Anda di halaman 1dari 4

ISU KHUSUS YANG BERKAITAN DENGAN PIUTANG

1. Menggunakan Fair Value dalam Pencatatan


Perusahaan memiliki pilihan untuk menggunakan nilai wajar (fair value) dalam pencatatan
aset dan kewajibannya, termasuk piutang, walau secara umum piutang dicatat pada biaya
yang diamortisasi (amortized cost). Menurut IASB, nilai wajar menjadi lebih relevan karena
merefleksikan nilai kas saat ini dari suatu instrument keuangan.
Jika perusahaan memilih untuk menggunakan nilai wajar, piutang dicatat pada nilai wajar
setiap tanggal pelaporan, dengan unrealized holding gains or losses (nilai bersih perubahan
nilai wajar piutang dari satu periode ke periode lainnya) dilaporkan sebagai bagian dari laba
bersih (net income). Perusahaan dapat memilih untuk menggunakan nilai wajar pada saat (1)
piutang diakui atau (2) ketika terjadi peristiwa yang menimbulkan dasar pencatatan akuntansi
yang baru. Perusahaan yang sudah memilih untuk menggunakan nilai wajar dalam
pengakuan piutangnya, harus konsisten dalam menggunakan nilai wajar hingga piutang
tersebut sudah tidak dimiliki perusahaan lagi. Berlaku pula sebaliknya, ketika perusahaan
tidak memilih untuk menggunakan nilai wajar, maka perusahaan tetap tidak boleh
menggunakan nilai wajar untuk pengakuan piutang tersebut pada periode-periode berikutnya.
Misal kita asumsikan bahwa Escobar Company memiliki wesel tagih (notes receivable)
dengan nilai wajar R$810.000 dan nilai tercatat (carrying amount) R$620.000. Escobar
memutuskan untuk menggunakan penilaian nilai wajar pada 31 Desember tahun tersebut,
sehingga Escobar harus membuat jurnal penyesuaian untuk mencatat penambahan nilai
wesel tagih tersebut dan mencatat adanya unrealized holding gain atas selisih nilai tercatat
dan nilai wajarnya sebagaimana berikut.

Dec 31, 2015 Notes receivable R$190.000


Unrealized holding gain or losses R$190.000*
*(R$810.000-R$620.000=R$190.000 gain)

Atas pencatatan ini, wesel tagih Escobar dilaporkan pada nilai wajarnya dalam laporan
posisi keuangan dan unrealized holding gain-nya dilaporkan dalam bagian other income &
expenses dalam laporan laba rugi (income statement). Pada periode berikutnya, perusahaan
akan terus melaporkan adanya perubahan nilai wajar sebagai unrealized holding gain or
losses, misalnya jika pada tahun depan diketahui nilai wajar wesel tagih adalah R$800.000,
maka Escobar akan mengakui unrealized holding loss sebesar R$10.000 (R$810.000-
800.000).

2. Penghentian pengakuan piutang


Suatu piutang tidak lagi diakui sebagai aset perusahaan ketika piutang tersebut tidak lagi
bernilai, yaitu ketika hak kontraktual atas aliran kas dari piutang tersebut sudah tidak lagi ada,
misalnya ketika perusahaan memiliki piutang dari pelanggan yang menyatakan bangkrut
sehingga piutang menjadi tak berlaku, menagih dan menerima pembayaran piutang yang
telah jatuh tempo sehingga atas piutang tersebut dihapuskan pencatatannya, atau melakukan
transfer atau penjualan piutang sehingga risiko dan aliran kas atas piutang tersebut berpindah
pada perusahaan lain.
Ada berbagai alasan perusahaan melakukan transfer piutang kepada pihak lain, antara
lain untuk mempercepat penerimaan kas dari piutang, untuk tujuan kompetitif demi
pembiayaan penjualan, untuk mendapat tambahan dana karena keterdesakan kebutuhan kas
dan keterbatasan pinjaman, atau untuk menghindari proses penagihan piutang yang
seringkali menyita waktu dan berbiaya mahal. Transfer piutang kepada pihak ketiga untuk
penerimaan kas dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut.
a) Pinjaman aman (secured borrowing)
Perusahaan sering menggunakan piutang sebagai jaminan pinjaman. Jika pinjaman tidak
dibayar saat jatuh tempo, kreditor bisa mengonversi agunan uang tunai yaitu mengumpulkan
piutang. Sebagai ilustrasi, pada tanggal 1 Maret 2015, Meng Mills, Inc. menjaminkan piutang
NT$700.000 pada Sino Bank sebagai jaminan atas surat berharga sebesar NT$500.000.
Meng Mills terus melanjutkan pengumpulan piutang kepada debitur. Sino Bank menentukan
biaya keuangan sebesar 1% dari piutang usaha dan bunga 2%. Meng Mills melakukan
pembayaran bulanan ke bank untuk semua uang yang dikumpulkannya atas piutang tersebut.
Ilustrasi di bawah ini menunjukkan entri untuk pinjaman yang dijaminkan oleh Meng Mills dan
Sino Bank.

Untuk mencatat pembayaran atas piutang, Meng Mills harus mengakui semua diskon, retur
dan penyisihan, dan piutang tak tertagih. Tiap bulannnya Meng Mills mengurangi nilai
pinjaman dengan memproses progress pembayaran piutang.

b) Penjualan piutang (sales of receivable)


Penjualan piutang yang umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan adalah penjualan
kepada factor, yaitu perusahaan keuangan atau bank yang membeli piutang usaha untuk
mendapatkan komisi dan kemudian menagih piutang langsung kepada pelanggan terkait.
Factoring receivables biasanya terkait dengan perusahaan yang bergerak di bidang tekstil,
garmen, furnitur.

Penjualan piutang tanpa garansi terjadi ketika pembeli piutang mengasumsikan adanya
risiko tidak tertagihnya piutang yang menjadi kerugian yang mengurangi kas diterima. Dalam
penjualan piutang tanpa garansi, piutang berpindah baik secara fisik maupun substansinya
(risiko dan reward).
Penjual piutang akan mendebit kas dan mengkredit piutang usaha pada nilai nominalnya.
Untuk menyeimbangkan selisih atas kas yang diterima dengan nilai piutang yang dikredit,
penjual mencatat akun kerugian loss on sale of receivable atas penjualan piutang atas biaya
keuangan yang dikenakan oleh Faktor dan mencatat due from factor atas biaya yang
dikenakan oleh Faktor atas penyisihan dana untuk kemungkinan adanya sales discounts,
sales returns, sales allowances di kemudian hari, sebagaimana diperlihatkan dalam contoh
dibawah ini.

Dalam penjualan piutang dengan garansi, penjual memberikan jaminan pembayaran


kepada pembeli dan transfer atas piutang cenderung lebih terlihat sebagai transaksi pinjaman,
bahkan terlihat seperti kegagalan pencatatan penjualan. Sehingga dalam pencatatannya,
penjual piutang tidak mengkreditkan piutang usaha dijual namun memunculkan akun kredit
recourse liability atas kas yang diterima dan biaya-biaya terkait transfer atas piutang. Namun,
pembeli piutang menculkan debit atas piutang yang dibelinya, sehingga pencatatan atas
transfer piutang tersebut menjadi tidak sinkron diantara dua perusahaan terkait sebagaimana
ditampilkan dalam contoh dibawah.

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa IASB menggunakan istilah derecognition untuk
akuntansi atas transfer piutang, baik secara fisik maupun substansi. Sedangkan jika transfer
atas piutang tidak meliputi substansinya, maka atas transfer piutang ini disebut pinjaman
aman (secured borrowing).

3. Presentasi dan Analisis


Terdapat aturan umum dalam menampilkan dan mengklasifikasikan piutang, antara lain:
1) Memisahkan dan melaporkan nilai terbawa dari berbagai jenis piutang.
2) Menentukan klasifikasi piutang sebagai aset lancer maupun aset tidak lancar dalam
laporan posisi keuangan.
3)
3. Appropriately offset the valuation accounts for receivables that are impaired, including
a discussion of individual and collectively determined impairments.
4. Disclose the fair value of receivables in such a way that permits it to be compared
with its carrying amount.
5. Disclose information to assess the credit risk inherent in the receivables by providing
information on:
(a) Receivables that are neither past due nor impaired.
(b) The carrying amount of receivables that would otherwise be past due or impaired,
whose terms have been renegotiated.
(c) For receivables that are either past due or impaired, disclose an analysis of the
age of the receivables that are past due as of the end of the reporting period.
6. Disclose any receivables pledged as collateral.
7. Disclose all signifi cant concentrations of credit risk arising from receivables.13
Analysis of Receivables
Accounts Receivable Turnover. Analysts frequently compute financial ratios to evaluate
the liquidity of a companys accounts receivable. To assess the liquidity of the receivables,
they use the accounts receivable turnover. This ratio measures the number of
times, on average, a company collects receivables during the period. The ratio is computed
by dividing net sales by average (net) receivables outstanding during the year.
322 Chapter 7 Cash and Receivables
Theoretically, the numerator should include only net credit sales, but this information is
frequently unavailable. However, if the relative amounts of credit and cash sales remain
fairly constant, the trend indicated by the ratio will still be valid. Barring significant
seasonal factors, average receivables outstanding can be computed from the beginning
and ending balances of net trade receivables.
To illustrate, Louis Vuitton (LVMH Group) (FRA) reported 2012 net sales of 28,103
million, its beginning and ending accounts receivable balances were 1,878 million and
1,985 million, respectively. Illustration 7-24 shows the computation of its accounts
receivable turnover.
This information14 shows how successful the company is in collecting its
outstanding receivables. If possible, an aging schedule should also be prepared
to help determine how long receivables have been outstanding. A satisfactory
accounts receivable turnover may have resulted because certain receivables
were collected quickly though others have been outstanding for a relatively long
period. An aging schedule would reveal such patterns.
Often, the accounts receivable turnover is transformed to days to collect accounts
receivable or days outstandingan average collection period. In this
case, 15 is divided into 365 days, resulting in 24.3 days. Companies frequently use
the average collection period to assess the effectiveness of a companys credit and
collection
policies. The general rule is that the average collection period should not greatly
exceed the credit term period. That is, if customers are given a 60-day period for payment,
then the average collection period should not be too much in excess of 60 days.

Anda mungkin juga menyukai