung, batupasir kuarsa dan batugamping berumur Oligosen Akhir.
4) Formasi Pamaluan
Diendapkan pada kala Miosen Awal hingga Miosen Akhir di lingkungan neritik,
dengan ciri litologi batulempung, serpih, batugamping, batulanau dan sisipan
batupasir kuarsa. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan delta hingga litoral.
5) Formasi Bebulu
Diendapkan pada kala Miosen Awal hingga Miosen Tengah di lingkungan neritik.
Ciri litologi Formasi Bebulu adalah batugamping.
6) Formasi Pulubalang
Formasi Pulubalang diendapkan selaras di atas Formasi Pamaluan, terdiri dari atas
selang-seling pasir lanauan dengan disipan batugamping tipis dan batulempung.
Umur dari formasi ini adalah Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan sub
litoral, kadang-kadang dipengaruhi oleh marine influx. Formasi ini mempunyai
hubungan menjari dengan Formasi Bebulu yang tersusun oleh batugamping pasiran
dengan serpih.
7) Formasi Balikpapan
Formasi Balikpapan diendapkan secara selaras di atas Formasi Pulubalang. Formasi
ini terdiri dari selang seling antara batulempung dan batupasir dengan sisipan
batubara dan batugamping di bagian bawah. Data pemboran yang pernah dilakukan di
Cekungan Kutai membuktikan bahwa Formasi Balikpapan diendapkan dengan sistem
delta, pada delta plain hingga delta front. Umur formasi ini Miosen Tengah Miosen
Akhir.

8) Formasi Kampungbaru
Formasi Kampung Baru ini berumur Mio-Pliosen, terletak di atas Formasi
Balikpapan, terdiri dari selang-seling batupasir, batulempung dan batubara dengan
disipan batugamping tipis sebagai marine influx. Lingkungan pengendapan formasi
ini adalah delta.
9) Formasi Mahakam
Formasi Mahakam terbentuk pada kala Pleistosen sekarang. Proses
pengendapannya masih berlangsung hingga saat ini, dengan ciri litologi material
lepas berukuran lempung hingga pasir halus.
Tabel 3.1 Stratigrafi Regional Kutai Barat
SISTEM PETROLEUM
Batuan induk utama terdiri dari Formasi Pamaluan, Pulau Balang, dan
Balikpapan.Formasi Pamaluan, kandungan material organiknya cukup (1-2%), tetapi
hanya terdapat di bagian utara dari Cekungan Kutai. Pada Formasi Bebulu terdapat
kandungan material organik yang cukup dengan HI di atas 300. Formasi Balikpapan
merupakan batuan induk yang terbaik di Cekungan Kutai karena kandungan material
organiknya tinggi dengan HI lebih besar dari 400 dan matang. Formasi ini
ketebalannya mencapai lebih dari 3000 m, sehingga diperkirakan mampu
menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup banyak (Hadipandoyo, et al.,
2007).

3.3.1 Stratigrafi Daerah Penelitian

Secara regional, daerah penelitian termasuk pada Formasi Balikpapan.


Formasi Balikpapan terdiri dari beberapa formasi, yaitu Formasi Mentawir, Formasi
Maruat, dan Formasi Klandasan. Formasi Balikpapan diendapkan pada Kala Miosen
tengah.Pada derah telitian ini terdapat Formasi Balikpapan tersusun atas litologi
dominan batupasir yang berselingan dengan litologi batulempung dan perlapisan
batubara (Tabel 3.2).
Tabel 3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
3.4 Analisi Proximate

Proximate analysis merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap sampel


batubara untuk menentukan kandungan air (moisture), zat terbang (volatile matter),
abu serta karbon tetap (fixed carbon), yang penjelasannya adalah sebagai berikut :

Kandungan Air (Moisture)


Air atau moisture yang terkandung dalam batubara terbagi menjadi tiga
macam yaitu
1. Free Moisture
Semua batubara mengandung free moisture dalam jumlah tertentu, yang pada
umumnya disebabkan oleh air bawah tanah yang bergabung dalam proses
pembentukan batubara serta semprotan-semprotan air pada proses-proses pencucian
maupun berasal dari hujan dan salju. Pada kebanyakan analisis, free
moistureditetapkan sebagai langkah pertama untuk memeperoleh total moisture,
termasuk bagian yang menguap ketika sampel dalam proses menuju keseimbangan
dengan udara sekitar.
Free moisture dinyatakan dalam presentase dan diukur dari berkurangnya
berat sampel antara 5 15 kg, hal ini dilakukan dengan cara menempatkan sampel
pada udara yang bersikulasi bebas pada temperatur kurang dari 15 0C diatas
temperatur ambient selama 16 sampai 24 jam. Sampel tersebut kemudian disebarkan
dengan rata sehingga memiliki ketebalan penampang sekitar 2,5 cm dan apabila
sampel batubara memiliki tingkat kebasahan yang lebih tinggi maka waktu
pengeringan mungkin meningkat sampai melebihi 24 jam.
2. Inherent Moisture
Diukur dengan mengukur kehilangan berat jika 1 kg sampel dipanaskan dalam
oven sampai 105 0C 110 0C selama 5 6 jam dalam aliran udara lambat.
3. Air Dry Moisture
Untuk menetapkan kandungan air dari sampel laboratorium dalam rangka
melakukan analisa secara umum maka dapat dilakukan dengan cara mengeringkan 1
gram sampel dalam suatu oven vakum menggunakan cara yang sama dengan free
moisture dan selanjutnya menimbang secara langsung kandungan air yang diserap
oleh absorbent (alat penyerap) dari gas nitrogen kering yang dilewatkan pada
batubara di dalam tabung pemanas. Jika batubara dipanaskan di udara pada suhu lebih
dari 100 0C tetapi dibawah titik nyalanya maka akan terjadi perubahan lain selain
hilangnya uap air yang meliputi :
Kehilangan berat sehubungan dengan evolusi gas-gas serta terurainya
batubara.

Bertambahnya berat sehubungan dengan pembentukan peroksida padat.


Pemakaian Nitrogen untuk mengeluarkan Oksigen dapat mencegah terjadinya
hal ini.

Abu (Ash)
Ada tiga tipe abu yang diperoleh saat analisa, yaitu :

1. Abu Inherent (inherent ash)


Abu inherent adalah kandungan abu yang tidak dapat dihilangkan dengan
metoda pembersihan apapun. Abu inherent boleh dianggap sama seperti unsur-unsur
pokok mineral dari bahan tumbuhan pada saat batubara diperoleh, dan ditambah
dengan endapan (lumpur) dimana tumbuhan itu tumbuh.

2. Abu campuran (associated ash)


Abu campuran terdapat pada lapisan betubara dalam bentuk pola bercak-
bercak, dan diantaranya terdiri dari semacam zat mineral yang belum terpisahkan
dari bongkahan-bongkahan batubara selama penambangan

3. Adventitous ash
Adventitous ash tidak terdapat pada lapisan batubara, akan tetapi berasal dari
lantai atau atap tambang yang tergantung pada kondisi geologis setempat.
Adventitous ash mungkin berupa lempung (tanah liat) tahan api atau
serpihan carbon dari tanah liat yang mengendap pada air dangkal dilokasi tambang
batubara.
Zat Terbang (Volatile Matter)
Zat terbang dipakai sebagai pedoman dalam sistem klasifikasi batubara karena
zat terbang dapat mencerminkan tipe batubara serta karakteristiknya dalam suatu
proses pembakaran. Pengukuran dilakukan dengan cara memanaskan 1 gram sampel
betubara dalam wadah peleburan dengan suhu 900 0C selama 7 menit tanpa kontak
langsung dengan udara. Dihitung berdasarkan berkurangnya berat setelah dikurangi
dengan pengurangan berat karena hilangnya uap air. Zat terbang terdiri dari hidrogen
dan nitrogen yang ada dalam batubara dan campuran organik yang amat kompleks
dari unsur kimia.

Karbon Tetap (Fixed Carbon)


Karbon tetap adalah zat yang tidak menguap dan tersisa setelah
kandungan moisture, volatile matter (zat terbang) dan kadar abu dihilangkan. Fixed
carbon didapatkan dengan formula sebagai berikut.
Fixed Carbon = 100 % % Moisture % Volatile Matter % Abu.
Sulfur (belerang) dihitung terpisah, namun terkadang dihitung pada saat penentuan
nilai kalor batubara.

Tabel 3.3 Hasil Uji Analisi Proximate Kabupaten Kutai Barat

Analisis Proksimat ar Ad Db Daf


Moisture 3.3 3.3 2.7 2
Ash 22.1 22.2 22.8 1.7
3.5 Sumber Daya dan Cadangan

3.5.1 Tabel data Korelasi Strike dan Dip Kecamatan Tering Kabupaten Kutai Barat

DRILL HOLE STRIKE DIP TEBAL


DH10 35 17 1

DH11 230 10 1.07

DH23 160 60 0.98


DH31 210 60 1.13
DH36 290 35 1.08
DH37 35 10 0.77
DH38 230 5 0.95
DH39 110 20 0.78

3.5.2 Tabel data roof dan floor

Deep from Deep to


7.51 11.302
1.35 5.212
28.94 33.712
6.27 11.192
35.51 40.382
28.44 33.002
9.52 14.262
5.85 9.422

Batas bawah dan batas atas batubara dapat dilihat pada tabeldiatas
3.6 Model Sumber Daya

3.6.1 Peta Topografi Daerah

Peta Topografi didapat dari hasil olahanan dengan menggunakan Software


Minescape dapat dilihat pada lampiran (10)

3.6.2 Bentuk Cadangan Batubara Kecamatan Tering Kabupaten Kutai Barat

Bentuk cadangan endapan batubara setelah diolah dengan software minescape dapat
dilihat pada lampiran (4)

3.6.3 Volume Batubara

Volume Batubara Kecamatan Tering setelah diolah dengan menggunakan minescape


dapat dilihat pada lampiran (8)

Anda mungkin juga menyukai