Anda di halaman 1dari 14

Supositoria dan Ovula

A. Supositoria
Supositoria/Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh (FI IV
(1995).
B. Ovula
Ovula adalah sediaan padat yang digunakan melalui vaginal, umumnya berbentuk telur, dapat melarut,
melunak, meleleh pada suhu tubu (FI III 1971) sebenarnya ovula termasuk kedalam jenis supositoria,
namun digunakannya nama ovula agar merujuk pada bentuk sediaan dan rute pemeriannya yang
hanya lewat vaginal
Kelebihan supositoria dan ovula :
- dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan secara oral, karena gangguan cerna, pingsan
dsb.
- dapat diberikan pada anak bayi, lansia ang susah menelan
- bisa menghindari first fast efek dihati.
Kekurangan supositoria dan ovula :
- daerah absorpsinya lebih kecil
- absorpsi hanya melalui difusi pasif
- pemakaian kurang praktis
- tidak dapat digunakan untuk zat yang rusak pada pH rektum
Metode pembuatan supositoria / ovula :
cetak menggunakan tangan : pencampuran, penggerusan, serta digulung menjadi silinder lalu
dipotong potong sesuai ukuran yang diinginkan, gunakan talk agar tidak lengket ditangan
Percetakan kompresi dinding : pembuatan sediaan dengan menggunakan alat yang dapat mencetak
1,2, dan 5 gram bobot supo.
percetakan dengan cara penuangan : cara ini umumnya digunakan pada skala industri, cetakannya
mampu mencetak hinggal 600 supo. (Sumber : Farmasi Unisba)
Cara Menggunakan Ovula tablet, Cream, dan Suppositoria
1. Hal terbaik adalah dengan menggunakan produk-produk ini sebelum tidur. Berbaring akan
mengurangi kebocoran obat dari vagina Anda yang mungkin bisa terjadi saat berdiri atau berjalan.
2. Cuci daerah vagina Anda dengan sabun lembut dan air dan benar-benar kering. Jika menggunakan
Aplikator, lompat ke langkah 5.
3. Untuk produk krim vagina: Pasang aplikator pada lubang tabung krim dan putar sampai melekat
erat. tekan krim dari tabung ke aplikator hingga mencapai anjuran pemakaian dosis. Putar Aplikator
untuk Melepas dari tabung.
4. Untuk Tablet atau Suppositoria, Letakkan di ujung Alat Aplikator.
5. Masukan Aplikator kedalam Vagina secara perlahan, Anda dapat Menggunakan salah satu cara dari
dua posisi penggunaan aplikator. jika menggunakan cara dengan berdiri anda bisa mengaplikasikanya
dengan Berdiri dengan kaki terpisah dan Lutut ditekuk. Dan masukan aplikator sedalam yang
membuat anda masih terasa nyaman.
6. Atau dengan cara kedua yaitu berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki agak terpisah.
7. Masukkan ujung lancip ovula dengan bantuan aplikator ke lubang vagina. Setelah aplikator berada
di dalam vagina, tekan tombol pada aplikator untuk melepaskan ovula.
8. Jika anda menggunakan Aplikator yang dapat digunakan kembali, cucilah aplikator dengan bersih,
biasanya dengan membuka aplikator dan mencuci nya dengan sabun dan air atau bersihkan sesuai
dengan petunjuk dari produsen yang tertera pada kemasan. tetapi jika anda menggunakan aplikator
sekali pakai, maka buang aplikator ditempat sampah yang tertutup dan jauhkan dari jangkauan anak-
anak ataupun hewan peliharaan. Baca juga: Cara mencuci tangan yang benar
9. Cuci tangan anda Menggunakan sabun dan air untuk membersikan obat yang mungkin menempel
ditangan.
(Sumber Asli: http://www.mipa-farmasi.com/2016/05/cara-menggunakan-ovula-tablet-cream-dan.html)
KONSTIPASI DAN TERAPINYA
Konstipasi atau dikenal juga dengan istilah sembelit adalah keadaan dimana seseorang kesulitan
buang air besar dengan pola harian yang normal. Pada setiap keadaan sembelit, penyebab sembelit
harus diidentifikasi secara benar untuk dapat menentukan pendekatan terapinya. Penyebab konstipasi
atau sembelit ini dapat beragam seperti diet makanan yang rendah serat atau akibat konsumsi obat-
obatan hipotiroidisme.
Konstipai umumnya dianggap sebagai gangguan kesehatan biasa, yang dialami oleh banyak orang,
dan umumnya mereka melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi). Masalah banyaknya orang yang
mengalami konstipasi biasanya berhubungan dengan masalah pola makan yang rendah serat.
Konstipasi juga sering dipahami secara salah oleh masyarakat awam. Masyarakat umumnya
menganggap bahwa buang air besar setiap hari penting bagi kesehatan. Dan menganggap bahwa
buang air besar yang tidak rutin setiap harinya akan berkontribusi bagi penimbunan racun dan
mengakibatkan keluhan-keluhan somatik yang beragam. Kesalahpahaman ini mengakibatkan
penggunaan obat-obat pencahar yang kurang rasional dimasyarakat.
Untuk menilai kondisi konstipasi, diperlukan penilaian terhadap variabel-variabel berikut:
Frekuensi buang air besar. Seseorang akan dinyatakan mengalami konstipasi jika frekuensi buang air
besarnya kurang dari 3 kali dalam seminggu pada wanita dan 5 kali perminggu pada pria.
Ukuran dan konsistensi tinja. Seseorang dengan konstipasi memerlukan waktu 25% lebih besar dari
biasanya untuk devekasi dan atau dengan jumlah tinja yang lebih sedikit.
Gejala-gejala sebagai sensasi buang air besar yang tidak lengkap
Epidemiologi
Sekitar 40% pasien kelompok usia lebih dari 65 tahun mengalami konstipasi. Namun pada dasarnya
frekuensi buang air besar tidak menurun seiring peningkatan usia yang normal. Usia yang meningkat
beresiko meningkatkan penggunaan laksatif (pencahar). Meski tak ada bukti adanya korelasi antara
kinerja usus dengan faktor usia.
Beberapa faktor atau kondisi berikut dapat menyebabkan konstipasi:
Penyakit pada saluran cerna; sindrom iritasi usus, diverkulitis, penyakit saluran cerna atas, Penyakit
pada anal dan rektum, wasir, tumor, hernia, volvulus usus, sifilis, TB, infeksi cacing, limphogranuloma,
Penyakit hirscprung's
Gangguan metabolik dan endokrin; diabetes melitus dengan neuropati, hipotiroidisme,
pheokromositoma, hiperkalsemia, kelebihan glukagon enterik.
Kehamilan; Penekanan motilitas usus, peningkatan penyerapan cairan dari usus besar, penurunan
aktivitas fisik, perubahan diet, Kurangnya asupan cairan, diet rendah serat, penggunaan garam besi.
Neurogenik; penyakit sistem syaraf pusat, trauma otak, cedera spinal kordata, tumor sistem syaraf
pusat, kecelakaan cerebrovaskular, penyakit parkinson's
Psikogenik; Psikogenik untuk mengabaikan/menunda dorongan untuk buang air besar, penyakit
psikiatrik.
Penggunaan obat-obatan tertentu

Tanda dan Gejala


Perlu diketahui kondisi apakah pasien mengeluhkan kondisi kurangnya volume tinja saat buang air
besar, perasaan perut yang penuh, rasa sakit saat buang air besar.
Tanda dan gejala seperti tinja keras, kecil atau kering. Ketidaknyamanan pada perut, sakit, kram, mual
dan muntah, sakit kepala, dan kelelahan.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mengetahui adanya konstipasi perlu dilakukan pemeriksaan berikut:
Serangkain pemeriksaan termasuk proktoskopi, sigmoidoskopi, kolonoskopi, atau suntikan barium
mungkin diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya patologi kolorektal.
Pemeriksaan fungsi tiroid untuk mengetahui kemungkinan adanya gangguan metabolik dan endokrin
Penyalahgunaan laksatif/pencahar. Penyalahgunaan laksatif akan mengakibatkan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit yang dapat ditandai dengan kondisi hipokalemia, atau terjadinya kehilangan
protein gastroenteropati yang dapat ditandai dengan terjadinya hipoalbuminemia.
Pendekatan Terapi Konstipasi
Dalam memberikan terapi konstipasi maka kita harus mengkaji kondisi kronisitas konstipasi tersebut.
Konstipasi yang terjadi secara akut pada orang dewasa kemungkinan berhubungan dengan kondisi
patologi kolon. Sedangkan konstipasi yang telah berlangsung lama (kronis) sejak masa bayi
kemugkinan berhubungan dengan masalah neurologis. Selain itu harus diketahui pola makan pasien
dan atau kebiasaan dalam penggunaan laksatif atau katartik.
Terapi Non Farmakologis
Diet Tinggi Serat
Terapi non farmakologis merupakan terapi lini pertama dalam penanganan konstipasi dengan
melakukan modifikasi diet untuk meningkatkan jumlah serat yang dikonsumsi. Serat yang merupakan
bagian dari sayuran yang tak dicerna dalama usus akan meningkatkan curah feses, meretensi cairan
tinja, dan meningkatkan transit tinja dalam usus. Dengan terapi serat ini maka frekuensi buang air
besar meningkat dan menurunnya tekanan pada kolon dan rektum.
Pasien disarankan setidaknya mengkonsumsi 10 gram serat kasar perharinya. Buah, sayur dan sereal
adalah contoh bahan makanan kaya serat. Dedak baku mengandung sekitar 40% serat. Selain itu
terdapat juga produk obat yang merupakan agen pembentuk serat masal seperti koloid psylium
hidrofilik, metilselulosa atau polikarbofil yang dapat menghasilkan efek sama dengan bahan makanan
tinggi serat yang tersedia dalam sediaan tablet, serbuk atau kapsul.
Pembedahan
Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan diperlukan. Hal ini karena adanya keganasan
kolon atau obstruksi saluran gastrointestinal sehingga diperlukan reseksi usus. Selain itu pembedahan
juga diperlukan pada kasus konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma.
Biofeedback
Sebagian besar pasien konstipasi karena disfungsi dasar panggul merasakan manfaat dari
elektromiogram dengan terapi biofeedback.
Terapi Farmakologis
Pada pengobatan dan pencegahan konstipasi pemberian agen pembentuk serat mutlak diberikan.
Suatu jenis agen pembentuk serat ini sudah mencukupi, dan harus digunakan dalam diet harian
terutama pada penderita konstipasi kronis. Kecuali agen difenilmetana dan turunan antrakuinon tidak
boleh digunakan pada terapi rutinitas dasar.
Sedangkan pada pasien konstipasi akut, penggunaan laksatif sewaktu-waktu diperbolehkan.
Konstipasi akut dapat dihilangkan dengan pemberian supositoria gliserin, atau jika kurang efektif dapat
juga diberikan sorbitol oral, difenilmetan atau turunan antrakuinon dosis rendah, atau garam pencahar
(garam magnesium/garam inggris). Namun jika gejala ini tidak hilang dalam waktu lebih dari 1 minggu
maka penderita harus melakukan pemeriksaan lanjut dan menerima terapi dengan rejimen lain.
Pilihan obat yang dapat digunakan dalam terapi farmakologis konstipasi adalah:
Emolien. Emolien adalah agen surfaktan dari dokusat dan garamnya yang bekerja dengan
memfasilitasi pencampuran bahan berair dan lemak dalam usus halus. Produk ini meningkatkan
sekresi air dan elektrolit dalam usus. Pencahar emolien ini tidak efektif dalam mengobati konstipasi
namun berguna untuk pencegahan, terutama pada pasien pasca infark miokard, penyakit perianal
akut, atau operasi dubur. Secara umum dokusat relatif aman, namun berpotensi meningkatkan laju
penyerapan usus sehingga berpotensi meningkatkan penyerapan zat-zat yang berpotensi racun.
Lubrikan. Merupakan laksatif dari golongan minyak mineral yang akan efektif bila digunakan secara
rutin. Lubrikan diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Lubrikan bekerja dengan membungkus feses
sehingga memudahkannya meluncur ke anus dan dengan menghambat penyerapan air diusus
sehingga meningkatkan bobot feses dan mengurangi waktu transitnya dalam usus. Lubrikan dapat
diberikan peroral dengan dosis 15-45 ml, dan akan memberikan efek setelah 2-3 hari setelah
penggunaan. Penggunaan lubrikan ini disarankan pada kondisi sebagaimana penggunaan emolien.
Namun lubrikan memberikan potensi efek samping yang lebih besar. Resiko efek samping itu
diantaranya: minyak mineral dapat diserap secara sistemik dan dapat menimbulkan reaksi asing dalam
jaringan limfoid tubuh, dan mengurangi penyerapan vitamin larut lemak (A, D, E dan K).
Laktulosa dan sorbitol. Laktulosa adalah disakarida yang dapat digunakan secara oral atau rektal.
Laktulosa dimetabolisme oleh bakteri kolon menjadi molekul asam dengan bobot rendah, sehingga
mempertahankan cairan dalam kolon, menurunkan PH dan meningkatkan gerak peristaltik usus.
Laktulosa tidak direkomendasikan dalam terapi konstipasi lini pertama karena harganya yang mahal
dan efektivitasnya yang tidak lebih efektif dari sorbitol atau garam magnesium. Sorbitol sebagai
monosakarida bekerja dengan tindakan osmotik dan telah direkomendasikan sebagai terapi konstipasi
lini pertama.
Derivat Difenilmetana. Dua turunan difenilmetana yang utama adalah bisakodil dan fenoftalein.
Bisakodil memberikan efek dengan merangsang pleksus syaraf mukosa usus besar. Sedangkan
fenoftalein bekerja dengan menghambat penyerapan aktif glukosa dan natrium. Dengan fenoftalein,
sejumlah kecil fenoftalein akan mengalami resirkulasi enterohepatik dan mengakibatkan efek
antikonstipasi berkepanjangan. Penggunaan fenoftalein pada penderita apendiksitis, hamil, atau
menyusui harus berhati-hati karena dapat menimbulkan perforasi, sehingga menyebabkan air seni
berwarna merah muda.
Derivat Antrakuinon. Teramasuk dalam derivat antrakuinon adalah sagrada cascara, sennosides, dan
casathrol. Bakteri usus memetabolismekan senyawa-senyawa tersebut, namun mekanisme jelasnya
dalam pengobatan konstipasi tidak diketahui. Sama seperti derivat difenilmetana, penggunaan derivat
antrakuinon secara rutin tidak direkomendasikan.
Katartik Saline. Katartik saline terdiri dari ion-ion yang sulit diserap seperti magnesium, sulfat, sitrat,
dan fosfat yang bekerja dengan menghasilkan efek osmotik dalam mempertahankan cairan dalam
saluran cerna. Magnesium merangsang sekresi kolesistokinin yang merangsang motilitas usus dan
sekresi cairan. Agen ini akan memberikan efek dalam waktu kurang dari 1 jam setelah pemberian
dosis oral. Agen ini sebaiknya digunakan dalam keadaan evakuasi akut usus, tindakan pradiagnostik,
keracunan, atau untuk menghilangkan parasit setelah pemberian antelmintik. Agen ini tidak disarankan
untuk digunakan secara rutin. Agen ini berpotensi menyebabkan deplesi cairan.
Minyak Jarak. Minyak jarak dimetabolisme disaluran cerna menjadi senyawa aktif asam risinoleat yang
bekerja merangsang proses sekresi, menurunkan absorpsi glukosa, dan meningkatkan motilitas usus,
terutama dalam usus halus. Efek buang air besar biasanya akan dihasilkan 1-3 jam setelah
mengkonsumsi agen ini.
Gliserin. Gliserin biasanya diberikan dalam bentuk suppositoria 3 gram yang akan memberikan efek
osmotik pada rektum. Gliserin dianggap sebagai pencahar yang aman meski mungkin juga
mengakibatkan iritasi rektum.
Polyethylene glicol-electrolite lavage solution (PEG-ELS), merupakan larutan yang digunakan dalam
pembersihan usus sebelum prosedur diagnostik atau pembedahan kolorektal. 4 liter cairan ini
diberikan dalam waktu tiga jam untuk evakuasi lengkap dari saluran gastrointestinal. Cairan ini tidak
dianjurkan untuk terapi rutin dan pada pasien dengan obstruksi usus.
DULCOLAX SUPPOSITORIA
Dulcolax suppositoria adalah obat yang digunakan sebagai obat pencahar untuk mengatasi sembelit
atau konstipasi. Dulcolax suppositoria mengandung bisacodyl, obat yang termasuk stimulan laxative
yaitu obat yang merangsang motilitas usus terutama usus besar. Berikut ini adalah informasi lengkap
dulcolax suppositoria yang disertai tautan merk-merk obat lain dengan nama generik yang sama.
PABRIK : Boehringer ingelheim
GOLONGAN
Obat ini digolongan ke dalam kategori obat bebas terbatas, dengan lambang bulatan berwarna biru.
Artinya, obat ini bisa diperoleh tanpa resep dokter di apotek atau toko-toko obat berijin resmi.
KEMASAN
Dulcolax suppositoria dipasarkan dengan kemasan sebagai berikut :
Dos 1 x 5 suppositoria 10 mg
Dos 10 x 5 suppositoria 10 mg
Tersedia juga dulcolax paed suppositoria 5 mg, dan dulcolax tablet 5 mg.
KANDUNGAN
tiap kemasan dulcolax suppositoria mengandung zat aktif (nama generik) sebagai berikut :
Bisacodyl 10 mg / suppositoria
SEKILAS TENTANG ZAT AKTIF (NAMA GENERIK)
Bisacodyl adalah obat pencahar (laxative) yang digunakan untuk mengatasi sembelit atau konstipasi.
Obat ini adalah derivat trifenil metana yang termasuk obat pencahar jenis stimulan motilitas usus.
Mekanisme kerja bisacodyl adalah dengan merangsang saraf enterik sehingga menyebabkan
kontraksi kolon (usus besar). Seperti obat stimulan laxative lainnya, obat ini terutama berfungsi untuk
mengosongkan usus besar.
INDIKASI
Kegunaan dulcolax suppositoria (bisacodyl) adalah untuk mengatasi sembelit atau konstipasi, dan
untuk mengosongkan perut sebelum prosedur operasi, colonoscopy, endoscopy, x-ray, atau prosedur
pada usus lainnya.
KONTRA INDIKASI
Jangan digunakan untuk penderita yang mengalami reaksi hipersensitivitas/alergi terhadap bisacodyl.
Hindarkan juga pemakaian obat ini pada bedah perut akut, penderita obstruksi usus, obstruksi ileus,
perforasi usus, toksik kolitis, toksik megakolon, inflammatory bowel disease akut, apendisitis, dan
dehidrasi berat.
EFEK SAMPING
Berikut adalah beberapa efek samping dulcolax suppositoria (bisacodyl) yang mungkin terjadi :
Efek samping yang sering terjadi akibat pemakaian obat yang mengandung bisacodyl termasuk
dulcolax suppositoria adalah terjadinya gangguan pada saluran pencernaan seperti rasa tidak nyaman
atau kram perut.
Pada penggunaan jangka panjang, obat ini dapat menyebabkan diare dan efek samping yang terkait
diare seperti hipokalemia. Namun pada kondisi tertentu, penggunaan obat ini untuk dalam jangka
panjang kadang dilakukan, tetapi harus di bawah pengawasan dokter atau ahli terkait.
Sediaan suppositoria bisa menyebabkan iritasi lokal, terutama pada pasien yang peka terhadap
polyethylene glycol (PEG).
PENGGUNAAN OLEH WANITA HAMIL
FDA (badan pengawas obat dan makanan amerika serikat) mengkategorikan bisacodyl kedalam
kategori B dengan penjelasan sebagai berikut :
penelitian pada reproduksi hewan tidak menunjukkan resiko pada janin dan tidak ada studi yang
memadai dan terkendali dengan baik pada wanita hamil / Penelitian pada hewan telah menunjukkan
efek buruk pada janin, tapi studi yang memadai dan terkendali dengan baik pada wanita hamil tidak
menunjukkan resiko pada janin di trimester berapapun.
Penggunaan obat ini selama hamil, hanya boleh jika benar-benar dibutuhkan. Sebaiknya dilakukan
perubahan pola makan terlebih dahulu, misalnya lebih banyak mengkonsumsi makanan berserat.
Jika perubahan pola makan seperti di atas tidak memberikan hasil memuaskan, obat pencahar
mungkin diperlukan. Sebaiknya dipilih obat pencahar jenis pembentuk massa tinja seperti
metilselulosa, atau pencahar osmotik, seperti laktulosa terlebih dahulu. Jika benar-benar diperlukan
obat pencahar stimulan seperti bisacodyl atau senna dapat digunakan.
Bisacodyl tablet atau supositoria telah banyak digunakan selama masa hamil tanpa adanya bukti
terjadinya relaksasi uterus. Obat ini termasuk obat yang diabsorpsi minimal, oleh karena itu resiko
terhadap janin dianggap rendah.
PERHATIAN
Hal-hal yang harus diperhatikan selama menggunakan dulcolax suppositoria, adalah sebagai berikut :
Penggunaan obat-obat pencahar termasuk dulcolax suppositoria (bisacodyl) pada anak-anak
sebaiknya dihindari, kecuali telah diresepkan oleh dokter yang mengetahui dengan pasti kondisi anak
tersebut. Perlu diketahui bahwa, frekuensi buang air besar yang jarang sangat biasa pada bayi. Hal ini
karena bayi masih mengkonsumsi jenis makanan dengan sedikit variasi (misalnya, hanya susu saja)
atau kurangnya asupan cairan dan makanan berserat. Jika peningkatan pemberian cairan dan
makanan berserat tidak memberikan hasil memuaskan, obat pencahar osmotik seperti laktulosa atau
obat pencahar pembentuk massa tinja seperti metilselulosa bisa dipilih.
Untuk mendapatkan efek obat yang cepat, gunakan obat ini saat perut kosong.
Tidak ada data bisacodyl diekskresikan ke dalam air susu ibu (ASI).
INTERAKSI OBAT
Jangan menggunakan dulcolax suppositoria (bisacodyl) setidaknya 1 jam setelah penggunaan obat-
obat antasida, susu atau produk-produk yang mengandung susu.
DOSIS DULCOLAX SUPPOSITORIA
Berikut adalah dosis dulcolax suppositoria (bisacodyl) yang lazim digunakan :
Untuk mengatasi konstipasi/sembelit :
Dewasa, 1 x sehari 10 mg, diberikan pada pagi hari.
Anak < 10 tahun, 1 x sehari 5 mg.
Untuk pengosongan usus sebelum prosedur radiologi dan bedah :
Dewasa : tablet 10 mg diberikan sebelum tidur malam selama 2 hari sebelum prosedur. Jika
diperlukan bisa ditambahkan suppositoria 10 mg, 1 jam sebelum prosedur.
Dosis anak : bisa diberikan setengah dosis dewasa.
MACAM OBAT
1. Obat Oral (Obat Dalam)
Pemberian obat oral (melalui mulut) adalah cara yang paling praktis, mudah dan aman. Yang
terbaik adalah minum obat dengan air matang.
Obat oral terdapat dalam beberapa bentuk sediaan yaitu tablet, kapsul, puyer dan cairan.
1.1. Petunjuk Pemakaian Obat Oral Untuk Dewasa
Sediaan Obat Padat
1) Obat oral dalam bentuk padat, sebaiknya diminum dengan air matang.
2) Hubungi tenaga kesehatan apabila sakit dan sulit saat menelan obat.
3) Ikuti petunjuk tenaga kesehatan kapan saat yang tepat untuk minum obat apakah pada saat perut
kosong, atau pada saat makan atau sesudah makan atau pada malam hari sebelum tidur.
Misalnya : obat antasida harus diminum saat perut kosong, obat yang merangsang lambung, harus
diminum sesudah makan, obat pencahar diminum sebelum tidur.
Sediaan obat larutan
1. Gunakan sendok takar atau alat lain (pipet, gelas takar obat) jika minum obat dalam bentuk
larutan/cair. Sebaiknya tidak menggunakan sendok rumah tangga, karena ukuran sendok rumah
tangga tidak sesuai untuk ukuran dosis.
2. Hati-hati terhadap obat kumur. Jangan diminum. Lazimnya pada kemasan obat kumur terdapat
peringatan ”Hanya untuk kumur, jangan ditelan”.
3. Sediaan obat larutan biasanya dilengkapi dengan sendok takar yang mempunyai tanda garis
sesuai dengan ukuran
5.0 ml, 2,5 ml dan 1,25 ml.
1.2. Petunjuk Penggunaan Obat Oral Untuk Bayi / Anak Balita Sediaan cairan untuk bayi dan balita
harus jelas dosisnya. Gunakan sendok takar yang tersedia didalam kemasannya. Berikan minuman
kesukaan anak setelah minum obat yang terasa pahit/ kurang enak.
2. Obat Luar
2.1. Sediaan Kulit
Beberapa bentuk sediaan obat untuk penggunaan kulit, yaitu bentuk bubuk halus (bedak), cairan
(lotion), setengah padat (krim, salep).
Untuk mencegah kontaminasi (pencemaran), sesudah dipakai wadah harus tetap tertutup rapat.
Cara penggunaan bubuk halus (bedak) :
1. Cuci tangan.
2. Oleskan/taburkan obat tipis–tipis pada daerah yang terinfeksi.
3. Cuci tangan kembali untuk membersihkan sisa obat.
Sediaan ini tidak boleh diberikan pada luka terbuka dan gunakan sampai sembuh, atau tidak ada
gejala lagi.
2.2. Sediaan Obat Mata
Terdapat 2 macam sediaan untuk mata, yaitu bentuk cairan (obat tetes mata) dan bentuk setengah
padat (salep mata). Dua sediaan tersebut merupakan produk yang pembuatannya dilakukan secara
steril (bebas kuman) sehingga dalam penggunaannya harus diperhatikan agar tetap bebas kuman.
Apabila mengalami peradangan pada mata (glaukoma atau inflamasi), petunjuk penggunaan harus
diikuti dengan benar.
Untuk mencegah kontaminasi (pencemaran), hindari ujung wadah obat tetes mata terkena permukaan
benda lain (termasuk mata) dan wadah harus tetap tertutup rapat sesudah digunakan.
Cara penggunaan :
1. Cuci tangan.
2. Tengadahkan kepala pasien; dengan jari telunjuk tarik kelopak mata bagian bawah.
3. Tekan botol tetes atau tube salep hingga cairan atau salep masuk dalam kantung mata bagian
bawah .
4. Tutup mata pasien perlahan–lahan selama 1 sampai 2 menit.
5. Untuk penggunaan tetes mata tekan ujung mata dekat hidung selama 1-2 menit; untuk penggunaan
salep mata, gerakkan mata ke kiri-kanan, ke atas dan ke bawah.
6. Setelah obat tetes atau salep mata digunakan, usap ujung wadah dengan tisu bersih, tidak
disarankan untuk mencuci dengan air hangat.
7. Tutup rapat wadah obat tetes mata atau salep mata.
8. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
2.3. Sediaan Obat Hidung
Terdapat 2 macam sediaan untuk hidung, yaitu obat tetes hidung dan obat semprot hidung.
Cara penggunaan obat tetes hidung :
1. Cuci tangan.
2. Bersihkan hidung.
3. Tengadahkan kepala.
4. Teteskan obat di lubang hidung.
5. Tahan posisi kepala selama beberapa menit agar obat masuk ke lubang hidung.
6. Bilas ujung obat tetes hidung dengan air panas dan keringkan dengan kertas tisu kering.
7. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
Cara penggunaan obat semprot hidung :
1. Cuci tangan.
2. Bersihkan hidung dan tegakkan kepala.
3. Semprotkan obat ke dalam lubang hidung sambil tarik napas dengan cepat.
4. Untuk posisi duduk : tarik kepala dan tempatkan diantara dua paha.
5. Cuci botol alat semprot dengan air hangat (jangan sampai air masuk ke dalam botol) dan
keringkan dengan tissue bersih setelah digunakan.
6. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
2.4. Sediaan Tetes Telinga
Hindarkan ujung kemasan obat tetes telinga dan alat penetes telinga atau pipet terkena permukaan
benda lain (termasuk telinga), untuk mencegah kontaminasi.
Cara penggunaan obat tetes telinga :
1. Cuci tangan.
2. Bersihkan bagian luar telinga dengan ”cotton bud”.
3. Kocok sediaan terlebih dahulu bila sediaan berupa suspensi.
4. Miringkan kepala atau berbaring dalam posisi miring dengan telinga yang akan ditetesi obat,
menghadap ke atas.
5. Tarik telinga keatas dan ke belakang (untuk orang dewasa) atau tarik telinga ke bawah dan ke
belakang (untuk anak- anak).
6. Teteskan obat dan biarkan selama 5 menit.
7. Keringkan dengan kertas tisu setelah digunakan.
8. Tutup wadah dengan baik.
9. Jangan bilas ujung wadah dan alat penetes obat.
10. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
2.5. Sediaan Supositoria
Cara penggunaan supositoria :
1. Cuci tangan.
2. Buka bungkus aluminium foil dan basahi supositoria dengan sedikit air.
3. Pasien dibaringkan dalam posisi miring.
4. Dorong bagian ujung supositoria ke dalam anus dengan ujung jari.
5. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
Jika supositoria terlalu lembek, sehingga sulit untuk dimasukkan kedalam anus, maka sebelum
digunakan sediaan supositoria ditempatkan di dalam lemari pendingin selama 30 menit
kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum membuka bungkus kemasan aluminium foil.
2.6. Sediaan Krim/Salep Rektal
Cara penggunaan krim/salep rektal :
a. Tanpa aplikator
1. Bersihkan dan keringkan daerah rektal.
2. Masukkan salep atau krim secara perlahan ke dalam rektal.
3. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan. b. Dengan menggunakan aplikator
4. Hubungkan aplikator dengan wadah krim/salep yang sudah dibuka.
5. Masukkan kedalam rektum.
6. Tekan sediaan sehingga krim/salep keluar.
7. Buka aplikator, cuci bersih dengan air hangat dan sabun.
8. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.
2.7. Sediaan Ovula /obat vagina
Cara penggunaan sediaan ovula dengan menggunakan aplikator:
1. Cuci tangan dan aplikator dengan sabun dan air hangat, sebelum digunakan.
2. Baringkan pasien dengan kedua kaki direnggangkan.
3. Ambil obat vagina dengan menggunakan aplikator.
4. Masukkan obat kedalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan.
5. Biarkan selama beberapa waktu.
6. Cuci bersih aplikator dan tangan dengan sabun dan air hangat setelah digunakan.
C. Cara penyimpanan obat
Cara penyimpanan obat di rumah tangga sebagai berikut : Umum :
1. Jauhkan dari jangkauan anak – anak.
2. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
3. Simpan obat ditempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan
yang tertera pada kemasan.
4. Jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil
dalam mobil dapat merusak sediaan obat.
5. Jangan simpan obat yang telah kadaluarsa. Khusus :
1. Tablet dan kapsul
Jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab.
2. Sediaan obat cair
Obat dalam bentuk cair jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer)
agar tidak beku kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat.
3. Sediaan obat vagina dan ovula
Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan di lemari es karena dalam
suhu kamar akan mencair.
4. Sediaan Aerosol / Spray
Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang mempunyai suhu tinggi karena dapat menyebabkan
ledakan.
OBAT RUSAK DAN KADALUARSA
Zat berkhasiat yang terdapat dalam sediaan obat, selalu mempunyai masa aktif untuk tujuan
pengobatan tertentu. Biasanya tertulis pada kemasan atau lembar informasi. Sediaan cair lebih jelas
dilihat apabila kadaluarsa, yaitu terjadi perubahan bentuk cairan, perubahan warna, timbul bau atau
timbul gas akibat reaksi antar zat didalam obat tersebut. Sementara sediaan obat dalam bentuk padat
apabila sudah mencapai masa kadaluarsa, biasanya terjadi perubahan fisik.
Kerusakan obat dapat disebabkan oleh :
1. Udara yang lembab.
2. Sinar Matahari.
3. Suhu.
4. Goncangan fisik.
D. Cara Mengetahui Obat Rusak
1. Tablet
Terjadi perubahan pada warna, bau dan rasa, timbul bintik–bintik noda, lubang-lubang, pecah, retak,
terdapat benda asing, menjadi bubuk dan lembab.
2. Tablet Salut
Terjadi perubahan salutan seperti pecah, basah, lengket satu dengan lainnya dan terjadi perubahan
warna.
3. Kapsul
Cangkang kapsul menjadi lembek, terbuka sehingga isinya keluar, melekat satu sama lain, dapat
juga melekat dengan kemasan.
4. Puyer
Terjadi perubahan warna, timbul bau, timbul noda bintik-bintik, lembab sampai mencair.
5. Salep / Krim / Lotion / Cairan
Terjadi perubahan warna, bau, timbul endapan atau kekeruhan, mengental, timbul gas,
memisah menjadi 2 (dua) bagian, mengeras, sampai pada kemasan atau wadah menjadi rusak rusak.
CARA PEMBUANGAN OBAT
Obat sisa yang tidak digunakan untuk pengobatan lagi, sebaiknya disimpan di suatu tempat obat yang
terpisah dari penyimpanan barang-barang lain dan tidak mudah dijangkau oleh anak-anak. Tetapi
apabila obat tersebut sudah rusak, sebaiknya dibuang saja, agar tidak digunakan oleh orang lain
yang tidak mengetahui mengenai masalah obat.
C. Cara pembuangan obat
Pembuangan obat dapat dilakukan apabila obat rusak akibat penyimpanan yang lama atau
kadaluwarsa.
Obat yang rusak dibuang dengan cara :
1. Penimbunan di dalam tanah
Hancurkan obat dan timbun di dalam tanah.
2. Pembuangan ke saluran air
Untuk sediaan cair, encerkan sediaan dan buang kedalam saluran air.
D. Cara Pembuangan Kemasan Obat
1. Wadah berupa botol atau pot plastik
Terlebih dahulu lepaskan etiket obat, dan tutup botol, kemudian dibuang di tempat sampah, hal ini
untuk menghindari penyalah gunaan bekas wadah obat.
2. Boks / dus / Tube
Gunting dahulu baru dibuang.

Anda mungkin juga menyukai