Anda di halaman 1dari 16

JURNAL ARTEKS VOL. I, No.

1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

WUJUD AKULTURASI ARSITEKTUR PADA ASPEK FUNGSI,


BENTUK, DAN MAKNA BANGUNAN GEREJA KRISTEN PNIEL
BLIMBINGSARI DI BALI

Stephanie Arvina Yusuf


Magister Arsitektur, Program Pascasarjana, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia
Email: steviarvina@gmail.com

Abstrak
Saat ajaran Kristen Protestan masuk ke Desa Blimbingsari, Bali merupakan awal proses percampuran
antara budaya lokal dan pendatang. Percampuran antara budaya lokal dengan pendatang ini
membentuk akulturasi dalam wujud arsitektur. Hal ini terwujud pada arsitektur komplek Gereja
Kristen Pniel Blimbingsari, Bali. Bentuk bangunan Gereja bukan lagi seperti gambaran pada umumnya
dan memiliki bentuk yang unik dibandingkan bangunan Gereja lain di Pulau Bali. Hasil studi
menunjukkan bahwasannya Gereja Kristen Pniel Blimbingsari mengalami proses akulturasi pada
arsitektur bangunan dan lingkungan tapaknya. Studi ini bertujuan untuk mengungkap wujud akulturasi
yang terjadi dilihat dari aspek fungsi, bentuk dan makna bangunannya. Metoda yang digunakan dalam
penelitian ini yakni bersifat deskriptif, analitis, dan intepretatif berdasarkan studi di lapangan dan bukti
empiris. Pendekatan yang dilakukan berlandas pada teori Konsep Asta Kosala Kosali Bali, Arsitektur
Gereja Kristen, dan archetypes dalam arsitektur yang dikolaborasikan dengan aspek fungsi, bentuk,
dan makna arsitektur. Hasil studi menyimpulkan bahwasannya terjadi relasi antara fungsi, bentuk dan
makna yang menyiratkan dominasi pada wujud arsitektur yang terakulturasi. Aspek dominan dalam
arsitektur pada penelitian ini merupakan hasil dari intepretasi percampuran dua aspek/konsep yang
berbeda dalam satu wujud arsitektur. Konsep aristektur tradisonal Bali (Asta Kosala Kosali) memiliki
peran yang dominan dalam membentuk Gereja Kristen Pniel Blimbingsari tanpa mengubah pakem
liturgi dan kebutuhan pada fungsi suatu komplek Gereja Kristen Protestan. Studi ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai rujukan kasus serupa yakni akulturasi dan dapat menyumbangkan
pengetahuan dalam ranah arsitektur.

Kata kunci: Akulturasi, arsitektur, gereja, fungsi, bentuk, makna.

Abstract

Title: Aspects of Architecture Infrastructures Acculturation Function, Form and the Meaning of
the Christian Church Building Pniel Blimbingsari in Bali

When culture and Christianity entered Blimbingsari Village, Bali was the beginning of combination
between local and migrant culture. Combination of both cultures became an acculturation in
architectural form. It is materialized in architecture of Gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali.
Church building form was no longer as an idea generally with the characteristics soaring roof, Gothic
architecture style, and so on. Preliminary studies indicate that Gereja Kristen Pniel Blimbingsari
through the acculturation process that affect in architectural form and religious rituals. This study
aims to reveal a form of acculturation occurs seen from the aspect of function, form and meaning of
the building. The method in this research that is descriptive, analytical, and interpretative based on
field studies and empirical evidence. This approach taken grounded in cultural theory and archetypes
in architecture which collaborated with the aspect of function, form, and meaning of architecture. The
study concluded that occur relations between function, form and meaning that implies domination in

15
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

the form of architecture acculturated. The study concludes that there was a relation between function,
form and meaning which implies the dominance in the form of architecture that acculturated.
Dominance in this study is as a result of interpretation From the analysis conducted. The concept of
Asta Kosala Kosali have a dominant role in shaping the architectural form of acculturation Gereja
Kristen Pniel Blimbingsari. The study is expected to benefit as a reference to a similar case that
acculturation and can contribute knowledge in the realm of architecture.

Keywords: Acculturation, architecture, church, function, form, meaning.

Pendahuluan wujud arsitektur memiliki ciri karakter


tersendiri di tiap-tiap daerahnya.
Gereja Kristen Pniel Blimbingsari Aspek fungsi, bentuk, dan makna tentu
merupakan salah satu bangunan yang tidak terlepas dari suatu gubahan
telah dipengaruhi oleh budaya setempat arsitektur. Maka ketiga aspek ini
yakni Bali melalui proses akulturasi. menjadi acuan dalam mengupas
Konsep lokal yakni Asta Kosala Kosali fenomena yang ada. Bangunan ditelaah
menjadi pakem yang terus dipertahankan secara aspek fisik (bentuk) dan non-fisik
masyarakat Bali dalam mendirikan (fungsi) yang terkait dengan makna
sebuah bangunan peribadatan, sebagai hasil interpretasi pengamat.
sedangkan bangunan Gereja juga Hasil interpretasi ini menyiratkan
memiliki pakem tersendiri dalam dominasi yang terjadi pada wujud
memenuhi kebutuhan fungsi arsitektur Gereja Kristen Pniel
bangunannya. Hal ini terjadi pada Blimbingsari sebagai hasil akulturasi.
Komplek Gereja Kristen Pniel Dalam hal ini, dominasi merujuk pada
Blimbingsari yang memiliki wujud konsep yang memiliki pengaruh kuat
arsitektur yang unik dan menarik dalam wujud arsitektur Gerejanya.
dibandingkan komplek Gereja lainnya di Objek yang diteliti secara spesifik adalah
pulau Bali. wujud arsitektur Gereja Kristen Pniel
Hasil studi mengenai wujud arsitektur Blimbingsari yang berada di Desa
dan aspek budaya terhadap kondisi Blimbingsari, Bali. Aspek budaya lokal
faktual menunjukkan bahwasannya dan pendatang yakni budaya dan agama
Gereja Kristen Pniel Blimbingsari dalam konsep Kristen juga menjadi salah
mengalami proses akulturasi pada satu hal yang diamati mengingat
arsitektur bangunannya secara terjadinya akulturasi pada objek teliti.
keseluruhan. Hal ini mendorong untuk Bangunan dikupas secara lebih detail
merunut ke belakang kepada perpaduan berdasarkan elemen-elemen
dan penyesuaian diri yang terjadi antara pelingkupnya, menguraikan elemen
budaya lokal dan budaya asing. Kajian bangunan berdasarkan konsep dasarnya
tentang akulturasi budaya dan arsitektur agar mendapatkan esensi dasar dari
yang mempengaruhi bentukan fisik dan karakter bangunan tersebut untuk
non-fisik ini akan menarik untuk mengungkap akulturasi yang terjadi pada
diangkat dan ditelaah. Adanya arsitekturnya. Penempatan tiap ornamen
keterkaitan konteks budaya dan menjadi saling melengkapi dan memiliki
lingkungan setempat menjadikan suatu makna yang tidak bertentangan.

16
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu Blimbingsari tersebut mendapat


mengungkap salah satu fenomena sentuhan dari Konsep Asta Kosala
akulturasi budaya dan arsitektur yang Kosali Bali. Keunikan yang terdapat
terjadi pada bangunan suci keagamaan. pada Gereja Pniel ini menarik perhatian
untuk meneliti mengenai bagaimana tata
ruang, aturan Gereja. Seperti
Metode Penelitian penyusunan bangunan gereja
Blimbingsari tersebut sebagian besar
Kasus Studi diadaptasi dari tata cara mendirikan
Objek penelitian secara spesifik ialah Pura. Sentuhan ornamen dan ukiran-
komplek Gereja Kristen Pniel ukiran yang terdapat pada bangunan
Blimbingsari yang terdapat di Desa Gereja tersebut, serta tata letak ruang
Blimbingsari, Kecamatan Jembrana, pada interior gereja tersebut
Bali. Gereja ini merupakan gereja tertua mencerminkan terjadinya akulturasi
yang berada di Desa Blimbingsari dengan budaya lokal (Bali) yakni
sebagai desa yang mayoritas Konsep Asta Kosala Kosali.
penduduknya beragama Kristen
Protestan. Gereja Kristen Pniel

Gambar 1. Gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali


Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016

Langkah Anlisa 1. Analisa awal yakni Gereja Kristen


Langkah analisa dalam penelitian ini Pniel Blimbingsari ditelaah melalui
dibagi menjadi tiga yakni : aspek fisiknya. Aspek fisik terkait
dengan aspek bentuk arsitekturnya

17
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

yang melingkupi orientasi, tata terintegrasi untuk memahami aspek


massa, bentukan arsitektur (fasad), makna sebagai bagian dari diagram
elemen arsitektur, pola tata ruang aspek fungsi, bentuk, dan makna
dalam bangunan, dan ragam hias. dalam arsitektur. Dengan demikian
2. Tahap kedua yakni Gereja Kristen maka dapat dengan mudah
Pniel Blimbingsari ditelaah melalui memahami aspek yang dominan
aspek non-fisiknya. Aspek non-fisik pada wujud arsitektur Gereja
terkait dengan aspek fungsi di Kristen Pniel Blimbingsari sebagai
dalamnya. Fungsi secara umum nterpretasi dari aspek makna yang
yakni ritual keagamaan Gereja. terkandung.
3. Tahap ketiga yakni aspek fisik dan Berikut pokok-pokok analisis yang
non-fisik Gereja Kristen Pniel dipetakan dalam skema di bawah ini:
Blimbingsari disejajarkan dan saling

Gambar 2. Skema pokok analisis akulturasi arsitektur gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali
Sumber: Hasil Analisis, 2016

18
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Hasil Penelitian
1. Analisis Aspek Fisik pada Arsitektur Gereja Kristen Pniel Blimbingsari,
Bali

a. Orientasi bangunan
Tabel 1. Analisis kompleks gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali

Arsitektur Gereja Kristen


Konsep Asta Kosala Kosali Arsitektur Gereja
Pniel Blimbingsari, Bali
Orientasi kosmologi terbagi Penerapan konsep Sumbu Pada arsitektur Gereja tidak
menjadi tiga yakni, Sumbu Tri Ritual dan Sumbu Natural ditekankan arah hadap atau
Loka, Sumbu Ritual, dan Sumbu dilakukan komplek Gereja orientasi dari bangunan gereja
Natural. Sumbu Ritual yaitu Kristen Pniel Blimbingsari, itu sendiri. Pada pertimbangan
kangin (terbit matahari) dan kauh Bali. awal, gereja lebih menekankan
(terbenam matahari). Tapak pada fungsi untuk melakukan
komplek bangunan peribadatan peribadatan.
baiknya memanjang utara selatan
atau dipahami dalam sumbu
natural (gunung dan laut).

Kesimpulan : Arsitektur komplek Gereja Kristen Pniel Blimbingsari menerapkan konsep orientasi
yang bertolak dari konsep Asta Kosala Kosali. Penerapan konsep ini tidak melanggar pakem Gereja.
Penekanan orientasi terhadap sumbu tertentu tidak ditekankan dalam konsep arsitektur Gereja.
Sumber: Hasil Analisis, 2016

19
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

b. Tata massa
Tabel 2. Analisis tata massa komplek gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali

Arsitektur Gereja Kristen Pniel


Konsep Asta Kosala Kosali Arsitektur Gereja
Blimbingsari, Bali
Pembangian zoning Penerapan konsep Tri Angga sebagai Pada arsitektur Gereja tetap
berdasarkan dengan prinsip pembagi zoning. Dinding panyeker diberlakukan penggunaan
Tri Angga. Tri Angga Kori Agung sebagai pembatas antar dinding pembatas antara
memperlihatkan tiga zoning diterapkan pada komplek komplek gereja dengan
tingkatan yakni Utama Gereja Kristen Pniel Blimbingsari, lingkungan luar. Hal ini
Mandala, Madya Mandala, Bali. dilakukan untuk membatasi
dan Nista Mandala atau yang lingkup komplek gereja.
dikenal dengan Jaba, Jaba Pembagian zoning dilakukan
Jero, Dan Jero. Konsep untuk tingkat kesakralan
hirarkial tersebut berpengaruh gereja, akan tetapi tidak ada
pada tata massa dinding sebagai pembatas
bangunannya. antar zona.

Kesimpulan : Arsitektur GKPB menerapkan prinsip zoning Tri Angga yang selaras dengan konsep
orientasnya. Penggunaan dinding pembatas dilakukan guna mempertegas keberadaan komplek gereja
terhadap lingkungannya. Penggunaan dinding pembatas panyeker dan Kori Agung di sesuaikan dengan
konsep arsitektur tradisional Bali menggunakan ragam hias ukiran khas Bali. (Tidak mengubah esensi/
maknanya)
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Berikut gambaran pembagian zona pada Komplek Gereja Kristen Pniel Blimbingsari
Bali beserta tatanan massanya :
utam
a
Ruang Konsistori
GSG

Garasi dan servis Gereja Kristen


Pniel Blimbingsari
Lahan Parkir
Bale Kul-kul
Bale Bengong
Rumah Pendeta

nista Pos Jaga madya


Gambar 3. Pembagian zoning dan tata massa komplek gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali
Sumber: Hasil Analisis, 2016

20
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Tabel 3. Analisis tata massa pada zona utama komplek gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali

Penerapan Konsep
No Tapak Bangunan
Asta Kosala Kosali Arsitektur Gereja

Konsep pembagian Ruang dalam


zona utama, madya bangunan gereja
Zona utama dan nista Kristen pada
menentukan tata umumnya dilengkapi
letak bangunan dengan ketiga hal
berdasarkan yakni ruang ibadah
tingkat dan ruang kesenian.
kesakralannya.
Ketiga ruang dengan
Ketiga bangunan fungsi utama ini
1. Ruang konsistori dengan fungsi tidak terpisah dalam
utama ditempakan masing-masing
pada posisi tertinggi massa bangunan.
di zona utama
sesuai dengan
konsep Tri Angga.
2.

Bangunan GKPB

3.

Bale goong

Kesimpulan : Tata massa bangunan pada Zona Utama menerapkan konsep arsitektur tradisional Bali
dengan membagi bangunan menjadi masing-masing fungsinya. Massa bangunan yang diletakkan pada
Zona Utama hanya bagi fungsi bangunan yang bersifat sakral dan pusat ibadah saja. Hal ini sesuai
dengan konsep penataan massa pura di Bali.

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Bangunan gereja terdapat pada posisi ketiganya memiliki peran penting dalam
tertinggi dalam tapak komplek GKPB. keberlangsungan ibadah atau ketika
Hal ini dikarenakan fungsi bangunan perjamuan maupun kebaktian gereja.
gereja sebagai pusat tempat ibadah dan Bale Goong berfungsi sebagai ruang
memiliki nilai paling sakral. Bangunan kesenian Gereja.
gereja, Bale Goong, dan ruang konsistori

21
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Tabel 4. Analisis tata massa pada zona madya komplek gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali

Penerapan Konsep
No Tapak Bangunan
Asta Kosala Kosali Arsitektur Gereja
Zona Madya sebagai Adanya aplikasi
Zona Madya zona massa bangunan lonceng untuk
penunjang kegiatan penunjang kegiatan
ibadah. Zona Madya peribadatan gereja.
sebagai manifestasi Lonceng biasanya
alam manusia dan diletakkan pada
1. kehidupannya. menara lonceng
Pada zona ini dekat atap gereja.
dipenuhi oleh tatanan Fungsi lonceng
Bale Bengong lansekap dan hanya hampir sama
dua massa bangunan dengan kul-kul
saja yakni Bale Kul- yang ada di Pura
Kul Dan Bale Bali.
2. Bengong sesuai
konsep Bali.

Bale Kul-kul

Kesimpulan : Zona Madya komplek GKPB menerapkan konsep Asta Kosala Kosali dan
dilengkapi dengan bangunan penunjang (Bale Kul-Kul dan Bale Bengong) yang fungsinya di sesuai
dengan kebutuhan gereja juga tidak terlepas dari konsep bangunan tradisional itu sendiri.
Sumber: Hasil Analisis, 2016
penangkal energi negatif yang akan
masuk ke komplek Gereja Kristen Pniel
Zona Madya memiliki fungsi penunjang Blimbingsari.
kegiatan peribadatan dalam konsep
arsitektur tradisional Bali. Bangunan
yang berada pada Zona Madya yakni
Bale Bengong dan Bale Kul-kul juga
Kori Agung sebagai pintu masuk menuju
Zona Utama. Pada Zona Madya ini
dibatasi oleh dinding panyeker juga
dilengkapi Candi Bentar sebagai pintu
masuk menuju Zona Madya yang
berbatasan langsung dengan jalan.
Gambar 4. Lansekap zona madya komplek
Dinding aling-aling dilengkapi dengan gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali
ukiran khas Bali dan hal ini memiliki Sumber: Hasil Analisis, 2016
fungsinya sesuai filosofi sebagai

22
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Tabel 5. Analisis tata massa pada zona nista komplek gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali

Penerapan Konsep
No Bangunan
Tapak
Asta Kosala Kosali Arsitektur Gereja
Zona nista memiliki Kebutuhan bangunan
Zona Nista fungsi sebagai penunjang lain dalam
kegiatan penunjang. komplek gereja ialah
Pada pura Bali, berupa bangunan
zona nista hanya rumah pendeta, balai
berupa hamparan pertemuan, kantor
tanah yang lapang gereja, pos jaga dan
dan luas juga servis.
1. dilengkapi Bangunan penunjang
bangunan semi ini dibuat dengan
terbuka untuk massa yang terpisah
Rumah pendeta berkumpul bersama dengan masing-masing
diluar kegiatan fungsinya.
2. ibadah. Massa penunjang
Pada konsep Asta dalam lingkup
Kosala Kosali, komplek Gereja
Kantor gereja/ Tata tidak menempatkan umumnya tetap ada.
Usaha rumah pendand Akan tetapi biasanya
dalam lingkup ditambah massa
3. komplek Pura Bali. penunjang lain berupa
bangunan sekolah
minggu dan kantin.
Tata letak rumah
Bale Serbaguna pendeta tidak selalu
4. berada dalam lingkup
tapak gereja mengingat
lahan tapak komplek
gereja.

Dapur+toilet (lt. dasar)


5.

Pos jaga
Kesimpulan : Zona Nista komplek GKPB menerapkan konsep Asta Kosala Kosali dan dilengkapi
dengan bangunan penunjang lainnya dengan fungsi seperti pada arsitektur Gereja. Zona Nista pada
komplek GKPB ini tetap memiliki makna yang serupa dengan Zona Nista pada konsep Pura Bali.

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Letak Zona Nista pada komplek Gereja komplek GKPB sedikit berbeda dengan
Kristen Pniel Blimbingsari ini massa bangunan yang berada pada Zona
berbatasan langsung dengan kedua Zona Nista komplek Pura Bali. Hal ini
Utama dan Madya pada sisi kiri. Massa mengingat kebutuhan akan penunjang
bangunan yang ada pada Zona Nista massa gereja dan fungsinya. Perbedaan

23
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

fungsi dan jumlah massa bangunan pada kantor gereja dan bangunan servis
Zona Nista tidak serta merta ditempatkan pada Zona Nista.
menghilangkan esensi dari zona ini.
Massa bangunan dibagi berdasarkan c. Bentuk arsitektur (fasad)
tingkat kesakralannya juga sifatnya Bentuk massa bangunan atau sosok
sebagai utama atau penunjang. bangunan Gereja Kristen Pniel
Bangunan dengan fungsi utama untuk Blimbingsari dipengaruhi oleh arsitektur
tempat ibadah yakni gereja juga ruang tradisional Bali, dalam hal ini bangunan
konsistori dan kesenian/ Bale goong Wantilan. Wantilan merupakan salah
ditempatkan pada Zona Utama. Zona satu bangunan tradisional Bali. Secara
Madya pada Komplek Gereja Kristen keseluruhan, bangunan Gereja Kristen
Pniel Blimbingsari merupakan zona Pniel Blimbingsari memiliki bentuk
perantara yang dipenuhi oleh tatanan yang mirip dengan Wantilan. Dalam
lansekap dan dilengkapi dengan Bale bahasa Bali kuno Wantilan berarti balai
Kul-Kul juga Bale Bengong. Fungsi lain terbuka. Wantilan dapat diartikan
berupa balai pertemuan, rumah pendeta, bangunan terbuka ke segala arah yang
memiliki atap bertumpang.

Gambar 5. Gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali


Sumber: Hasil Analisis, 2016

dan religius pada keseluruhan arsitektur


gereja. Gereja di awal kemunculannya,
tidak memiliki pakem tertentu mengenai
bentuk bangunannya.
Massa bangunan utama lainnya memiliki
aplikasi ornamen tradisional Bali pada
atap dan kolomnya. Fasad bangunan
GKPB secara umum mengadopsi wujud
arsitektur wantilan Bali tanpa mengubah
makna yang terkandung di dalamnya.
Gambar 6. Contoh wantilan Hal ini terlihat dari penggunaan atap
Sumber: Hasil Analisis, 2016 tinggi dan bertumpang, bersifat semi
terbuka dengan kolom-kolom
Bentuk arsitektur gereja tidak terlepas
sekelilingnya, dan sebagai fasilitas
dari perlambangan agama Kristen dan
publik. Konsep sebagai ruang ibadah
hal lain yang mengedepankan skala
bersama masih terasa dan menyatu
Tuhan yang agung, sakral, suci, magis,
dengan lingkungan sekitar.

24
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

d. Elemen arsitektur

Atap bangunan bertumpuk tiga


melambangkan konsep
kepala TriTunggal. Bahan atap
menggunakan genteng tanah liat.

Bangunan bersifat semi terbuka


dengan kolom berjumlah 18 buah
tanpa ukiran khas Bali.
badan

kaki Denah lantai berbentuk segi


delapan dengan penggunaan tiga
anak tangga untuk mempertegas
altar.

Gambar 7. Isometri terutai bangunan gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali


Sumber: Hasil Analisis, 2016

Tabel 6. Analisis elemen arsitektur komplek gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali

Arsitektur
Arsitektur GKPB,
elemen tradisional Bali Arsitektur Gereja
Bali
(Wantilan)
Wantilan memiliki Bangunan GKPB Tipikal bangunan
bentuk atap yang memiliki atap Gereja Kristen Lama
bertumpuk, bangunan bertumpuk 3 yang memiliki bentang
suci Meru pada pura melambangkan Bapa, yang cukup lebar dan
Bali memiliki atap Putra, dan Roh Kudus. lebih banyak
bertumpuk (ganjil) Bentuk atap mengaplikasikan atap
untuk melambangkan mengerucut ke atas, pelana di Indonesia.
tingkat kesakralan. dibuat menjulang
Kepala tinggi dengan skylight
pada puncak atap.
Atap berkonstruksi
kayu.

25
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Bentuk Wantilan Bangunan GKPB Dinding Gereja pada


adalah bujur sangkar tidak memiliki umumnya memakai
dengan struktur dinding, melainkan metode konstruksi
rangka beratap yang hanya jajaran kolom dinding yaitu
terbuka ke segala arah yang mengelilingi beton/batu yang
tanpa adanya bidang- denah ruang dalam diplester dan diberi
bidang pemisah yang sebagai pemisah ruang hiasan ornamen
Badan tegas antara ruang luar luar dan dalam. tertentu. Jelas ada
dengan ruang dalam. Jumlah kolom 18 pemisah antara ruang
buah. luar dan dalam
(penggunaan dinding).

Wantilan seperti pada Bangunan GKPB Lantai Gereja pada


bangunan di komplek hanya menaikkan 10 umumnya memiliki
pura lainnya memiliki cm dari permukaan elevasi yang lebih
elevasi yang berbeda tanah asal di zona tinggi dari permukaan
Kaki (lebih tinggi) dari utama. Melakukan tanah asal. Akses
permukaan tanah. finishing dengan batu masuk gereja biasanya
sikat pada teras gereja diaplikasikan dengan
dan keramik pada beberapa anak tangga.
lantai ruang ibadah.
Kesimpulan :
Ketiga elemen yang dikupas pada bangunan GKPB, maka bangunan GKPB melakukan proses
adopsi dan adaptasi pada arsitektur tradisional setempat yakni Bali. Adapun dikenal dalam agama
Kristen yakni proses enkulturasi yakni perpaduan budaya tanpa menghilangkan pakem tertentu,
juga indegenesasi membaur dengan unsur setempat (Bali), dan kontekstualisasi terhadap
keseluruhan elemen bangunan GKPB terhadap budaya dan lingkungan setempat.
Sumber: Hasil Analisis, 2016

memusat. Kolom disusun berjajar


e. Elemen arsitektur mengelilingi denah ruang dalam tempat
Secara keseluruhan bangunan Gereja ibadah. Tipologi bangunan Wantilan
Kristen Pniel Blimbingsari mengadopsi menerapkan konsep pemisahan ruang
bentuk arsitektur Wantilan dengan luar dan ruang dalam tanpa penggunaan
penggunaan atap bertumpuk, jajaran dinding pembatas.
kolom tanpa dinding dan berorientasi

teras
teras

teras

teras

Pintu masuk
utama
Gambar 8. Denah gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali
Sumber: Hasil Analisis, 2016

26
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Ruang dalam bangunan GKPB secara f. Ragam hias (ornamen)


umum mengadopsi wujud arsitektur 1) Dinding panyeker dan Dinding
Wantilan Bali tanpa mengubah Aling-Aling (zona Madya)
makna/pakem tertentu gereja yang masih Sekeliling Dinding Panyeker atau
dipertahankan, yakni zona altar dan umat dinding pembatas komplek Gereja
yang jelas juga penataan kursi jemaat Kristen Pniel Blimbingsari terdapat
yang mengikuti denah GKPB. Konsep ornamen ukiran khas Bali berupa flora
sebagai ruang ibadah bersama masih atau disebut juga ornamen pepatraan
terasa dan menyatu dengan lingkungan Bali. Hal ini juga terjadi pada Dinding
sekitar. Aling-Aling, dinding dipenuhi oleh
ukiran khas Bali berupa pepatraan Bali
dilengkapi dengan batu ukiran perjanjian
pada sisi depannya.

Gambar 9. Dinding panyeker (kanan) dan aling-aling (kiri) gereja Kristen Pniel Blimbingsari,
Bali
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016

2) Candi Bentar (Zona Madya) 3) Kori Agung (zona Utama)


Candi Bentar dalam konsep Bali Kori Agung ini berfungsi sebagai pintu
merupakan simbol mulut yang tenganga. masuk utama bangunan gereja.
Simbol mulut yang tenganga ini Bangunan Kori Agung memiliki dua
menjadikan Candi Bentar sebagai pintu celah untuk akses masuk. Kedua celah
masuk pada komplek Gereja Kristen ini dihiasi oleh pintu beserta ukirannya
Pniel Blimbingsari, Bali. Candi Bentar yang memiliki makna tersendiri. Pada
pada Gereja ini memiliki ornament salib puncak Kori Agung juga terdapat ukiran
sebagai simbol Agama Kristen. salib yang menegaskan fungsi bangunan
di dalamnya. Pada Kori Agung ini
terdapat ukiran salib yang patah
melambangkan posisi ketika Yesus di
salib.

Gambar 10. Candi bentar gereja Kristen Pniel


Blimbingsari, Bali
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016

27
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Gambar 11. Detail ornamen kori agung gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016

Sosok massa Gereja Kristen Pniel perjamuan yang dilakukan Gereja


Blimbingsari sendiri tidak memiliki Kristen Pniel Blimbingsari, Bali.
ornamen pepatraan pada interiornya. Perbedaan ini hanya berupa implikasi
Ornamen banyak diterapkan pada dari budaya yang kental di pulau Bali
eksterior bangunan yakni pada Dinding tanpa mengubah makna yang terkandung
Panyeker, Aling-Aling, dan bangunan dalam ritual keagamaan Gereja. Hal ini
khas tradisional Bali lainnya. diaplikasikan oleh Gereja Kristen Pniel
Penggunaan material yang sama seperti Blimbingsari dalam penggunaan pakaian
bangunan tradisional Bali pada untuk Jemaat, bahasa pengantar (bahasa
umumnya (batu paras dan bata merah). Bali) dalam perjamuan dan kebaktian di
ruang luar bangunan GKPB secara hari tertentu, dan alunan musik khas
umum mengadopsi detail ornamen khas Bali.
Bali dengan menghilangkan Unsur Kala
dan hanya menerapkan pepatraan flora
Bali saja dilengkapi dengan ukiran salib Kesimpulan
pada bagian tertentu.
Dilihat dari hasil Analisa aspek fisik dan
2. Analisis Aspek Non-Fisik pada no-fisik Gereja Kristen Pniel
Arsitektur Gereja Kristen Pniel Blimbingsari, Bali yang telah dilakukan,
Blimbingsari, Bali maka menghasilkan beberapa temuan,
yaitu :
Gereja Kristen Pniel Blimbingsari tidak 1. Konsep Asta Kosala Kosali dan
mengalami perubahan dari fungsi liturgi Arsitektur Gereja secara signifikan
keagamaannya. Sakramen, tata cara mempengaruhi wujud arsitektur
berdoa, baptis, hingga kelender liturgis Gereja Kristen Pniel Blimbingsari,
merupakan rangkaian ritual keagamaan Bali. Kedua konsep ini saling
yang dilakukan Gereja Kristen Protestan berakulturasi membentuk suatu
lain pada umumnya. Tidak ada identitas baru bagi bangunan Gereja
perbedaan dalam rangkaian ritual Kristen Pniel Blimbingsari, Bali.
keagamaan secara umum. 2. Bangunan Gereja Kristen Pniel
Perbedaan terjadi pada beberapa hal Blimbingsari mengadaptasi konsep
dalam upacara kebaktian maupun Asta Kosala Kosali dimulai dari :

28
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

orientasi tapak dan bangunan, tata melainkan memiliki makna mendalam


massa bangunan berdasarkan zoning dari sisi budaya arsitektur setempat.
Tri Angga, fasad bangunan Gereja
menyerupai Wantilan, elemen
arsitektur secara keseluruhan Daftar Pustaka
mengadopsi konsep Wantilan, juga
beberapa ragam hias pepatraan khas Adimihardja, Kusnaka & Purnama
Bali terdapat di lansekap Gereja Salura. 2004. Arsitektur Dalam
Kristen Pniel Blimbingsari, Bali. Bingkai Kebudayaan, CV
Melalui telaah kasus studi, maka dapat Architecture and Communication,
disimpulkan bahwa konsep aristektur Bandung.
tradisonal Bali (Asta Kosala Kosali) Ayub, I Ketut Suyaga. 2014.
memiliki peran yang dominan dalam Blimbingsari : The Promise Land.
membentuk Gereja Kristen Pniel Andi. Yogyakarta.
Blimbingsari tanpa mengubah pakem Dwijendra. Ngakan Ketut Acwin, 2008,
liturgi dan kebutuhan pada fungsi suatu Arsitektur Rumah Tradisional Bali
komplek Gereja Kristen Protestan. Berdasarkan Asta Kosala-Kosali,
Aspek fungsi (kebutuhan ruang) sebagai Denpasar: Udayana University
bangunan ibadah umat Kristen tidak Press.
dapat diubah (bersifat bertahan) Fauzy, Bachtiar. 2011. Memahami
sedangkan aspek bentuk arsitektur Relasi Konsep Fungsi, Bentuk,
bersifat adaptasi pada budaya lokal Makna Arsitektur Rumah Tinggal
(bersifat berubah). Masyarakat Kota Pesisir Utara di
Kawasan Jawa Timur. Jurnal
Arsitektur vol 38.
Saran GKPB Jemaat. 2010. Galang Ning
Hyang Abianbase. Sejarah Gereja
Idealnya sebagai seorang arsitek adalah Bali GKPB. Badung Bali.
perancang gubahan masa yang Indrianto, Enrike Puspita. 2013.
mengamalkan budaya setempat menjadi Akulturasi Pada Gereja Kristen
bagian dari dirinya, baik itu budaya asli Pniel Blimbingsari, Bali. Jurnal
daerahnya maupun budaya hasil Intra vol 1 no 1. Program Studi
akulturasi. Banyaknya budaya-budaya Desain Interior Universitas Kristen
dari luar yang masuk ke dalam budaya Petra.
arsitektur tradisional seharusnya menjadi K.W., Sukayasa. 2007. Gaya Eklektik
tambahan ilmu budaya dalam kekayaan pada Arsitektur Gereja Kristen
arsitektur tradisional Indonesia. Protestan Blimbingsari di Bali.
Arsitek sebagai tangan yang membentuk Jurusan Seni Murni, fakultas Seni
wajah, bentuk sebuah masa bangunan Rupa dan Desain, Universitas
hingga wajah suatu wilayah seharusnya Kristen Maranatha. Bandung.
memiliki pemahaman yang mendalam Suastika, Made. 2002. Wantilan Kuno di
mengenai karakter budaya setempat atau Sukowati Gianyar Bali (Penekanan
dimana bangunan yang dirancang akan pada Aplikasi Gegulak dan
didirikan, sehingga karya yang Maknanya), Tesis Arsitektur,
dihasilkan bukan hanya patung semata UNDIP Semarang.

29
JURNAL ARTEKS VOL. I, No. 1 DESEMBER 2016/ISSN 2541-0598

Thiss, Evensen Thomas. 1987.


Arhetypes in Architecture.
Norwegian University Press. Oslo.
Wahyu, Sukayasa Komang. 2010. Gaya
Eklektik pada Arsitektur Gereja. PT.
Grasindo. Bandung.

30

Anda mungkin juga menyukai