Anda di halaman 1dari 8

PERANAN KEBIJAKAN FISKAL

DALAM PEREKONOMIAN

Oleh :

Ngurah Pradif Nahusha Pratama

1406305032

pradiefconsterix@yahoo.co.id

Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Mata Kuliah Perekonomian Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. I Gede Sudjana Budhiasa


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan
perekonomian. Masing masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh
dua variabel utama, yaitu pajak dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan variabel utama dalam
kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal
dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana
sektor sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah
dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi
masing masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya
sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya,
gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral
sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian
rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas,
sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiskal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Fiskal?
1.2.2 Bagaimana Peranan Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian?
1.2.3 Bagaimana Pengaruh Resiko Kebijakan Fiskal?
1.2.4 Bagaimana Hubungan Antara Kebijakan Fiskal dan Moneter?

1.3 Tujuan Pembahasan


Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasannya adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian Kebijakan Fiskal.
1.3.2 Untuk Mengetahui Peranan Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian.
1.3.3 Untuk Mengetahui Pengaruh Resiko Kebijakan Fiskal.
1.3.4 Untuk Mengetahui Hubungan antara Kebijakan Fiskal dan Moneter.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal yang sering juga disebut politik fiskal atau fiscal policy, biasa
diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara
dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Oleh karena anggaran belanja
negara terdiri dari penerimaan berupa hasil pungutan pajak dan pengeluaran yang dapat berupa
government expenditure dan government transfer, maka sering pula dikatakan bahwa
kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintah yang berupa tindakan pemperbesar atau
memperkecil jumlah pungutan pajak. Memperbesar atau memperkecil government expenditure
dan atau memperbesar atau memperkecil goverment transfer yang bertujuan untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk
membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata
lain, kebijakan fiscal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau
pengeluaran Negara.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah dalam bidang anggaran belanja
negara.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan Fiskal
berbeda dengan kebijaka moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara
mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Kebijakan fiskal merujuk pada
kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui
pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan dari beberapa definisi yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa
kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik
yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum
dalam APBN.
Faktor utama dari kebijakan fiskal sendiri adalah pajak dan pengeluaran pemerintah. Yang
jika tingkat dan komposisi dari kedua factor ini berubah akan mempengaruhi variable-variable
seperti :
1. Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
2. Pola persebaran sumber daya
3. Distribusi pendapatan.
2.2 Peranan Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian
Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian dalam kenyataannya menunjukkan bahwa
volume transaksi yang diadakan oleh pemerintah kebanyakan Negara dari tahun ke tahun
bertendensi untuk meningkat lebih cepat daripada meningkatnya pendapatan Nasional. ini berarti
bahwa peranan dari tindakan fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan
nasional lebih besar. Untuk Negara-negara yang sudah maju perekonomiannya, peranan tindakan
fiskal pemerintah semakin besar dalam mekanisme pembentukan tingkat pendapatan nasional
terutama dimaksudkan agar supaya pemerintah dapat lebih mampu dalam mempengaruhi
jalannya perekonomian. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan adanya kebijakan fiskal,
pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak
diinginkan seperti misalnya keadaan dimana banyak pengangguran, inflasi, neraca pembayaran
internasional yang terus menerus deficit, dan sebagainya.
Bagi Negara-negara yamg sedang berkembang, pemerintah pada umumnya menyadari
akan rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat sendiri. Dari bagian 1 kita
telah mengetahui bahwa untuk meningkatnya tingkat hidup suatu masyarakat, kapasitas produksi
nasional perlu ditingkatkan. Untuk memperbesar kapasitas produksi nasional dibutuhkan adanya
capital formation. Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan investasi yang cukup
besar untuk terwujudnya capital formation yang dibutuhkan tersebut.
2.3 Pengaruh Resiko Kebijakan Fiskal
Resiko Fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan deficit APBN yang disebabkan oleh
sesuatu di luar kendali pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal sangat perlu untuk empat tujuan
strategis, yaitu :
1. Peningkatan kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan
kebijakan fiskal.
2. Meningkatkan keterbukaan fiskal.
3. Meningkatkan tangung jawab fiskal.
4. Menciptakan kesinambungan fiskal.
Resiko Fiskal dikelompokkan dalam empat kategori utama yaitu :
1) Resiko Ekonomi Makro
Dalam penyusunan APBN indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai
dasar penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga sertifikat Bank
Indonesia, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia dan lifting minyak. Indikator
tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran pendapatan,
belanja, dan pembiayaan dalam APBN.Secara umum sumber resiko fiskal yang dihadapi oleh
APBN 2012 terutama berasal dari dua resiko utama, yakni inflasi dan harga minyak.
a. Inflasi
Pemerintah memproyeksikan angka inflasi tahun 2012 berkisarantara 3,5-5,5 persen. Sementara
itu menurut IMF dalam World Economic Outlook per April 2012, inflasi diperkirakan sebesar
5,85 persen. Angka ini lebih tinggi daripada realisasi inflasi tahun 2010 dan lebih rendah dari
proyeksi tahun 2011.Dengan demikian angka proyeksi pemerintah masih sejalan dengan
kecendrungan penurunan angka inflasi. Meskipun angka inflasi telah menunjukkan angka
penurunan, tetapi resiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih cukup tinggi.
b. Harga Minyak
Pemerintah memerintahkan harga minyak berkisar antara US$ 75 per barel s/d US$95 per barel,
angka tersebut sejalan dengan penurunan harga minyak dipasaran dunia.
2) Resiko Utang Dinamika Ekonomi Makro
Pengelolaan resiko utang diperlukan agar target pembiayaan utang dapat diperoleh dengan
biaya yang wajar dan tidak menimbulkan penumpukan beban utang yang tidak terkendali pada
masa yang akan mendatang.pada dasarnya resiko utang terdiri dari empat, diantaranya :
a. Resiko Pasar
Resiko Pasar ini terdiri dari resiko nilai tukar, resiko tingkat bunga dan resiko likuiditas yag
timbul sebagai akibat dari ketidakpastian kondisi pasar keuangan yang dinamis. Resiko nilai
tukar terutama berasal dari utang melalui pinjaman luar negeri, sedangkan resiko tingkat bunga
bersumber dari pinjaman luar negeri berbasis LIBOR dan SBN berbasis SBI 3 bulan.
b. Sedangkan Resiko Pembiayaan
Resiko Pembiayaan kembali disebabkan oleh besarnya pembayaran kewajiban utang pada tahun/
periode tertentu.
c. Resiko Operasional
Resiko operasional adalah resiko yang disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses bisnis dan
sistem diunit terkait.Sert yang ditimbulkan oleh aspek legal. Resiko ini antara lain dapat berupa
gagal bayar akibat kelalaian manusia atau kegagalan sistem yang berdampak pada penurunan
sorvereign credit rating.
d. Resiko Reputasi
Resiko Reputasi merupakan resiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang dari sudut pandang
investor dan lender yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepastian dan konsistensi penerapan
strategi pengelolaan utang.
3) Kewajiban Kontijensi Pemerintah Pusat
Kewajiban kontijensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu
dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau
lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah.Kewajiban
kontijensi pemerintah pusat yang menjadi resiko fiskal bersumber dari pemberian dukungan dan/
atau pinjaman pemerintah atas proyek-proyek infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat
program pension dan tabungan hari tua pegawai negeri.
4) Desentralisasi Fiskal
Kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara
Republik Kesatuan Indonesia. dalam hal pelaksanaanya, penerapan kebijakan ini selain
menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang diharapkan ternyata juga
berpotensimenimbulkan resiko fiskal. Resiko Fiskal dari desentarlisasi fiskal diantaranya,
bersumber dari kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah daerah atas pengembalian
penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening pinjaman daerah serta pengalihan pajak pusat
menjadi pajak daerah.
2.4 Hubungan Antara Kebijakan Fiskal Dan Moneter
Mula-mula kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam mengurangi ketidakstabilan
ekonomi adalah dengan kebijakan moneter yaitu dengan pengketatan jumlah kredit (tight money
policy) atau dengan memperlonggar perkreditan (easy money policy) yang diberikan oleh bank-
bank umum. Untuk itu biasanya Bank Sentral sangat berperan dalam mempengaruhi jumlah uang
yang beredar dengan cara mengubah-ubah tingkat bunga dan deking (legal reserve requitment)
ataupun kembali atau menjual surat berharga. Dalam masa depresi Bank Sentral menambah
jumlah uang beredar dengan politik pasar terbuka yaitu dengan membeli obligasi negara, yang
selanjutnya dapat menekan tingkat bunga dan memperbesar deking Bank-bank umum, sehingga
bank-bank umum dapat memperluas pemberian kreditnya lagi. dengan demikian maka investasi
dalam perekonomian diharapkan akan terus meningkat dan depresi akan terobati.
Sebaliknya bila perekoniman mengalami inflasi pengeluaran investasi dan konsumsi akan
dikekang dengan politik pasar terbuka lewat penjualan obligasi negara sehingga ini menyerap
uang yang beredar dan akan mengurangi deking bank-bank itu dan jumlah uang beredar akan
turun.
Pada tahun 1930-an terbukti bahwa kebijakan moneter saja tidak dapat mengatasi depresi
sebab tingkat bunga yang sudah begitu rendah ternyata tidak dapat mendorong timbulnya
investasi, karena orang lebih senang menyimpan uang tunai. Dengan kata lain permintaan akan
uang tunai untuk sekedar menganggur (idle balances) menjadi elastis sempurna pada tingkat
bunga yang rendah. Dengan kegagalan kebijakan moneter itu, maka kebijakan fiskal menjadi
penting. Tetapi sayangnya kebijakan fiskal lebih kaku dibanding dengan kebijakan moneter, dan
umumnya kebijakan moneter lebih dapat diterima oleh masyarakat daripada kebijakan fiskal.
Oleh karena itu kombinasi antara kedua kebijakan tersebut perlu dan bahkan seringkali
masih diperlukan tindakan-tindakan langsung guna menanggulangi inflasi atau deflasi yang
sudah gawat seperti politik harga, pengawasan harga, penjatahan dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN

1. kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik
yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum
dalam APBN.
2. Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian dalam kenyataannya menunjukkan bahwa
volume transaksi yang diadakan oleh pemerintah kebanyakan Negara dari tahun ke tahun
bertendensi untuk meningkat lebih cepat daripada meningkatnya pendapatan Nasional. ini
berarti bahwa peranan dari tindakan fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat
pendapatan nasional lebih besar. Untuk Negara-negara yang sudah maju perekonomiannya,
peranan tindakan fiskal pemerintah semakin besar dalam mekanisme pembentukan tingkat
pendapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya pemerintah dapat lebih mampu dalam
mempengaruhi jalannya perekonomian.
3. Resiko Fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh
sesuatu di luar kendali pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal sangat perlu untuk empat tujuan
strategis, yaitu :
1) Peningkatan kesadaran seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan kebijakan fiskal.
2) Meningkatkan keterbukaan fiskal.
3) Meningkatkan tangung jawab fiskal.
4) Menciptakan kesinambungan fiskal.

Anda mungkin juga menyukai