Anda di halaman 1dari 8

Definisi Pattern Recognition

Pattern Recognition atau dalam bahasa indonesia dapat diartikan


sebagai Pengenalan Pola. Yaitu dimana komputer dapat
mengenali suatu pola yang pernah diberikan sebelumnya dan
membandingkan kemiripan suatu benda pada tingkat atau
prosentase tertentu.
Menurut Ursa Majorsy, Pola dalam hal ini merujuk pada pengertian
suatu komposisi stimulus penginderaan yang kompleks yang dapat
dikenali oleh manusia sebagai pengamat sebagai suatu kelompok
objek. Rekognisi pola merupakan proses pengenalan kembali
terhadap pola yang pernah dikenal. Oleh karena itu, jika kita melihat
wajah teman kita atau mendengar lagu kesukaan kita, kita dapat
mengenal masing-masing persepsi tersebut sebagai sesuatu yang
sebelumnya telah dialami.
Bila dilihat dari jenis prosesnya, pemrosesan informasi memiliki dua
jenis pemrosesan, yaitu data driven & conceptually driven.
Pemrosesan data driven dimulai dengan datangnya data
penginderaan. Sedangkan dalam conceptually driven pemrosesan
informasi dimulai dengan pembentukan konsep atau harapan
individu tentang informasi yang mungkin dijumpainya.
Pengenalan pola melibatkan baik pemrosesan data dengan data
driven(informasi diterima oleh indera) maupun conceptually
driven (pengetahuan yang disimpan di memori). Pengenalan pola
(pattern recognition) merupakan proses yang menjembatani antara
proses deteksi sinyal penginderaan yang sederhana (yang
cenderung data driven) dengan persepsi terhadap pola-pola yang
kompleks (yang cenderung conceptually driven).
Kemampuan untuk mengenal pola dari informasi penginderaan
merupakan ciri khas yang spektakuler pada manusia dan binatang.
Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengenal teman lama
diantara lautan manusia. Kita juga bisa mengenal suatu lagu hanya
dengan mendengar beberapa not dari lagu tersebut. Dengan mata
terpejam pun kita bisa menebak dengan benar bunga melati dari
aroma yang kita cium. Pembahasan mengenai pengenalan pola
pada bab ini lebih banyak difokuskan pada pengenalan pola visual.

Pengenalan Pola (pattern Recogntion) sesuai sample yang kita


ambil dari manusia dan hewan dapat dibagi dua yaitu Pengenalan
Pola Visual dan Non-Visual. Pengenalan Pola Visual adalah
kemampuan untuk mengenali sesuatu dari pola-pola yang
dapat dilihat seperti halnya pohon, rumah, tiang listrik, dll.
Sedangkan Pengenalan Pola Non-Visual adalah kemampuan untuk
mengenali sesuatu dari suara atau rasanya seperti halnya (lagu ini
judulnya apa, siapa yang menyanyikan, siapa penciptanya) selain
itu kita juga bisa mengenali suatu buah/makanan dengan hanya
merasakannya seperti jika minum jus yang telah diberi pewarna
sehingga tidak terlihat jus aslinya kita bisa tau kalau itu jus apa saat
kita merasakannya. Nah bagaimana mengaplikasikannya kedalam
sebuah mesin (komputer) sehingga komputer dapat mengenali
pola-pola tersebut. Mari kita pelajari bersama

Pendekatan-Pendekatan Dalam Pengenalan Pengenalan Pola Visual


Terdapat beberapa pendekatan untuk menjelaskan bagaimana
proses rekognisi pola visual, antara lain pendekatan psikologi
gestalt, canonic perspectives, pemrosesan bottom-up/top-down,
template matching, feature analysis dan prototype matching.

1. Teori gestalt Max Wertheimer (1880-1943) adalah seorang tokoh yang di


anggap sebagai pelopor lahirnya gestalt. Max wertheier bekerja sama
dengan kedua temannya, yaitu Wolfgang Kohler (1887-1967) dan Kurt
Koffka (1886- 1941) dalam mengembangkan teori gestalt. Aliran gestalt
dalam psikologi mempelajari gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas,
sehingga suatu gejala tidak dapat dipandang dari bagian per bagian. Gestalt
mempelajari bagaimana manusia mengorganisasikan stimuli dan bagaimana
mengklasifikasikannya selama awal abad 20-an. Organisasi pola (pattern
recognition bagi para penganut aliran gestalt adalah proses yang melibatkan
kerjasama seluruh stimuli dalam menghasilkan sebuah kesan yang
melampaui gabungan seluruh sensasi. Menurut max wertheimer, beberapa
pola stimulus diorganisasikan secara spontan atau natural. Aliran gestalt
memandang bahwa dasar pengenalan pola adalah persepsi terhadap pola
baru dari stimulus. Bagian dari keseluruhan konfigurasi memiliki arti karena
mereka dilihat secara keseluran sebagai suatu bentuk, bukan sebagai bagian
dari keseluruhan bentuk tersebut.
2. Perspektif kanonik Perspektif kanonik adalah sudut pandang terbaik untuk
mempresentasikan atau menggambarkan suatu objek atau suatu image yang
muncul pertama kali di pikiran, ketika mengingat suatu bentuk. Misal anda
memikirkan sebuah blender, maka citra atau gambaran yang muncul dalam
pikiran anda adalah gambar berdasarkan perspektif kanonik
3. Pemrosesan bottom-up versus pemrosesan top-down Ketika seseorang
melihat kambing, bagaimana seseorang tersebut dapat mengenali kalau itu
adalah seekor kambing ketika seseorang melihat kakek, bagaimana
seseorang tersebut dapat menyebut seseorang tersebut sebagai kakek ?
apakah ada atribut tertentu yang mengakibatkan hal yang dilihat itu sebagai
kakek, dengan tongkat atau jenggot yang panjang misalnya. Ada dua teori
yang akan menjelskan pertanyaan-pertanyaan diatas. Pertama adalah teori
pemrosesan buttom-up. Teori buttom- up adalah teori yang mengajukan
gagasan bahwa proses pengenalan diawali dengan identifikasi terhadap
bagian-bagian spesifik dari suatu pola, yang menjadi landasar pengenalan
pola secara keseluruhan. Kedua adalah pemrosesan top-down. Ini adalah
teori yang mengajukan bahwa pemrosesan pengenalan diawali dengan suatu
hipotesis mengenai identitas suatu pola, yang diikuti dengan pengenalan
terhadap bagian-bagian tersebut, berdasarkan asumsi yang telah di buat
sebelumnya. Seringkali pemrosesan buttom-top dengan top-down terjadi
secara bersamaan ketika seseorang mengenali suatu objek.
4. Pencocokan template. Dalam konteks pengenalan pola dalam kajian
psikologi kognitif, template merupakan sebuah konstruk, yang ketika
konstruk tersebut di cocokkan dengan stimulus sensorik yang diterima,
maka akan terjadi pengenalan terhadap objek.
5. Teori Geon Teori geon merupakan kependekan dari Geometrikal ions.
Teori ini memandang pola atau objek yang ada merupakan kumpulan geon
yang tersusun.

6. Top-Down Processing and Visual Object Recognition

7.
Kita mengenal dua proses dalam pengenalan objek, yaitu proses bottom-up (data-
driven processing) dan proses top-down (conceptually driven processing). Bottom-up
menekankan pada pentingnya stimulus dalam pengenalan objek. Yakni lebih kepada
sensori resptor, dimana terjadi masuknya semua informasi dari objek terutama
informasi mengenai karakteristik objek tersebut. Informasi tersebut membentuk
sebuah pergerakan proses dari level yang paling bawah (bottom) dan bekerja dengan
cara up hingga mencapai proses kognitif di luar konteks visual primer. Jadi, proses ini
lebih menekankan pada feature seperti halnya pengenalan objek berdasarkan
komponen.
Lalu, proses selanjutnya yaitu proses top-down, yang menekankan pada bagaimana
konsep serta tingginya level mental seseorang berpengaruh dalam pengenalan sebuah
objek. Konsep, ekspektasi, dan memori lah yang membantu dalam pengenalan objek.
Dengan kata lain, proses ini mirip dengan proses global-to-local yang mengutamakan
konteks yang berkaitan dengan obyek tersebut dalam mengenalinya, misalnya dari
bentuk kombinasi geon 3 dan 5 (pada gambar sebelumnya dalam teori RBC), kita
akan lebih cepat mengenali bentuk kombinasi tersebut sebagai cangkir bila kita
sedang berada di Cafe, dan akan mengenali itu sebagai gayung jika berada di kamar
mandi. Hal itu terjadi karena pengalaman ataupun memori yang kita miliki. Jadi pada
dasarnya, ekspektasi kita berada pada level yang lebih tinggi (top) dari proses visual
yang bekerja dengan cara down mereka sehingga membantu kita dalam pemprosesan
awal proses visual.
Proses bottom-up dan top-down diperlukan untuk menjelaskan kekompleksitasan dari
pengenalan obyek.
Top-Down Processing and Reading
Salah satu fenomena terbesar dalam proses top-down ialah the word superiority
effect, yangmana kita dapat mengenali satu huruf lebih akurat dan cepat ketika
muncul dalam sebuah kata yang bermakna dibanding ketika muncul sendiri atau
dalam sebuah kata tidak bermakna. Banyak teori yang berusaha menjelaskan
bagaimana proses top-down dan bottom-up berinteraksi dalam menghasilkan efek
superioritas kata (the word superiority effect). Salah satu pendekatannya
adalah Parallel Distributed Process (PDP). PDP atau conetionism ini berpendapat
bahwa proses kognitif bisa dipahami dalam hal jaringan yang menghubungkan setiap
unit terkait. Model PDP ini ialah seseorang melihat features dalam kata,
lalu features ini mengaktifkan unit-unit letter. Unit letter ini lalu mengaktifkan unit-
unit kata di dalam kamus mental seseorang untuk pengkombinasian letter-
letter tersebut. Jadi, ketika unit kata itu aktif, maka rangsangan saraf umpan balik
akan membantu dalam mengidentifikasi huruf tunggal. Hasilnya orang-orang dapat
mengidentifikasi sebuah huruf relatif lebih cepat dibanding ketika melihat huruf
tersebut dalam kata yang tidak berkaitan karena tidak adanya rangsangan umpan
balik. Jadi, lebih mudahnya letter dikenali dalam sebuah kata yang berkonteks ini
merupakan ilustrasi penting dari proses top-down. Selain itu, kalimat yang berkonteks
juga akan memudahkan kita dalam mengenali sebuah kata.
Rueckl dan Oden mendemonstrasikan bahwa fitur dari stimulus dan konteks natural
memengaruhi pengenalan kata. Demonstrasi ini menggunakan koordinasi dari dua
proses. yaitu proses bottom-up dan top-down, misalnya, satu set stimulus
menggambarkan huruf a membentuk huruf r dan n. Dari beberapa stimulus, dihasilkan
kata antara bears dan beans. Setelah itu, peneliti menggabungkannya dengan kata
benda atau frase, seperti zookeeper, botanist. Hasilnya menunjukkan bahwa
zookeeper akan melihat kata bears dan botanist melihat kata beans.
Hal ini menggambarkan bahwa fitur-fitur dari stimulus sangat penting karena
pengenalan kata menggunakan proses bottom-up. Selain itu, konteks juga sangat
penting karena konteks memengaruhi kita dalam mengenal kata. Huruf sebelumnya
dalam kata membantu kita mengidentifikasi huruf-huruf lainnya lebih cepat dan kata-
kata dalam sebuah kalimat membantu kita mengidentifikasi kata tunggal lebih cepat.
Overactive Top-Down Processing & Occasional Errors in Word and Object
Recognition
Proses perceptual yang kita miliki menggunakan strategi rasional yang disebut dengan
proses top-down, tetapi terkadang mereka bekerja berlebihan. Sehingga, orang-orang
mungkin akan mengabaikan informasi penting yang dihadirkan oleh stimulus.
Mary Potter dan koleganya (1993) mengilustrasikan kelebihan kerja dari proses top-
down. Orang-orang diminta untuk membaca daftar stimulus, dimana setengah dari
stimulus tersebut adalah kata yang sebenarnya dan setengah lainnya adalah nonword
yang dibuat dengan cara mensubstitusi vokal baru pada kata sebenarnya. Misal, dream
menjadi droam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang tersebut
terbukti mengkonversi nonword menjadi kata sebenarnya dalam 42% dari percobaan.
Proses top-down mereka bekerja berlebihan, dan mereka membaca dream, padahal
kata sebenarnya adalah droam.
Overactive Top-Down Processing and Occasional Errors in Object Recognition
Kesalahan dalam pengenalan bukan hanya terjadi pada pengenalan kata, tapi juga
terjadi dalam pengenalan objek. Peneliti menemukan gejala change blindness yang
merupakan ketidakmampuan untuk mendeteksi perubahan di dalam objek atau
tempat. Simons dan Levin melakukan percobaan mengenai stranger-and-the-door.
Misal orang A menanyakan arah ke orang B, tiba-tiba ada seorang laki-laki membawa
papan diantara mereka berdua sehingga papan tersebut menutupi orang A, lalu orang
A diganti dengan orang C. Ternyata, hanya setengah yang menyadari bahwa orang A
telah berganti menjadi orang C.
Secara umum, psikolog menggunakan istilah change blindness ketika seseorang gagal
menyadari perubahan beberapa bagian dari stimulus. Selain itu, mereka juga
menggunakan istilah inattentional blindness ketika seseorang gagal menyadari bahwa
ada objek baru yang muncul.
Dalam kedua kasus diatas, kita sebenarnya menggunakan proses top-down ketika
berkonsentrasi terhadap beberapa objek. Sehingga, ketika objek yang muncul tidak
sesuai dengan konsep, ekspektasi, dan memori, orang-orang akan gagal untuk
mengenali perubahan objek (change blindness) dan objek baru yang muncul
(inattentional blindness).
Pencocokan template

Sebuah teori pada awalnya tentang cara otak megenali suatu pola dan objek yang
disebut pencocokan template. Sebuah template, dalam konteks pengenalan suatu pola
pada manusia, merujuk pada suatu konstruk internal yang ketika disesuaikan atau
dicocokkan dengan stimuli sensorik menyebabkan terjadinya pengenalan
terhadap objek.Teori pencocokan template, sebagai sebuah teori pengenalan pola pun
juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teori ini jelaslah bahwa agar kita
mampu mengenali suatu bentuk, huruf maupun objek-objek wujud visual. Akan tetapi
kekurangan teori ini adalh suatu interpreasi harfiahnya akan menghadapisuatu
kesulitan.

Pencocokan template

Sebuah teori pada awalnya tentang cara otak megenali suatu pola dan objek yang
disebut pencocokan template. Sebuah template, dalam konteks pengenalan suatu pola
pada manusia, merujuk pada suatu konstruk internal yang ketika disesuaikan atau
dicocokkan dengan stimuli sensorik menyebabkan terjadinya pengenalan
terhadap objek.Teori pencocokan template, sebagai sebuah teori pengenalan pola pun
juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teori ini jelaslah bahwa agar kita
mampu mengenali suatu bentuk, huruf maupun objek-objek wujud visual. Akan tetapi
kekurangan teori ini adalh suatu interpreasi harfiahnya akan menghadapisuatu
kesulitan.

Sebuah template dalam konteks pengenalan, pola pada manusia merujuk pada
suatu konstruk internal yang ketika disesuaikan atau dicocokan dengan stimuli
sensorik, menyebabkan terjadinya pengenalan terhadap objek.

Teori percobaan template, sebagai sebuah teori pengenalan pola, memiliki


kekuatan dan kelemahan. Kekuatanya, jelaslah agar kita mampu mengenali suatu
bentuk huruf, atau suatu wujud visual, otak perlu melakukan pembandingan stimuli
visual tersebut dengan suatu bentuk internal yang tersimpan dalam memori.

Kelemahan dari teori ini adalah, suatu interpretasi harafiah dari teori pencocokan
template akan menghadapi suatu kesulitan.

Teori Gen
Sebuah alternatif untuk mengatasi kekauan teori pencocokan template adalah
sebuah teori yang mempostulatkan bahwa sistem pemrosesan informasi manusia
memiliki sejumlah bentuk geometrik sederhana yang terbatas, yang dapat
diaplikasikan pada bentuk-bentuk yang rumit.

Sebuah teori yang memiliki kemiripan dengan analisis fitur yang dikembangkan
oleh Irving Biederman dari Universitas Southern California, mengadopsi gagasan
tersebut. Konsep Biederman mengenai persepsi bentuk disusun berdasarkan
konsep geon, yang merupakan kependekatan dari geometrical ions.

Anda mungkin juga menyukai