Anda di halaman 1dari 23

Kelompok 4

HABIB RIZKY A (190110180006 )


RACHMI SILVIANA (190110180016 )
HILDAWATI (190110180038 )
CUCU TAQYAH (190110180050 )
NUZUZLUL FIRDAUS (190110180060 )
RESTI ARSANTI (190110180124)
FEBRY GOHANDY (190110180144)
SITI HOFIFAH A I (190110187002)
Facial
Expression & Emotion

Communication of Emotion Through


Facial Expressions
The Facial Feedback Hypothesis
Emotion Through
Communication of
Ekspresi wajah tertentu memiliki makna
universal, terlepas dari budaya di mana
seorang individu dibesarkan. Ungkapan
universal kemarahan, misalnya, melibatkan
wajah yang memerah, alis diturunkan dan
disatukan, rahang terkatup, dan gigi
terbuka.
Cont'd
Istilah 'jijik', dalam arti paling sederhana,
berarti sesuatu menyinggung rasa. Tetapi
karena jijik juga menyebabkan gangguan,
biasanya disertai dengan kerutan, dan
seringkali dengan gerakan seolah-olah
mendorong atau melindungi diri terhadap
objek ofensif.
Ekspresi wajah terkadang mengiringi kemunculan
Facial Expression emosi, bahkah ada waktu dimana ekspresi wajah
muncul lebih dahulu sebelum emosi dapat proses
secara menyeluruh.

Beberapa ekspresi wajah bersifat universal tanpa


memandang perbedaan budaya dan tidak terlalu
sulit untuk diekspresikan.

Ekspresi wajah adalah cara penyampaian emosi


yang penting, bahkan bagi mereka yang dapat
mempengaruhi tindakan orang lain hanya dengan
ekspresi
Pada penelitian menggunakan visual cliff (uji
persepsi kedalamannya dengan platform tinggi
yang pada satu sisi diperlihatkan seperti jurang
namun terdapat lapisan kaca di atasnya) pada
bayi beserta ibu untuk mendampingi. Hasil
menunjukan bahwa,
pada orang tua yang diinstruksikan menunjukan
ekspresi takut, sang anak tidak melewati sisi
‘jurang’
Cont'd

pada orang tua yang diinstruksikan menunjukan


senyum, 74% dari anak mereka melewati sisi
‘jurang’ tersebut.
Ekspresi wajah tetap dipengaruhi oleh emotional
display rules, dimana perbedaan budaya dapat
mengekspresikan sesuatu secara berbeda dalam
kondisi tertentu.

Facial feedback hypothesis, hipotesis yang


mengatakan bahwa kita menerima umpan balik
dari ekspresi wajah, dan umpan balik inilah yang
Cont'd

menimbulkan atau memperkuat perasaan dari


suatu emosi.
The facial “ SELAIN FUNG SI KO MUNIKATIF, EMO TIO NAL
feedback EXSPRESSIO N DAPAT BERKO NTRIBUSI PADA
PENGALAMAN SUBJEKTIF D ARI SUATU
hypot hesis EMO SI” (TO MKINS, 1962 ) .

HIPO TESIS INI BE RJALAN PA RALEL DENGAN


TE O RI JAMES- LANG E: S AMA S E PERTI KI TA
MENERIMA U MPAN BALIK TE NTA N G ( ATAU
MERASAKAN) RANG SANGAN O TO NO M KI TA ,
KITA JU GA MENERIMA UMPAN BALIK
TE NTANG E KS PRESI WA JAH KI TA, DAN UMPAN
BALIK INI DAPAT MENYEBABKAN ATAU
MENG INTENSIFKAN K PENGALAMAN EMO SI
I TA.
Cont 'd
DIBUKTIKAN DENGAN PENELITIAN, PARTISIPAN
MENILAI KA RTUN MANAKAH YANG LUC U, YANG
MENAHAN PENA DI BIBIR ATAU DI G IG I.
PARTISIPAN MENILAI BAH WA KA RTUN DENG AN
PENA DI GI G I LE BIH LUC U, KA RE NA KA RTUN
DENGAN PENA DI MULUT MENC EGAH KA RTUN
U NTUK TERSENYUM SEHING GA EMO SI YANG
DIALAMI BE RBE D A P DENGAN KA RTUN DENGAN
ENA DI G IG I.
Cont 'd PENELITIAN INI, MENUNJUKKAN HUBUNGAN
LANG SUNG ANTARA E KS PRESI DAN EMO SI
Y ANG DIALAMI.
PERC O BAAN LAIN DENGAN METO DE YANG
S AMA JUGA MENUNJUKKAN BAH WA E KS PRE SI
WAJAH MEMILIKI EFEK TI DAK LANG SUNG
PADA EMO SI YANG DIALAMI DENGAN
MENING KATKAN RANG SANGAN O TO NO M.
E FEK S E PERTI I TU DITUNJUKKAN DALAM
PERC O BAAN Y ANG SUDAH DIBAHAS DI
MANA KE TI KA KITA MENG HASILKAN E KS PRE SI
EMO SIO NAL P TE RTE NTU MENYEBABKAN
ERUBAHAN D ALAM DETAK JANTU NG DAN
S UHU TU BUH (LEVENSO N, EKMAN, &
FRIESEN, 1990 ) .
Emotions, G e n d e r ,
& Culture

Gender Differences
Culture Differences
GENDER DIFFERENCES

Wanita lebih emosional terhadap sex, lebih sering


mengalami dan mengekspresikan emosi, sedangkan
laki-laki lebih sering mengungkapkan emosi amarah
dan kesombongan.
Dalam stereotip, laki-laki dan perempuan memiliki
perbedaan yang mendalam dalam pengekspresian
dari emosi, baik secara verbal maupun facially,
dibandingkan dengan pengalaman emosi subjektif
mereka
emosi dapat menjadi media dimana pria dan
wanita berperilaku sesuai cara gender.
Psikolog yang mempelajari perbedaan budaya dalam emosi sebagian
besar berfokus pada bagaimana nilai-nilai yang terkait dengan
kolektivisme dan individualisme membentuk pengalaman emosional.
Kolektivisme budaya yang menekankan keterkaitan mendasar dan
saling ketergantungan di antara orang-orang, dan individualisme
mengacu pada budaya yang menekankan pemisahan mendasar dan
kemandirian individu.
Differences

Dalam konteks kolektivisme, perasaan diri orang tertanam dalam


hubungan, dengan banyak tujuan pribadi yang mencerminkan hal
ini,termasuk keinginan untuk menyesuaikan diri dan menciptakan
Culture

harmoni antarpribadi. Dalam konteks individualis, sebaliknya, perasaan


diri orang terikat, atau dipandang sebagai terpisah dari orang lain
yang dekat, dengan banyak tujuan pribadi yang mencerminkan
keinginan untuk mandiri dan unik.
jika orang-orang dalam budaya yang berbeda berbeda dalam
tujuan pribadi mereka, terutama mengenai hubungan
antarpribadi, maka, juga, apakah mereka akan berbeda dalam
menilai makna pribadi mereka keadaan mereka saat ini, bahkan
ketika keadaan itu sangat mirip
kolektivisme dan individualisme juga mempengaruhi 'back-end'
Differences

dari proses emosional, dengan menentukan emosi mana yang


dapat diekspresikan dan kapan. Satu contoh dari ini sebelumnya
Culture

dalam membahas aturan tampilan untuk ekspresi wajah.


Dibandingkan dengan orang-orang dari Amerika Serikat, orang-
orang dari Jepang lebih sering menutupi pengalaman tidak
mengenakan dengan senyum ketika di hadapan orang lain.
kebanggaan lebih dapat diterima untuk diekspresikan dalam
budaya individualis daripada dalam budaya kolektivis.
Keyakinan mendasar orang tentang emosi mungkin berbeda dalam
konteks kolektivis dan individualis (Mesquita, 2001).
Misalnya, dalam budaya individualis, emosi diambil untuk
Differences

mencerminkan dunia batin subyektif individu dan dianggap 'milik'


orang tertentu (untuk misalnya, ‘Tandai marah’).
Sebaliknya, dalam budaya kolektivis, emosi diambil untuk
Culture

mencerminkan realitas objektif dan dianggap 'milik' hubungan


(misalnya, 'Kami marah').
Jurnal 1
Judul Jurnal : Emotion ReviewJudul
Artikel : Gender and Emotion Expression: A Developmental Contextual
Perspective
Tahun Terbit: 2015
Nama Penulis : Tara M. Chaplin
Affiliasi :Department of Psychology, George Mason University, USA Abstract
DOI: 10.1177/1754073914544408
Keyword: childhood, emotion, gender, sex differences
Tujuan Penelitian: Menjelaskan Bio-psiko-sosial model perkembangan
perbedaan gender dalam ekspresi emosi pada masa anak-anak.
Metode:Study meta-analysis
C o n t 'd
Hasil
Secara biologis terdapat perdedaan yang menjadi bawaan seperti anak laki-
laki memiliki reaktivasi dan energy level yang lebih tinggi sedangkan anak
perempuan dengan keterampilan bahasa yang lebih tinggi
Kekuatan kontekstual di lingkungan beraktifitas, membentuk kapan dan
apakah anak-anak mengekspresikan emosi sesuai dengan peran gender
tergantung pada interaksi antara kecenderungan mereka
Anak perempuan menunjukan pola mengungkapkan kesedihan, kegelisahan,
empati yang tinggi dan cenderung menekan amarah.
Anak laki-laki menunjukan pola berlebihan dalam mengekspresikan
kemarahan yang tidak dimodulasi denngan menekan kesedihan dan
kecemasan.
Jurnal 2
Lim (2016) menyatakan bahwa Western culture memiliki
tingkat emotional arousal yang lebih tinggi dibanding
Eastern culture. Perbedaan budaya ini dijelaskan oleh
karakteristik yang berbeda dari budaya individualis dan
kolektivis..
Jurnal 3
Jack dan rekannya (2009) menemukan bahwa orang Barat
mengenali keenam ekspresi wajah dengan akurasi yang
relatif tinggi, sedangkan orang Asia Timur secara sistematis
salah mengkategorikan rasa takut dan jijik (Jack et al, 2013).

Jack dan rekannya (2011) memodelkan representasi mental


dari enam ekspresi wajah dari emosi (bahagia, terkejut,
takut, jijik, marah, dan sedih) pada observer Barat dan Asia
Timur (Jack et al., 2013). Orang Barat mengharapkan fitur
ekspresif berada di wilayah mata dan mulut, sedangkan
orang Asia Timur mengharapkan informasi ekspresif
ditempatkan terutama di daerah mata.).
Chaplin, T. M. (2015). Gender and emotion expression: A
developmental contextual perspective. Emotion Review,
7(1), 14–21. https://doi.org/10.1177/1754073914544408
Re f e r e n s i
Nolen-Hoeksema, S., Fredrickson, B. L, Loftus, G. R., &
Wagenaar, W. A. (2009). Atkinson & Hilgard's Introduction
to Psychology (15th Ed.). Boston: Cengage Learning.

Lim, Nangyeon. (2016). Cultural differences in emotion:


East-West differences in emotional arousal level.
Integrative Medicine Research, 5(2), 105-109.
doi: 5.10.1016/j.imr.2016.03.004.

Jack, R. E. (2013). Culture and facial expressions of


emotion. Visual Cognition. 21 (9-10). 1248-1286.
doi: 10.1080/13506285.2013.835367.
Membuat PPT dan
HABIB RIZKY A 190110180006 94
Presentasi

RACHMI SILVIANA 190110180016 Merangkum Materi 94

HILDAWATI
190110180038 Merangkum Materi 94

CUCU TAQYAH
Merangkum Materi
190110180050 94
dan Presentasi

NUZUZLUL
190110180060 Merangkum Materi 94
FIRDAUS
RESTI ARSANTI 190110180124 Merangkum Materi
94
dan Presentasi
FEBRY GOHANDY Merangkum Materi
190110180144 94
dan Presentasi
Siti HOFIFAH A I
190110187002 Merangkum Materi 94

Anda mungkin juga menyukai