Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

Disusun oleh :

Tyas Fibri Safitri Pangestika

P1337420215035

3A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KEEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO


2017
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. KONSEP TEORI

1. Definisi

a. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai


dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

b. Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik


disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007)

2. Klasifikasi

a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes


Melitus tergantung insulin (DMTI) 5% - 10% penderita diabetik
adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/


Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI). Sembilan puluh
persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak
dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada
mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang
obesitas.

c. DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik),


obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit
dengan karakteristik gangguan endokrin.

d. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak


mengidap diabetes.

3. Etiologi

a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

1) Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri


tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.

2) Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon


autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas,


sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel pancreas.

b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui,


factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung
insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin.

Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran


terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe
II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes
yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
DM tipe II, diantaranya adalah:

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas


65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

4. Patofisiologi

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan


untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan


lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi
yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah


terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit
yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).

5. Pathway

6. Manifestasi klinis

a. Diabetes Tipe I

1) Hiperglikemia berpuasa

2) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia


3) Keletihan dan kelemahan

4) Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,

hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat


kesadaran, koma, kematian)

b. Diabetes Tipe II
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
3) Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)

7. Data Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa
> 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi
pernafasan dan infeksi luka.
8. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia/ koma hipoglikemia
2) Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (hhnc/ honk).
3) Ketoasidosis diabetic
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus
yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.
b. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai
mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa
darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan
autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus
pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran
kemih
5) Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

9. Penatalaksanaan
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
2) Insulin
3) Cangkok pankreas
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan,
pekerjaan, alamat rumah.
2) Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat
pengkajian.
3) Keluhan Utama
Badan terasa lemas dan lelah
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan
tanda-tanda vital.
2) Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah
terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan
rambut klien.
3) Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat
paralysis otot muka dan otot rahang.
4) Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis
mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada
kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
5) Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret,
serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau tidak,
apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
6) Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum
terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung,
apakah daya penciuman masih baik.
7) Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih
utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi,
otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh
atau tidak.
8) Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk,
kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
9) Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.

2. Analisa Data
a. Terdapat luka
b. Berat badan turun
c. Lemas dan kelelahan

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,
kesalahan interpretasi informasi.

4. Intervensi
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit
dalam batas normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia.
2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau
volume sirkulasi yang adekuat.
3) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
4) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
5) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada
derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara
individual.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
1) Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan
dari kebutuhan terapeutik.
2) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorbsi dan utilisasinya).
3) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk
kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
4) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai
indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.


Tujuan :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
infeksi.
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah
terjadinya infeksi.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci
tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada
kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas
dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru
dan memobilisasi sekret.
d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik.
Tujuan :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin
sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang
cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah
sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi secara fisiologis.
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,
keselahan interpretasi informasi.
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit
dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan
sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses
belajar.
2) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi
serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan
membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati
program.
4) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara
teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit
dengan lebih ketat.

5. Evaluasi
a. Kekurangan volume cairan dapat teratasi
b. Nutrisi tercukupi dan BB ideal.
c. Tidak terjadi infeksi.
d. Kelelahan dapat teratasi.
e. Memahami mengenai penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai