GEOTEKNIK
Aspek geoteknik bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan mekanik batuan
yang menyusun material penutup (overburden), batuan dasar dan lapisan pyrolusit.
Pengkajian data hasil pengujian geoteknik akan menghasilkan data sifat material yang
akan digunakan untuk perancangan tambang, terutama dalam penentuan dimensi
lereng (sudut dan tinggi jenjang) yang aman/mantap untuk lereng penggalian
pyrolusit dan lereng timbunan tanah penutup.
Secara prinsip, pada suatu lereng sebenarnya berlaku dua macam gaya, yaitu
gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan, yaitu gaya yang menahan massa
dari pergerakan sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan massa
bergerak. Lereng akan longsor jika gaya penggeraknya lebih besar dari gaya penahan.
4.1.1 Metode Empirik
Adalah metode rancangan berdasarkan analisa statistik, yaitu melalui
pendekatan empirik dari banyak pekerjaan serupa sebelumnya. Pendekatan empirik
yang paling baik ialah klasifikasi masa batuan, contohnya adalah Klasifikasi Rock
Mass Rating dan Slope Mass Rating.
Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR= Klasifikasi Geomekanika) dibuat
pertama kali oleh Bieniawski (1973). Sistem klasifikasi ini telah dimodifikasi
beberapa kali, terakhir pada tahun 1989. Modifikasi selalu dengan data yang baru
agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan disesuaikan dengan standard
Internasional.
Klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating menggunakan parameter berikut
ini (Lihat table 4.1):
1. Kuat teka unuaksial dari material batuan
2. Rock quality design (RQD)
3. Sepasi Ketidak-menerusan
4. Kondisi rekahan, meliputi : Kekerasan (rougness), lebar celah (aperture) dan
ketebalan bahan pemisah/pengisi celah (width filled/gouge), tingkat
pelapukan (weathered) dan kemenerusan kekar/terminasi (extension).
5. Kondisi air tanah
6. Orientasi ketidak-menerusan
Parameter ke-6 (orientasi ketidak-menerusan pemakaian dan penerapannya
disesuaikan dengan pengguanan RMR untuk rekayasa batuan. Terkait denagan materi
yang dibahas, yaitu lereng, maka paremeter ke-6 tersebut disesuaikan untuk
keperluan analisis kestabilan lereng seperti yang dikemukakan oleh Romana (1985).
4.1.2 Metode Analitik
Metode anlitaik adalah metode rancangan berdasarkan analisis tegangan-
tegangan dan deformasi-deformasi yang terjadi di lokasi sekitar penggalian (lereng).
Selain perhitungan anlitik konvensional, teknik lain yang sering digunakan adalah
dengan perhitungan numeric.
Adannya kegiatan penggalian yang dilakukan di permukaan tananh akan
mengakibatkan perubahan distribusi tegangan, terutama disekitar dan di dekat lokasi
penggalian, sehingga akhirnya akan terjadi keseimbangan yang baru. Besarnya
tegangan yang terjadi di sekitar lokasi penggalian dapat dihitung secara analitik
maupun numeric.
Perhitungan numeric dilakukan untuk membantu menyelesaikan perhitungan
secaara analitik karena seringkali di jumpai perhitungan yang sangat panjang. Pada
umumnya perhitungan di lakukan dengan bantuan paket progam yang sudah ada
seperti micosoft ecel, slope w, galena dan sebagainya. Untuk analisis kemantapan
lereng maka paket progam yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis longsoran
yang mungkin terjadi.
PENYELIDIKAN GEOTEKNIK UNTUK RANCANGAN
TAMBANG TERBUKA
S G
S L
Bulk Samping Core Sampling
M I
I S
R
K T
E
I PENGUJIAN
S
R LABORATORIUM
I
I Petografi
S
K Sifat Fisik
T
Vs I
T
Ed
I
Gambar 4.1 Bagan Alir Penyelidikan Geoteknik untuk Rancangan Tambang Terbuka
4.2. Kajian Geoteknik
Geoteknik adalah bidang kajian rekayasa kebumian yang berkonsentrasi pada
aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang melibatkan material alam yang
terdapat pada atau dekat permukaan bumi. Geoteknik tambang merupakan aplikasi
dari rekayasa geoteknik pada kegiatan tambang terbuka dan tambang bawah tanah.
Aplikasi geoteknik melibatkan disiplin ilmu Mekanika Tanah, Mekanika Batuan,
Geologi, dan Hidrologi. Melalui geoteknik tambang diharapkan rancangan suatu
tambang baik tambang terbuka maupun tambang bawah tanah dapat dilakukan
analisis terhadap kestabilan yang terjadi karena proses penggalian dan atau
penimbunan, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap rancangan yang aman
dan ekonomis.
Data geoteknik utama yang diperlukan untuk perancangan tambang bawah tanah
meliputi :
- Kondisi geologi
- Kondisi hidrologi dan hidrogeologi
- Sifat fisik (bobot isi, berat jenis, kadar air, porositas, void ratio, batas Atterberg
kadang-kadang diperlukan untuk material tanah)
- Sifat mekanik (kuat tekan uniaksial, parameter kekuatan geser (kuat geser, kohesi,
sudut geser dalam)
- Tegangan in situ (tegangan vertical, tegangan horizontal)
Parameter geoteknik di atas diperoleh melalui penyelidikan baik di lapangan
maupun di laboratorium (lihat Gambar 3.1).
Menurut Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor :
555K/26/M.PE/1995
Pasal 241
Tinggi permukaan kerja dan lebar teras kerja :
1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan
clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat
persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
5. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:
a. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih
dari 15 meter, dan
b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter
6. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bem) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya rekahan, tekanan, atau kelemahan lainnya.
a. Penyebaran batuan
Macam tanah atau batuan yang terdapat di daerah penyelidikan harus diketahui,
demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu dilakukan
karena sifat-sifat fisik dan mekanis suatu tanah atau batuan berbeda dengan tanah
atau batuan lain sehingga kekuatan menahan bebannya sendiri juga berbeda.
c. Struktur geologi
Struktur geologi yang perlu dicatat adalah sesar, kekar, bidang perlapisan,
ketidakselarasan, dan sebagainya. Ini merupakan hal yang penting di dalam
analisis kemantapan lereng karena struktur merupakan bidang lemah di dalam
massa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng. Hal ini dikaitkan dengan
orientasi lereng dan diskontinuitas batuan.
d. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim mempengaruhi
perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah dalam waktu yang
singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis
pelapukan lebih cepat dibandingkan daerah dingin. Oleh karena itu singkapan
batuan pada lereng daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini mengakibatkan
lereng mudah longsor.
e. Geometri lereng
Geometri lereng mencakup tinggi lereng, dan sudut kemiringan lereng. Lereng
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menjadi tidak mantap, dan cenderung
lebih mudah longsor dibandingkan lereng yang tidak terlalu tinggi bila susunan
batuannya sama. Lereng menjadi semakin kurang mantap jika kemiringannya
besar. Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan
batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi. Batuan dengan kandungan air
yang tingi kekuatannya menjadi rendah sehingga lereng lebih mudah longsor. Hal
ini dikarenakan air yang terkandung dalam tanah atau batuan akan menambah
beban batuan tersebut.
f. Gaya luar
Gaya luar sedikit banyak dapat mempengaruhi kemantapan suatu lereng. Gaya ini
berupa getaran-getaran yang berasal dari sumber-sumber yang berada di dekat
lereng tersebut. Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh peledakan, lalu lintas
kendaraan, dan sebagainya.
a. Geometri Lereng
Geometri lereng yang perlu diketahui adalah :
b. Struktur Batuan
Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya
bidang bidang lemah, bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan.
c. Sifat Fisik
Sifat fisik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis kemantapan lereng
adalah :
Longsoran merupakan suatu proses pergerakan massa tanah dan atau massa
hancuran batuan penyusun lereng yang bergerak menuruni lerengnya akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari
suatu lereng dan juga struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Karena
batuan mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannya pun akan berbeda
pula.
Longsoran pada kegiatan pertambangan secara umum diklasifikasikan
menjadi empat bagian, yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran
guling(toppling failure), longsoran busur (circular failure),dan longsoran baji (wedge
failure).
Pada penambangan bauksit PT. Giant Perkasa Coal kemungkinan adanya
longsor adalah longsoran busur
Longsoran busur (circular failure)
Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam,
terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga hampir
menyerupai tanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika
batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah
(rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.
Dengan demikian longsoran busur juga terjadi pada batuan yang rapuh atau
lunak serta banyak mengandung bidang lemah, maupun pada tumpukan batuan yang
hancur.
Gambar 4.2
Longsoran Busur
4.6 Analisis Kemantapan Lereng
Gambar 4.6 Keadaan aliran air tanah menurut Hoek and Bray
1. Tentukan kondisi air tanah yang akan terjadi pada lereng dan pilih chart yang
paling mendekati kondisi tersebut.
2. Hitung nilai rasio tak berdimensi c/(gH.tanf) dan temukan nilai ini pada skala
sirkular bagian luar.
3. Ikuti garis radial dari nilai pada langkah 2 sampai perpotongannya dengan
kurva kemiringan lereng.
4. Temukan harga tanf/F atau c/gHF yang sesuai dan hitung Faktor Keamanan.
Analisis kemantapan lereng, dihitung berdasarkan Kepmen Pertambangan
dan Energi Nomor : 555K/26/M.PE/1995, yang dimana dalam menentukan
Lebar Lereng yaitu dengan cara 1,5 x tinggi lereng.
1. Lereng Tunggal
Diketahui :
Perhitungan :
C
Nat. H. Tan
13 KN/m2
2,35 KN/m3.10. Tan 38,3
13 KN/m2
18,541 KN/m3
= 0,70
Gambar 4.7 Chart Lereng Tunggal
Tan
F=
0,19
0,789
=
0,19
F = 4,15
C
. H. F
13 KN/m2
= 0,123
2,49.10.F
13 KN/m2
F=
3,062
F = 4,245
Maka dapat disimpulkan bahwa nilai FK dari Lereng Tunggal yaitu 4,15 4,24.
Jadi keadaan dari lereng tunggal tersebut adalah aman.
GAMBAR 4.8 GEOMETRI SINGLE SLOPE
2. Lereng Keseluruhan
Ukuran dari partikel tanah sangatlah beragam dengan variasi yang cukup besar.
Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil, pasir, lanau, lempung, tergantung pada
ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Untuk menerangkan
tentang tanah berdasarkan ukurang-ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah
mengembangkan batasan-batasan ukuran jenis tanah yang telah dikembangkan MIT
(Massachussetts Instute of Tecnology), USDA (U.S. Departement of agriculture),
AASHTO (America Association of State Highway and Transportation Officials) dan
Lereng Keseluruhan
Diketahui :
Kemiringan () = 22,2
Perhitungan :
C
Nat. H. Tan
13 KN/m2
2,35 KN/m3.200. Tan 38,3
13 KN/m2
370,83 KN/m3
=0,035
C
. H. F
13 KN/m2
= 0,016
2,49.2000.F
13 KN/m2
F=
7,968
F = 1,63
Maka dapat disimpulkan bahwa nilai FK dari Lereng Keseluruhan yaitu 1,75
1,63. Jadi keadaan dari lereng keseluruhan tersebut adalah aman.