Anda di halaman 1dari 17

PENYAKIT ALZHEIMER

PENYAKIT ALZHEIMER
a. Definisi
Penyakit Alzheimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak
pada dasar dari lobus frontalis, temporal dan oksipitalis, yang mengirim informasi ke korteks
serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk
mengeluarkan asetilkolin, lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, tidak
ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel itu atau
menggantikannya. Penyebabnya sering kali tidak diketahui meskipun beberapa riset sedang dan
telah dilakukan dalam beberapa area seperti genetic, virus-virus lambat dan factor lingkungan.
Penemuan terakhir pasien dengan Alzheimer adalah adanya penurunan kadar neurotransmitter
asetilkolin pada korteks serebri, hipokampus. Hipokampus barada pada lobus temporal yang
berperan dalam proses memori.
Sampai sekarang penyebab Alzheimer masih belum diketahui secara pasti, namun diduga
berkaitan dengan :
1) Virus lambat
Virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun yang mengakibatkan perubahan patologik
menyerupai plak senilis.
2) Proses otoimun
Adanya peningkatan reaksi antigen-antibody reaktif terhadap otak membentuk amigdaloid
( kompleks protein ) pada ekstraseluler.
3) Keracunan aluminium
Adanya deposit aluminium pada pasien Alzheimer menyebabkan perubahan patologik, dimana
aluminium bersifat neurotoksik. Aluminium tardapat pada obat antacid.
4) Factor genetic
Diduga berkaitan dengan kelainan kromosom 21 ( sindrom down ).
5) Factor resiko usia
Kecenderungan makin bertambah usia makin beresiko terjadinya Alzheimer.
6) Trauma kepala.
7) Adanya perubahan peran asetilkolin dan amyloid.
b. Epidemiologi
Penyakit Alzheimer mengenai sekitar 5 juta orang amerika serikat dan lebih dari 30 juta orang di
seluruh dunia. Peningkatan jumlah penderita penyait Alzheimer di Negara-negara industry
adalah seiring dengan peningkatan angka harapan hidup usia tua yang kian pesat di Negara-
negara tersebut. Beberapa hal yang berkaitan dengan epidemiologi yaitu :
1) Faktor demografi
Insiden demensi meningkat sesuai umur, dimana mengenai 15-20 % individu diatas usia 60
tahun dan 45% diatas usia 80 tahun. Berdasarkan gender terdapat perbedaan frekuensi etiologi
dimana untuk pria terdapat angka yang tinggi untuk demensia yang disebabkan oleh kelainan
vascular disbanding yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Secara keseluruhan frekuensi
demensia adaah sama pada wanita dan pria meski beberapa studi menunjukkan bahwa resiko
untuk terkena Alzheimer adalah lebih tinggi wanita dibanding pria oleh karena hilangnya efek
neurotropik dari estrogen pada wanita di usia menopause.
2) Tren
Secara dramatis, peningkatan angka harapan hidup juga meningkatkan angka penyakit demensia.
Mereka yang memiliki keluarga dekat yang menderita demensia memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk terkena demensia dibandingkan populasi lain. Dan mereka yang menderita dow
syndrome cenderung untuk terkena demensia Alzheimer.
Tingkat pendidikan yang rendah juga disebutkan berhubungan dengan risiko terjadinya
penyakit Alzheimer. Faktor-faktor risiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui
berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah hiperetensi, diabetesmelitus,d islipidemia,
serta berbagai faktor risiko timbulnya aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh
darah otak.Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer pada kromosom
21,koromosim 14,dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan
penyakit Alzheimer. Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4 dari
4
Apolipoprotein E pada lebih dari 30% pasien dengan penyakit ini mengindikasikan
adanya faktor genetik yang berperan pada munculnya penyakit ini. Seseorang dengan
riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama mempunyai risiko dua sampai tiga
kali menderita penyakit Alzheimer,walaupun sebagaian besar pasien tidak mempunyai
riwayat keluarga yang positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya
demensianamun munculnya alel ini merupakan faktor utama yang mempermudah
seseorang menderita penyakit Alzheimer

c. patofisiologi

Otak dan fungsinya


Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
Cerebrum (Otak Besar)
Cerebellum (Otak Kecil)
Brainstem (Batang Otak)
Limbic System (Sistem Limbik)
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama
Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang
membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan
berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat
Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus
Temporal.
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual
dan kemampuan bahasa secara umum.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,
sentuhan dan rasa sakit.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh
retina mata.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu
belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di
bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan
otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan
artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.

2. Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian
atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau
posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi
gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu
memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.

3. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau
lari) saat datangnya bahaya.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh
dan pendengaran.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian
kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan
formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

4. Limbic System (Sistem Limbik)


Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik
berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan
mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain
hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa
lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah
bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Misalnya Anda
lebih memperhatikan anak Anda sendiri dibanding dengan anak orang yang tidak Anda kenal.
Mengapa? Karena Anda punya hubungan emosional yang kuat dengan anak Anda. Begitu juga,
ketika Anda membenci seseorang, Anda malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal
ini terjadi karena Anda punya hubungan emosional dengan orang yang Anda benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang
lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl
Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang
diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux
mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat
bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.
Proses patofisiologi

Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunana berat otak, pelebaran sulci
serebral, penyempitan gyri dan pembesaran ventrikel-ventrikel. Selain itu patologi penyakit
Alzheimer meliputi dijumpainya neurofibrillary tangles ( NFTs ), plak senilis dan atropi
serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek
medial dari lobus temporal.

Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan karakteristik dari penyakit Alzheimer.
Mereka bukanlah patognomik, sebab dapat juga ditemuka pada penyakit neurodegenerative
lainnya yang berbeda dengan penyakit Alzheimer. Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam
jumlah yang signifikan dan menempati topografik yang khas untuk Alzheimer.

Mekanisme patofisiologi yang mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar
bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal yang berfungsi sebagai penghubung
bagian-bagian tersebutdan digantikan oleh lesi-lesi degenerative yang bersifat toksik terhadap
sel-sel neuron terutama pada daerah hippocampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya
neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut menyebabkan menurunnya kadar
neurotransmitter asetilkolin pada otak.otak menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan
terdapat perluasan ventrikel-ventrikel serebral.

d. pengkajian pasien
1.riwayat
Riwayat penyakit sekarang :
Pada anamnesis pasien mengeluhkan sering lupa dan hilang ingatan baru. Pada beberapa kasus
keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami bertingkah laku aneh dan kacau
serta sering keluar rumah sendiri tanpa mengatakan pada anggota keluarga yang lain, sehingga
sangat meresahkan anak-anaknya yang menjaga klien.
Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi tidak dapat
mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari atau tidak mengenali
anggota keluarga.
Riwayat penyakit dahulu :
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, penggunaan obat-obatan ansietas, penggunaan obat-obatan kolinergik dalam jangka
waktu lama.

Riwayat penyakit keluarga :


Penyakit Alzheimer ditemukan hubungan sebab genetic yang jelas. Diperkirakan 10-30% dari
klien Alzheimer menunjukkan tipe yang diwariskan. Pengkajian adanya anggota generasi
terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya
komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresinya penyakit.

2.gejala
Stadium dini :
sering lupa kejadian-kejadian yang baru.
Makin sulit melakukan tugas yang menuntut intelegensia, seperti pekerjaan kantor sehari-
hari, menghitung neraca perusahaan atau mengatur rumah tangga.
Sulit melakukan tugas yang mudah termasuk kendali impuls yang tidak baik dan tidak adil
dalam memberi keputusan.
Stadium lanjut :
Sukar melakukan tugas yang sederhana, seperti memlih pakaian dan memecahkan persoalan.
Tidak mengenali angota keluarganya.
Tidak lagi memperhatikan kebersihan dan penampilan diri.
Sukar makan sendiri.
Suka melawan dan menyangkal segala sesuatu yang tidak benar.
Sulit menahan diri dalam hal seksual.
Stadium akhir :
Kehilangan ingatan total, fungsi otot dan bicara ( termasuk pengendalian buang air kecil
maupun buang air besar ), sehingga perlu pengawasan dan perawatan total.
Sangat suka perlawanan dan permusuhan.
3.pemeriksaan

a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum
didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-
1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik
tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
1.Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein
neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus,
amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain
didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome,
parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.

2. Senile plaque (SP)


Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-
filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang
terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat
pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks
motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga
terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan
dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque)
merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.

3. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat
selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus
temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak
termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik
terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus
serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan
faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental
binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.

4.Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus.
Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini
sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan
pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

5. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus
cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada
lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

b. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik
ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui
secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang
ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui bila terjadi
perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan
kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi
fokal, faktor metabolik, dangangguan psikiatri
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena
berbagai penyebab. The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD)
menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang
bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari:
1. Verbal fluency animal category
2. Modified boston naming test
3. mini mental state
4. Word list memory
5. Constructional praxis
6. Word list recall
7. Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol

c. CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson,
binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan
substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik
danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada
daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran
atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta
pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk
membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan
ukuran (atropi) dari hipokampus.
d. Diagnosis banding
Demensia harus dibedakan dari proses menua normal, delirium dan depresi. Pada proses menua
biasa pasien mungkin mengalami gangguan fungsi kognitif, tetapi tidak progresif dan tidak
menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan dan social. Pada delirium onsetnya cepat, akut dan
seringkali dengan kesadaran yang naik turun. Meskipun demikian pasien dengan demensia
seringkali gejalanya tumpang tindih dengan delirium dan depresi. Berikut perbandingan
demensia, delirium dan depresi dengan gangguan kognitif ( pseudodemensia ) :

Gambaran Demensia Delirium Pseudodemensia


Umur Biasanya lansia Tak spesifik Tak spesifik
Riwayat Kronik Akut Gangguan afek
Awal Lambat laun Cepat Samar
Lamanya Berbulan-bulan/bertahun- Berhari-hari/berminggu- Berhari-hari/berminggu-minggu
Perjalanan tahun minggu Cepat
Taraf kesadaran Kronik progresif Naik turun Distress
Orientasi Normal Naik turun Apatis
Afek Intak pd awalnya Terganggu,periodik Depresi
Alam pikiran Labil tapi tidak cemas Cemas dan iritabel Turun jumlahnya
Daya Ingat Turun jumlahnya Sering terganggu Agak terganggu
Persepsi Jgk pendek dan jgk Jgk pendek terganggu Kadang-kadang
Psikomotor panjang terganggu secara nyata Apatis
Tidur Halusinasi jarang (kecuali Halusinasi (terutama Terganggu
Atensi & kesadaran fase berat) visual) Apatis
Reversibilitas Normal (kecuali fase Retardasi, agitasi ,atau Reversibel
berat) campuran
Sedikit terganggu Terganggu
Sedikit terganggu Amat terganggu
Umumnya ireversibel Sering reversibel
f. inti pengkajian

1. Laboratorium
Hasil tes laboratorium rutin normal dalam penyakit Alzheimer (penyakit Alzheimer). Cairan
serebrospinal (CSF) adalah normal, meskipun jumlah protein dapat sedikit meningkat Tingkat
ubiquitin dan tau dalam CSF telah dilaporkan akan dibangkitkan dalam kasus penyakit
Alzheimer. Untuk sporadis atau keluarga akhir-onset penyakit Alzheimer, polimorfisme gen E4
apoE telah dikaitkan dengan risiko penyakit yang tinggi, namun tidak memberikan sensitivitas
atau spesifisitas yang cukup untuk diagnosis, dan penggunaannya sebagai penanda diagnostik
tidak direkomendasikan.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.
2. radiologi
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dianggap pemeriksaan neuroimaging yang lebih
disukai untuk penyakit Alzheimer karena memungkinkan untuk pengukuran yang akurat dari 3-
dimensi (3D) volume struktur otak, terutama ukuran dari hippocampus dan daerah terkait.
..
Ada beberapa studi neuroimaging temuan pada penyakit Alzheimer. Van de Pol et al
menemukan bahwa lobus medial temporal yang atrofi tampaknya menjadi prediktor yang lebih
penting dari kognisi dari penyakit pembuluh kecil dalam penurunan kognitif minimum (MCI).
Lacunes dikaitkan dengan kinerja pada Test Substitusi Simbol Digit, terutama pada subyek
dengan atrofi lobus temporalis ringan median (MTA). Tidak ada hubungan antara dilihat
hyperintensities materi putih (WMHs) dan langkah-langkah kognitif dalam penelitian ini setelah
penyesuaian untuk usia.
Studi transporter dopamin (DaTScan) digunakan untuk membedakan demensia tubuh Lewy dari
penyakit Alzheimer. Sejumlah penelitian sedang dilakukan untuk mengidentifikasi penanda
pencitraan khusus untuk berbagai jenis demensia, termasuk pengukuran volumetrik serebral,
pencitraan difusi, spektroskopi, sangat-tinggi bidang MRI scan dari plak pikun, dan tomografi
emisi positron (PET) penanda plak pikun.
Penghalang darah-otak (BBB) gangguan merupakan karakteristik stabil selama 1 tahun dan hadir
dalam sebuah subkelompok penting dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Usia, jenis kelamin,
status apoE, faktor risiko vaskular, dan baseline Mini-Mental skor Pemeriksaan Negara tidak
menjelaskan variabilitas dalam integritas BBB. BBB penurunan sebagai pengubah kemungkinan
perkembangan penyakit ini disarankan oleh korelasi antara indeks CSF-albumin dan ukuran
perkembangan penyakit lebih dari 1 tahun. Para BBB disfungsional dalam sebagian dari semua
pasien dengan penyakit Alzheimer, terutama pada pria. BBB disfungsi mungkin mempengaruhi
pembersihan dari kedua zat berbahaya dan bermanfaat di seluruh penghalang. Renal function
might have an impact on the BBB. Fungsi ginjal mungkin memiliki dampak pada BBB.
Pittsburgh Senyawa B temuan PET sesuai laporan histopatologi distribusi A dalam penuaan dan
demensia. Studi longitudinal noninvasif untuk lebih memahami peran deposisi amiloid dalam
perjalanan neurodegeneration dan untuk menentukan apakah deposisi A dalam mata pelajaran
nondemented adalah penyakit Alzheimer praklinis sekarang layak. Temuan kami juga
menunjukkan bahwa A dapat mempengaruhi perkembangan demensia dengan badan Lewy, dan
karena itu, strategi untuk mengurangi A dapat manfaat kondisi ini.

De Leon et al menyimpulkan bahwa penggunaan gabungan dari pencitraan konvensional, seperti


MRI atau PET fluorodeoxyglucose (FDG-PET) dengan biomarker CSF dipilih secara bertahap
memberikan kontribusi untuk diagnosis dini dan spesifik penyakit Alzheimer. Selain itu,
kombinasi yang dipilih dari pencitraan dan tindakan biomarker CSF sangat penting dalam
memantau perjalanan penyakit Alzheimer dan, oleh karena itu, relevan untuk mengevaluasi uji
klinis.

g. inti pelaksanaan
1. pengobatan

Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis
masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas
pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai
efek yang menguntungkan.
Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat
ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa
peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual
pada orang normal dan penderita alzheimer.
Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan
dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi
kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan
proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer
tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang
memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah
laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala
tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym
ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun
dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif.

2.terapi
Pendekatan terapi pada penyakit Alzheimer didasarkan pada teori yang berkembang sesuai
patogenesis dan patofisiologis penyakit dan kebutuhan untuk memperbaiki gejala-gejala kognitif
dan tingkah laku yang mengalami gangguan, meskipun hingga saat ini belum ada terapi yang
benar-benar secara meyakinkan mencegah Alzheimer ataupun memperlambat perjalanannya.
Terapi medis untuk Alzheimer meliputi :
Obat-obatan Psikotropik dan intervensi perilaku :
Berbagai intervensi farmakologis dan perilaku dapat memperbaiki gejala klinik penyakit
Alzheimer, seperti : kecemasan, agitasi dan perilaku psikotik, yang memang pendekatan
terbaiknya adalah secara simptomatis saja. Obat-obatan ini sangat berguna meski keefektifannya
sedang dan bersifat sementara saja dan tidak mampu untuk mencegah perkembangan penyakit
dalam jangka waktu yang lama.
Intervensi perilaku,meliputi pendekatan patient centered ataupun melalui pelatihan tenaga
yang siap memberikan bantuan perawatan terhadap pasien. Intervensi-intervensi ini
dikombinasikan dengan farmakoterapi seperti penggunaan anxiolytic untuk anxietas dan agitasi,
neuroleptik untuk keadaan psikotiknya dan anti depressan untuk keadaan depresinya.
Beberapa obat psikotik yang dianjurkan untuk digunakan oleh banyak praktisi adalah :
haloperidol, risperidone, olanzapine dan quetiapine. Obat-obatan ini diberikan dalam dosis
minimal yang masih efektif untuk meminimalisir efek samping, oleh karena sebagian besar
pasien adalah mereka yang berusia lanjut.
Cholinesterase Inhibitors (ChEIs).
Strategi yang digunakan secara luas untuk mengatasi gejala-gejala alzheimer adalah mengganti
kehilangan neurotransmitter asetilkolin di korteks serebri. Seperti diketahui, pada penyakit
Alzheimer terdapat kehilangan yang substansial dari asetilkolin, penurunan jumlah enzim
asetiltransferase (enzim untuk biosintetis asetilkolin) dan hilangnya neuron-neuron kolinergik di
daerah subkortikal (nukleus basalis dan hippokampus).yang memiliki serabut projeksi ke
korteks.
Observasi ini menghasilkan teori bahwa manifestasi klinis dari alzheimer timbul sebagai
akibat dari hilangnya persarafan kolinergik ke korteks serebri. Akibatnya, dikembangkanlah
berbagai senyawa yang mampu menggantikan defek kolinergik ini dengan cara mengintervensi
proses degradasi asetilkolin oleh asetilkolinesterase sinaptik (spesifik), ataupun oleh
asetilkolinesterase non sinaptik (non spesifik) yang sering disebut sebagai butyrylkolinesterase
(BuChE).
Obat-obatan yang dianjurkan diantaranya adalah tacrine (cognex), donepezil (aricept),
rivastigmine (exelon) dan galantamine (reminyl). Hanya tacrin dan rivastigminlah yang juga
menghambat BuChE. Hal ini penting untuk kemanjuran terapi, sebab dalam perjalanan penyakit
Alzheimer, BuChE akan meninggi dan di sintesis oleh berbagai lesi Alzheimer termasuk oleh
plak senilis. Efek obat-oabtan ini antara lain : (1) Memperbaiki fungsi kognitif pada fase yang
lanjut (2) Memperbaiki gangguan perilaku (3) Menolong pasien dengan demensia akibat
gangguan vaskuler yang sering muncul bersamaan dengan Alzheimernya.
Obat-obatan ini hanya berefek sementara sebab tidak memperbaiki penyebab dasar dari
hilangnya asetilkolin di korteks, yakni degenerasi neuron yang tetap berlangsung secara
progresif.
Antagonis N-methyl-D-aspartate (NMDA). Merupakan obat generasi baru yang amat berguna
pada Alzheimer fase lanjut. Kombinasi dengan asetilkolinesterase inhibitor terbukti lebih manjur.
Mamantine adalah contoh obat golongan ini, yang juga dapat digunakan untuk keadaan
neurodegeneratif lainnya seperti huntington disease, demensia terkait AIDS dan demensia
vaskular.
Anti radikal bebas. Dapat digunakan tocopherol (vitamin E) yang berfungsi memperbaiki
kerusakan oksidatif akibat radikal bebas yang memberi kontribusi sebagai penyebab dari
Alzheimer.
Agen anti inflamasi (nonsteroid). Pemberian agen ini berdasarkan postulat bahwa berbagai lesi
Alzheimer seperti plak senilis, membutuhkan suatu keadaan inflamasi agar dapat berkembang
menjadi fase yang lebih berat. Berbagai studi menunjukkan adanya perbaikan dan perlambatan
perkembangan Alzheimer setelah pemberian singkat obat anti inflamasi ini. Contoh obat adalah
rofecoxib (vioxx) dan naproxen (aleve).
Antibiotik. Obat ini berguna untuk mengurangi deposisi amiloid otak pada pasien Alzheimer.
Estrogen. Amat berguna pada wanita menopause dimana produksi estrogennya mulai
menurun. Seperti kita ketahui estrogen merupakan suatu neurotropik dan membantu melindungi
otak dari proses-proses degeneratif.
Aktivitas dan sikap hidup yang sehat. Aktivitas-aktivitas fisik dan mental sangat
direkomendasikan pada pasien-pasien Alzheimer dengan memperlambat perkembangan penyakit
dan mencegah proses kemunduran lebih lanjut. Pada tahap perkembangan demensia Alzheimer
yang dini, sikap hidup yang sehat, baik fisik maupun psikologis mampu memberikan
perlindungan dan daya tahan dari otak terhadap lesi yang mulai muncul dengan cara
membangkitkan kompensasi dari bagian otak yang masih sehat dan melindunginya dari
perkembangan penyakit yang progresif

Anda mungkin juga menyukai