Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

GEOTEKNIK

4.1 Dasar Teori Geoteknik

Aspek geoteknik bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan mekanik batuan
yang menyusun material penutup (overburden), batuan dasar dan lapisan pyrolusit.
Pengkajian data hasil pengujian geoteknik akan menghasilkan data sifat material yang
akan digunakan untuk perancangan tambang, terutama dalam penentuan dimensi
lereng (sudut dan tinggi jenjang) yang aman/mantap untuk lereng penggalian
pyrolusit dan lereng timbunan tanah penutup.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 55, Tahun


1995, diantaranya menyatakan bahwa untuk lereng bukaan tambang yang tinggi
keseluruhan (overall) lebih besar dari 15 meter, maka harus ada analisis geoteknik
yang didukung hasil penelitian, yang menyatakan bahwa bukaan tersebut dalam
keadaan mantap dan aman.

Masalah kemantapan lereng di dalam suatu pekerjaan yang melibatkan


kegiatan penggalian maupun kegiatan penimbunan merupakan masalah yang penting,
karena ini menyangkut masalah keselamatan pekerja dan peralatan serta manusia dan
bangunan yang berada di sekitar lereng tersebut. Dalam pekerjaan penambangan
dengan cara tambang terbuka, lereng yang tidak mantap akan dapat mengganggu
kelancaran produksi.

Di alam tanah dan bangunan umumnya berada dalam keadaan setimbang,


artinya keadaan distribusi tegangan pada tanah atau batuan tersebut dalam keadaan
mantap. Apabila pada tanah atau batuan tersebut ada kegiatan penggalian,
penimbunan, penurunan, pengangkutan, erosi, atau aktivitas lain, sehingga
menyebabkan keseimbangannya terganggu, maka tanah atau batuan itu akan berusaha
untuk mencapai keseimbangan baru dengan cara pengurangan beban, terutama dalam
bentuk longsoran.

Untuk menganalisis kemantapan lereng perlu terlebih dahulu diketahui system


tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan serta sifat fisik dan mekaniknya.
Tegangan di dalam massa tanah atau batuan dalam keadaan alamiahnya adalah
tegangan vertikal, tegangan horizontal, dan tekanan air pori. Sedangkan sifat fisik dan
mekaniknya antara lain adalah bobot isi, kohesi, dan sudut geser dalam. Faktor ini
secara langsung turut mempengaruhi kemantapan dari suatu lereng.

Secara prinsip, pada suatu lereng sebenarnya berlaku dua macam gaya, yaitu
gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan, yaitu gaya yang menahan massa
dari pergerakan sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan massa
bergerak. Lereng akan longsor jika gaya penggeraknya lebih besar dari gaya penahan.
4.1.1 Metode Empirik
Adalah metode rancangan berdasarkan analisa statistik, yaitu melalui
pendekatan empirik dari banyak pekerjaan serupa sebelumnya. Pendekatan empirik
yang paling baik ialah klasifikasi masa batuan, contohnya adalah Klasifikasi Rock
Mass Rating dan Slope Mass Rating.
Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR= Klasifikasi Geomekanika) dibuat
pertama kali oleh Bieniawski (1973). Sistem klasifikasi ini telah dimodifikasi
beberapa kali, terakhir pada tahun 1989. Modifikasi selalu dengan data yang baru
agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan disesuaikan dengan standard
Internasional.
Klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating menggunakan parameter berikut
ini (Lihat table 4.1):
1. Kuat teka unuaksial dari material batuan
2. Rock quality design (RQD)
3. Sepasi Ketidak-menerusan
4. Kondisi rekahan, meliputi : Kekerasan (rougness), lebar celah (aperture) dan
ketebalan bahan pemisah/pengisi celah (width filled/gouge), tingkat
pelapukan (weathered) dan kemenerusan kekar/terminasi (extension).
5. Kondisi air tanah
6. Orientasi ketidak-menerusan
Parameter ke-6 (orientasi ketidak-menerusan pemakaian dan penerapannya
disesuaikan dengan pengguanan RMR untuk rekayasa batuan. Terkait denagan materi
yang dibahas, yaitu lereng, maka paremeter ke-6 tersebut disesuaikan untuk
keperluan analisis kestabilan lereng seperti yang dikemukakan oleh Romana (1985).
4.1.2 Metode Analitik
Metode anlitaik adalah metode rancangan berdasarkan analisis tegangan-
tegangan dan deformasi-deformasi yang terjadi di lokasi sekitar penggalian (lereng).
Selain perhitungan anlitik konvensional, teknik lain yang sering digunakan adalah
dengan perhitungan numeric.
Adannya kegiatan penggalian yang dilakukan di permukaan tananh akan
mengakibatkan perubahan distribusi tegangan, terutama disekitar dan di dekat lokasi
penggalian, sehingga akhirnya akan terjadi keseimbangan yang baru. Besarnya
tegangan yang terjadi di sekitar lokasi penggalian dapat dihitung secara analitik
maupun numeric.
Perhitungan numeric dilakukan untuk membantu menyelesaikan perhitungan
secaara analitik karena seringkali di jumpai perhitungan yang sangat panjang. Pada
umumnya perhitungan di lakukan dengan bantuan paket progam yang sudah ada
seperti micosoft ecel, slope w, galena dan sebagainya. Untuk analisis kemantapan
lereng maka paket progam yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis longsoran
yang mungkin terjadi.
PENYELIDIKAN GEOTEKNIK UNTUK RANCANGAN
TAMBANG TERBUKA

GEOFISIKA HIDROLOGI & PEMETAAN PEMBORAN INTI


GEOLOGI
HIDROGEOLOGI

S G

E E Karakteristik Core loging


Akuifer
I O

S L
Bulk Samping Core Sampling
M I

I S
R
K T
E
I PENGUJIAN
S
R LABORATORIUM
I
I Petografi
S
K Sifat Fisik
T

I Kuat Tekan Unuaksial

V Uji Geser Langsung


Vp

Vs I

T
Ed
I

Gambar 4.1 Bagan Alir Penyelidikan Geoteknik untuk Rancangan Tambang Terbuka
4.2. Kajian Geoteknik
Geoteknik adalah bidang kajian rekayasa kebumian yang berkonsentrasi pada
aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang melibatkan material alam yang
terdapat pada atau dekat permukaan bumi. Geoteknik tambang merupakan aplikasi
dari rekayasa geoteknik pada kegiatan tambang terbuka dan tambang bawah tanah.
Aplikasi geoteknik melibatkan disiplin ilmu Mekanika Tanah, Mekanika Batuan,
Geologi, dan Hidrologi. Melalui geoteknik tambang diharapkan rancangan suatu
tambang baik tambang terbuka maupun tambang bawah tanah dapat dilakukan
analisis terhadap kestabilan yang terjadi karena proses penggalian dan atau
penimbunan, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap rancangan yang aman
dan ekonomis.
Data geoteknik utama yang diperlukan untuk perancangan tambang bawah tanah
meliputi :
- Kondisi geologi
- Kondisi hidrologi dan hidrogeologi
- Sifat fisik (bobot isi, berat jenis, kadar air, porositas, void ratio, batas Atterberg
kadang-kadang diperlukan untuk material tanah)
- Sifat mekanik (kuat tekan uniaksial, parameter kekuatan geser (kuat geser, kohesi,
sudut geser dalam)
- Tegangan in situ (tegangan vertical, tegangan horizontal)
Parameter geoteknik di atas diperoleh melalui penyelidikan baik di lapangan
maupun di laboratorium (lihat Gambar 3.1).
Menurut Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor :
555K/26/M.PE/1995
Pasal 241
Tinggi permukaan kerja dan lebar teras kerja :
1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan
clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat
persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
5. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:
a. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih
dari 15 meter, dan
b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter
6. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bem) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya rekahan, tekanan, atau kelemahan lainnya.

4.3.Faktor Yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng


Faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemantapan lereng
adalah sebagai berikut :

a. Penyebaran batuan
Macam tanah atau batuan yang terdapat di daerah penyelidikan harus diketahui,
demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu dilakukan
karena sifat-sifat fisik dan mekanis suatu tanah atau batuan berbeda dengan tanah
atau batuan lain sehingga kekuatan menahan bebannya sendiri juga berbeda.

b. Relief permukaan bumi


Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta menentukan arah
aliran air permukaan dan air tanah. Hal ini disebabkan untuk daerah yang curam,
kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih
intensif dibandingkan pada daerah yang landai. Karena erosi yang intensif,
banyak dijumpai singkapan tanah atau batuan dan ini menyebabkan pelapukan
yang lebih cepat. Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga
kemantapan lereng berkurang.

c. Struktur geologi
Struktur geologi yang perlu dicatat adalah sesar, kekar, bidang perlapisan,
ketidakselarasan, dan sebagainya. Ini merupakan hal yang penting di dalam
analisis kemantapan lereng karena struktur merupakan bidang lemah di dalam
massa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng. Hal ini dikaitkan dengan
orientasi lereng dan diskontinuitas batuan.

d. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim mempengaruhi
perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah dalam waktu yang
singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis
pelapukan lebih cepat dibandingkan daerah dingin. Oleh karena itu singkapan
batuan pada lereng daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini mengakibatkan
lereng mudah longsor.

e. Geometri lereng
Geometri lereng mencakup tinggi lereng, dan sudut kemiringan lereng. Lereng
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menjadi tidak mantap, dan cenderung
lebih mudah longsor dibandingkan lereng yang tidak terlalu tinggi bila susunan
batuannya sama. Lereng menjadi semakin kurang mantap jika kemiringannya
besar. Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan
batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi. Batuan dengan kandungan air
yang tingi kekuatannya menjadi rendah sehingga lereng lebih mudah longsor. Hal
ini dikarenakan air yang terkandung dalam tanah atau batuan akan menambah
beban batuan tersebut.

f. Gaya luar
Gaya luar sedikit banyak dapat mempengaruhi kemantapan suatu lereng. Gaya ini
berupa getaran-getaran yang berasal dari sumber-sumber yang berada di dekat
lereng tersebut. Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh peledakan, lalu lintas
kendaraan, dan sebagainya.

4.4 Data Sebagai Dasar Analisis


Data utama sebagai dasar analisis kemantapan suatu lereng adalah : geometri
lereng, struktur geologi, serta sifat fisik dan sifat mekanik.

a. Geometri Lereng
Geometri lereng yang perlu diketahui adalah :

1. Orientasi lereng (jurus/kemiringan)


2. Tinggi dan kemiringan lereng (tiap jenjang maupun total)
3. Lebar jenjang (berm)

b. Struktur Batuan
Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya
bidang bidang lemah, bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan.

c. Sifat Fisik
Sifat fisik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis kemantapan lereng
adalah :

1. Bobot isi batuan


2. Porositas batuan
3. Kandungan air dalam batuan
d. Sifat Mekanik
Sifat mekanik yang diperlukan diantaranya adalah kuat tekan dan kuat tarik
batuan untuk memperoleh nilai kohesi, sudut geser dalam, poisson ratio, dan
modulus elastisitas.

4.5. Jenis-Jenis Longsoran

Longsoran merupakan suatu proses pergerakan massa tanah dan atau massa
hancuran batuan penyusun lereng yang bergerak menuruni lerengnya akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

Masalah kelongsoran khususnya di Indonesia, sering terjadi disebabkan


keadaan geografi yang dibeberapa tempat memiliki curah hujan cukup tinggi dan
daerah potensi gempa. Curah hujan yang tinggi dianggap sebagai faktor utama
kelongsoran karena air dapat mengikis suatu lapisan pasir, melumasi batuan ataupun
meningkatkan kadar air suatu lempung sehingga mengurangi kekuatan
geser. Kemungkinan longsor akibat hujan masih harus dikaitkan dengan beberapa
faktor antara lain topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat kerembesan tanah
dan morfologi perkembangannya.

Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari
suatu lereng dan juga struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Karena
batuan mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannya pun akan berbeda
pula.
Longsoran pada kegiatan pertambangan secara umum diklasifikasikan
menjadi empat bagian, yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran
guling(toppling failure), longsoran busur (circular failure),dan longsoran baji (wedge
failure).
Pada penambangan bauksit PT. Giant Perkasa Coal kemungkinan adanya
longsor adalah longsoran busur
Longsoran busur (circular failure)
Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam,
terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga hampir
menyerupai tanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika
batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah
(rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.
Dengan demikian longsoran busur juga terjadi pada batuan yang rapuh atau
lunak serta banyak mengandung bidang lemah, maupun pada tumpukan batuan yang
hancur.

Gambar 4.2
Longsoran Busur
4.6 Analisis Kemantapan Lereng

Analisis kemantapan lereng dilakukan bertujuan untuk menentukan geometri


lereng yang mantap dalam bentuk tinggi dan sudut kemiringan lereng. Perhitungan
analisis kemantapan lereng dilakukan berdasarkan Metode Stereografis dengan
perhitungan matematis. Perhitungan dilakukan untuk menganalisis kemantapan
lereng baik individualslope dan overall slope.

4.7 Uji Laboratorium


Beberapa metode yang digunakan untuk menguji kualitas batubara sangat
beragam, diantaranya yaitu melakukan pengujian sampel di laboratorium. Dalam uji
laboratorium ini, kita dapat melakukan analisa proksimate untuk mengetahui
kandungan nilai kalori, total moisture, dan ash content pada batubara, dan analisa
ultimat untuk mengetahui kandungan total sulfur.
Langkah-langkahuntukmenentukananalisaproksimite, yaitu :
1. Analisa total moisture, untuk analisa total moisture siapkan batubara yang
telah dipreparasi yang berukuran 13 mm, kemudian timbang tray kosong dan
catat sebagai (m1), timbang 1kg batubara masukkan dalam tray dan ratakan,
catat sebagai (m2). Masukkan batubara yang sudah ditimbang kedalam drying
oven pada temperature 400C selama 2,5-3 jam. Setelah itu timbang batubara
dan tray, catat sebagai (m3). Hitung kadar Free Moisture dengan rumus :
23
% M = 21 x 100%

Setelah didapat kadar FM lalu batubara dimasukkan kedalam hammer


mill untuk mendapatkan ukuran 3 mm. Kemudian timbang 10 gr batubara
dengan cawan kosong setelah ditimbang masukkan kedalam oven bersuhu
105oC selama 3 jam yang dialiri nitrogen yang berfungsi untuk mengikat uap
air agar batubara benar-benar kering. Setelah 3 jam kadar Moisture In Air-Dry
sample akan muncul pada layark omputer dengan sendirinya. Kemudian
hitung nilai Total Moisture dengan rumus :

TM = FM + M x (1 100)

2. Analisa Ash content, batubara yang sudahmengalami proses


pengeringandiambilsampeldanditimbangansebanyak 1 gram untuk dianalisis
kadar abunya. Kemudian batubara yang sudah diambil dan ditimbang tadi
dimasukkan kedalam alat seperti oven yaitu purnice. Suhu awal untuk
melakukan proses pembakaran yaitu 0 - 500C selama satu jam, lalu satu jam
kemudian suhu dinaikkan sampai 815C. Setelah selesai pembakaran pada
suhu 815C suhu diturunkan lagi kesuhu normal yaitu 500C. Pengujian ini
dilakukan selama 120 menit. Batubara yang sudah dibakar kemudian
didinginkan dan ditimbang kembali untuk mengetahui persentase kadar
abunya.
3. Analisa calorivic value, untuk uji kalori siapkan batubara yang telah
ditimbang 1gr, kemudian pasang benang pada alat pengukur. Fungsi benang
adalah sebagai penghantar listrik (pembakar). Setelah benang dipasang
masukkan kedalam alat Parr Calorimeter yang telah dipasang aliran oksigen.
Tunggu hingga 15 menit maka nilai kalori akan muncul dengan sendirinya
pada print hasil pengujian dengan satuan cal/gr. Sebagai factor koreksi, jika
batubara tersebut memiliki kandungan sulfur tinggi maka nilai kalori
dikurangi dengan kadar sulfur yang telah dikalikan 22,47 dan dikurangi lagi
dengan kadar asam nitrat.
4. Cara pengujian total sulfur timbang cawan kosong, kemudian pompa oksigen
dinaikkan sebesar 3,25 l/menit. Timbang batubara sebanyak 0,15 gr tidak
boleh lebih. Masukkan batubara kedalam alat uji sulfur LECO S144DR yang
mengguna kaninfra red. Atur suhu sesuai dengan furnace temperature dan set
point temperature yaitu 1311,90C. Tunggu beberapa menit, kemudian kadar
sulfur akan muncul pada layar komputer yang telah diatur secara otomatis.
Data yang diperoleh dari sampling batubara di front dan stockpile
dikelompokkan berdasarkan jenis batubara dan parameternya, kemudian dihitung
rata-ratanya dan disajikan dalam bentuk tabel, dan grafik, sehingga dapat dilihat
parameter batubara yang ada di front dan stockpile dan berapa besar penyimpangan
kualitas yang terjadi pada batubara yang ada di front dan stockpile tersebut.
Pada penelitian ini dilakukan analisis proksimat dan ultimat untuk mengetahui
kualitas batubara pada front dan stockpile. Beberapa parameter yang diuji pada uji
laboratorium ini, yaitu :

Tabal 4.1 Parameter Hasil Uji Laboratorium


No Parameter Satuan Hasil
1 Total Moisture (ARB) 35.46
2 Inherent Moisture (ADB) 14.16
3 Ash (ADB) 3.83
4 Volatile Matter (ADB) 42.36
5 Total Sulfur (ADB) 0.13
6 Net Calorific Value (NAR) 3775
7 HGI 59
8 Size 0-50MM 91.19
9 Volatile Matter (ARB) 31.85
10 Ash (ARB) 2.88
11 Total Sulfur (ARB) 0.10
12 Gross Calorific Value (ADB) 5518
Ash Fusion Temperature (AFT)
Reduction Oxsidation
13 Deformation Temperature 1240 1250C
14 Spherical Temperature 1250 1290C
15 Hernisphere Temperature 1250 1290C
16 Flow Temperature 1280 1340C
Sumber: AlwiMasbait
Pada penggambaran pola air tanah metode yang dikemukakan oleh Hoek and
Bray dimana metode ini menggambarkan lima buah pola aliran tanah dari kondisi
kering sampai kondisi jenuh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Gambar 4.6 Keadaan aliran air tanah menurut Hoek and Bray

Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisa lereng dengan metoda Hoek


dan Bray adalah sebagai berikut:

1. Tentukan kondisi air tanah yang akan terjadi pada lereng dan pilih chart yang
paling mendekati kondisi tersebut.
2. Hitung nilai rasio tak berdimensi c/(gH.tanf) dan temukan nilai ini pada skala
sirkular bagian luar.
3. Ikuti garis radial dari nilai pada langkah 2 sampai perpotongannya dengan
kurva kemiringan lereng.
4. Temukan harga tanf/F atau c/gHF yang sesuai dan hitung Faktor Keamanan.
Analisis kemantapan lereng, dihitung berdasarkan Kepmen Pertambangan
dan Energi Nomor : 555K/26/M.PE/1995, yang dimana dalam menentukan
Lebar Lereng yaitu dengan cara 1,5 x tinggi lereng.

Pada perhitungan ini dilakukannya dua perhitungan factor keamanan


lereng, yaitu pada lereng tunggal dan lereng keseluruhan. Dimana dari hasil
pengamatan keadaan aliran air tanah di lapangan yaitu lembab, maka pada
perhitungan ini menggunakan Hoek and Bray Chart 2.

1. Lereng Tunggal
Diketahui :

Tinggi (H) = 10 meter


Sudut Geser Dalam() = 38,30
Kohesi (c) = 13 kN/m 2
Bobot isi asli (.nat) = 2,35 kN/m3
Kemiringan () = 450

Perhitungan :

C
Nat. H. Tan
13 KN/m2
2,35 KN/m3.10. Tan 38,3
13 KN/m2
18,541 KN/m3
= 0,70
Gambar 4.7 Chart Lereng Tunggal

Tan
F=
0,19
0,789
=
0,19
F = 4,15

C
. H. F
13 KN/m2
= 0,123
2,49.10.F
13 KN/m2
F=
3,062
F = 4,245

Maka dapat disimpulkan bahwa nilai FK dari Lereng Tunggal yaitu 4,15 4,24.
Jadi keadaan dari lereng tunggal tersebut adalah aman.
GAMBAR 4.8 GEOMETRI SINGLE SLOPE

2. Lereng Keseluruhan

Ukuran dari partikel tanah sangatlah beragam dengan variasi yang cukup besar.
Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil, pasir, lanau, lempung, tergantung pada
ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Untuk menerangkan
tentang tanah berdasarkan ukurang-ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah
mengembangkan batasan-batasan ukuran jenis tanah yang telah dikembangkan MIT
(Massachussetts Instute of Tecnology), USDA (U.S. Departement of agriculture),
AASHTO (America Association of State Highway and Transportation Officials) dan

Lereng Keseluruhan

Diketahui :

Tinggi (H) = 200 meter

Sudut Geser Dalam() = 38,30

Kohesi (c) = 13 kN/m 2

Bobot isi asli (.nat) = 2,35 kN/m3

Kemiringan () = 22,2
Perhitungan :

C
Nat. H. Tan
13 KN/m2
2,35 KN/m3.200. Tan 38,3
13 KN/m2
370,83 KN/m3
=0,035

Gambar 4.9 Chart Lereng Keseluruhan


Tan
F=
0,45
0,789
F=
0,45
F = 1,75

C
. H. F
13 KN/m2
= 0,016
2,49.2000.F
13 KN/m2
F=
7,968
F = 1,63
Maka dapat disimpulkan bahwa nilai FK dari Lereng Keseluruhan yaitu 1,75
1,63. Jadi keadaan dari lereng keseluruhan tersebut adalah aman.

GAMBAR 4.10 GEOMETRI OVERALL SLOPE

4.8 Rekomendasi Geoteknik


Berdasarkan hasil perhitungan geoteknik, maka geometri lereng
direkomendasikan pada table dibawah ini.
Tabel 4.2 Rekomendasi Geometri Lereng
A. Lereng Penambangan
High Wall
Lereng Keseluruhan (Overall Slope)
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) () (m)
- 45 -
Lereng Tunggal
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) () (m)
10 50 3
Low Wall
Mengikuti Kemiringan Batubara Maksimal 30
B. Lereng Timbun
Lereng Keseluruhan (Overall Slope)
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) () (m)
24 -
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) () (m)
6 30 3

4.9 Pemantauan Kemantapan Lereng


Disamping diperlukannya analisis kemantapan lereng pada lokasi bukaan
tambang juga diharuskan untuk melakukan usaha pemantauan kemungkinan
terjadinya longsoran. Pemantauan ini dimaksudkan mengetahui gejala- gejala awal
sebelum terjadinya longsoran sehingga dapat dilalukan tindakan- tindakan
pencegahan atau penanggulangan longsoran yang akan terjadi agar tidak
menimbulkan korban jiwa serta kerugian yang lebih besar.Beberapa usaha
pemantauan kemantapan lereng yang harus dilakukan adalah :

1. Indentifikasi struktur geologi seperti patahan, kekar, pemunculan rembesan


rembesan air tanah. Identifikasi ini dilakukan langsung setelah dilakukan
pemotongan lereng pada saat operasional tambang, sehingga pada
saatdilakukan pembukaan / pemotongan lereng ditemukan gejala gejala
tersebut maka perlu dilakukan pemantauan secara intensif dengan memasang
patok patok geser.
2. Identifikasi gejala-gejala longsoran selama berjalannya penambangan seperti
timbulnya rekahan rekahan pada lereng bukaan tambang, bila dijumpai
gejala gejala tersebut di atas maka perlu dilakukan pemantauan secara
intensif dengan memasang patok patok geser

Pemantauan harian dan mingguan dengan mempergunakan total station akan


dilakukan secara rutin, dan pemantauan akan diintensifkan apabila teridentifikasi
adanya gejala struktur geologi ataupun rekahan-rekahan baru dengan memantau
patok-patok geser yang telah dipasang pada daerah yang telah teridentifikasi
tersebut di atas. Bila ternyata dalam pemantauan telah dijumpai nilai perubahan
pergerakannya telah berbanding linier pada tenggang waktu yang sama maka
harus dilakukan pelandaian lereng totalnya.

Anda mungkin juga menyukai