Anda di halaman 1dari 40

Presentasi Kasus

Epilepsi

Oleh:

Siti Rokoyah Rezkylia Sakti, S.Ked (04054821719153)

Diana Astria, S.Ked. (04054821719154)

Pembimbing:

dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A (K)., MARS.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus
Epilepsi

Oleh:
Siti Rokoyah Rezkylia Sakti (04054821719153)

Diana Astria (04054821719154)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 24
Agustus 6 November 2017

Palembang, September 2017


Pembimbing

dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A (K)., MARS.


BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti serangan atau penyakit
yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan
penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi
juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam
kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka
cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi.1
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai,
terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari
wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun
pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi
pada usia lanjut.
Prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5% - 2%. Di Indonesia penelitian
epidemiologi tentang epilepsy belum pernah di lakukan, namun bila dipakai angka
prevalensi yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk
Indonesia saat ini sekitar 220juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderita
penyandang epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi.
Banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan
mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan
psikososial yang merugikan baik penderita maupun keluarganya.1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. KA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 11 tahun
Nama Ayah : Tn. E
Nama Ibu : Ny. L
Alamat : Palembang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sumatera
Tanggal Kunjungan RS : 20 September 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu
kandung. Anamnesis dilakukan pada hari Rabu, tanggal 20 September 2017 pada
pukul 13.10 WIB

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama : Kontrol epilepsi tipe absans
Keluhan Tambahan : Tidak ada
Riwayat Perjalanan Penyakit
Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun diantar oleh ibunya datang
ke poliklinik neurologi anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
dengan keluhan kontrol epilepsi tipe absans yang terjadi sejak 2 tahun lalu.
Kisaran 2 tahun lalu, anak sering tampak bengong. Bengong terjadi
ketika anak kelelahan setelah bermain seharian pada bulan puasa. Bengong
terjadi mendadak selama beberapa detik kemudian sadar kembali.
Frekuensi bengong yang dilihat ibu 4-5 kali sehari. Bengong terjadi ketika
anak berdiri, duduk maupun berbaring. Anak tidak terjatuh selama
bengong. Anak tidak ingat kejadian saat bengong. Anak bermain dan
berinteraksi seperti biasa. Anak tetap bisa mengikuti pelajaran di kelas.
Anak belum dibawa berobat.
Kisaran 3 bulan lalu, anak lebih sering tampak bengong. Bengong
terjadi di sekolah maupun di rumah terutama sepulang sekolah. Bengong
terjadi mendadak selama beberapa detik kemudian sadar kembali.
Frekuensi bengong ditemukan ibu 9-10 kali sehari. Bengong terjadi ketika
anak berdiri, duduk maupun berbaring. Anak tidak terjatuh selama
bengong. Anak tidak ingat kejadian saat bengong. Anak bermain dan
berinteraksi seperti biasa. Anak dikeluhkan guru beberapa kali bengong
sekejap di kelas. Anak dibawa berobat ke RS Bunda, diberikan obat
depaken sirup kemudian dirujuk untuk kontrol ke RSMH.
Kisaran 1 bulan lalu, anak tidak pernah ditemukan bengong lagi.
Hasil EEG menggambarkan gambaran epilepsi petit mal dengan
gelombang runcing dan lambat. Anak diberi obat depaken sirup. Anak
rutin kontrol ke RSMH.

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa Kehamilan : Cukup Bulan
Partus : Seksio Sesaria
Tempat : RS Bunda
Ditolong oleh : Dokter Sp.OG
Tanggal : 10 November 2005
Berat Badan : 3700 gram
Panjang Badan : 50 cm
Lingkar Kepala : ibu lupa
Lahir langsung menangis, tidak terdapat trauma lahir.
Riwayat Makanan
ASI : 3 bulan eksklusif
Susu Botol : 3 24 bulan
Bubur Nasi : 6 9 bulan
Nasi tim : 9 18 bulan
Nasi biasa : 18 bulan sekarang
Daging /Ikan : 3-4 kali seminggu
Tempe/Tahu : 4-5 kali seminggu
Sayuran : 4-5 kali seminggu
Buah : 4-5 kali seminggu
Lain-lain : Susu setiap hari
Kesan : Kualitas dan kuantitas cukup
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar Lengkap
Imunisasi Ulangan Tidak Diberikan
Riwayat Keluarga
Perkawinan : Pertama
Umur : 13 tahun
Pendidikan : S1/D3
Penyakit dalam keluarga : tidak ada riwayat keluarga bengong atau
kejang sebelumnya.
Riwayat Perkembangan
Motorik kasar : sesuai anak seusianya
Motorik halus : sesuai anak seusianya
Bahasa : sesuai anak seusianya
Sosial mandiri : sesuai anak seusianya
Riwayat Perkembangan Mental
Isap jempol : tidak ada
Ngompol : hingga usia 24 bulan
Mengingau : sangat jarang
Membangkang : tidak ada
Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Pasien belum pernah mengalami absans sebelumnya. Tidak ada
riwayat kejang bentuk lain. Tidak terdapat riwayat infeksi serebral atau
trauma kapitis. Riwayat infeksi telinga, infeksi intrauterin serta trauma
lahir disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat anti epilepsi sejak 3 bulan lalu,

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis tampak sakit ringan
Tekanan darah : 110/70 mmHg,
Denyut nadi : 84 x/mnt, isi cukup, irama regular teratur
Frekuensi Nafas : 20 x /mnt
Suhu : 36,3oC
BB : 51 kg
TB : 150 cm
BB/U : P75-P90
TB/U : P50-P75
BB/TB : 125%

B. STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : normochepali, simetri
- Rambut : hitam lurus, distribusi merata, allopecia (-)
- Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor 2 mm|2mm,
RCL (+/+) RCTL (+/+) konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-), sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)
- Hidung : simetris , deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan
mastoid (-)
- Gigi Mulut : Jumlah gigi 20, karies gigi (-),perdarahan gusi (-), oral
hygiene cukup baik.
- Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)
- Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher
- Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
- Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela
iga (-), deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri
Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : bising usus 2x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen
Ekstremitas
- atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
- bawah : : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -

C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Composmentis
2) GCS : E 4 V5 M 6
3) Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky 1 :-
Brudzinsky 2 : -|-
Laseque : >700 | >700
Kernig : >1350 | >1350
4) Saraf kranial :
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Dbn dbn Dalam batas
normal

2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn
Dalam batas
Lapang pandang Dbn Dbn
normal
Pengenalan warna Dbn Dbn

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil Dalam batas
Bentuk Bulat Bulat normal
Ukuran 2mm 2mm
akomodasi baik baik
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)
Gerak bola mata Dbn Dbn
Kedudukan bola ortoforia ortoforia
mata

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
normal

5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Sensibilitas
Opthalmikus Dbn Dbn Dalam batas
Maxilaris Dbn Dbn normal
Mandibularis Dbn Dbn

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Saat diam simetris simetris Dalam batas
Mengernyitkan dahi Dbn Dbn normal
Senyum Dbn Dbn
memperlihatkan gigi Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 Tidak Tidak dilakukan
anterior lidah dilakukan

8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
Vestibular normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)

9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Daya perasa 1/3 Dalam batas
posterior lidah Tidak Tidak normal
dilakukan dilakukan

10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Disfonia - - Dalam batas
Refleks muntah Tidak Tidak normal
dilakukan dilakukan

11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Dalam batas
Menoleh dbn dbn
normal
Mengankat bahu dbn dbn
Trofi Eutrofi Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik dbn Dbn
Trofi eutrofi Eutrofi Dalam batas
Tremor (-) (-) normal
Disartri (-) (-)

5) Sistem motorik
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-) Dalam Batas
Ekstremitas bawah Normal
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)

6) Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba baik baik Dalam batas
Nyeri baik baik normal
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Propioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7) Refleks
Refleks Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+)
Triseps (+) (+)
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Dalam batas
Chaddock (-) (-) normal
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan


Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan
Jari tangan jari tangan Baik Baik
Jari tangan hidung Baik Baik
Tumit lutut Baik Baik
Pronasi supinasi Baik Baik
Romberg test Tidak Tidak dilakukan
dilakukan

9) Sistem otonom
Miksi: Baik
Defekasi : Baik
Keringat : Baik

10) Fungsi luhur : Tidak ada gangguan fungsi luhur

11) Vertebra : tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN
Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG. Hasil EEG pada
pasien ini tidak dibawa oleh pasien.

V. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 11 tahun diantar oleh ibunya
datang ke poliklinik Saraf RSMH dengan keluhan kontrol epilepsi tipe
absans yang terjadi sejak 2 tahun lalu. 2 tahun lalu anak sering tampak
bengong terutama ketika kelelahan bermain pada bulan puasa. Bengong
mendadak beberapa detik kemudian sadar dengan frekuensi 4-5 kali
sehari. Bengong ketika anak berdiri, duduk maupun berbaring dan anak
tidak terjatuh. Anak tidak ingat kejadian saat bengong. Anak bermain dan
berinteraksi seperti biasa. Anak tetap bisa mengikuti pelajaran di kelas.
Anak belum dibawa berobat. 3 bulan lalu, anak lebih sering tampak
bengong di sekolah maupun di rumah terutama sepulang sekolah dengan
frekuensi bengong 9-10 kali sehari. Anak dikeluhkan guru beberapa kali
bengong sekejap di kelas lalu dibawa berobat ke RS Bunda, diberikan obat
depaken sirup kemudian dirujuk untuk kontrol ke RSMH. 1 bulan lalu,
anak tidak pernah ditemukan bengong lagi. Hasil EEG menggambarkan
gambaran epilepsi petit mal dengan gelombang runcing dan lambat. Anak
diberi obat depaken sirup. Anak rutin kontrol ke RSMH. Tidak ditemukan
kecurigaan pada riwayat lainnya.
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Denyut nadi : 84x/mnt
Frekuensi Nafas : 20x /mnt
Suhu : 36,3oC
Status generalis : Dalam batas normal
Status Neurologis : GCS E4V5M6
Tanda rangsang meningeal : negatif
Saraf kranialis : baik
Sistem motorik :
Lengan kanan/kiri : 5/5
Tungkai kanan/kiri : 5/5
Sistem sensorik : baik
Refleks fisiologis : (+)
Refleks Patologis : (-)

VI. DIAGNOSIS KERJA


a. Diagnosis klinis : Epilepsi umum (petit mal)
b. Diagnosis Topis : Thalamus dan korteks serebri
c. Diagnosis Etiologis : Epilepsi serangan umum tipe absans ec
hipoglikemi.

VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
Mencari faktor penyebab / pencetus dan menghindarinya
Hipoglikemia
Kelelahan
Memberi informasi tentang kemungkinan kejang kembali, efek
samping pengobatan dan mengatasinya
nyeri perut, rambut rontok, peningkatan berat badan,
trombositopenia, hepatitis
Memberi informasi tanda kegawatan sehingga anak harus dibawa ke
RS terdekat
kejang lebih dari 2 kali tanpa kembalinya kesadaran diantaranya
atau kejang berlangsung lebih dari 30 menit
Menginformasikan penghentian pengobatan setelah 2 tahun bebas
kejang dan secara perlahan
Pertolongan pertama di rumah
Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas
tindakan apa yang harus diambil bila menghadapi serangan.
Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa
membuka mulut pasien.
Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya
akan berakibat menimbulkan cedera (terutama bila kejang
konvulsif).
Pasien harus dibiarkan untuk mengalami kejang seperti seharusnya.
Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.
Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi
setengah telungkup untuk membantu pernafasan pasien dan
pemulihan serta berikan bantalan di kepala dengan sesuatu yang
lunak (terutama bila kejang konvulsif).
Jalan nafas harus diperiksa dan diawasi
Setelah suatu serangan pasien harus ditemani dan diberi dukungan
hingga fase bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya
dan pasien memperoleh kembali keseimbangannya.
2. Medikamentosa
Asam valproat (depakene syrup) (30-60mg/kgBB/hari, mulai
15mg/kgBB/hari, jika respon baik = 750mg/hari = 15ml/hari dibagi 2
dosis)

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

EPILEPSI

DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan (kecenderungan) kronik
yang ditandai dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi
otak secara intermiten yang terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal di neuron-
neuron secara paroksismal, disebabkan oleh berbagai etiologi.2
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan
sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas
listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak
3
akut (unprovoked) . Epilepsi adalah situasi dimana terjadi bangkitan kejang 2
kali atau lebih dalam setahun.
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang
terjadi secara bersama-sama, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis
bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas.

KLASIFIKASI
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi 4
1. Bangkitan parsial
1.1.Bangkitan parsial sederhana (kesadaran baik)
1.1.1. Motorik
1.1.2. Sensorik
1.1.3. Otonom
1.1.4. Psikis
1.2. Bangkitan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Gangguan kesadaran saat awal bangkitan
1.3. Bangkitan umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana menjadi tonik klonik
1.3.2. Parsial kompleks menjadi tonik klonik
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik
2. Bangkitan Umum
2.1. Lena (absence)
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik-klonik
2.6. Atonik
3. Tak tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk sindrom epilepsi 5


1. Berkaitan dengan letak fokus
1.1. Idiopatik (primer)
1.1.1 Epilepsi Rolandik Benigna (childhood epilepsy with centrotemporal
spikes)
1.1.2 Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik (sekunder)
1.2.1 Lobus temporalis
1.2.2 Lobus frontalis
1.2.3 Lobus parietalis
1.2.4 Lobus oksipitalis
1.2.5 Kronik progresif parsialis kontinua
1.3. Kriptogenik
2. Umum
2.1. Idiopatik (primer)
2.1.1 Kejang neonatus familial benigna
2.1.2 Kejang neonatus benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi tonik klonik dengan bangkitan acak
2.2. Kriptogenik atau simtomatik
2.2.1 Sindrom West (spasmus infantilis dan hipsaritmia)
2.2.2 Epilepsi mioklonik astatik
2.2.3 Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.4 Epilepsi lena mioklonik
2.3. Simtomatik
2.3.1 Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
2.3.2 Etiologi / sindrom spesifik
- Malformasi serebral
- Gangguan metabolisme
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Sindrom Taissinare
- Sindrom Landau-Kleffner
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Epilepsi berkaitan dengan situasi
4.1 Kejang demam
4.2 Berkaitan dengan alkohol
4.3 Berkaitan dengan obat-obatan
4.4 Eklamsi
4.5 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
Klasifikasi bangkitan neonatal 6
1.Samar-samar (Subtle) (30%)
a. Gerakan mengayuh sepeda (Bicycling / pedaling) atau gerakan bertinju
(boxing movements)
b. Gerakan mulut (mengunyah, menelan, atau menjulurkan lidah)
c. Deviasi bola mata (ke bawah atau ke atas)
2.Klonik (25%)
a. Fokal (satu lengan atau satu tungkai)
b. Multifokal (misalnya lengan ipsilateral dan tungkai kontralateral)
c. Jacksonian (menjalar atau marching / migrating)
3.Mioklonik (20 %)
a. Fokal
b. Multifokal
c. Umum
4.Tonik (20 %)
a. Fokal
b. Umum

ETIOLOGI
1. Idiopatik: penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai
predisposisi genetik. Biasanya berupa epilepsi dengan bangkitan kejang
umum.
2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gestaut dan
epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatik : Trauma, Infeksi, Kelainan congenital, Lesi desak ruang,
Gangguan peredaran darah otak, Toksik (alkohol, obat), Metabolik,
Kelainan neurodegeneratif
PATOFISIOLOGI
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen,
disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel
opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal
inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh
konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan
keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.

Gambar : Silbernagl S. Color Atlas Pathopysiology. New York : Thieme.2000


Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks
serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam
merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps
dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection),
yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan
dan menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap
sel-sel piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada
hippocampus, yang bias dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk
terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial
luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan
aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga
merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di
korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor
rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial
aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak
apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara
bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik
tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari
20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan
terlibat.Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan
manifestasi yang sangat bervariasi.
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 kategori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan
seseorang peka tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang
lain. Setiap orang sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi
hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini
dapat diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab
atas timbulnya epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan
epilepsi merupakan kerja sama SED dan NPF.
3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya
bangkitan epilepsi pada penderita epilepsi yang kronis.Penderita dengan
nilai ambang yang rendah, PF dapat membangkitkan reactive seizure
dimana SED tidak ada.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal
dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium
dan ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium.
Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ),
dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori
dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila
natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin
) kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara
berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan
Aspartat ) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik
berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila
konsentrasi GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia
yang menderita epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh
GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post
synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan
bahwa aktifitas epileptic disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh
GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak.
Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka
semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias
menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan. Sinkronisasi
dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau seluruh
neuron otak secara serentak.Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini
menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis
ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal ( GABA )
sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu
fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam
penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron
inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi,
tumor, vaskuler, obat atau toksin.Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya
faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah
timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap
kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena
setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka
serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan
yang lebih luas.Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati
selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus
temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi
dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah
terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan
sebagainya.Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia
atau kerusakan pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat
neuron glia atau lingkungan neuronal epileptogenik.Kerusakan otak akibat
trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat
mengembangkan epilepsi.Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga
menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya
grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal epilepsy.Walaupun
demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme
yang sama.
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai
kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial
membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron,
yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke
intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel
terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl,
sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan
konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan
badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi
membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni
neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik
dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel
neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric
acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan
terjadi transmisi impuls atau rangsang.Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan
fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.Dalam keadaan istirahat,
membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan
seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh
ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur
dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara
sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan
epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang
epileptic.Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.
Patofisiologi Epilepsi Umum
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara
lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,
onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan
pasien bengong dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik
kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa
hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,
hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara
thalamus dan korteks serebri.Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras
thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan
aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada
korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik.
Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkodeprotein kanal ion
(pada tabel berikut). Contoh: Generalized epilepsy with febrile seizure plus,
benign familial neonatal convulsions.

DIAGNOSIS
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:7
Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukkan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi?
Langkah kedua: apabila ya, maka bangkitan yang ada termasuk jenis
bangkitan yang mana?
Langkah ketiga: apakah faktor penyebabnya, sindrom epilepsi apa yang
ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita
oleh pasien?
Secara struktural, diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar :
1. Anamnesis (auto dan aloanamnesis) 8
Pola / bentuk bangkitan
Lama bangkitan
Gejala sebelum, selama dan pascabangkitan
Frekuensi bangkitan
Faktor pencetus
Ada/ tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang
Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
Riwayat penyakit, penyebab atau terapi sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologik
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan
dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan
alkohol atau obat terlarang dan kanker.
3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi dan bila
memungkinkan
3.1. EEG
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti-epilepsi
- Membantu dalam menentukan letak fokus
Rekaman EEG termasuk rekaman waktu tidur, stimulasi fotik, dan
hiper-ventilasi.
Kira-kira 29-38% dari pasien epilepsi dewasa, EEG tunggal
menunjukkan kelainan epileptiform. Bila diulang pemeriksaannya,
gambaran epileptiform meningkat menjadi 59-77%.,3,8,9
Bila EEG normal dan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat
dilakukan EEG ulangan dengan persyaratan khusus.
3.2. Pemeriksaan neuroimaging struktural dan fungsional
Indikasi :
- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
- Adanya perubahan bentuk bangkitan
- Terdapat defisit neurologik fokal
- Epilepsi bangkitan parsial
- Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun
- Untuk persiapan operasi epilepsi
CT scan : dapat mendeteksi lesi fokal tertentu
MRI : merupakan prosedur imaging pilihan untuk epilepsi dengan
sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding CT scan. Dapat
mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa. Diindikasikan untuk epilepsi refrakter
yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan 8,10,11
3.3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : rutin, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, dll sesuai indikasi
Cairan serebrospinal : atas indikasi
Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi
Dagnosis pasti
Ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan berulang
(minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
1. Pada neonatus dan bayi
Jittering
Apneu
2. Pada anak
Breath holding spell
Sinkop
Migren
Bangkitan psikogenik / konversi
Prolonged QT syndrome
Night terror
Tic
Hypercyanotic attack (pada tetralogi Fallot)
3. Pada dewasa
Sinkop; dapat sebagai vasovagal attack, sinkop kardiogenik, sinkop
hipovolumik, sinkop hipotensi dan sinkop saat miksi (micturition
syncope)
Serangan iskemik sepintas (TIA)
Vertigo
Transient global amnesia
Narkolepsi
Bangkitan panik, psikogenik
Menier
Tic

GAMBARAN KLINIS
A. Bentuk Bangkitan 12,13
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi
1. Bangkitan Umum Lena (Petit mal)
gangguan kesadaran mendadak (absence) berlangsung beberapa
detik
selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa
reaksi
mungkin terdapat automatisme
pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Bangkitan Umum Tonik Klonik (Grand mal)
dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan , mioklonik
pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik,
diikuti gerakan kejang pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik)
selama 30-60 detik, mulut berbusa
selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak
bingung
pasien sering tidur setelah bangkitan
3. Bangkitan Parsial Kompleks
bangkitan fokal disertai kehilangan / terganggunya kesadaran
sering diikuti dengan automatisme yang stereotipik seperti mengunyah,
menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas
4. Bangkitan Parsial Sederhana
tidak terjadi perubahan kesadaran
bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral / fokal)
kemudian menyebar (Jacksonian march)
kepala mungkin berpaling kearah yang terkena kejang (serangan
adversif)
5. Bangkitan Umum Sekunder
berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang
dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum
bangkitan parsial dapat berupa aura
bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik
B. Sindrom Epilepsi 14,15
Contoh sindrom epilepsi yang sering ditemui
1. Sindrom West
Terdiri dari trias kombinasi bangkitan epilepsi (spasmus infantilis)
yang berlangsung beberapa detik, terhentinya perkembangan
psikomotor dan pola EEG yang khas yaitu hipsaritmia.
Terjadi pada usia di bawah 1 tahun.
2. Sindrom Lennox-Gastaut
Bangkitan epilepsi : bangkitan tonik aksial, atonik, dan lena atipikal.
EEG abnormal : diffuse slow spike and wave (SSW) atau petit mal
variant (PMV) pada kondisi sadar, burst of fast rhytms 10 spd pada
keadaan tidur.
Perkembangan mental yang lambat.
Biasanya muncul pada usia 3-5 tahun, lebih banyak pada perempuan.
3. Sindrom Landau Kleffner
Kelainan pada anak-anak dengan 2 gejala mayor berupa afasia didapat
dan gambaran EEG paroksismal dengan spike dan spike and wave,
sebagian besar multifokal terutama di regio temporal atau parieto-
temporo-parietal selama tidur.
Kejang jarang didapatkan, bila ada berbentuk tonik klonik umum atau
parsial motor.

TUJUAN TERAPI
Mengontrol gejala atau tanda secara adekuat dengan menggunakan obat tanpa /
dengan efek samping minimal.

PRINSIP TERAPI
Terapi dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Terapi mulai diberikan bila diagnosis telah ditegakkan dan setelah pasien dan
atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan dan
kemungkinan efek samping.
Pemilihan jenis obat sesuai dengan jenis bangkitan.
Sebaiknya terapi dengan monoterapi.
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai.
Pada prinsipnya terapi dimulai dengan obat antiepilepsi lini pertama. Bila
diperlukan penggantian obat, maka dosis obat pertama diturunkan secara
bertahap dan dosis obat kedua dinaikkan secara bertahap.
Bila didapatkan kegagalan monoterapi maka dapat dipertimbangkan untuk
diberi kombinasi OAE.
Bila memungkinkan dilakukakan pemantauan kadar obat sesuai indikasi.

Pasien dengan bangkitan pertama direkomendasikan untuk dimulai terapi bila 16:
Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi
dengan bangkitan.
Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya
kerusakan otak.
Ada riwayat epilepsi pada orang tua dan saudara kandung kecuali kejang
demam sederhana.
Ada riwayat infeksi otak atau trauma kapitis terutama yang disertai penurunan
kesadaran.
Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
JENIS OBAT ANTI EPILEPSI
Pemilihan obat anti-epilepsi didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek
samping, interaksi antara obat anti-epilepsi.
Tabel 1. Pemilihan obat anti-epilepsi atas dasar jenis bangkitan epilepsi 3
TIPE KEJANG DAN OBAT LINI PERTAMA OBAT LINI KEDUA
SINDROMA EPILEPSI
Kejang sederhana dan kejang Carbamazepine, valproate dan Levetiracetam, Acetazolamide,
parsial kompleks, kejang umum phenytoin clobazam, clonazepam,
tonik-klonik primer dan ethosuximide*, gabapentin,
sekunder lamotrigine, , oxcarbazepine,
phenobarbital, primidone*,
tiagabine*, topiramate, vigabatrin
Generalized absence seizures Valproate, ethosuximde* Acetazolamide, clobazam,
clonazepam , lamotrigine,
phenobarbital, primidone*

Atypical absence, tonic and Valproate Acetazolamide, carbamazepine,


clonic seizures clobazam, clonazepam,
ethosuximide* , lamotrigine,
oxcarbazepine, phenobarbital,
phenytoin, primidone*, topiramate
Myoclonic seizures Valproate Clobazam, clonazepam,
ethosuximide* , lamotrigine,
phenobarbital, piracetam, primidone*
* Obat tersebut belum tersedia di Indonesia

Tabel 2. Pedoman dosis obat anti-epilepsi klasik pada anak-anak 16

OBAT INDIKASI DOSIS DOSIS RUMATAN JUMLAH TARGET


AWAL STANDAR DOSIS/ HARI KONSENTRASI
(RANGE) OBAT DALAM
DARAH (RANGE)
Mg/kg/hari g/mgG
Carbamazepine Parsial & KUTKS 5 10-25 2-4 6-12

Phenytoin Parsial & KUTKS atau status 5 5-15 1 or 2 10-20


epilepsi

Valproic acid Parsial & KUTKS 5 15-40 1-3 50-100

Phenobarbital Parsial & KUTKS, kejang 4 4-8 1 or 2 10-40


neonatal, atau status epileptikus

Primidone Parsial & KUTKS 10 20-30 1 or 2 5-12

Ethosuximide Kejang absans umum 10 15-30 1 or 2 40-100

Clonazepam Epilepsi mioklonik, sindroma 0.025 0.025-0.1 2 or 3 none


Lennox-Gastaut, spasme
infantil, atau status epileptikus
KUTKS : Kejang Umum Tonik-Klonik Sekunder
17
Tabel .5. Efek samping obat anti-epilepsi klasik

DRUG SIDE EFFECT


TERKAIT DOSIS IDIOSINKRETIK
Carbamazepin Diplopia, dizziness, nyeri Ruam morbiliform,
kepala, mual, mengantuk, agranulositosis, anemia
neutropenia, hiponatremia aplastik, efek hepatotoksik,
Sindroma Stevens-Johnson,
teratogenecity
Phenytoin Nistagmus, ataxia, mual, Jerawat, coarse facies,
muntah, hipertrofi gusi, hirsutism, cariasis, lupus-like
depresi, mengantuk, syndrome, ruam, Sindroma
paradoxical increase in Stevens-Johnson, Dupuytrens
seizure, anemia megaloblastik contracture, efek hepatotoksik,
teratogenicity
Valproic acid Tremor, berat badan Pankreatitis akut, efek
bertambah, dispepsia, mual, hepatotoksik, trombositopenia,
muntah, kebotakan, ensefalopati , udem perifer
tetratogenicity
Phenobarbital Kelelahan, listlesness, depresi, Ruam makulopapular,
insomnia (pada anak), exfoliation, nekrosis epidermal
distractability (pada anak), toksik, efek hepatotoksik,
hiperkinesia (pada anak), arthritic changes, Dupuytrens
irritability (pada anak) contracture, teratogenicity
Pirimidone Kelelahan, listlessness, Ruam, agranulositosis,
depresi, psikosis, libido trombositopenia, lupus-like
menurun, impoten syndrome, teratogenicity
Ethosuximide Mual, anoreksia, muntah Ruam, eritema multiformis,
agitasi, mengantuk, nyeri Sindroma Steven-Johnson,
kepala, lethargy lupus-like syndrome,
agranulositosis, anemia aplastik
Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk, Ruam, trombositopenia
dizziness, agresi (pada anak)
hiperkinesia (pada anak)
Tabel.6. Efek samping obat anti-epilepsi baru 16

OBAT EFEK SAMPING UTAMA EFEK SAMPING YANG


LEBH SERIUS NAMUN
JARANG
Levetiracetam Somnolen, asthenia, sering
muncul ataksia. Juga
dilaporkan penurunan kecil
kadar sel darah merah,
hemoglobin, dan hematokrit.
Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia,
dizziness, gangguan saluran
cerna
Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, Sindroma Stevens- Johnson
ataksia, diplopia, nyeri kepala,
gangguan saluran cerna
Clobazam Sedasi, dizziness, irritability,
depresi, disinhibition
Vigabatrin Perubahan perilaku, depresi, Psikosis
sedasi, kelelahan, berat badan
bertambah, gangguan saluran
cerna
Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia,
nyeri kepala, kelemahan, ruam,
hiponatremia
Zonisamide Somnolen, nyeri kepala,
dizziness, ataksia, renal calculi
Tiagabine Confusion, dizziness, gangguan
saluran cerna, anoreksia,
kelelahan
Topiramate Gangguan kognitif, tremor,
dizziness, ataksia, nyeri kepala,
kelelahan, gangguan saluran
cerna, renal calculi
Tabel 7. Dosis obat untuk status epileptikus konvulsif

Drug Route Adult Dose Pediatric Dose


Clomethiazole IV Infusa dalam 40-100 ml (320-800) pada 0,1 ml/kg/menit
0,8% cairan pemberian 5-15 ml/menit, meningkat tiap 2-4 jam
kemudian dilanjutkan 0,5-20 sesuai yang dibutuhkan
ml/menit
Clonazepam IV Bolus 1 mg pada pemberian < 2 250-500 g pada
mg/menit pemberian < 2 mg/menit
IV Infusa Dosis rumatan 10 mg/24 jam
Diazepam IV Bolus 10-20 mg pada pemberian< 5 0,25-0,5 mg/kg pada
mg/menit pemberian 2-5 mg/menit
Rectal 10-30 mg 0,5-0,75 mg/kg
IV Infus 3 mg/kg/hari 200-300 g/kg/hari
Fosphenytoin IV Bolus 15 mg PE/kg pada rentang
pemberian <100-150
mg/PE/menit.
Dosis rumatan 4-5 mg/kg/hari
IV atau IM
Isoflurane Inhalasi End tidal concentrations dari
0,8-2% untuk rumatan.
Burst supression.
Lidocaine IV Bolus 1,5-2,0 mg/kg pada pemberian
< 50 mg/menit
IV Infus Dosis rumatan 3-4 mg/kg/jam
Lorazepam IV Bolus 4 mg 0,1 mg/kg
0,15-0,3 mg/kg
Midazolam IM atau Rectal 5-10 mg
IV Bolus 0,1-0,3 mg/kg pada pemberian
< 4 mg/menit
IV Infusa 0,05-0,4 mg/kg/jam
Buccal 10 mg
Paraldehyde IM atau Rectal 5-10 ml (mendekati 1 g/ml) 0,07-0,35 ml/kg
dalam volume air yang setara.
Pentobarbital IV Infusa 5-20 mg/kg pada rentang
pemberian < 25 mg/menit,
dilanjutkan 0,5-1,0 mg/kg/jam
meningkat sampai 1-3
mg/kg/jam
Phenobarbital IV Bolus 10 mg/kg pada rentang 15-20 mg/kg pada
pemberian < 100 mg/menit rentang pemberian < 100
mg/menit
Rumatan 1-4 mg/kg/hari 3-4 mg/kg/hari

Phenytoin IV Bolus / Infusa 15-18 mg/kg pada rentang


pemberian < 50 mg/kg
Propofol IV Infusa 2 mg/kg, dilanjutkan 5-10
mg/kg/jam, kemudian
diturunkan menjadi 1-3
mg/kg/jam untuk rumatan burst
suppression
Thiopental IV Infusa 100-250 mg bolus diberikan
lebih dari 20 detik, kemudian
dilanjutkan 50 mg bolus tiap 2-
3 menit sampai kejang dapat
dikendalikan. Kemudian
pemberian lewat infus untuk
rumatan burst suppression (3-5
mg/kg/jam)

PENGHENTIAN OAE 2,3


Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan dan sesuai indeks prognosis
(lihat lampiran), tergantung bentuk bangkitan.
Gambaran EEG normal / membaik.
Bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan.
Bila bangkitan timbul kembali maka dosis terakhir dipertahankan,
kemudian di evaluasi kembali.
Dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
Pertimbangkan kemungkinan kekambuhan bangkitan lebih besar pada 19,20
- riwayat KUTK primer atau sekunder.
- penggunaan lebih dari satu OAE.
- riwayat bangkitan mioklonik.
- masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
- mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
- riwayat bangkitan neonatal
- ( gambaran EEG masih abnormal )
Kemungkinan kekambuhan kecil pada pasien yang telah bebas bangkitan
antara tiga sampai lima tahun, dan yang selama lima tahun atau lebih 21
BAB IV

DISKUSI

Diagnosis epilepsi pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- kejang (absans) beberapa detik frekuensi 4-5 kali hingga 9-10 per hari
terjadi mendadak dan sadar kembali
- suhu badan normal
- tanpa riwayat trauma, kejang sebelumnya maupun kejang dalam
keluarga
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 36,3oC per axiler.Tidak didapatkan reflek
patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Penyebab dari kejang tipe absans mungkin disebabkan oleh
hipoglikemia dan fatig

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan depakene sirup 750mg/hari


dibagi 2 dosis untuk mengatasi kejang absans.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah
bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien kelelahan dan kurang gula.
Perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan
resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 2 tahun bebas
kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In :


Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.2005.
p119-127.
2. Pellegrino TR. Seizures and Status Epilepticus in Adults, in Tintinali JE, Ruiz
E, Krome RL. Emergency Medicine. 4th ed. Mc Graw Hill. New York, 1996
3. Shorvon S. Handbook of Epilepsy Treatment, Blackwell Science Ltd, 2000
4. The Commission on Classification and Terminology of the International
League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and
electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia
1981;22:489-501
5. The Commission on Classification and Terminology of the International
League Against Epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsies
and epileptic syndromes. Epilepsia 1989;30:389-99
6. Volpe JJ. Neurology of the Newborn. 3rd edition. Philadelphia. WB Saunders
co, 1995
7. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies: Seizures, Syndromes, and Management;
Oxfordshire, Blandon Medical Publishing, 2005
8. MOH Clinical Practice Guidelines. Diagnosis and Management of Epilepsy
in Adults. 1999
9. Gubermann AH, Bruni J. Essential of Clinical Epilepsy. 2nd ed. Butterworth
Heinemann. Boston, 1999
10. Manford M. Practical Guide to Epilepsy, Butterworth Heinemann Elsevier
Sciences. 2003
11. Kuzniecky R.I. Neuroimaging Techniques in Epilepsy, in : American
Academy of Neurology. 55th Annual meeting 2003
12. Engel J. Seizures and Epilepsy. FA Davis Company. Philadelpia, 1989
13. Aicardi J. Epilepsy in Children. 2nd ed. The International Review of Child
Neurology. Raven Press, 1994
14. Roger J, Bureau M, Dravet C, et al. Epileptic Syndromes in Infancy,
Childhood and Adolescence. 2nd ed. John Libbey & Company, 1992
15. Cockerel OC, Shorvon OD. Epilepsy current concepts. Current medical
literature.London, 1996
16. Gumnit RJ. The Epilepsy Handbook The Practical Management of Seizure.
2nd ed. Raven Press, New York, 1995
17. Brodie MJ, Dichter MA. Antiepileptic drugs. N Eng J Med. 1996;334:168-75
18. Browne TR, Holmes GL. Epilepsy. N Eng J Med. 2001; 344:1145-51
19. Devinsky O. Patients with Refractory Seizures. N Eng J Med.
1999;340:1565-70
20. Medical Research Council Anti-epileptic Drug Withdrawl Study Group.
Randomised study of anti-epileptic drug withdrawl in patients in remission.
Lancet 1991;337:1175-80
21. Medical Research Council Anti-epileptic Drug Withdrawl Study Group.
Prognostic index for recurrence of seizures after remission of epilepsy. BMJ
193;306:1374-8

Anda mungkin juga menyukai