A. Supositoria
Supositoria/Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh (FI IV
(1995).
B. Ovula
Ovula adalah sediaan padat yang digunakan melalui vaginal, umumnya berbentuk telur, dapat melarut,
melunak, meleleh pada suhu tubu (FI III 1971) sebenarnya ovula termasuk kedalam jenis supositoria,
namun digunakannya nama ovula agar merujuk pada bentuk sediaan dan rute pemeriannya yang
hanya lewat vaginal
Kelebihan supositoria dan ovula :
- dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan secara oral, karena gangguan cerna, pingsan
dsb.
- dapat diberikan pada anak bayi, lansia ang susah menelan
- bisa menghindari first fast efek dihati.
Kekurangan supositoria dan ovula :
- daerah absorpsinya lebih kecil
- absorpsi hanya melalui difusi pasif
- pemakaian kurang praktis
- tidak dapat digunakan untuk zat yang rusak pada pH rektum
Metode pembuatan supositoria / ovula :
cetak menggunakan tangan : pencampuran, penggerusan, serta digulung menjadi silinder lalu
dipotong potong sesuai ukuran yang diinginkan, gunakan talk agar tidak lengket ditangan
Percetakan kompresi dinding : pembuatan sediaan dengan menggunakan alat yang dapat mencetak
1,2, dan 5 gram bobot supo.
percetakan dengan cara penuangan : cara ini umumnya digunakan pada skala industri, cetakannya
mampu mencetak hinggal 600 supo. (Sumber : Farmasi Unisba)
Cara Menggunakan Ovula tablet, Cream, dan Suppositoria
1. Hal terbaik adalah dengan menggunakan produk-produk ini sebelum tidur. Berbaring akan
mengurangi kebocoran obat dari vagina Anda yang mungkin bisa terjadi saat berdiri atau berjalan.
2. Cuci daerah vagina Anda dengan sabun lembut dan air dan benar-benar kering. Jika menggunakan
Aplikator, lompat ke langkah 5.
3. Untuk produk krim vagina: Pasang aplikator pada lubang tabung krim dan putar sampai melekat
erat. tekan krim dari tabung ke aplikator hingga mencapai anjuran pemakaian dosis. Putar Aplikator
untuk Melepas dari tabung.
4. Untuk Tablet atau Suppositoria, Letakkan di ujung Alat Aplikator.
5. Masukan Aplikator kedalam Vagina secara perlahan, Anda dapat Menggunakan salah satu cara dari
dua posisi penggunaan aplikator. jika menggunakan cara dengan berdiri anda bisa mengaplikasikanya
dengan Berdiri dengan kaki terpisah dan Lutut ditekuk. Dan masukan aplikator sedalam yang
membuat anda masih terasa nyaman.
6. Atau dengan cara kedua yaitu berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki agak terpisah.
7. Masukkan ujung lancip ovula dengan bantuan aplikator ke lubang vagina. Setelah aplikator berada
di dalam vagina, tekan tombol pada aplikator untuk melepaskan ovula.
8. Jika anda menggunakan Aplikator yang dapat digunakan kembali, cucilah aplikator dengan bersih,
biasanya dengan membuka aplikator dan mencuci nya dengan sabun dan air atau bersihkan sesuai
dengan petunjuk dari produsen yang tertera pada kemasan. tetapi jika anda menggunakan aplikator
sekali pakai, maka buang aplikator ditempat sampah yang tertutup dan jauhkan dari jangkauan anak-
anak ataupun hewan peliharaan. Baca juga: Cara mencuci tangan yang benar
9. Cuci tangan anda Menggunakan sabun dan air untuk membersikan obat yang mungkin menempel
ditangan.
(Sumber Asli: http://www.mipa-farmasi.com/2016/05/cara-menggunakan-ovula-tablet-cream-dan.html)
KONSTIPASI DAN TERAPINYA
Konstipasi atau dikenal juga dengan istilah sembelit adalah keadaan dimana seseorang kesulitan
buang air besar dengan pola harian yang normal. Pada setiap keadaan sembelit, penyebab sembelit
harus diidentifikasi secara benar untuk dapat menentukan pendekatan terapinya. Penyebab konstipasi
atau sembelit ini dapat beragam seperti diet makanan yang rendah serat atau akibat konsumsi obat-
obatan hipotiroidisme.
Konstipai umumnya dianggap sebagai gangguan kesehatan biasa, yang dialami oleh banyak orang,
dan umumnya mereka melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi). Masalah banyaknya orang yang
mengalami konstipasi biasanya berhubungan dengan masalah pola makan yang rendah serat.
Konstipasi juga sering dipahami secara salah oleh masyarakat awam. Masyarakat umumnya
menganggap bahwa buang air besar setiap hari penting bagi kesehatan. Dan menganggap bahwa
buang air besar yang tidak rutin setiap harinya akan berkontribusi bagi penimbunan racun dan
mengakibatkan keluhan-keluhan somatik yang beragam. Kesalahpahaman ini mengakibatkan
penggunaan obat-obat pencahar yang kurang rasional dimasyarakat.
Untuk menilai kondisi konstipasi, diperlukan penilaian terhadap variabel-variabel berikut:
Frekuensi buang air besar. Seseorang akan dinyatakan mengalami konstipasi jika frekuensi buang air
besarnya kurang dari 3 kali dalam seminggu pada wanita dan 5 kali perminggu pada pria.
Ukuran dan konsistensi tinja. Seseorang dengan konstipasi memerlukan waktu 25% lebih besar dari
biasanya untuk devekasi dan atau dengan jumlah tinja yang lebih sedikit.
Gejala-gejala sebagai sensasi buang air besar yang tidak lengkap
Epidemiologi
Sekitar 40% pasien kelompok usia lebih dari 65 tahun mengalami konstipasi. Namun pada dasarnya
frekuensi buang air besar tidak menurun seiring peningkatan usia yang normal. Usia yang meningkat
beresiko meningkatkan penggunaan laksatif (pencahar). Meski tak ada bukti adanya korelasi antara
kinerja usus dengan faktor usia.
Beberapa faktor atau kondisi berikut dapat menyebabkan konstipasi:
Penyakit pada saluran cerna; sindrom iritasi usus, diverkulitis, penyakit saluran cerna atas, Penyakit
pada anal dan rektum, wasir, tumor, hernia, volvulus usus, sifilis, TB, infeksi cacing, limphogranuloma,
Penyakit hirscprung's
Gangguan metabolik dan endokrin; diabetes melitus dengan neuropati, hipotiroidisme,
pheokromositoma, hiperkalsemia, kelebihan glukagon enterik.
Kehamilan; Penekanan motilitas usus, peningkatan penyerapan cairan dari usus besar, penurunan
aktivitas fisik, perubahan diet, Kurangnya asupan cairan, diet rendah serat, penggunaan garam besi.
Neurogenik; penyakit sistem syaraf pusat, trauma otak, cedera spinal kordata, tumor sistem syaraf
pusat, kecelakaan cerebrovaskular, penyakit parkinson's
Psikogenik; Psikogenik untuk mengabaikan/menunda dorongan untuk buang air besar, penyakit
psikiatrik.
Penggunaan obat-obatan tertentu