Anda di halaman 1dari 54

Bab 2

Landasan Teori

2.1. Pengertian Rumah Sakit


Rumah sakit merupakan sebuah tempat, tetapi juga sebuah fasilitas, sebuah
institusi dan sebuah organisasi. Pengertian yang paling klasik menyatakan bahwa
rumah sakit adalah institusi atau fasilitas yang menyediakan pelayanan pasien
rawat inap. American Hospital Association di tahun 1978 menyatakan bahwa
rumah sakit adalah institusi atau fasilitas memberikan pelayanan kepada pasien
berupa diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan,
baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun,
dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan
keselamatan pasiennya dan harus menyediakan fasilitas yang lapang tidak
berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien.

Rumah sakit merupakan lembaga yang padat modal, padat karya, padat pakar,
padat teknologi dan padat pula masalah yang dihadapinya. Menurut Rowland &
Rowland dalam buku Hospital Administration Handbook (1984) menyatakan
bahwa rumah sakit adalah suatu sistem kesehatan yang paling kompleks dan
paling efektif di dunia.

SK Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa


rumah sakit adalah institusi yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit mempunyai misi memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugasnya adalah melaksanakan
upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Untuk itu rumah sakit harus benar-benar berfungsi dengan baik sesuai yang
tercantum di dalam aturan di atas.

6
7

2.2. Fungsi Rumah Sakit


Menurut Milton Roemer dalam buku Doctors in Hospital (1971) menyatakan
bahwa rumah sakit setidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:
1. Harus ada pelayanan rawat inap dangan fasilitas diagnostik dan terapeutiknya.
Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah maupun non bedah harus tersedia.
Pelayanan rawat inap ini juga meliputi pelayanan keperawatan gizi, farmasi,
laboratorium, radiologi dan berbagai pelayanan diagnostik serta terapeutik
lainnya.
2. Rumah sakit harus memiliki palayanan rawat jalan.
3. Rumah sakit juga mempunyai tugas untuk melakukan pendidikan dan
pelatihan.
4. Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kesehatan dan kedokteran
karena keberadaan pasien di rumah sakit merupakan modal besar untuk
penelitian ini.
5. Rumah sakit juga mempunyai tanggung jawab untuk program pencegahan
penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi di sekitarnya.

2.3. Jenis Rumah Sakit


Berdasarkan bentuk pelayanannya rumah sakit dapat dibedakan:
1. Rumah Sakit Umum (RSU) : yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan
subspesialistik.
2. Rumah Sakit Khusus (RSK) : yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu.

Disamping rumah sakit umum dam rumah sakit khusus seperti di atas, untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia, telah dibangun 4 buah
rumah sakit haji di Ujung Pandang, Medan, Jakarta dan Surabaya.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit umum Pemerintah
Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi:
a. RSU Kelas A, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik yang luas. Terdapat 4 buah
8

RSU Kelas A yaitu RSU Cipto Mangunkusumo di Jakarta, RSU Dr.Sutomo di


Surabaya, RSUP Adam Malik di Medan, dan RSUP Dr. Wahidin Sudiro
Husodo di Ujung Pandang.
b. RSU Kelas B, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.
c. RSU Kelas C, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya spesialistik 4 dasar lengkap.
d. RSU Kelas D, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar.

2.4. Rumah Sakit Sebagai Industri Jasa


Sebagai suatu jasa yang bergerak dibidang kesehatan, rumah sakit harus mampu
memenuhi kebutuhan konsumennya sehingga mampu bersaing dengan industry
sejenis. Definisi rumah sakit yang disebutkan di atas memberikan batasan yang
jelas untuk mendefinisikan pesaing-pesaing ataupun substitusi- substitusi yang
ada di dalam industri jasa kesehatan. Dengan demikian suatu rumah sakit harus
mampu mendefinisikan bisnisnya dengan tepat untuk mendapatkan posisi yang
tepat sehingga mampu bertahan di dalam industri tersebut.

Bila dilihat dari klasifikasi jasanya, maka rumah sakit termasuk dalam kategori
people processing, yaitu masukan berupa orang sakit dilakukan proses sehingga
diinginkan orang tersebut menjadi lebih sehat dari sebelumnya.

Industri rumah sakit mempunyai cirri-ciri khusus sebagai berikut:


Kejadian penyakit tidak terduga
Pada umumnya orang tidak bisa menduga penyakit apa yang akan dialaminya
di masa yang akan datang dan pelayanan apa yang ia butuhkan. Adanya
ketidakpastian ini membuat orang harus menghadapi resiko pengeluaran biaya
tanpa perencanaan terlebih dahulu.
9

Ketidaktahuan konsumen
Salah satu ciri yang sangat khusus adalah besarnya ketergantungan konsumen
kepada penyedia jasa pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena
umumnya konsumen tidak tahu tentang jenis pemeriksaan maupun pengobatan
yang diperlukannya. Penyedia jasa yang menentukan jenis dan volume
pelayanan yang prlu dikonsumsi dan otomatis yang harus dibayar konsumen.
Seringkali keputusan penyedia jasa tersebut sama sekali lepas dari
pertimbangan biaya dan kemampuan membayar konsumen.
Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak
Hampir semua orang berpendapat bahwa hidup sehat adalah unsur kebutuhan
hidup manusia yang harus diusahakan untuk dipenuhi, terlepas dari
kemampuan seseorang untuk membayarnya. Hal ini menyebabkan distribusi
pelayanan kesehatan seringkali dilakukan atas dasar kebutuhan bukan atas
dasar kemampuan membayar.
Motif non profit
Walaupun dalam prakteknya ada industri rumah sakit yang bertujuan untuk
memperoleh untung, secara ideal memaksimalkan keuntungan bukanlah
tujuan. Pendapat umum tradisional yang dianut adalah orang tidak layak
mengambil keuntungan dari penyakit/musibah orang lain.
Padat karya
Kemajuan teknologi medis ternyata tidak membuat pelayanan kesehatan
semakin bebas dari campur tangan tenaga kerja manusia. Hal ini dapat dilihat
dari masih berperannya tenaga manusia berupa dokter dan paramedic di
industri rumah sakit.
Mixed output
Ciri lain adalah banyaknya ragam komoditif yang dihasilkan dan adanya
berbagai program kesehatan yang dikonsumsi oleh pasien yang berupa suatu
paket pelayanan (misalnya: pemeriksaan medis, terapi, diet makanan, nasehat
kesehatan dan lain-lain) yang bervariasi antar individu dan sangat bergantung
pada jenis penyakit. Hal ini menyebabkan analisis kebutuhan terhadap
pelayanan kesehatan menjadi kompleks.
10

Restriksi berkompetisi
Adanya pembatasan praktek berkompetisi menyebabkan mekanisme pasar
dalam pelayanan kesehatan tidak bisa sesempurna mekanisme pasar untuk
komoditi lain. Di dalam kesehatan tidak pernah terdengar adanya promosi,
potongan tarif, bonus ataupun banting harga.

2.5. Definisi Jasa


Jasa dapat didefinisikan sebagai aktifitas yang dilakukan untuk orang lain atau
untuk perusahaan lain. Pada pembelian barang, terjadi pemindahan secara fisik
barang tersebut kepada pemilik baru. Sebaliknya, pembeli saja biasanya tidak
mempunyai sesuatu untuk dipertunjukan secara fisik bahwa mereka telah membeli
jasa tersebut. Sejauh ini, definisi mengenai jasa telah banyak diungkapkan oleh
para ahli pemasaran. Beberapa definisi jasa tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Philip Kotler (2003)


Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan
produk fisik.

2. John Q. Fitzsimmon (1982)


Jasa adalah suatu paket terintegrasi (service package) yang terdiri dari jasa
eksplisit dan implisit yang diberikan dalam atau fasilitas pendukung dan
menggunakan barang-barang pembantu.

3. Zeithaml dan Briner (1996)


Jasa adalah setiap aktivitas ekonomi yang outputnya bukan merupakan suatu
produk fisik atau konstruksi, umumnya dikonsumsi pada saat yang sama pada saat
jasa tersebut dihasilkan (dalam bentuk kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau
kesehatan).
11

4. Freddy Rangkuti (2003)


Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu
pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa
mempengaruhi hasil jasa tersebut.

Pengertian diatas pada dasarnya jasa merupakan suatu yang tidak berwujud dapat
memenuhi keinginan konsumen atau pelanggan, dan memproduksi jasa, dapat
juga digunakan produk fisik sebagai pendukung atas penjualan jasa tersebut.
Selain itu juga jasa tidak meningkatkan terjadinya perpindahan hak milik secara
fisik.

2.6. Konsep Jasa


Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis
jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil ataupun bagian
utama/pokok dari keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyataannya,
penawaran dapat bervariasi dari kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang pada
satu sisi dan jasa murni dibedakan menjadi lima kategori (Kotler, 1997).
a. Produk fisik murni
Penawaran harga semata-mata hanya terdiri atas produk fisik, misalnya sabun
mandi, pasta gigi, atau sabun cuci, yanpa ada jasa pelayanan yang menyertai
produk tersebut.
b. Produk fisik dengan jasa pendukung
Pada kategori ini, penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan
satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik pada konsumennya.
Misalnya, produsen mobil harus memberikan penawaran yang jauh lebih banyak
daripada hanya sekedar mobil saja, yaitu bisa meliputi jasa pengantaran, reparasi,
pemasangan suku cadang, dan sebagainya. Dalam kategori ini, jasa dapat pula
didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan kepada pelanggan yang
telah membeli produknya (Clemente, 1992).
c. Hybrid (campuran)
Penawaran terdiri dari barang dan jasa yang sama besar porsinya.
12

d. Jasa Utama yang didukung dengan barang dan jasa minor


Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan
(pelengkap) dan barang-barang pendukung. Contohnya penumpang pesawat yang
membeli jasa transportasi. Selama menempuh perjalanan menuju tempat
tujuannya, ada beberapa unsur produk fisik yang terlibat, seperti makanan dan
minuman, majalah atau surat kabar yang disediakan, dan lain-lain. Jasa seperti ini
memerlukan barang yang bersifat kapital intensif (dalam hal ini pesawat) untuk
realisasinya, tetapi penawaran utamanya adalah jasa.
e. Jasa murni
Penawaran hampir seluruhnya berupa jasa. Misalnya, fisioterapi konsultasi
psikologi, pemijatan, dan lain-lain.

2.7. Karakteristik Jasa dan Kualitas Pelayanan


Pada umumnya barang diproduksi dahulu barulah kemudian dijual dan
dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual dahulu baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan. Menurut Edward W. Wheatliey yang dikutip oleh
Buchari Alma (2000:205) mengemukakan perbedaan antara jasa dan barang,
yaitu:
Pembelian jasa sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi.
Jasa itu bersifat tidak berwujud, berbeda dengan barang yang bersifat
berwujud, dapat dilihat, dicium, memiliki berat, ukuran dan sebagainya.
Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak, jasa dapat dibeli dan
dikonsumsi.
Barang dapat disimpan sedang jasa tidak.
Usaha jasa sangat mementingkan unsur manusia.
Distribusinya bersifat langsung dari produsen ke konsumen.

Kotler dan Keith Cox (1984:302), mengemukakan 3 karakteristik jasa, yaitu :


Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud.
Produksi dan konsumsi bersamaan waktu.
Kurang memiliki standar dan keseragaman. .
13

Ada begitu banyak macam jasa yang ditawarkan oleh pihak produsen kepada
konsumen atau pelanggan, seperti yang dilakukan oleh Paul D.Converse
(1985:208) yang mengelompokkan jasa sebagai berikut:
1. Personalized service :
a. Personal service
b. Profesional service
2. Business service
3. Financial services
4. Public utility and transportation services
5. Entertainment
6. Hotel services

Berbagai hasil studi yang dilakukan, Philip Kotler, 1994 : 561 menunjukkan,
bahwa perusahaan jasa yang dikelola dengan sangat baik dan terjadwal memiliki
sejumlah persamaan seperti di bawah ini :
1. Konsep Strategis;
Perusahaan jasa yang ternama memiliki pengertian yang jelas mengenai
pelanggan, sasaran dan kebutuhan pelanggan yang akan mereka puaskan.
Maka untuk itu perlu dikembangkan strategi khusus untuk memuaskan
kebutuhan yang menghasilkan kesetiaan pelanggan.
2. Sejarah komitmen kualitas manajemen
puncak;
Tidak hanya melihat pada prestasi keuangan bulanan, tetapi juga kepada
pelayanan dimasa lalu dalam jangka panjang yang mencerminkan
komitmen kualitas dari manajemen puncak.
3. Penetapan standar strategi;
Penyediaan jasa terbaik selalu menetapkan standar kualitas jasa yang
tinggi, antara lain berupa kecepatan tanggapan terhadap keluhan para
pelanggan.
4. Sistem untuk memonitor kinerja pasar;
Secara rutin digunakan untuk memeriksa jasa perusahaan milik mereka
dan para pesaingnya secara teratur. Mereka menggunakan sejumlah cara
14

untuk mengukur kinerja, belanja perbandingan, menyuruh orang lain


melakukan perbelanjaan, survei pelanggan, formulir saran dan keluhan,
tim audit jasa, dan surat pimpinan.
5. Sistem untuk memuaskan keluhan
pelanggan;
Adanya suatu sistem untuk menanggapi semua keluhan para pelanggan
dengan cepat dan ramah. Memuaskan karyawan sama seperti terhadap
pelanggan, hubungan kerja diantara bagian karyawan yang mencerminkan
hubungan sebagai pelanggan dan juga sebagai pemasok, dimana setiap
karyawan dituntut berprestasi kerja yang maksimal agar dapat saling
memuaskan dan menguntungkan sesama karyawan yang pekerjaannya
saling berhubungan. Maka dalam hal ini manajemen dituntut untuk dapat
menciptakan lingkungan yang saling mendukung dan juga menghargai
prestasi pelayanan karyawan yang baik.

Jadi dalam hal ini perusahaan harus merancang produk-produknya dengan sebaik
mungkin sehingga memuaskan selera konsumen, para pegawai harus menawarkan
jasa yang lebih baik mutunya, pekerjaan lebih memuaskan, profesional dalam
bidangnya dan memiliki inisiatif dan tingkat kemampuan yang tinggi serta
pelayanan lebih efektif.

2.8. Klasifikasi Jasa


Ada beberapa klasifikasi mengenai jasa yang dikemukakan oleh para ahli
dibidangnya. Menurut Lovelock, 1987, dalam Evans dan Berman (Fandy, 1996),
klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria, yaitu :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen
akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa kepada konsumen
organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultan
manajemen, dan jasa konsultasi hukum). Sebenarnya ada kesamaan di antara
kedua segmen pasar tersebut dalam pembelian jasa. Baik konsumen akhir maupun
konsumen organisasional sama-sama melalui proses pengambilan keputusan,
15

meskipun faktor-faktor determinannya berbeda. Perbedaan utama antara kedua


segmen bersangkutan terletak pada alasan dan kriteria spesifikasi dalam memilih
jasa dan penyedia jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas
pengerjaan jasa yang diperlukan.
2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)
Kriteria yang berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan
konsumen ini dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Rented Good Service
Konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan
tarif dan jangka waktu tertentu. Contohnya penyewaan mobil, kaset, video,
dan villa.
b. Owned Good Service
Oleh perusahaan jasa produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi,
dikembangkan, ditingkatkan kinerjanya, atau dipelihara/dirawat. Contohnya
jasa reparasi dan perawatan taman.
c. Non-Good Service
Jasa personal tidak berbentuk produk fisik (Intangible) ditawarkan kepada
para pelanggan. Contohnya supir, dosen, dan ahli kecantikan.
3. Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok jasa
yaitu professional service (misalnya konsultan manajemen, dokter, dan arsitek)
dan non-profesional service (misalnya supir taksi dan penjaga malam). Pada jasa
yang membutuhkan keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan
cenderung sangat selektif dan berhati-hati dalam memilih penyedia jasa. Hal
inilah yang menyebabkan penyedia jasa professional dapat mengikat para
pelanggannya. Sebaliknya, jika jasa tidak memerlukan keterampilan tinggi,
seringkali loyalitas pelanggan rendah karena penawarannya sangat banyak dan
acapkali tidak berbeda secara signifikan.
4. Tujuan Organisasi Jasa
Jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya
penerbangan, jasa parsel, dan bank) dan non-profit service (misalnya sekolah,
panti asuhan, dan perpustakaan).
16

5. Regulasi
Jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya angkutan umum, media
masa, dan perbankan) dan non-regulated service (misalnya jasa makelar, catering,
kost dan asrama, kantin sekolah, serta pengecatan rumah).
6. Tingkat Intensitas Karyawan
Jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service
(misalnya cuci mobil otomatis, ATM, dan binatu) dan people-based service
(misalnya pelatih sepak bola, satpam, dan konsultasi hukum). Jasa padat karya
(people-based service) masih dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori: tidak
terampil, terampil, dan pekerja professional (Kotler, 2000). Jasa padat karya
biasanya dijumpai pada perusahaan yang memang memerlukan banyak tenaga
ahli dan apabila penyampaian jasa itu harus dilakukan di tempat tinggal atau di
tempat usaha pelanggan. Organisasi penyedia jasa juga akan bersifat padat karya
apabila proses penyampaian jasa kepada satu orang pelanggan memakan waktu
yang cukup lama, sehingga perusahaan membutuhkan staf yang relatif banyak
agar dapat pula melayani pelanggan lainnya. Sementara itu perusahaan yang
bersifat equipment-based mengandalkan penggunaan mesin dan peralatan canggih
yang dapat dikendalikan dan dipantau secara otomatis atau semi-otomatis. Ini
dilakukan dengan tujuan untuk menjaga konsistensi kualitas jasa yang diberikan
dan meningkatkan efisiensi.
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high-
contact service (seperti universitas, bank, dan dokter) dan low-contact service
(seperti bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya tinggi,
keterampilan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh perusahan jasa,
karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusan
dengan orang banyak, misalnya keramahan, sopan santun, komunikatif, dan lain
sebagainya. Sebaliknya, pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggan rendah,
justru keahlian teknis karyawan yang paling penting.
17

2.9. Manajemen Jasa


Peran strategi manajemen jasa semakin diakui dan bukan hanya terbatas pada
konteks tradisional industri jasa atau sektor jasa semata. Pada hakikatnya,
Service is everybodys business (Henkoff, 1994). Implikasinya, perspektif jasa
semakin banyak diadopsi dan diimplementasikan berbagai organisasi, baik
pemanufakturan maupun organisasi jasa. Karena perspektif jasa menekankan
bahwa pemasaran merupakan isu manajemen puncak dan bukan sekedar isu bagi
departemen terpisah, maka Gronroos (2000) berpendapat bahwa konsep
manajemen jasa (service management) lebih luas dan komprehensif dibandingkan
pemasaran jasa (service marketing). Di samping itu, Schneider (2004)
menegaskan bahwa manajemen merupakan bidang multi-disiplin dan riset
berkenaan dengan kualitas jasa. Bidang-bidang terkait didalamnya mencakup
pemasaran jasa, manajemen operasi jasa, dan manajemen sumber daya manusia
jasa. Schneider (2004) menekankan bahwa pemasaran jasa berfokus pada
pelanggan dan atribut jasa, manajemen operasi jasa berfokus pada proses
penyampaian jasa, sedangkan manajemen sumber daya manusia jasa berfokus
pada karyawan penyampain jasa (human service delivers).
Secara lebih spesifik, Gronroos (2000) mendeskripsikan empat elemen utama
manajemen jasa:
1. Pemahaman atas nilai-nilai yang didapatkan pelanggan melalui proses
konsumsi atau penggunaan penawaran organisasi dan pemahaman atas kontribusi
jasa/layanan, baik secara terpisah maupun terintegrasi dengan informasi, barang
fisik atau bentuk-bentuk tangible lainnya, terhadap nilai-nilai pelanggan;
pemahaman atas persepsi pelanggan terhadap kualitas total dalam relasi
pelanggan yang memfasilitasi nilai-nilai tersebut dan dinamika persepsi pelanggan
sepanjang waktu.
2. Pemahaman atas kemampuan organisasi (SDM, teknologi, sumber daya fisik,
sistem, dan pelanggan) dalam menghasilkan dan menyampaikan nilai dan persepsi
kualitas tersebut.
18

3. Pemahaman atas cara mengembangkan dan mengelola organisasi dalam rangka


mewujudkan nilai dan persepsi kualitas yang diharapkan.
4. pengoperasian organisasi sedemikian rupa sehingga nilai dan persepsi kualitas
yang diharapkan bisa diwujudkan dan tujuan semua pihak yang terlibat
(organisasi, pelanggan, dan pihak-pihak lain) dapat dicapai.
Dengan demikian manajemen jasa berfokus pada identifikasi nilai-nilai dan
persepsi kualitas yang diharapkan pelanggan dalam kompetisi jasa, pemahaman
atas proses penciptaan dan penyampaian nilai dan kualitas tersebut, serta
pengolahan sumber daya organisasi dalam rangka mewujudkan kriteria nilai
berbasis jasa tersebut. Perspektif manajemen jasa menuntut perubahan fokus
manajerial dalam aspek-aspek berikut:
1. Dari nilai berbasis produk (product-based value) menjadi nilai total (total
value) dalam relasi pelanggan.
2. Dari transaksi jangka pendek menjadi relasi jangka panjang.
3. Dari kualitas produk inti (kualitas teknis hasil barang dan jasa) menjadi total
customer perceived quality terhadap relasi pelanggan berkesinambungan.
4. Dari produk solusi teknis (atau kualitas teknis produk atau jasa) sebagai proses
kunci dalam organisasi menjadi pengembangan total perceived quality and value
sebagai proses kunci.

Gronroos (2000) mengidentifikasikan enam prinsip utama manajemen jasa yang


menekankan pentingnya konsekuensi eksternal setiap kinerja jasa dan berfokus
pada proses:
1. Profit equation dan logika bisnis. Merupakan persepsi pelanggan terhadap
kualitas jasa yang mempengaruhi terhadap laba. Keputusan menyangkut efisiensi
eksternal dan efisiensi internal (kepuasan pelanggan dan produktivitas modal dan
tenaga kerja) harus diintegrasikan secara total.
2. Wewenang pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan harus
didesentralisasikan sedekat mungkin pada titik kontak antara organisasi dan
pelanggan. Beberapa keputusan strategi penting harus dibuat secara terpusat.
19

3. Struktur organisasi. Organisasi harus distrukturisasi dan difungsikan


sedemikian rupa sehingga tujuan utamanya adalah mobilisasi sumber daya dalam
rangka mendukung operasi lini depan.
4. Fokus penyeliaan. Manajer dan penyelia berfokus pada pemotivasian dan
pendukungan para karyawan. Prosedur pengendalian legislative ditekan
seminimum mungkin, meskipun beberapa prosedur mungkin dibutuhkan.
5. Sistem imbalan, berfokus pada upaya penciptaan kualitas sebagaimana
diharapkan dan dipersepsikan pelanggan. Semua elemen kualitas jasa yang
relevan harus dipertimbangkan, walaupun tidak semuanya selalu bisa disatukan
dalam sistem imbalan.
6. Fokus pengukuran kinerja. Kepuasan pelanggan dan kualitas jasa harus menjadi
fokus utama pengukuran prestasi. Dalam rangka memantau produktivitas dan
efisiensi internal, kriteria pengukuran internal juga perlu digunakan.

2.10. Strategi Pemasaran Untuk Perusahaan Jasa


Sampai akhir-akhir ini, perusahaan jasa tertinggal dari perusahaan manufactur
dalam penggunaan pemasarannya banyak bisnis jasa skala kecil ( tukang sepatu,
tukang pangkas rambut ) yang tidak menggunakan teknik manalemen atau
pemasaran formal, ada juga bisnis yang percaya bahwa menggunakan pemasaran
itu. Sudah diketahui bersama bahwa tujuan akhir dari pemasaran ialah
memuaskan pelanggan. Tujuan dari pemasaran itu sendiri bukan untuk mencari
laba yang sebesar-besarnya tetapi memberikan kepuasan kepada si pelanggan.
Dengan adanya kepuasan tersebut maka akan terjadi pembelian ulang. Berapa
banyak frekuensi ulang pembelian dan berapa banyak jumlah pembelian pada
akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan tersebut.

Pengertian Kepuasan Menurut Zeithaml (2000:75) , adalah : Salah satu bentuk


respon yang harus dipenuhi. Hal itu menentukan bahwa bentuk dari produk atau
jasa atau produk dan jasa itu sendiri, menyediakan tingkat kepuasan konsumsi
yang harus dipenuhi.
Sedangkan Kepuasan menurut Kotler (2000:36), adalah : Perasaan seseorang
mengenai kesenangan atau kepuasan atau hasil yang mengecewakan dari
20

membandingkan penampilan produk yang telah disediakan (atau hasil) dalam


yang berhubungan dengan harapan si pelanggan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang
dimiliki seseorang berdasarkan perbandingan antara kenyataan yang diperoleh
dengan harapan yang diinginkan. Jika barang dan jasa yang dibeli cocok dengan
apa yang diharapkan oleh konsumen, maka akan terdapat kepuasan atau
sebaliknya. Bila kenikmatan yang diperoleh konsumen melebihi harapannya,
maka konsumen akan betul-betul merasa puas dan sudah pasti mereka akan terus
mengadakan pembelian ulang serta mengajak teman-teman sehingga itu dapat
memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Jika kenyataan yang diperoleh di bawah harapan atau tidak sesuai dengan
keinginan maka pelanggan akan kecewa sehingga hal ini dapat merugikan
perusahaan. Menurut Kotler (2000:38), rasa tidak puas pelanggan terhadap
sesuatu bisa disebabkan antara lain :
1. Tidak sesuai dengan harapan dan kenyataan yang dialami.
2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan pelanggan.
3. Perilaku/tindakan personil yang tidak menyenangkan.
4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang.
5. Cost yang terlalu tinggi, karena jarak yang terlalu jauh, banyak waktu
yang terbuang, dan lain-lain.
6. Promosi atau iklan yang terlalu berlebih-lebihan (muluk) yang tidak sesuai
dengan kenyataan.

Maka untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus menciptakan dan


mengelola suatu sistem yang terpadu untuk memperoleh pelanggan yang setia dan
lebih banyak lagi serta kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya.
Apabila rasa puas pelanggan itu dapat dicapai, maka akan diperoleh beberapa
manfaat, seperti yang diuraikan oleh Tjiptono (1995:102), yaitu :
1. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggan tetap akan terjalin
dengan baik dan harmonis.
21

2. Mendorong terciptanya loyalitas dan kesetiaan pelanggan terhadap jasa


angkutan darat yang dihasilkan.
3. Membentuk rekomendasi atau informasi dari mulut ke mulut yang
dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.
4. Reputasi atau nama baik perusahaan tetap baik dan terjaga di kalangan
para pelanggan atau para penumpang.
5. Pangsa pasar dan laba perusahaan pun otomatis akan meningkat.

Tetapi dalam hal ini perlu diingat bahwa kepuasan daripada pelanggan bukan
merupakan tujuan utama dari suatu perusahaan, dalam arti boleh mencoba
memberikan kepuasan pelanggan yang tinggi, asalkan juga dapat memberikan
setidaknya tingkat kepuasan yang dapat diterima oleh pihak-pihak lain yang
berkepentingan sesuai dengan batasan jumlah sumber daya yang dimilikinya.

2.11. Kualitas jasa


Kualitas jasa (service quality) adalah salah satu faktor yang penting dalam usaha
mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage). Untuk mencapai kualitas
jasa yang diinginkan, pengelola jasa memerlukan upaya pemenuhan keinginan
konsumen serta penyampaian yang tepat untuk memenuhi keinginan konsumen.
Menurut Wyckoff (Christoher Lovelock), 1998), kualitas jasa adalah tingkat
keunggulan yang diinginkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan konsumen.

Duan faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa adalah jasa yang diinginkan
(expected service) dan jasa yang diterima (perceived service). Apabila jasa yang
diterima konsumen sudah sesuai dengan jasa yang diinginkan maka kualitas jasa
tersebut dianggap baik atau memuaskan. Di lain pihak bila jasa yang diterima
ternyata belum sesuai dengan jasa yang diinginkan maka kualitas jasa tersebut
belum dapat dikatakan baik. Dengan demikian kualitas jasa sangat tergantung dari
kemampuan penyedia jasa untuk memenuhi keinginan konsumennya secara
konsisten.
22

2.12. Prinsip-prinsip Kualitas Jasa


Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi
perusahaan jasa dalam memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi
enam prinsip utama yang berlaku bagi perusahaan manufaktur maupun
perusahaan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk
dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan perbaikan
kualitas secara kontinu dengan didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan.
Enam prinsip pokok tersebut meliputi hal berikut (Wolkins dalam Scheuning dan
Christoper, 1993).
a. Kepemimpinan
Stategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan
organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas. Tanpa adanya
kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan kualitas hanya akan
berdampak kecil terhadap perusahaan.
b. Pendidikan
Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajer puncak sampai karyawan
operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek
tersebut yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut antara lain
konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi
kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi stategi kualitas.
c. Perencanaan Strategik
Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran tujuan kualitas yang
digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya.
d. Review
Proses Review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen
untuk mengubah prilaku organisasional. Proses ini menggambarkan mekanisme
yang menjamin adanya perhatian terus-menerus terhadap upaya mewujudkan
sasaran-sasaran kualitas.
e. Komunikasi
23

Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses


komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun stakeholder
lainnya (seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat sekitar, dan
lain-lain).
f. Total Human Reward
Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam implementasi strategi
kualitas. Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan prestasinya harus
diakui. Dengan cara seperti ini, motivasi, semangat kerja, rasa bangga dan rasa
memiliki (sense of belonging) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang
pada gilirannya berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan profitabilitas
bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan.

2.13. Biaya Kualitas Jasa


Biaya kualitas jasa merupakan biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi
sebagai akibat kualitas jasa yang buruk. Berdasarkan perspektif tradisional, biaya
kualitas jasa hanya terdiri dari pengerjaan ulang, garansi, dan audit sistem.
Sebaliknya perspektif modern memandang biaya kualitas jasa dari dua kategori
utama, yaitu biaya akibat kualitas yang buruk dan biaya mempertahankan kaulitas
yang baik. Biaya akibat kualitas yang buruk meliputi biaya kegagalan internal
(internal failure costs) dan biaya kegagalan eksternal (external failure costs).
Sedangkan biaya penilaian (appraisal costs), biaya pencegahan (prevention costs),
dan biaya pemulihan (recovery costs).
1. Biaya kegagalan internal
Biaya kegagalan internal adalah biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi sebelum jasa atau layanan tertentu diterima pelanggan.
Biaya kegagalan internal tediri atas beberapa jenis, di antaranya pengerjaan ulang,
facility downtime, menurunnya produktivitas, dan seterusnya. Pada jasa yang
memiliki fungsi back office, contohnya perusahaan asuransi dan bank, biaya
kegagalan internal bisa disebabkan kekeliruan penerapan kode rekening nasabah
atau klien.
2. Biaya kegagalan eksternal
24

Biaya kegagalan eksternal timbul sebagai akibat jasa yang gagal memenuhi
persyaratan telah disampaikan kepada pelanggan. Sebagai contoh, rekening koran
yang keliru terlanjur telah dikirimkan kepada nasabah bank. Biaya kegagalan
eksternal meliputi keluhan pelanggan, realisasi/penyampaian garansi, asuransi
kecelakaan, kerugian/biaya mengganti jasa yang tidak sesuai harapan, legal
judgment, dan lain-lain.
3. Biaya penilaian
Biaya penilaian adalah biaya yang dikeluarkan untuk menentukan apakah jasa
yang dihasilkan telah sesuai dengan standar atau kriteria persyaratan kualitas.
Tujuan utama fungsi penilaian ini adalah menghindari terjadinya kesalahan
selama proses penyampaian jasa.
4. Biaya pencegahan
Biaya pencegahan merupakan biaya yang berhubungan dengan usaha untuk
mencegah segala kemungkinan kerusakan atau kegagalan jasa.
5. Biaya pemulihan
Biaya pemulihan berkenaan dengan upaya untuk mengkompensasikan adanya
perubahan kualitas jasa sebelum mencapai akhir service encounter tertentu dan
sebelum perusahaan kehilangan pelanggan.

Kualitas jasa/layanan superior telah banyak dimanfaatkan sebagai strategi


bersaing berbagai organisasi. Pada prinsipnya, konsistensi dan superioritas
kualitas jasa berpotensi menciptakan kepuasan pelanggan yang pada gilirannya
akan memberikan sejumlah manfaat seperti:
1. Terjalin relasi saling menguntungkan jangka panjang antara perusahaan dan
para pelanggan.
2. Terbukanya peluang pertumbuhan bisnis melalui pembelian ulang, cross-
selling, dan up-selling.
3. Loyalitas pelanggan bisa terbentuk.
4. Terjadinya komunikasi gethok tular positif yang berpotensi menarik
pelanggan baru.
5. Persepsi pelanggan dan publik terhadap reputasi perusahaan semakin positif.
6. Laba yang diperoleh bisa meningkat.
25

Implikasi strategik dari manfaat-manfaat di atas adalah bahwa setiap perusahaan


harus menyadari pentingnya kualitas dan berupaya merealisasikannya.
Peningkatan kualitas secara berkesinambungan bukanlah biaya, malainkan justru
investasi untuk menghasilkan laba yang lebih besar (Hutt & Speh, 1992).

2.14. Manajemen Kepuasan Pelanggan


Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan
manajemen. Berkembangnya riset kepuasan pelanggan dan penganugerahan
award buat kesuksesan perusahaan dalam meraih skor tertinggi indeks kepuasan
pelanggan nasional (National Customer Satisfaction Index) juga berkontribusi
pada peningkatan kepedulian produsen dan konsumen terhadap pentingnya
kepuasan pelanggan.

Manfaat-manfaat spesifikasi kepuasan pelanggan meliputi: keterkaitan positif


dengan loyalitas pelanggan; berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan
(terutama melalui pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling); menekan biaya
transaksi pelanggan di masa depan (terutama biaya-biaya komunikasi, penjualan,
dan layanan pelanggan); menekan volatilitas dan risiko berkenaan dengan prediksi
aliran kas masa depan; meningkatnya toleransi harga (terutama kesediaan untuk
membayar harga premium dan pelanggan tidak mudah tergoda untuk beralih
pemasok), rekomendasi gethok tular positif; pelanggan cenderung lebih reseptif
terhadap product-line extensions, brand extensions, dan new add-on services yang
ditawarkan perusahaan; serta meningkatnya bargaining power relative perusahaan
terhadap jejaring pemasok, mitra bisnis, dan saluran distribusi.

2.15. Definisi Kepuasan Pelanggan


Kata kepuasan (Statisfaction) berasal dari bahasa latin satis artinya cukup baik,
memadai dan facio artinya melakukan atau membuat. Kepuasan bisa diartikan
sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Dalam
kepuasan pelanggan terdapat tiga komponen utama yaitu :
26

1. Kepuasan pelanggan merupakan respons (emosional atau kognitif)


2. Respon tersebut menyangkut fokus tertentu (ekspektasi, produk, pengalaman
konsumsi, dan seterusnya)
3. Respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan
produk/jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif, dan lain-lain).

Secara singkat, kepuasan pelanggan terdiri atas tiga komponen : respons


menyangkut fokus tertentu yang ditentukan pada waktu tertentu. Banyak pakar
memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan. Day (dalam tse dan wilton,
1988: 204) menyatakan, bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah
respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskormasi yang dirasakan
antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk
yang dirasakan setelah pemakaiannya. Engel, et al. (1990) mengungkapkan,
bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli, dimana alternatif yang
dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui
harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh
tidak memenuhi harapan pelanggan. Sedangkan pakar pemesaran khotler (1994)
menandaskan, bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan
harapannya.

Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan


tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu
produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi
pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.

Karena kepuasan pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi


mereka, kita sebagai pemasok produk perlu mengetahui beberapa factor yang
mempengaruhi hal tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan
harapan pelanggan adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan
pelanggan ketika mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.
27

Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi
pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.
2. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun
pesaing-pesaingnya.
3. Pengalaman dari teman-teman, di mana mereka akan menceritakan kualitas
produk yang akan dibeli oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi
persepsi pelanggan, terutama pada produk yang dirasakan berisiko tinggi.
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi
pelanggan. Orang-orang dibagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak
membuat periklanan yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu
memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif
terhadap persepsi pelanggan tentang produk itu.

Kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil
yang dirasakan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan
(produk) seseorang, maka pelangganlah yang menentukan kualitas suatu produk.
Ada beberapa unsur penting dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu:
1. Pelanggan harus merupakan prioritas utama organisasi.
2. Pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting,
yaitu pelanggan yang membeli berkali-kali.
3. Kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi
dengan perbaikan terus-menerus.

Kunci membentuk fokus kepuasan pada pelanggan adalah menempatkan


karyawan untuk berhubungan langsung dengan pelanggan dan memberdayakan
karyawan untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk memuaskan
pelanggan. Jadi, interaksi antara karyawan dan pelanggan merupakan unsur yang
sangat penting dalam pembentukan fokus pada pelanggan. Harapan pelanggan
bisa tidak terpenuhi karena beberapa sebab, diantaranya pelanggan keliru
mengkomunikasikan jasa yang diinginkan, pelanggan keliru menafsirkan signal-
signal perusahaan dan kinerja karyawan perusahaan jasa yang buruk.
28

2.16. Manfaat Kepuasan Pelanggan


Bahwa manfaat yang diperoleh apabila suatu perusahaan dapat menciptakan
kepuasan pelanggan yang loyal terwujud dalam 4R yakni :
1) Membangun customer relationship
Customer relationship akan muncul pada saat pelanggan berhubungan
dengan perusahaan dalam periode waktu tertentu. customer relationship
ini akan menciptakan kedekatan dengan pelanggan. Untuk itu sangat
diperlukan kejujuran, komitmen, komunikasi, dan saling pengertian.
2) Menciptakan customer retention
Customer retention adalah mempertahankan pelanggan. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa mempertahankan pelanggan jauh lebih murah
daripada mencari pelanggan baru. Costumer retention dapat tercipta
melalui pelayanan yang lebih besar daripada kabutuhan pelanggan.
3) Menghasilkan customer referrals
Customer referrals merupakan kesediaan pelangan untuk memberitahukan
kepuasan yang mereka rasakan kepada orang lain. kegiatan ini berarti
promosi gratis dari mulut ke mulut karena pelanggan tersebut dengan
senang hati merekomendasikan apa yang telah dirasakan kepada orang
terdekat, seperti keluarga dan teman temannya.
4) Memperoleh customer recovery
Customer recovery merupakan suatu usaha untuk mengembalikan
pelanggan kembali setia kepada perusahaan yang bersangkutan. Pelanggan
dapat lari dari suatu perusahaan bila pihak perusahaan melakukan
kesalahan. Perbaikan kesalahaan dengan segera dan cepat dapat
menigkatkan loyalitas pelanggan.

2.17. Definisi Ekspektasi dan Persepsi Pelanggan


Ekspektasi pelanggan didefinisikan secara berbeda-beda oleh sejumlah peneliti.
Kendati demikian, konsep ekspektasi yang tampaknya masih mendominasi
aplikasi model diskonfirmasi ekspektasi adalah predictive expectations.
Berdasarkan model ini, ekspektasi berfungsi sebagai standar perbandingan.
Kinerja produk atau jasa pada berbagai atribut atau dimensi relevan diabndingkan
29

dengan ekspektasi. Perbandingan tersebut akan menghasilkan reaksi konsumen


terhadap produk/jasa dalam bentuk kepuasan atau persepsi kualitas. Sebagai
gambaran, beberapa macam difinisi ekspektasi konsumen yang banyak dijumpai
dalam literatur antara lain:
Probabilitas yang ditentukan pelanggan untuk terjadinya event positif dan
negatif bila konsumen menunjukkan perilaku tertentu (Oliver, 1981).
Ekspektasi seseorang tidak hanya mencakup probabilitas terjadinya hasil
(outcome) tertentu, namun juga evaluasi terhadap hasil bersangkutan (Oliver,
1980).
Keyakinan konsumen bahwa sebuah produk memiliki atribut-atribut tertentu
yang diinginkan (Erevelles & Leavitt, 1992).
Ekspektasi mencakup antisipasi terhadap seberapa baik sebuah produk bakal
berkinerja pada sejumlah atribut-atribut penting (Swan & Trawick, 1981).
Ekspektasi merupakan prediksi terhadap sifat/karakteristik dan tingkat
kinerja yang bakal diterima pengguna produk (Woodruff, Cadotte & Jenkins,
1983).

Persepsi pelanggan mengenai mutu suatu jasa dan kepuasan menyeluruh, mereka
memiliki beberapa indikator/petunjuk yang bisa dilihat. Pelanggan mungkin
tersenyum ketika mereka berbicara mengenai barang atau jasa. Mereka mungkin
mengatakan hal-hal yang bagus tentang barang atau jasa. Senyum merupakan
suatu bukti bahwa seseorang puas, cemberut sebaliknya mencerminkan
kekecewaan.

Sama halnya, kita menarik kesimpulan tentang sikap dan persepsi pelanggan
mengenai barang/jasa dengan meneliti manifestasi yang terkait dengan
produk/jasa yang bisa dilihat. Manifestasi yang terliat ini adalah jawaban-jawaban
yang diberikan oleh para pelanggan melalui pengisian kuesioner kepuasan
pelanggan. Kalau para pelanggan menunjukkan hal-hal yang bagus tentang
produk/jasa pada kuesioner kepuasan pelanggan dan mendemonstrasikan indikasi
perilaku positif lainnya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa mereka (para
pelanggan) memang puas dengan produk yang telah dibelinya.
30

Ada beberapa faktor yang membentuk ekspektasi konsumen, yaitu:


1. Apa yang didengar seorang konsumen dari konsumen lainnya (word of
mouth communication).
2. Karakteristik dan keadaan (circumstances) individu yang bersangkutan.
3. Pengalaman masa lalu ketika menggunakan jasa pelayanan.
4. Komunikasi eksternal dari penyedia jasa atau pelayanan, memegang
peranan kunci dalam membentuk ekspektasi konsumen.

2.18. Pengukuran Kepuasan Pelanggan


Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur
dan memantau kepusan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler, et al. (2004)
mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para
pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.
Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide
baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya
untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang
timbul.
2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan memperkerjakan beberapa Ghost Shopping untuk berperan atau berpura-
pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Mereka diminta
berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk/jasa perusahaan.
Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan
temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk
perusahaan dan pesaing.
3. Lost Customer Analysis
Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
mengapa hal tersebut dapat terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
31

perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan penerapan metode ini


adalah pada mengidentifikasi dan mengkontak mantan pelanggan yang bersedia
memberikan masukkan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
4. Survey Kepuasan Pelanggan
Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan secara
langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan
menaruh perkhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan
melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:
a. Directly Reported Satisfaction
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan item-item spesifik yang
menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b. Derived Satisfaction
Setidaknya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama,
yaitu (1) tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk
atau perusahaan pada atribut-atribut relevan, dan (2) persepsi pelnggan
terhadap kinerja ktual produk atau perusahaan bersangkutan (perceived
performance).
c. Problem Analysis
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah yang
mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-saran
perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis konten (content
anlysis) terhadap semua permasalahan dan saran perbaikan untuk
mengidentifikasikan bidang-bidang utama yang menbutuhkan perhatian dan
tindak lanjut segera.
d. Importance-Performance Analysis
Dalam teknik ini responden diminta untuk menilai tingkat kepentingen
berbagai atribut releven dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing
atribut tersebut. Kemudian, nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan
kinerja perusahaan akan dianalisis di Importance-Performance Matrix.
Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan
sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang spesifik, di mana
perbaikan kinerja berdampak besar pada kepuasan pelanggan total.
32

2.19. Strategi Kepuasan Pelanggan


Upaya mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah. Bahkan
Mudie dan Cottam (1993) menyatakan, bahwa kepuasan pelanggan total tidak
mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Namun, upaya
perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai
strategi. Pada prinsipnya, strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para
pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya
merebut pelanggan suatu perusahaan. Satu hal yang perlu diperhatikan di sini
adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan stategi yang dapat dipadukan untuk
meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, di antaranya:
1. Relationship Marketing
Dalam strategi ini, hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan,
tidak berakhir setelah penjualan selesai. Salah satu faktor yang dibutuhkan untuk
mengembangkan Relationship Marketing adalah dibentuknya customer database,
yaitu tidak hanya daftar nama pelanggan yang perlu dibina, tetapi juga mencakup
hal-hal penting lainnya, misalnya frekuensi dari jumlah pembelian, preferensi, dan
lain sebagainya. Dengan tersedianya informasi tersebut, maka diharapkan
perusahaan dapat memuaskan para pelangganya secara lebih baik, yang pada
gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan, sehingga terjadi pembelian
ulang. Selain itu, perusahaan dapat merancang jasa khusus yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan tertentu. Agar dapat diberikan hasil
yang lebih efektif, hubungan yang baik tidak hanya perlu dibina dengan
pelanggan akhir, tetapi juga dengan pihak lain, seperti pemasok, bahkan dengan
pesaing. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pelanggan harus
dilakukan empat hal, yaitu:
a. Mengidentifikasi siapa pelanggannya
b. Memahami tingkat harapan pelanggan
c. Memahami strategi kualitas pelayanan pelanggan
d. Memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari pelanggan
2. Superior Customer Service
Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahan jasa dapat mengembangkan
augmented service terhadap core service-nya, misalnya dengan merancang
33

garansi tertentu atau dengan memberikan pelayanan penjualan yang baik.


Pelayanan purnajual ini harus pula menyediakan media yang efisien untuk
menangani keluhan. Meskipun hanya membiarkan konsumen melepaskan
emosinya, itu sudah cukup baik, minimal persepsi terhadap kepuasan dan
kewajiban akan meningkat jika perusahaan mengakui kesalahannya dan
menyampaikan permohonan maaf, serta memberikan semacam ganti rugi yang
berharga bagi konsumen.
3. Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees
Strategi Unconditional Guarantees berintikan komitmen untuk memberikan
kepuasan kepada pelanggan, yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamis
penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu, juga akan
meningkatkan motivasi para pekerja/kayawan mencapai tingkat kinerja yang lebih
baik daripada sebelumnya. Garansi atau jaminan istimewa/mutlak ini dirancang
untuk meringankan kerugian pelanggan, dalam hal pelanggan tidak puas dengan
suatu produk atau jasa yang telah dibayarnya. Garansi ini menjanjikan kualitas
prima atau kepuasn pelanggan. Fungsi utama garansi adalah untuk mengurangi
risiko kerugian pelanggan, sebelum dan sesudah pembelian jasa, sekaligus
memaksa perusahaan bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dan meraih
loyalitas pelanggan. Fungsi lainnya adalah sebagai latar positioning untuk
membedakan perusahaan dengan pesaingnya, garansi ini diberikan dalam dua
bentuk, yang disesuaikan dengan jenis pelanggan.
4. Penanganan Keluhan Pelanggan
Ada empat aspek penting dalam penanganan keluhan (Schnaars, 1991), yaitu
sebagai berikut:
a. Empati pada pelanggan yang marah
Dalam menghadapi pelanggan yang marah atau emosi, perusahaan perlu
bersikap empati, karena bila tidak, maka situasi akan berubah runyam. Untuk
itu, perlu diluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan mereka dan
berusaha memahami situasi yang dirasakan oleh pelanggan tersebut. Dengan
demikian, permasalahan yang dihadapi dapat menjadi jelas, sehingga
pemecahaan yang optimal dapat diupayakan bersama.
34

b. Kecepatan dalam penangan keluhan


Kecepatan merupakan hal yang penting dalam penanganan keluhan. Apabila
keluhan pelanggan tidak segera ditanggapi, maka rasa tidak puas terhadap
perusahaan akan menjadi permanen dan tidak dapat diubah lagi. Sedangkan
apabila keluhan dapat ditangani dengan cepat, maka ada kemungkinan
pelanggan tersebut menjadi puas. Apabila pelanggan merasa puas dengan cara
penanganan keluhannya, maka besar kemungkinannya ia akan menjadi
pelanggan perusahaan kembali.
c. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan/keluhan
Perusahaan harus memperhatikan aspek kewajaran dalam hal biaya dan
kinerja jangka panjang. Hasil yang diharapkan tentunya adalah win-win
(realitas, fair, dan proposional), dimana pelanggan dan perusahaan jasa sama-
sama diuntungkan.
d. Kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan
Hal ini penting bagi pelanggan untuk menyampaikan komentar, saran, kritik,
pertanyaan, dan keluhannya. Di sini sangat dibutuhkan adanya metode yang
mudah dan relatif tidak mahal. Di mana pelanggan dapat menyampaikan
keluh-kesahnya. Bila perlu memungkinkan perusahaan menyediakan jalur atau
saluran telepon khusus (hot line service) untuk menampung keluhan
pelanggan atau memanfaatkan e-mail di jaringan internet.

2.20. Mengelola Produktivitas


Perusahaan jasa berada dibawah tekanan berat untuk meningkatkan produktivitas.
Karena bisnis jasa sangat padat tenaga kerja, biaya meningkat dengan cepat. Ada
empat pendekatan untuk meningkatkan produktivitas jasa (Philip Kotler,2001).
Pertama, menyuruh penyedia jasa bekerja lebih keras atau lebih cekatan.
Bekerja lebih keras bukan solusi yang memungkinkan, tetapi bekerja lebih
cekatan dapat dilakukan lewat prosedur seleksi dan pelatihan yang lebih baik.
Kedua, meningkatkan kuantitas jasa dengan melepas kualitas tertentu.
Ketiga, mengindustrialisasikan jasa denga menambah peralatan dan
menstandarisasikan produksi.
35

Keempat, mengurangi atau menghilangkan kebutuhan akan jasa dengan


menemukan suatu solusi produk, seperti televisi yang menjadi pengganti
hiburan luar rumah.

2.21. Mempertahankan Pelanggan


Perusahaan tidak hanya ingin memperbaiki hubungan mereka dengan mitranya
dalam rantai pasokan. Mereka juga ingin membangun ikatan loyalitas yang lebih
kuat dengan pelanggan pada akhirnya. Dahulu banyak perusahaan menyepelekan
pelanggannya. Pelanggannya tidak memiliki banyak pemasok pengganti dan
pemasok lain sama buruk mutu dan pelayanannya atau pasar berkembang
sedemikian pesat sehingga perusahaan tidak perlu pusing untuk benar-benar
memuaskan seluruh pelanggannya. Perusahaan mungkin kehilangan 100
pelanggan seminggu dan mendapatkan 100 pelanggan baru dan merasa
penjualannya cukup memuaskan. Namun kondisi ini adalah perputaran pelanggan
yang biayanya lebih tinggi daripada jika peusahaan mempertahankan 100
pelanggan lamanya tanpa ada pelanggan baru. Perusahaan seperti ini bergerak
menurut teori bisnis ember bocor, yaitu selalu ada cukup pelanggan untuk
menggantikan pelanggan yang hilang.

2.22. Pendekatan Kualitas Pelayanan


Ada beberapa pendekatan kualitas (Garvin dalam Lovelock, 1996) yaitu:
a. Transendental view (pandangan transendental)
Kualitas dipandang sebagai innate excelience, dengan demikian kualitas itu
dapat dirasakan atau dketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan.
b. Product-based approach (pendekatan yang berbasis produk)
Pendekatan ini melihat kualitas sebagai variabel yang tepat dan dapat diukur.
Pendekatan ini mereflesikan sejumlah perbedaan dalam beberapa atribut yang
dimiliki produk. Pandangan ini benar-benar objektif, sehingga gagal dalam
menentukan perbedaan dalam hal rasa (tastes), kebutuhan dan preferensi dari
pelanggan individu (atau bahkan keseluruhan segmen pasar).
36

c. User-based approach (pendekatan yang berbasis pemakai/pengguna)


Pendekatan ini dimulai dengan premis bahwa kualitas terletak pada mata
beholder. Definisi ini menyamakan kualitas dengan kepuasan maksimum.
Tujuannya adalah pandangan yang berorientasi pada permintaan, dimana
pelanggan yang berbeda memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda
pula.
d. Manufacturing-based approach (pendekatan yang berbasis manufaktur)
Pendekatan ini didasarkan pada penawaran (supply) dan sangat berkaitan
dengan praktek engineering dan manufaktur. Fokus dari pendekatan ini adalah
paa kesesuaian (conformance) terhadap spesifikasi yang ditetapkan oleh
perusahaan, yang sering ditentukan oleh produktivitas dan ongkos untuk
mencapai tujuan.
e. Value-based approach (pendekatan yang berbasis nilai)
Pendekatan ini mendefinisikan kualitas dalam hal nilai dan harga. Dengan
pertimbangan trade-off antara performansi (atau kesesuaian) dan harga,
kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence.

2.23. Metode Parasuramans SERVQUAL Model


Model service Quality (Servqual) adalah sebuah model yang dapat digunakan
untuk menentukan dan mengukur kualitas layanan jasa. Model ini sudah sangat
lazim digunakan dalam berbagai penelitian tentang kualitas layanan jasa di
seluruh dunia. Model yang dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry
ini meskipun mendapat banyak kritik tetapi masih menjadi model yang banyak
dipakai sampai saat ini.

Metode Parasuramans servqual model dibangun atas adanya perbandingan dua


faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima
(perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan pelanggan
(expected service). Jika kenyataan lebih dari yang pelanggan harapkan, maka
layanan dapat dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang
pelanggan harapkan, maka dikatakan tidak bermutu, dan apabila kenyataan sama
dengan harapan, maka layanan dikatakan memuaskan. Dengan demikian, metode
37

Parasuramans SERVQUAL model ini mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai


seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dengan harapan atas layanan yang
pelanggan terima (Parasuraman et. at., 1990).

Zeithaml, Parasuraman dan Berry melakukan penelitian intensif dan berhasil


mengidentifikasi sepuluh dimensi yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh
dimensi kualitas tersebut antara lain:
1. Tangibles (hal-hal yang nyata secara fisik), yaitu bukti fisik jasa, bisa berupa
fasilitas fisik, peralatan untuk menyediakan jasa, penampilan karyawan,
kemudahan bagi konsumen.
2. Reliability (konsistensi, keandalan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
suatu jasa yang dihasilkan secara akurat. Hal ini berarti perusahaan
memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Selain itu juga
berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya
janji yang ditepati, mutu produk, kebersihan produk, jam buka, bekerja tidak
sambil ngobrol.
3. Responsiveness (daya tanggap, tanggung jawab), yaitu kemauan atau kesiapan
para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan dan
menjalankan jasanya dengan benar, misalnya respon staf yang cepat dan
kreatif terhadap permintaan atau permasalahan yang di hadapi konsumen.
4. Competence (cakap, ahli, trampil), yaitu memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang cukup untuk menjalankan jasa tersebut, misalnya staf
terampil dalam bekerja, menguasai product knowledge.
5. Credibility (dipercaya),yaitu kepercayaan dan kejujuran dari karyawan
perusahaan. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan,
karakteristik pribadi dan interaksi dengan pelanggan.
6. Courtesy (rasa hormat), yaitu kesopanan, menghargai, perhatian tulus,
kesabaran mendengarkan keluhan dan keramahan yang dimiliki karyawannya.
7. Security (keamanan), yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan.
Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan finansial dan
kerahasiaan.
38

8. Access (mudah dicapai, dihubungi), meliputi kemudahan untuk dihubungi dan


ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu
menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah
dihubungi dan lain-lain.
9. Communication (komunikasi), artinya memberikan informasi kepada
pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu
mendengarkan saran dan keluhan pelanggan
10. Understanding the customer (mengerti pelanggan), yaitu usaha untuk
memahami kebutuhan pelanggan, misalnya staf memahami kebutuhan
pelanggan, hal-hal yang berkaitan dengan perhatian pribadi konsumen.

Dalam perkembangan selanjutnya dimensi layanan di atas kemudian diringkas


menjadi lima dimensi servqual. Kelima dimensi tersebut meliputi:
1. Tangibles (hal-hal yang nyata secara fisik), meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2. Reliability (konsistensi, keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan kepada konsumen secara akurat.
3. Responsiveness (daya tanggap, tanggung jawab), yaitu kemampuan para staf
untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan dan sifat yang
dimiliki para staf untuk memberikan jaminan bebas dari keragu-raguan, bebas
dari resiko dan bahaya.
5. Empathy (empati), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para
pelanggan.

Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut di atas harus diramu dengan baik.
Apabila tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara perusahaan
dengan pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan.
Parasuraman et. at. (1990) telah menyusun suatu model konseptual dari kualitas
pelayanan yang menggambarkan kesenjangan yang menjadi penyebab timbulnya
perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan. Menurut Parasuraman et.al.
39

(1990), kesenjangan atau gap dalam suatu pelayanan dapat terjadi pada bagian
konsumen (yaitu antara pelayanan yang diharapkan konsumen dengan pelayanan
yang diterimanya) dan pada bagian penyedia jasa. Gap atau kesenjangan tersebut
terdiri dari lima macam, yaitu :
1) Gap 1 : Kesenjangan antara persepsi dari pihak penyedia jasa dengan
harapan konsumen
Gap ini menunjukkan perbedaan antara penilaian pelayanan menurut
pengguna jasa dengan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna
jasa. Penyebab timbulnya gap ini antara lain karena kurangnya orientasi
penelitian pemasaran pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan
penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan,
komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu
banyaknya tingkatan manajemen.

2) Gap 2 : Kesenjangan antara persepsi dari pihak penyedia jasa dengan


spesifikasi kualitas pelayanan
Gap ini menunjukkan perbedaan antara persepsi manajemen mengenai
harapan pengguna jasa dengan spesifikasi pelayanan. Penyebab timbulnya
gap ini antara lain karena pihak penyedia jasa belum menetapkan standar
kualitas pelayanan yang jelas, standar kualitas pelayanan yang telah
ditetapkan tidak realistis, atau bisa juga meskipun standar sudah ditetapkan
tetapi pihak penyedia jasa tidak memiliki komitmen untuk
mewujudkannya.

3) Gap 3 : Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan proses


pemberian/penyampaian pelayanan
Gap ini menunjukkan perbedaan antara spesifikasi kualitas pelayanan
dengan penyampaian pelayanan yang diberikan oleh karyawan (contact
personnel) faktor-faktor yang dapat menyebabkan gap ini antara lain :
1. Ambiguitas peran, yakni sejauh mana pegawai dapat melakukan
tugas sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan.
2. Konflik peran, yakni sejauh mana pegawai meyakini bahwa
40

mereka tidak memuaskan semua pihak.


3. Kesesuaian pegawai dengan yang harus dikerjakannya.
4. Kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai.
5. Sistem pengendalian dari atasan, yakni tidak memadainya sistem
penilaian dan sistem imbalan.
6. Perceived control, yakni sejauh mana pegawai merasakan
kebebasan fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan.
7. Teamwork, yakni sejauh mana pegawai dan manajemen
merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan secara
bersama-sama danterpadu.

4) Gap 4 : Kesenjangan antara penyampaian pelayanan dengan komunikasi,


eksternal kepada konsumen
Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh
pernyataan - pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi
pemasaran. Gap dapat terjadi karena :
1. Tidak memadainya komunikasi horizontal.
2. Adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan.

5) Gap 5 : Kesenjangan antara persepsi konsumen dengan ekspektasi yang


dimilikinya
Jika persepsi dan ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan
terbukti sama dan bahkan persepsi lebih baik dari ekspetasi, maka
perusahaan akan mendapat citra baik dan dampak positif. Namun bila
yang kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan,
maka kesenjangan ini akan menimbul permasalahan bagi perusahaan.

Sedangkan model konseptual kualitas pelayanan Parasuraman et.al dapat dilihat


pada gambar 2.1. dibawah ini.
41

Komunikasi Dari Mulut Ke Mulut Kebutuhan Pribadi Pengalaman Masa Lalu


(Word of Mouth Comumunication) (Petsonal Needs) (Past Exprerience)

Pelayanan Yang Diharapkan


(Expeted Service)

Gap 5

Pelayanan Yang Diterima


(Perceived Service)
Pelanggan

Gap 1
Penyedia jasa Pemberian Pelayanan Komunikasi Eksternal Ke Pelanggan
Gap 4
(Service Delevery) (Eksternal Comunication Customer)

Gap 3

Spesifikasi Kualitas Pelayanan


(Service Quality Specification)

Gap 2

Presepsi Manajemen Terhadap Harapan Pelanggan


(Management Preception of Customer Expectation)

Gambar 2.1. Model konseptual kualitas pelayanan (Parasuraman et.al, 1990)

Beberapa kelebihan dalam Parasuramans SERVQUAL model dapat di lihat dalam


poin poin berikut ini:
1) Dapat diketahui nilai kualitas pelayanan, setiap variabel, dan setiap
dimensi kualitas pelayanan, sehingga dengan mudah mentelusuri apa yang
sebenarnya mempengaruhi tinggi atau rendahnya pelayanan keseluruhan.
2) Dapat diketahui bagaimana harapan konsumen terhadap pelayanan yang
ditawarkan dan bagaimana penilaiannya tetang pelayanan yang diberikan
perusahaan.
3) Dapat diketahui variabel mana yang harus menjadi fokus untuk perbaikan
selanjutnya dalam rangka peningkatan kualitas jasa pelayanan.
4) Mengetahui gambaran tentang perkembangan harapan dan presepsi
konsumen dari waktu ke waktu.
42

2.24. Metode Lain Untuk Pengukuran Kualitas Pelayanan


Metode lain yang dapat digunakan untuk pengukuran kualitas pelayanan, selain
dengan metode Servqual, antara lain dengan metode Quality Funcion Deployment
(QFD) dari Cohen, metode pengukuran tingkat defisiensi dari Juran dan metode
keistimewaan produk dari Mitra.

Quality Funcion Deployment (Cohen, 1995) adalah sebuah metode untuk


perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang terstruktur yang
memungkinkan sebuah tim pengembang untuk menspesifikasikan secara jelas
keinginan dan kebutuhan pelanggan, dan kemudian mengevaluasi setiap
kemampuan produk atau jasa yang diusulkan secara sistematis dalam kaitan
dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut.

Hal-hal yang dapat diketahui dengan menggunakan metode QFD adalah


perusahaan dapat mengetahui posisi perusahaan yang bersangkutan diantara
perusahaan lain yang menjadi pesaingnya menurut pandangan konsumen dan juga
dapat diketahui harapan dan persepsi konsumen mengenai kualitas produk atau
jasa yang ditawarkan.

Dalam metode QFD dikenal adanya matriks yang disebut House of Quality.
Matriks tersebut memperlihatkan harapan dan keinginan konsumen dan tanggapan
tim teknis dalam usaha untuk mengenal apa yang menjadi harapan dan keinginan
konsumen mereka. Matriks House of Quality pada gambar 2.1 terdiri dari enam
bagian. Bagian pertama (A) berisi daftar yang terstruktur mengenai harapan atau
keinginan konsumen. Biasanya didasarkan pada penelitian pasar secara kualitatif.
Bagian kedua (B) mengandung tiga macam informasi yaitu pertama, data
kualitatif pasar, yang mengidentifikasi kepentingan relatif harapan dan keinginan
konsumen serta tingkat kepuasan konsumen terhadap penawaran jasa dari
perusahaan yang bersangkutan dan pesaingnya. Kedua, penetapan strategi untuk
mencapai tujuan bagi produk atau jasa yang baru. Ketiga, perhitungan ranking
harapan dan keinginan konsumen. Bagian ketiga (C), memuat deskripsi tingkat
tinggi dari produk atau jasa yang akan dikembangkan. Deskripsi tersebut dibuat
43

dalam bahasa teknis dan biasanya dikembangkan dari keinginan dan harapan
konsumen yang terdapat pada bagian A. Bagian keempat (D) berisi kebijakan dari
tim pengembang untuk kekuatan hubungan antara setiap elemen dari bagian C dan
bagian A. Bagian kelima (E) merupakan bagian korelasi teknis yang memuat
interelasi antara setiap deskripsi teknis yang terdapat pada bagian ketiga (C).
Bagian keenam (F) berisi hasil perhitungan dari tanggapan teknis, berdasarkan
ranking dari harapan dan keinginan konsumen pada bagian B dan hubungan pada
bagian D, informasi perbandingan dari persaingan kinerja teknis dan target dari
kinerja teknis.

E
Technical Correlations

C
Technical Respons

A
D B
Costumer needs and
Relationship Planning Matrix
benefits
F
Technical Matrix

Gambar 2.2. The House of Quality

Metode pengukuran kualitas dengan mengukur tingkat defisiensi dikembangkan


oleh Juran (1992). Unit pengukuran defisiensi adalah kualitas sebagai
perbandingan antara frekuensi defiseinsi dengan peluang terjadinya defisiensi.
Frekuensi defisiensi berupa jumlah cacat, jumlah kesalahan pengerjaan, waktu
pengerjaan ulang, biaya untuk kualitas yang buruk dan jumlah kegagalan
pelayanan. Sedangkan peluang terjadinya defisiensi berisi jumlah produksi,
jumlah jam pengerjaan, jumlah penjualan serta banyaknya pelayanan. Unit
pengukuran untuk keistimewaan produk harus disesuaikan dengan keinginan
konsumen, seperti waktu pelayanan, dekor ruangan, kebersihan lingkungan dan
lain-lain.
44

Menurut Mitra (1993), karakteristik-karakteristik yang dapat digunakan dalam


menentukan dan mengukur kualitas jasa suatu perusahaan dapat dibagi menjadi
empat kelompok. Karakteristik-karakteristik tersebut dan pengukuran kualitas jasa
disajikan pada table 2.1. Hasil pengukuran kualitas jasa tersebut selanjutnya
diplotkan pada suatu peta control, sehingga dapat digunakan untuk pengendalian
kualitas.

2.25. Perbaikan Kualitas Pelayanan dengan Diagram Kartesius


Dalam rangka perbaikan terhadap kualitas pelayanan, salah satu cara untuk
menentukan faktor-faktor apa saja yang perlu diprioritaskan untuk dibenahi
adalah dengan menggunakan analisis tingkat kepentingan-
perfomansi/kesenjangan (Kotler, 2002). Pada analisis tingkat kepentingan-
perfomansi/kesenjangan, dilakukan pemetaan menjadi empat kuadran untuk
seluruh variabel yang mempengaruhi kualitas pelayanan. Pemetaan variabel-
variabel pada penelitian ini terbagi kedalam dua macam, yakni untuk gap 5 dan
untuk gap 1.
Pembagian kuadran dalam peta tingkat kepentingan kesenjangan dapat dilihat
pada Gambar 2.3. sebagai berikut :

Sangat Penting
Sangat Tidak Memuaskan

A. Concentrate These B. Keep Up the Good Work


Sangat Memuaskan

C. Low Prriority D. Possible Overkill

Sangat Tidak Penting


Gambar 2.3. Peta Tingkat kepentingan-Performansi (Kotler,2002)
45

Variabel-variabel yang termasuk ke dalam kuadran A mempunyai pengaruh yang


tinggi terhadap kualitas pelayanan, sehingga perlu adanya perbaikan dan
peningkatan kualitas pelayanan untuk setiap variabel dalam kuadran A tersebut.
Hal ini karena variabel tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi,
namun performansinya masih belum memuaskan.

Variabel-variabel dalam kuadran B mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi


dengan perfomansi yang juga memuaskan. Oleh sebab itu, yang perlu dilakukan
oleh pihak penyedia jasa adalah mempertahankan kualitas pelayanan yang
menyangkut variabel-variabel dalam kuadran B tersebut.

Variabel-variabel dalam kuadran C mempunyai tingkat kepentingan yang rendah


dengan performansi yang belum memuaskan. Oleh sebab itu, variabel-variabel di
dalam kuadran ini mempunyai prioritas yang rendah untuk usaha-usaha perbaikan
dan peningkatan kualitas pelayanan.

Variabel-variabel dalam kuadran D mempunyai tingkat kepentingan yang rendah


namun dengan performansi yang memuaskan. Oleh sebab itu, usaha yang dapat
dilakukan oleh pihak penyedia jasa adalah pengurangan penekanan usaha
perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan.

2.26. Metode Penelitian


Penelitian adalah suatu proses, yaitu langkah-langkah yang dilakukan secara
sistematis dan terencana untuk memecahkan masalah atau mencari jawaban
terhadap masalah-masalah tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan harus
seimbang, selain mendukung satu sama lain juga agar penelitian yang dilakukan
berbobot dan cukup memadai serta memberikan kesimpulan yang meyakinkan.

2.27. Jenis Penelitian


Ada beberapa jenis penelitian konsumen jasa, antara lain : penelitian survei,
penelitian eksperimen, penelitian lingkungan, kombinasi pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, serta analisa sekunder (Husein Umar, 2003). Penelitian yang dilakukan
46

dalam tugas akhir ini termasuk dalam penelitian survei. Penelitian survei adalah
penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok. Penelitian survei dapat dilakukan
dengan maksud penjajagan (eksploratif), evaluasi, prediksi, penelitian
operasional, dan pengembangan indikator-indikator sosial. Langkah-langkah yang
bisa ditempuh dalam pelaksanaan survei dalam penelitian adalah :
1. Merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuan survei
2. Menentukan konsep dan hipotesis serta menggali kepustakaan
3. Menentukan sample
4. Pembuatan kuesioner
5. Melakukan pekerjaan lapangan
6. Mengolah data
7. Analisa dan pelaporan

2.28. Konsep Sampling


Pada penelitian dengan metode survei, peneliti tidak harus meneliti semua
individu yang terdapat dalam suatu populasi. Hal ini dikarenakan alasan ketidak
praktisan, yaitu akan memakan waktu yang lama, biaya yang besar, dan
keterbatasan sumber daya. Oleh sebab itu, peneliti dapat hanya meneliti sebagian
dari populasi, yakni berupa sampel yang dapat mewakili dan menggambarkan
sifat populasi yang diinginkan secara keseluruhan. Tindakan ini disebut dengan
sampling. Agar tujuan dan sampling dapat mencapai sasarannya, maka terdapat
beberapa sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam melakukan sampling, yaitu :
1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi
yang diteliti.
2. Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan menentukan
simpangan baku atau standar deviasi dari taksiran yang diperoleh.
3. Mudah dilaksanakan.
4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
47

2.29. Non-Probability Sampling


Pada non-probability sampling, peluang atau probabilitas elemen populasi untuk
dipilih menjadi subjek sampel tidak diketahui. Teknik non probability. sampling
ini meliputi convenience sampling, judgement sampling, quota sampling.
1. Convenience Sampling
Convenience sampling dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari
populasi yang dapat dengan mudah menyediakan informasi tersebut. Yaitu
siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok
sebagai suber data.
2. Judgement Sampling
Judgement sampling dilakukan dengan memilih subjek yang berada paling
tepat untuk memberikan informasi yang diinginkan.
3. Quota Sampling
Quota sampling mirip dengan proportionate stratified sampling. Namun,
dalam teknik ini pengambilan sampel tidak dilakukan dengan random,
melainkan didasarkan atas kemudahan saja. Jumlah sampel ditentukan
dalam batas-batas (kuota) tertentu.

2.30. Penentuan Jumlah Sampel


Pada dasarnya tidak terdapat satu pedoman yang pasti dalam menentukan jumlah
sampel yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Pedoman penentuan jumlah
sampel ini tergantung pada metode analisis yang ingin digunakan oleh peneliti.
Berikut ini beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan
besarnya ukuran sampel (Sekaran, 1992) :
1. Sebagian besar penelitian memerlukan sampel yang berukuran antara 30
sampai dengan 500.
2. Pada saat sampel dibagi ke dalam beberapa subsampel (perempuan/laki-
laki, anakanak/remaja/dewasa, dan lain-lain), diperlukan ukuran sampel minimum
30 untuk masing-masing subsampel.
48

3. Untuk penelitian yang melibatkan analisis multivriat, ukuran sampel


biasanya tidak kurang dari lima kali jumlah variabel penelitian.
4. Untuk penelitian eksperimen sederhana dengan kontrol eksperimen yang
ketat, jumlah sampel sebanyak 10 sampai dengan 20 dapat mencukupi.

Penelitian ini berkaitan dengan estimasi rataan populasi sehingga parameter yang
dianalisis adalah rata-rata populasi. bahwa dalam estimasi rataan populasi,
diketahui bahwa rataan sampel merupakan estimator yang paling baik untuk
mengestimasi rataan populasi dan rataan sampel berdistribusi normal sesuai
dengan Teorema Limit Sentral (Central Limit Theorem).

2.31. Skala Pengukuran


Pengukuran tidaklain adalah penunjukan angka-angka pada suatu variabel.
Prosedur pengukuran dan pemberian angka tersebut diinginkan bersifat isomorfik
terhadap realita, artinnya ada persamaan dengan realita. Tingkat ukuran yang
diberikan kepada konsep yang diamati tergantung pada aturan yang digunakan.
Aturan ini perlu diketahui oleh seorang peneliti agar dapat memberikan nilai yang
sesuai untuk konsep yang diamati. Skala pengukuran yang dikenal dalam dunia
penelitian pertama kali dikembangkan oleh S.S. Stevans pada tahun 1946, yakni
nominal, ordinal, interval, dan rasio.
1. Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala yang paling sederhana. Didalam skala ini,
tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori
dalam skala. Dasar penggolongan hanyalah kategori mutually exclusive
dan mutually exhaustive. Angka-angka yang digunakan dalam suatu
kategori tidak merefleksikan bagaimana kedudukan kategori tersebut
terhadap kategori yang lainnya, tetapi hanya sekedar label. Dengan skala
nominal ini, peneliti dapat mengelompokkan respondennya kedalam dua
kategori atau lebih berdasarkan variabel tertentu.
2. Skala Ordinal
Skala ordinal mengurutkan responden dari tingkatan yang paling rendah
ke tingkatan yang paling tinggi. Menurut suatu atribut tertentu tanpa ada
49

petunjuk yang jelas mengenai berapa jumlah absolut atribut yang dimiliki
oleh masing-masing responden satu dengan yang lainnya. Skala ini
banyak digunakan dalam penelitian sosial terutama untuk mengukur
kepentingan, sikap atau persepsi. Melalui skala ordinal, peneliti dapat
membagi respondennya ke dalam urutan ranking atas dasar sikapnya pada
obyek atau tindakan tertentu.
3. Skala Interval
Skala interval mengurutkan suatu obyek berdasarkan suatu atribut. Selain
itu, skala interval juga memberikan informasi tentang interval antara suatu
obyek dengan obyek lain. Interval atau jarak yang sama pada skala ini
dipandang sebagai mewakili interval atau jarak yang sama pula dengan
obyek yang diukur. Skala dan indeks sikap biasanya menghasilkan ukuran
yang interval. Oleh sebab ukuran ini merupakan salah satu skala yang
paling sering digunakan dalam penelitian sosial.
4. Skala Rasio
Skala rasio diperoleh jika selain informasi tentang urutan dan interval
antara obyek penelitian, juga dapat diketahui jumlah absolut yang dimiliki
oleh salah satu obyek tersebut. Jadi, skala rasio adalah suatu bentuk
interval yang jaraknya tidak dinyatakan dalam perbedaan dengan angka
rata-rata suatu kelompok tetapi dengan titik nol. Karena adanya titik nol,
maka perbandingan rasio dapat dilakukan. Skala rasio juga cukup banyak
digunakan dalam penelitian ekonomi maupun penelitian sosial

2.32. Pengembangangan Skala Pengukuran


Saat ini, skala yang sering digunakan dalam riset bisnis adalah skala rating
(rating scales) dan skala sikap (attitude scales).
1. Skala rating (rating scale)
Skala rating yang sering digunakan adalah graphic rating scale dan
itemized rating scale.
50

Contoh graphic rating scale :

1 5 10
Sangat Buruk Biasa Sangat Baik

Contoh Itemized rating scale :

Sangat Agak Cukup Baik Sangat


Buruk Buruk Baik Baik
Bagaimana kondisi stabilitas 1 2 3 4 5
nasional Indonesia saat ini ?

2. Skala Sikap (Attitudinal Scales)


Skala rating yang sering digunakan adalah skala Likert dan semantic
differential scales.
Contoh skala Likert :

Sangat Agak Agak Sangat


Setuju Setuju Netral Tidak Tidak
Setuju Setuju
Apakah harga mempunyai pengaruh
dalam penentuan kualitas barang ? 1 2 3 4 5

2.33. Pembuatan Kuesioner


Dalam penelitian survei, pemakaian kuesioner merupakan hal pokok untuk
mengumpulkan data. Analisis data kuantitatif didasarkan pada hasil kuesioner
tersebut. Sebuah kuesioner yang baik adalah kuesioner yang mengandung
pertanyaan-pertanyaan yang baik pula. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner
harus jelas dan mudah dimengerti untuk mengurangi kesalahan pengisian
kuesioner oleh responden. Berikut tiga faktor yang harus diperhatikan oleh
51

peneliti dalam menyusun kuesioner agar peneliti yang bersangkutan tidak


mengalami kegagalan (Tjin, 2002):
1. Karakteristik informasi yang ingin diketahui.
2. Metode penyebaran kuesioner.
3. Karakteristik responden yang diharapkan dapat memberikan informasi
yang dimaksud.
Hubungan ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4. berikut ini :

Karakteristik informasi yang


ingin diketahui

Karakteristik responden yang


Metode Penyebaran Kuesioner
diharapkan dapat memberikan informasi

Gambar 2.4. Hubungan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan awal dalam pembuatan kuesioner

2.34. Pengembangan kuesioner


Dalam penyusunan kuesioner, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Isi pertanyaan
Untuk mengevaluasi berbagai alternatif pertanyaan yang akan disusun dalam
kuesioner, seorang peneliti harus memperhatikan hal-hal berikut:
Apakah pertanyaan tersebut perlu untuk ditanyakan ?
Apakah responden bersedia dan dapat memberikan data yang
ditanyakan?
Apakah pertanyaan tersebut cukup jelas dan mencakup aspek yang
ingin diketahui?

2. Tipe pertanyaan
Tjin (2002) menyatakan bahwa ada tiga tipe pertanyaan yang dapat digunakan
dalain membuat kuesioner, yaitu : open-ended, multiple choices, dan dichotomous.
Open-ended
Pada tipe pertanyaan open-ended, tidak terdapat alternatif jawaban. Tipe ini
memberikan keleluasaan kepada responden untuk menjawab dengan
52

kalimatnya sendiri dan menggunakan pendapat dengan cara yang


dipandangnya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan kepadanya. Kelebihan
dan kekurangan kuesioner tipe ini dapat dilihat pada tabel 2.1. sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Kelebihan dan kekurangan kuesioner tipe open-ended

Kelebihan Kuesioner Open-


Kekurangan Kuesioner Open-Ended
Ended
(1) Responden bebas, tidak terikat (1) Pengolahan data sulit.
jawaban.

(2) Jawaban dapat membuka obyek (2) Pengisian kuesioner akan memakan
penelitian seluas-luasnya banyak waktu.
(3) Harapan dikembalikan kecil.

(4) Perbedaan kemampuan responden


dalam menuangkan pikiran secara
tertulis akan mempengaruhi hasil
penelitian.

Multiple choices
Tipe pertanyaan multiple choices menyajikan pertanyaan kepada responden
dan memberikan sekumpulan alternatif yang sifatnya mutually exclusive
(hanya satu alternatif yang dapat dipilih) dan mutually exhaustive (kumpulan
alternatif yang diberikan sudah mencakup semua kemungkinan alternatif
yang ada). Selanjutnya responden memilih satu dari kumpulan alternatif
tersebut yang menurutnya sesuai dengan responnya pada pertanyaan yang
diajukan. Kelebihan dan kekurangan kuesioner ini dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kelebihan dan kekurangan kuesioner tipe multiple choice (tertutup)

Kelebihan Kuesioner Tertutup Kekurangan Kuesiouer Tertutup


(1) Responden tidak perlu menulis. (1) Responden tidak diberi kebebasan
Pengisian tidak perlu memerlukan jawab diluar pilihan jawaban.
banyak waktu
(2) Harapan dikembalikan Iebih bcsar. (2) Pilihan jawaban belum tentu
lengkap.
(3) Pengolahan data lebih mudah. (3) Tidak membuka obyek penelitian
seluas-luasnya.
53

Dichotomous
Tipe pertanyaan dichotomous sama dengan multiple choices, tapi hanya
mempunyai dua altematif yang di antaranya harus dipilih salah satu saja.
Umumnya yang paling banyak digunakan adalah alternatif berupa "ya" atau
"tidak" dan "benar" atau salah".
Selain itu, juga terdapat tipe kuesioner kombinasi antara open-ended dengan
multiple choices. Pada kuesioner kombinasi, untuk setiap pertanyaan selain
disediakan alternatif jawaban, responden juga diberikan kesempatan
menjawab secara bebas.

3. Kalimat pertanyaan
Tjin (2002) menyatakan bahwa dalam memformulasikan pertanyaan dalam
kuesioner, peneliti harus memastikan bahwa kalimat penyusun pertanyaan tersebut
memenuhi kriteria berikut :
Dapat dipahami dengan jelas oleh responden.
Dinyatakan dalam kosakata dan pola pikir yang sama di antara
peneliti dan responden.
Tidak mempengaruhi jawaban yang diberikan oleh responden.

4. Sensitivitas pertanyaan
Beberapa topik penelitian yang berkakitan dengan pendapatan, umur, catatan
kejahatan, kecelakaan dan topik sensitif lainnya cenderung mempunyai bias
respon pada responden yang diteliti. Oleh sebab itu, bentuk dan penyusunan
kalimat pertanyaan harus dirancang dengan benar agar dapat mengungkapkan
jawaban yang sebenarnya.

5. Urutan pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner harus disusun dalam urutan yang logis
dan jelas agar responden dapat dengan mudah mengikuti alur pertanyaan dan
peneliti dapat merekapitulasi hasil dengan cepat.
54

6. Tampilan kuesioner
Untuk kuesioner yang dikirim melalui surat/pos, ataupun kuesioner yang diisi
oleh responden di rumahnya masing-masing, tampilan kuesioner memegang
peranan yang cukup penting. Kuesioner yang kelihatannya panjang dan
mempunyai kalimat yang banyak akan cenderung untuk diabaikan oleh
responden. Oleh sebab itu, bila dimungkinkan, pertanyaan harus disusun
seminimal mungkin dengan kalimat-kalimat yang mudah dan sederhana.

2.35. Uji Coba Kuesioner


Apabila kuesioner telah selesai dibuat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
uji coba terhadap kuesioner tersebut. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah
masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam kuesioner tersebut. Kehadiran
peneliti pada saat responden bertanya tentang isi kuesioner dan mengisinya akan
memberikan masukan yang berharga untuk peneliti. Dengan demikian, peneliti
mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kuesioner agar pada saat
disebarluaskan kuesioner tersebut dapat dipahami dengan baik dan jelas oleh
responden.

2.36. Uji Validitas Kuesioner


Tjin (2002) menyatakan bahwa validitas menentukan sampai seberapa baik suatu
alat ukur yang dikembangkan mampu mengukur suatu konsep tertentu yang akan
diukur. Validitas dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu :
1. Content Validity (Validitas Isi)
Content validity berkaitan dengan pengujian apakah alat ukur terdiri dari
set item yang mencukupi dan representatif untuk mengukur semua aspek
kerangka konsep yang dimaksud dalam teori-teori yang ada. Jenis validitas
ini adalah satu-satunya validitas yang menggunakan pembuktian logika dan
bukan secara statistik. Content validity yang paling dasar adalah face
validity (validitas rupa). Face validity hanya menunjukkan bahwa dari segi
rupa, alat ukur yang digunakan tampaknya mengukur yang ingin diukur.
55

2. Criterion-Related Validity
Criterion-related validity berkaitan dengan hubungan hasil suatu alat ukur
dengan kriteria yang telah ditentukan. Validitas ini terdiri dari dua jenis,
yakni:
Concurrent Validity (Validitas Simultan)
Concurrent validity berkaitan dengan pengujian apakah terdapat
kesesuaian antara hasil alat ukur tentang perilaku objek penelitian
dengan perilakunya yang terjadi dimasa sekarang.
Predictive Validity (Validitas Prediktif)
Validitas prediktif berkaitan dengan pengujian apakah terdapat
kesesuaian antara hasil prediksi tentang perilaku objek penelitian
dengan perilakunya yang nyata terjadi dimasa depan.
Construct Validity (Validitas Konstruk)
Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Validitas konstruk
berkaitan dengan pengujian apakah alat ukur tersebut benar-benar
mengukur objek sesuai dengan kerangka konsep objek yang
bersangkutan. Analisis validitas konstruk kuesioner dilakukan dengan
mengevaluasi korelasi yang terjadi antara jawaban-jawaban tiap aspek
yang menyusun konstruk suatu kuesioner sesuai dengan tujuan
kuesioner. Kemudian nilai korelasi dibandingkan dengan angka kritis
yang terdapat dalam tabel korelasi nilai r. Jika nilai korelasi lebih
besar atau sama dengan nilai r, maka kuesioner yang disusun
memiliki validitas konstruk.
Construct validity terdiri dari dua jenis, yaitu :
o Convergent Validity (Validitas Konvergen)
Validitas ini berkaitan dengan apakah hasil yang diperoleh dari
dua alat ukur yang berbeda yang mengukur konsep yang sama
berkorelasi tinggi. Jika korelasinya tinggi dan signifikan, maka
alat ukur tersebut valid.
56

o Discriminant Validity (Validitas Diskriminan)


Validitas ini berkaitan dengan apakah berdasarkan dengan teori
yang ada, dua variabel yang diprediksikan tidak berkorelasi, dan
hasil yang diperoleh secara empiris membuktikannya.

Peningkatan construct validity dapat dipandang sebagai konsep yang


menyatukan semua bukti adanya validitas untuk semua tipe validitas.
Selanjutnya menambahkan jenis validitas untuk sebuah alat ukur dengan
culture validity (validitas budaya). Alat ukur yang berhasil valid di suatu
tempat belum tentu valid untuk digunakan di tempat lain yang budayanya
berbeda. Oleh sebab itu, dalam penyusunan alat ukur atau kuesioner perlu
dipertimbangkan aspek budaya penduduk setempat yang akan dijadikan
responden.

2.37. Uji Reliabilitas Kuesioner


Uji reliabilitas dilakukan untuk dua tujuan (Sekaran, 1992), yaitu menunjukan
kestabilan dan konsistensi internal pengukuran. Uji reliabilitas untuk menunjukan
kestabilan pengukuran, dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
a. Reliabilitas Test-Retest
Koefisien reliabilitas diperoleh dengan melakukan perulangan terhadap
pengukuran yang sama. Jika kuesioner yang terdiri atas beberapa item pertanyaan
disebarkan terhadap responden yang sama pada saat ini dan kuesioner tersebut
disebarkan lagi beberapa waktu kemudian, maka korelasi antara skor yang
diperoleh pada kedua waktu yang berbeda tersebut disebut sebagai koefisien
reliabilitas test-retest. Semakin besar nilai koefisien reliabilitas test-retest yang
diperoleh, maka pengukuran yang dilakukan semakin reliabel.
b. Reliabilitas Pararel
Reliabilitas pararel diperoleh jika respon dari dua set item yang dibandingkan
dalam mengukur konsep yang sama, memiliki korelasi yang tinggi. Kuesioner
yang diajukan keduanya memiliki item dan format respon yang sama, namun
kata-kata dan urutan kalimat yang digunakan diubah. Uji reliabilitas ini
57

dimaksudkan untuk meminimasi variabilitas kesalahan yang terjadi akibat


penggunaan kata dan kalimat dalam kuesioner.
Sedangkan uji reliabilitas untuk mengukur konsistensi internal dari pengukuran
yang dilakukan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Reliabilitas Konsistensi Inter-Item
Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari respon yang diberikan oleh
responden terhadap keseluruhan item yang diajukan dalam kuesioner. Reliabilitas
Konsistensi Inter-Item yang paing banyak digunakan adalah koefisien Alpha
Cronbach. Alpha Cronbach menggambarkan suatu koefisien korelasi yang
besarnya antara 0 1. Namun suatu nilai negatif dapat terjadi bila reliabilitas
dilanggar. Alpha Cronbach dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

k cov / var
=
1 + ( k - 1 ) cov / var

Dimana: k = jumlah item


cov = kovariansi rata-rata antar item

var = variansi rata-rata dari item tersebut

Apabila setiap item distandarisasi maka akan memiliki variansi yang sama,
sehingga rumus di atas disederhanakan menjadi:
kr
=
1 + ( k -1) r
dengan r menyatakan korelasi rata-rata antar item.
Menurut Sekaran (1992), hasil koefisien reliabilitas dikatakan baik jika nilainya
besar dari 0,8; dapat diterima jika besarnya 0,5 sampai 0,8; dan buruk jika
nilainya kurang dari 0,5.
b. Reliabilitas Split-Half
Uji reliabilitas ini menunjukan korelasi antara sebagian dari instrumen
pengukuran yang digunakan. Estimasi uji reliabilitas ini bervariasi tergantung
pada bagaimana item-item dibagi menjadi dua bagian yang sama besar.
58

2.38. Analisis Item


Analisis item dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari item-item
yang terdapat di dalam kuesioner, yaitu untuk melihat apakah item-item tersebut
telah dapat dimengerti dan ditafsirkan sama oleh responden. Salah satu cara untuk
menganalisis item adalah dengan melihat daya pembeda (Item discriminality),
yaitu konsistensi antara skor item dengan skor keseluruhan yang dapat dilihat dari
besarnya koefisien korelasi antara setiap item dengan skor keseluruhan. Rumus
untuk menghitung besarnya korelasi tersebut adalah dengan menggunakan rumus
korelasi Pearson di bawah ini :
n( xy ) x y
r=
{n x 2
( x)
2
}{n Y 2
(Y )
2
}
Dengan :
r = Korelasi
X = Skor setiap item
Y = Skor total dikurangi skor setiap item tersebut
n = Ukuran sample

Jika koefisien korelasi telah dihitung, perlu ditentukan angka terkecil yang dapat
dianggap cukup tinggi sebagai indikator adanya konsistensi skor item dengan skor
keseluruhan. Dalam hal ini tidak ada batasan yang tegas, prinsip pemilihan item
dengan melihat koefisien korelasi adalah mencari harga koefisien yang setinggi
mungkin dan menghilangkan setiap item yang mempunyai korelasi negatif atau
yang mendekati nol. Menurut Kaplan & Saccuzzo (1993), salah satu kriteria, item
yang baik adalah item yang mempunyai nilai koefisien korelasi antara 0,3 - 0,7.
Hal ini berarti semua item yang mempunyai korelasi kurang dari 0,3 dapat
dihilangkan, dan item-item yang akan dimasukkan ke dalam alat ukur adalah item-
item yang mempunyai korelasi > 0,3 dengan ini bahwa semakin mendekati 1.00
maka semakin baik konsistensinya. Selain itu, Guilford (1956) menyatakan bahwa
besarnya tingkat korelasi dapat ditentukan berdasarkan kriteria berikut:
59

Tabel 2.3. Kriteria Guilford Untuk Tingkat Korelasi

Besarnya Koefisien Tingkat


<0,20
Korelasi Tidak realibel
Korelasi
0,20 < 0,40 Reabilitas rendah
0,40 < 0,70 Reabilitas sedang
0,70 < 0,90 Reabilitas tinggi
0,90 < 1,00 Reabilitas tinggi
1,00 sekali
Sangat realibel

Berdasarkan kriteria Guilford tersebut di atas, terlihat bahwa item yang cukup
baik adalah item yang mempunyai koefisien korelasi > 0,20.

Anda mungkin juga menyukai