16 September 2019
23:24
CHAPTER INTRODUCTION
Gestalt Psychology
Manusia memiliki tendensi dasar untuk mengorganisir apa yang mereka lihat;
tanpa usaha, kita melihat pola, bukan susunan acak
Stimulus dipisahkan antara figure dan ground
o Figure = memiliki bentuk yang berbeda dengan tepi yang jelas dan lebih
dominan
o Ground = wilayah yang ‘‘tersisa", membentuk latar belakang.
Manusia, menurut psikologi Gestalt, memiliki kecenderungan untuk
mengorganisasi persepsinya bahkan ketika terjadi ambiguitas antara mana yang
menjadi ƒigure dan ground pada suatu objek (ambiguous ƒigure-ground) dan pada
illusory-contour stumuli dimana tidak ada pemisah yang nyata antara ƒigure dan
ground akan tetapi manusia dapat mempersepsikannya.
Neuron di visual cortex menjadi adaptif dengan satu gambar, seperti pada
gambar "wajah" di atas, jadi kita lebih cenderung melihat versi alternatif atau
''pohon-burung"
Selanjutnya, orang mencoba untuk memecahkan visual paradox dengan
bergantian antara dua solusi yang masuk akal
Illusory Contours
Illusory Contours → kita dapat merasakan hubungan figur-ground ketika sebuah
adegan tidak memiliki batas yang jelas antara figur dan ground.
Dalam Illusory Contours (juga disebut Subjective Contours), kita melihat tepi
meskipun mereka tidak secara fisik hadir dalam stimulus. Dalam kontur ilusi pada
FIGURE 2.3, misalnya, orang-orang melaporkan bahwa segitiga putih terbalik
tampak di depan garis besar segitiga kedua dan tiga lingkaran biru kecil. Lebih
jauh lagi, segitiga ini tampak lebih cerah daripada bagian lain dari rangsangan.
Contoh lain illusory contours
2. Feature-Analysis Theory
Teori ini meyakinkan kita bahwa stimulus visual tersusun dari sejumlah
komponen atau karakteristik yang disebut distinctive ƒeature.
Misalnya saja ketika kita membedakan huruf R dan P dimana R memiliki garis
vertikal, melengkung, dan horizontal. Hal ini membuat kita dapat
membedakan objek walaupun objek tersebut berupa tulisan tangan maupun
diketik.
Feature-Analysis Theory biasa digunakan dalam proses membaca
Feature-Analysis Theory mengusulkan bahwa fitur khusus untuk masing-
masing huruf alfabet tetap konstan, apakah huruf itu ditulis tangan, dicetak,
atau diketik.
Feature-Analysis Theory konsisten dengan penelitian psikologis. Sebagai
contoh, penelitian psikologis oleh Eleanor Gibson (1969) menunjukkan
bahwa orang memerlukan waktu yang relatif lama untuk memutuskan
apakah satu huruf berbeda dari huruf kedua ketika kedua huruf tersebut
memiliki sejumlah besar fitur kritis.
o Huruf P dan R berbagi banyak fitur kritis; Peserta penelitian Gibson
membuat keputusan lambat tentang apakah kedua huruf ini berbeda. P
dan R fitur kritisnya sama jadi sulit dibedakan (slow decisions)
o Huruf O dan L tidak berbagi fitur kritis apa pun. Dalam penelitian ini,
orang memutuskan dengan relatif cepat apakah pasangan surat seperti
ini berbeda satu sama lain. O dan L fitur kritisnya berbeda jadi mudah
dibedakan (fast decision)
Kekurangan: tidak menjelaskan pengenalan hururf yang lebih kompleks.
Misalnya saja huruf L dan T. Keduanya memiliki garis vertikal dan garis
horizontal, tetapi keduanya berbeda. Begitu juga dengan kuda. Apakah kita
memberikan ciri seekor kuda dengan kepala dan ekornya? Lalu bagaimana
dengan keledai? Kuda dan banyak objek di lingkungan sekitar kita
memiliki terlalu banyak lengkung dan garis sehingga tidak bisa
disederhanakan seperti alfabet. Jadi, teori ini berlaku pada bentuk 2 dimensi.
Irving Biederman dan koleganya, mencari pendekatan bagaimana jika kita hendak
merekognisi objek yang memiliki bentuk 3-D
Asumsi dasar: tampilan spesifik objek dapat dipresentasikan sebagai suatu
susunan 3-D yang sederhana yang biasa disebut geons. Seperti huruf yang jika
dikombinasikan akan membentuk kata yang bermakna, maka geons jika
dikombinasikan akan menjadi objek yang bermakna.
Modifikasi The Recognition-by-Components Theory → Viewer-centered
approach dimana kita tidak hanya menyimpan satu gambaran akan suatu benda
tetapi beberapa gambaran sehingga ketika kita melihat suatu objek pada sudut
pandang yang tidak biasa maka kita akan memutar objek tersebut di dalam pikiran
kita sampai menemukan bentuk yang sesuai dengan gambaran yang kita miliki.
Jadi, kita menyimpan sejumlah kecil pandangan objek tiga dimensi, bukan hanya
satu pandangan saja.
TOP-DOWN PROCESSING AND VISUAL OBJECT RECOGNITION
A. The Distinction Between Bottom-up Processing and Top-down Processing
Proses bottom-up ini diawali dengan kita melihat dan merekognisi objek dari
karakteristik seperti bentuk, warna, dan permukaannya. Setelah itu kita baru mengenali
objek secara keseluruhan.
Proses top-down menekankan bahwa konsep dan proses mental seseorang dapat
mempengaruhi rekognisi orang tersebut pada suatu objek. Proses top-down sangat
berguna ketika kita
mendapatkan ransangan yang tidak lengkap, ambigu, atau ditampilkan dalam waktu
yang sangat singkat.
Salah satu fenonema dalam penelitian rekognisi adalah word superiority effect atau
efek keunggulan kata. Menurut efek ini, sebuah huruf lebih mudah kita identifikasi
dengan akurat dan dengan cepat ketika huruf itu terletak pada kata yang bermakna. Ini
menunjukkan bahwa proses top-down sangat berpengaruh pada rekognisi huruf.
Parallel distributed processing (PDP) atau connectionism juga mendukung pendapat
bahwa proses kognitif lebih dapat dimengerti jika tergabung dalam suatu unit.
FACE PERCEPTION
A. Recognition Faces VS Recognizing Other Objects
What's unique?
Dalam mempersepsikan wajah, kita melihatnya secara holistik (prinsip gestalt)
Sel-sel di korteks inferotemporal berperan dalam mengenali wajah.
Terkadang kita tidak akurat dalam mengenali wajah
Individu dengan skizofrenia membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat
mengidentifikasi emosi wajah
Bayi kecil melacak pergerakan wajah manusia yang difoto lebih dari rangsangan
serupa lainnya.
SPEECH PERCEPTION
What is speech perception?
Speech perception adalah proses di mana suara-suara bahasa didengar, ditafsirkan,
dan dipahami.
Saat menggambarkan bunyi-bunyi wicara ini, psikolog dan ahli bahasa menggunakan
istilah fonem (dilafalkan ‘‘foe-neem’’). Fonem adalah satuan dasar bahasa lisan, seperti
bunyi a, k, dan th.