Epilepsi
Oleh:
Pembimbing:
Presentasi Kasus
Epilepsi
Oleh:
Siti Rokoyah Rezkylia Sakti (04054821719153)
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti serangan atau penyakit
yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan
penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi
juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam
kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka
cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi.1
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai,
terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari
wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun
pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi
pada usia lanjut.
Prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5% - 2%. Di Indonesia penelitian
epidemiologi tentang epilepsy belum pernah di lakukan, namun bila dipakai angka
prevalensi yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk
Indonesia saat ini sekitar 220juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderita
penyandang epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi.
Banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan
mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan
psikososial yang merugikan baik penderita maupun keluarganya.1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. KA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 11 tahun
Nama Ayah : Tn. E
Nama Ibu : Ny. L
Alamat : Palembang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sumatera
Tanggal Kunjungan RS : 20 September 2017
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu
kandung. Anamnesis dilakukan pada hari Rabu, tanggal 20 September 2017 pada
pukul 13.10 WIB
A. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis tampak sakit ringan
Tekanan darah : 110/70 mmHg,
Denyut nadi : 84 x/mnt, isi cukup, irama regular teratur
Frekuensi Nafas : 20 x /mnt
Suhu : 36,3oC
BB : 51 kg
TB : 150 cm
BB/U : P75-P90
TB/U : P50-P75
BB/TB : 125%
B. STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : normochepali, simetri
- Rambut : hitam lurus, distribusi merata, allopecia (-)
- Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor 2 mm|2mm,
RCL (+/+) RCTL (+/+) konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-), sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)
- Hidung : simetris , deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan
mastoid (-)
- Gigi Mulut : Jumlah gigi 20, karies gigi (-),perdarahan gusi (-), oral
hygiene cukup baik.
- Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)
- Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher
- Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
- Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela
iga (-), deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri
Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : bising usus 2x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen
Ekstremitas
- atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
- bawah : : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -
C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Composmentis
2) GCS : E 4 V5 M 6
3) Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky 1 :-
Brudzinsky 2 : -|-
Laseque : >700 | >700
Kernig : >1350 | >1350
4) Saraf kranial :
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Dbn dbn Dalam batas
normal
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn
Dalam batas
Lapang pandang Dbn Dbn
normal
Pengenalan warna Dbn Dbn
3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil Dalam batas
Bentuk Bulat Bulat normal
Ukuran 2mm 2mm
akomodasi baik baik
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)
Gerak bola mata Dbn Dbn
Kedudukan bola ortoforia ortoforia
mata
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
normal
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Sensibilitas
Opthalmikus Dbn Dbn Dalam batas
Maxilaris Dbn Dbn normal
Mandibularis Dbn Dbn
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Saat diam simetris simetris Dalam batas
Mengernyitkan dahi Dbn Dbn normal
Senyum Dbn Dbn
memperlihatkan gigi Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 Tidak Tidak dilakukan
anterior lidah dilakukan
8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
Vestibular normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Daya perasa 1/3 Dalam batas
posterior lidah Tidak Tidak normal
dilakukan dilakukan
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Disfonia - - Dalam batas
Refleks muntah Tidak Tidak normal
dilakukan dilakukan
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Dalam batas
Menoleh dbn dbn
normal
Mengankat bahu dbn dbn
Trofi Eutrofi Eutrofi
5) Sistem motorik
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-) Dalam Batas
Ekstremitas bawah Normal
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)
6) Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba baik baik Dalam batas
Nyeri baik baik normal
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Propioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7) Refleks
Refleks Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+)
Triseps (+) (+)
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Dalam batas
Chaddock (-) (-) normal
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
9) Sistem otonom
Miksi: Baik
Defekasi : Baik
Keringat : Baik
V. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 11 tahun diantar oleh ibunya
datang ke poliklinik Saraf RSMH dengan keluhan kontrol epilepsi tipe
absans yang terjadi sejak 2 tahun lalu. 2 tahun lalu anak sering tampak
bengong terutama ketika kelelahan bermain pada bulan puasa. Bengong
mendadak beberapa detik kemudian sadar dengan frekuensi 4-5 kali
sehari. Bengong ketika anak berdiri, duduk maupun berbaring dan anak
tidak terjatuh. Anak tidak ingat kejadian saat bengong. Anak bermain dan
berinteraksi seperti biasa. Anak tetap bisa mengikuti pelajaran di kelas.
Anak belum dibawa berobat. 3 bulan lalu, anak lebih sering tampak
bengong di sekolah maupun di rumah terutama sepulang sekolah dengan
frekuensi bengong 9-10 kali sehari. Anak dikeluhkan guru beberapa kali
bengong sekejap di kelas lalu dibawa berobat ke RS Bunda, diberikan obat
depaken sirup kemudian dirujuk untuk kontrol ke RSMH. 1 bulan lalu,
anak tidak pernah ditemukan bengong lagi. Hasil EEG menggambarkan
gambaran epilepsi petit mal dengan gelombang runcing dan lambat. Anak
diberi obat depaken sirup. Anak rutin kontrol ke RSMH. Tidak ditemukan
kecurigaan pada riwayat lainnya.
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Denyut nadi : 84x/mnt
Frekuensi Nafas : 20x /mnt
Suhu : 36,3oC
Status generalis : Dalam batas normal
Status Neurologis : GCS E4V5M6
Tanda rangsang meningeal : negatif
Saraf kranialis : baik
Sistem motorik :
Lengan kanan/kiri : 5/5
Tungkai kanan/kiri : 5/5
Sistem sensorik : baik
Refleks fisiologis : (+)
Refleks Patologis : (-)
VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
Mencari faktor penyebab / pencetus dan menghindarinya
Hipoglikemia
Kelelahan
Memberi informasi tentang kemungkinan kejang kembali, efek
samping pengobatan dan mengatasinya
nyeri perut, rambut rontok, peningkatan berat badan,
trombositopenia, hepatitis
Memberi informasi tanda kegawatan sehingga anak harus dibawa ke
RS terdekat
kejang lebih dari 2 kali tanpa kembalinya kesadaran diantaranya
atau kejang berlangsung lebih dari 30 menit
Menginformasikan penghentian pengobatan setelah 2 tahun bebas
kejang dan secara perlahan
Pertolongan pertama di rumah
Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas
tindakan apa yang harus diambil bila menghadapi serangan.
Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa
membuka mulut pasien.
Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya
akan berakibat menimbulkan cedera (terutama bila kejang
konvulsif).
Pasien harus dibiarkan untuk mengalami kejang seperti seharusnya.
Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.
Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi
setengah telungkup untuk membantu pernafasan pasien dan
pemulihan serta berikan bantalan di kepala dengan sesuatu yang
lunak (terutama bila kejang konvulsif).
Jalan nafas harus diperiksa dan diawasi
Setelah suatu serangan pasien harus ditemani dan diberi dukungan
hingga fase bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya
dan pasien memperoleh kembali keseimbangannya.
2. Medikamentosa
Asam valproat (depakene syrup) (30-60mg/kgBB/hari, mulai
15mg/kgBB/hari, jika respon baik = 750mg/hari = 15ml/hari dibagi 2
dosis)
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
EPILEPSI
DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan (kecenderungan) kronik
yang ditandai dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi
otak secara intermiten yang terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal di neuron-
neuron secara paroksismal, disebabkan oleh berbagai etiologi.2
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan
sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas
listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak
3
akut (unprovoked) . Epilepsi adalah situasi dimana terjadi bangkitan kejang 2
kali atau lebih dalam setahun.
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang
terjadi secara bersama-sama, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis
bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas.
KLASIFIKASI
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi 4
1. Bangkitan parsial
1.1.Bangkitan parsial sederhana (kesadaran baik)
1.1.1. Motorik
1.1.2. Sensorik
1.1.3. Otonom
1.1.4. Psikis
1.2. Bangkitan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Gangguan kesadaran saat awal bangkitan
1.3. Bangkitan umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana menjadi tonik klonik
1.3.2. Parsial kompleks menjadi tonik klonik
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik
2. Bangkitan Umum
2.1. Lena (absence)
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik-klonik
2.6. Atonik
3. Tak tergolongkan
ETIOLOGI
1. Idiopatik: penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai
predisposisi genetik. Biasanya berupa epilepsi dengan bangkitan kejang
umum.
2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gestaut dan
epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatik : Trauma, Infeksi, Kelainan congenital, Lesi desak ruang,
Gangguan peredaran darah otak, Toksik (alkohol, obat), Metabolik,
Kelainan neurodegeneratif
PATOFISIOLOGI
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen,
disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel
opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal
inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh
konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan
keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
DIAGNOSIS
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:7
Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukkan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi?
Langkah kedua: apabila ya, maka bangkitan yang ada termasuk jenis
bangkitan yang mana?
Langkah ketiga: apakah faktor penyebabnya, sindrom epilepsi apa yang
ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita
oleh pasien?
Secara struktural, diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar :
1. Anamnesis (auto dan aloanamnesis) 8
Pola / bentuk bangkitan
Lama bangkitan
Gejala sebelum, selama dan pascabangkitan
Frekuensi bangkitan
Faktor pencetus
Ada/ tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang
Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
Riwayat penyakit, penyebab atau terapi sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologik
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan
dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,
gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan
alkohol atau obat terlarang dan kanker.
3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi dan bila
memungkinkan
3.1. EEG
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti-epilepsi
- Membantu dalam menentukan letak fokus
Rekaman EEG termasuk rekaman waktu tidur, stimulasi fotik, dan
hiper-ventilasi.
Kira-kira 29-38% dari pasien epilepsi dewasa, EEG tunggal
menunjukkan kelainan epileptiform. Bila diulang pemeriksaannya,
gambaran epileptiform meningkat menjadi 59-77%.,3,8,9
Bila EEG normal dan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat
dilakukan EEG ulangan dengan persyaratan khusus.
3.2. Pemeriksaan neuroimaging struktural dan fungsional
Indikasi :
- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
- Adanya perubahan bentuk bangkitan
- Terdapat defisit neurologik fokal
- Epilepsi bangkitan parsial
- Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun
- Untuk persiapan operasi epilepsi
CT scan : dapat mendeteksi lesi fokal tertentu
MRI : merupakan prosedur imaging pilihan untuk epilepsi dengan
sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding CT scan. Dapat
mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa. Diindikasikan untuk epilepsi refrakter
yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan 8,10,11
3.3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : rutin, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, dll sesuai indikasi
Cairan serebrospinal : atas indikasi
Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi
Dagnosis pasti
Ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan berulang
(minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
1. Pada neonatus dan bayi
Jittering
Apneu
2. Pada anak
Breath holding spell
Sinkop
Migren
Bangkitan psikogenik / konversi
Prolonged QT syndrome
Night terror
Tic
Hypercyanotic attack (pada tetralogi Fallot)
3. Pada dewasa
Sinkop; dapat sebagai vasovagal attack, sinkop kardiogenik, sinkop
hipovolumik, sinkop hipotensi dan sinkop saat miksi (micturition
syncope)
Serangan iskemik sepintas (TIA)
Vertigo
Transient global amnesia
Narkolepsi
Bangkitan panik, psikogenik
Menier
Tic
GAMBARAN KLINIS
A. Bentuk Bangkitan 12,13
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi
1. Bangkitan Umum Lena (Petit mal)
gangguan kesadaran mendadak (absence) berlangsung beberapa
detik
selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa
reaksi
mungkin terdapat automatisme
pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Bangkitan Umum Tonik Klonik (Grand mal)
dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan , mioklonik
pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik,
diikuti gerakan kejang pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik)
selama 30-60 detik, mulut berbusa
selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak
bingung
pasien sering tidur setelah bangkitan
3. Bangkitan Parsial Kompleks
bangkitan fokal disertai kehilangan / terganggunya kesadaran
sering diikuti dengan automatisme yang stereotipik seperti mengunyah,
menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas
4. Bangkitan Parsial Sederhana
tidak terjadi perubahan kesadaran
bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral / fokal)
kemudian menyebar (Jacksonian march)
kepala mungkin berpaling kearah yang terkena kejang (serangan
adversif)
5. Bangkitan Umum Sekunder
berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang
dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum
bangkitan parsial dapat berupa aura
bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik
B. Sindrom Epilepsi 14,15
Contoh sindrom epilepsi yang sering ditemui
1. Sindrom West
Terdiri dari trias kombinasi bangkitan epilepsi (spasmus infantilis)
yang berlangsung beberapa detik, terhentinya perkembangan
psikomotor dan pola EEG yang khas yaitu hipsaritmia.
Terjadi pada usia di bawah 1 tahun.
2. Sindrom Lennox-Gastaut
Bangkitan epilepsi : bangkitan tonik aksial, atonik, dan lena atipikal.
EEG abnormal : diffuse slow spike and wave (SSW) atau petit mal
variant (PMV) pada kondisi sadar, burst of fast rhytms 10 spd pada
keadaan tidur.
Perkembangan mental yang lambat.
Biasanya muncul pada usia 3-5 tahun, lebih banyak pada perempuan.
3. Sindrom Landau Kleffner
Kelainan pada anak-anak dengan 2 gejala mayor berupa afasia didapat
dan gambaran EEG paroksismal dengan spike dan spike and wave,
sebagian besar multifokal terutama di regio temporal atau parieto-
temporo-parietal selama tidur.
Kejang jarang didapatkan, bila ada berbentuk tonik klonik umum atau
parsial motor.
TUJUAN TERAPI
Mengontrol gejala atau tanda secara adekuat dengan menggunakan obat tanpa /
dengan efek samping minimal.
PRINSIP TERAPI
Terapi dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Terapi mulai diberikan bila diagnosis telah ditegakkan dan setelah pasien dan
atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan dan
kemungkinan efek samping.
Pemilihan jenis obat sesuai dengan jenis bangkitan.
Sebaiknya terapi dengan monoterapi.
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai.
Pada prinsipnya terapi dimulai dengan obat antiepilepsi lini pertama. Bila
diperlukan penggantian obat, maka dosis obat pertama diturunkan secara
bertahap dan dosis obat kedua dinaikkan secara bertahap.
Bila didapatkan kegagalan monoterapi maka dapat dipertimbangkan untuk
diberi kombinasi OAE.
Bila memungkinkan dilakukakan pemantauan kadar obat sesuai indikasi.
Pasien dengan bangkitan pertama direkomendasikan untuk dimulai terapi bila 16:
Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi
dengan bangkitan.
Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya
kerusakan otak.
Ada riwayat epilepsi pada orang tua dan saudara kandung kecuali kejang
demam sederhana.
Ada riwayat infeksi otak atau trauma kapitis terutama yang disertai penurunan
kesadaran.
Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
JENIS OBAT ANTI EPILEPSI
Pemilihan obat anti-epilepsi didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek
samping, interaksi antara obat anti-epilepsi.
Tabel 1. Pemilihan obat anti-epilepsi atas dasar jenis bangkitan epilepsi 3
TIPE KEJANG DAN OBAT LINI PERTAMA OBAT LINI KEDUA
SINDROMA EPILEPSI
Kejang sederhana dan kejang Carbamazepine, valproate dan Levetiracetam, Acetazolamide,
parsial kompleks, kejang umum phenytoin clobazam, clonazepam,
tonik-klonik primer dan ethosuximide*, gabapentin,
sekunder lamotrigine, , oxcarbazepine,
phenobarbital, primidone*,
tiagabine*, topiramate, vigabatrin
Generalized absence seizures Valproate, ethosuximde* Acetazolamide, clobazam,
clonazepam , lamotrigine,
phenobarbital, primidone*
DISKUSI