Anda di halaman 1dari 5

FORMAT PROSES KEPERAWATAN FARMAKOLOGI

PROKLORPERAZIN
A. PENGKAJIAN
1. Kaji hidrasi. Catatan: berat badan, kondisi membrane mukosa, turgor kulit, warna,
jumlah densitas urine, tanda vital.
2. Kaji status mental setiap hari: alam perasaan, penampilan, pola pikir dan komunikasi,
tingkat minat terhadap lingkungan dan aktivitas, tingkat ansietas atau agitasi, adanya
halusinasi atau delusi, kecurigaan, interaksi dengan orang lain, kemampuan
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Kaji gejala diskrasia darah: tenggorok sakit, demam malaise, penndarahan tidak
wajar, mudah memar.
4. Kaji gejala ekstrairamidal: pseuparkinsonnisme (tremor, gaya berjalan dengan kaki
menyeret, meneteskan air liur, rigiditas), akinesia (kelemahan otot), akatisia
(kegelisahan dan keresahan terus menerus), distonia (pergerakan otot wajah, lengan,
tungkai dan leher involunter), krisis okulogirik (perputaran mata tidak terkendali),
dyskinesia tardif (pergerakan wajah dan lidah tidak wajar, kaku kuduk, kesulitan
menelan).
5. Kaji gejala sindrom neuroleptic maligna: hiperpireksia sampai 41,6 oC, peningkatan
nadi, peningkatan atau penurunan tekanan darah, rigiditas otot parkinson berat,
peningkatan kadar kreatinin fosfokinase darah, peningkatan SDP, perubahan status
mental (termasuk tanda katatonik atau agitasi), gagal ginjal akut, perubahan tingkat
kesadaran (termasuk stupor dan koma), pucat, diaforesis, takikardia, aritmia,
rabdomiolisis.
6. Kaji tanda vital, berat badan. Catat data dasar untuk perbandingan.
7. Kaji riwayat alergi, sensitivitas terhadap obat ini atau fenotiazin lain.
8. Kaji tanda dan gejala ikterus kolestatik, nyeri abdomen, mual, ruam demam, kulit
kuning, gejala seperti flu, hasil uji lab abnormal (eosinophilia, empedu dalam urin,
peningkatan transaminase, bilirubin, alkali fosfatase serum).
9. Kaji tanggal menstruasi terakhir (kemungkinan kehamilan) dan penggunaan
kontrasepsi.
10. Kaji apakah pasien sedang menyusui anak.
11. Kaji konsumsi alkohol dan obat pada saat ini dan masa lalu.
12. Kaji apakah pasien mengoperasikan kendaraan dan/atau mesin berbahaya lain.
13. Kaji adanya reaksi merugikan atau efek samping.

14. Kaji pengetahuan pasien/keluarga mengenai penyakit dan kebutuhan pengobatan.


15. Kolaborasi dengan dokter, kaji HSD, uji fungsi hari dan pemeriksaan oftmologis pada
pasien dengan terapi jangka panjang.
16. Perubahan Uji Lab: peningkatan alkali fosfatase, transaminase, bilirubin serum.
17. Peningkatan yodium berikatan protein.
18. Uji kehamilan urine positif-palsu, mungkin disebabkan metabolit obat yang
mengubah warna urine (kemungkinan terjadi kecil jika menggunakan uji serum).
19. Peningkatan glukosa urine.
20. Penurunan estrogen, progestin, dan gonadotropin urine.
21. Peningkatan kadar kolesterol plasma.
22. Peningkatan prolaktin serum.
23. Gejala Putus Obat: Kaji gejala putus obat tiba-tiba setelah terapi jangka panjang:
gastritis, mual, muntah, pusing, sakit kepala, taki-kardia, insomnia, gemetar,
berkeringat.
24. Toksisitas dan Takar Lajak: Tidak ada korelasi yang telah dibuktikan antara kadar
darah dan efek terapeutik.
25. Kaji gejala takar lajak: depresi SSP dari sedasi berat, tidur nyenyak samppai koma,
hipotensi, konfusi, eksitasi, gejala ekstrapiramidal, agitasi, kegelisahan, konvulsi,
demam, reaksi otonom, perubahan EKG, aritmia jantung, takikardia, hipotermia,
tremor, kejang, sianosis.
26. Penataan Takar Lajak: Pantau tanda vital.
27. Pertahankan jalan napas terbuka.
28. Lakukan lavase lambung.
29. Jangan rangsang muntah (rigiditas nukal dapat menyebabkan aspirasi muntah).
30. Berikan obat obat antiparkinson atau difenhidramin untuk mengatasi gejala
ekstrapiramidal.
31. Berikan cairan IV atau vasokonstriktor untuk mempertahankan tekanan darah
adekuat. Catatan: Epinefrin tidak dikemoendasikan karena interaksinya dengan
fenotiazin, dapat menyebabkan penurunan tekanan darah lebih lanjut.
32. Berikan fenitoin IV untuk mengendalikan aritmia ventrikular.
33. Berikan fenobarbital atau diazepam untuk mengendalikan konvulsi

atau

hiperaktivitas.
34. Dialisis nampaknya kurang bermanfaat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN POTENSIAL
1. Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.
2. Risiko tinggi kekerasan terhadap orang lain berhubungan dengan ketidak percayaan
dan ansietas panik.

3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan efek samping proklorperasin, yaitu sedasi,
pusing, ataksia, kelemahan, dan penurunan ambang kejang; penghentian tiba-tiba
setelah penggunaan lama; takar lajak.
4. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan ansietas panic, ditandai dengan
halusinasi.
5. Perubahan proses pikir berhubungan dengan ansietas panik, ditandai dengan delusi.
6. Isolasi social berhubungan dengan ketidakmampuan mempercayai orang lain.
7. Risiko tinggi toleransi aktivitas berhubungan dengan efek samping proklorperazin,
yaitu mengantuk, pusing, ataksia, kelemahan.
8. Ketidakpatuhan terhadap program pengobatan berhubungan dengan kecurigaan dan
ketidakpercayaan terhadap orang lain.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan program pengobatan.
C. RENCANA/IMPLEMENTASI
1. Info Umum: Pantau tanda vital sebelum dan selama terapi dengan interval teratur
(bid atau tid). Jika munttah dan mual berat, pantau TTV q 2-4 jam. Ukur tekanan
darah saat berbaring dan berdiri untuk memantau kemungkinan reaksi hipotensif;
terutama pasien lansia. Penyesuaian dosis mungkin perlu dilakukan.
2. Pastikan pasien yang dapat ambulasi terlindung dari sinar matahari saat beraktivitas
di luar rumah.
3. Timbah pasien dengan terapi jangka panjang 2-3 kali seminggu, jika mungkin, pada
waktu dan timbangan yang sama. Peningkatan berat badan yang cepat atau tandatanda edema, harus diberitahukan pad doktr. Catat masukan dan keluaran. Pasien
dengan mual dan muntah berat, harus ditimbang setiap hari.
4. Pastikan pasien terlindung dari cedera. Jika terjadi pusing dan mengantuk, awasi dan
bantu ambulasi pasien. Beri bantalan pada pagar dan kepala tempat tidur pasien yang
menggalami kejang.
5. Jika mulut kering, beri pasien permen keras, permen karet.
6. Simpan obat pada suhu kamar terkendali antara 15 o-30oC. Lindungi obat dari panas,
cahaya dan pembekuan.
7. PO: Obat oral dapat diberikan bersama makanan untuk meminimalkan gangguan GI.
8. Patikan pasien telah menelan tablet/kapsul dan tidak menyembunyikan dalam mulut
untuk mengindari pengobatan atau dikumpulkan untuk diminum kemudian.
9. Jika pasien mengalami kesulitan menelan, haluskan tablet dan campurkan dengan
makanan atau minuman, atau gunakan konsentrat cair.
10. Jangan membuka, menghaluskan atau mengunyah kapsul. Telan secara utuh.

11. Campur konsentrat dengan jus, air, minuman berkarbonat, atau makanan semipadat,
segera sebelum pemberian.
12. Jika konsentrat secara tidak sengaja tumpah pada kulit atau pakaian, cuci segera area
tersebut, karena dapat terjadi dermatitis kontak.
13. Rekt: Untuk menghasilkan supositoria telah ditahan, periksa pasien 20-30 menit
setelah pemberian rektal.
14. Untuk memastikan dosis akurat, jangan membagi supositoria.
15. IM: Injeksi IM dapat mengiritasi jaringan; hindari injeksi SC.
16. Hindari kontak dengan cairan injeksi. Dapat terjadi dermatitis kontak.
17. Injeksikan perlahan dan dalam pada kuadran atas terluar bokong. Masase tempat
injeksi dengan saksama.
18. Pasien harus tetap dalam posisi rekumben selama sedikitnya setengah jam setelah
injeksi IM, karena adanya keungkinan efek hipotensi.
19. Jika diberikan injeksi multiple, rotasikan tempat injeksi.
20. Jangan mencampur obat dengan agens lain dalam spuit.
21. Jika larutan berwarna agak kuning, potensi obat tidak berubah. Jika terjadi perubahan
warna yang jelas, buang larutan.
22. IV: Karena adanya kemungkinan efek hipotensif, pasien harus dalam posisi rekumben
saat obat diberikan.
23. Pantau tekanan darah setiap 10 menit selama pemberian IV. Jika terjadi hipotensi,
dokter mungkin memprogamkan vasopressor (bukan epinefrin).
24. Larutan IV harus diencerkan dengan normal salin sampai konsentrasi tidak lebih dari
0,5 mg/mL.
25. Jika larutan berwarna agak kuning. Potensi obat tidak berubah. Jika terjadi perubahan
warna yang jelas, buang larutan.
26. Berikan obat IV langsung dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit.
27. 10-20mg dapat ditambahkan dalam 1 liter larutan isotonic dan diberikan sebagai infus
IV. Berikan perlahan, tingkatkan, atau turunkan kecepatan sesuai indikasi.
D. EVALUASI
1. Pasien menunjukkan penurunan/resolusi gejala setelah penggunaan proklorperazin
(ansietas panic berat, perubahan proses pikir, perubahan persepsi, mual, dan muntah).
2. Pasien mengungkapkan pemahaman efek samping dan program yang diperlukan
dalam pemberian mandiri proklorperazin dengan bijaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta: EGC.
Townsend C. Mary. 2004. Pedoman Obat Dalam Keperawatan Psikiatri. Cetakan 1. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai