ANALISIS MASALAH
1. Terjadi kecelakaan minibus sekitar 100 meter dari RSUP (40km dari Palembang). Bagian
depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar
keluar melalui kaca depan. Korban, laki-laki 30 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh
dadanya sesak, nyeri di dada kanan, nyeri perut, dan nyeri paha kiri. dr. Thamrin yang
mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa peralatan
tatalaksana trauma seadanya.
a. Apa saja kemungkinan trauma yang dialami sopir tersebut?
Luka lecet pada kepala trauma ringan pada kepala
Fraktur iga
Trauma pada thoraks costae fraktur kebocoran udara paru udara masuk ke
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve) tekanan intrepleural tinggi
paru-paru kanan kolaps sesak usaha bernafas mengembangkan paru lebih besar
menekan costae yang fraktur nyeri saat bernafas
Memar pada dada kanan kontusio paru
Nyeri paha kiri fraktur femur tertutup
Mekanisme kecelakaan pada kasus:
Akibat dari kecepatan mobil minibus yang tinggi saat kecelakaan memberikan gaya
yang besar pula pada supir saat dia terlempar keluar dari mobil menimbulkan cedera
yang cukup berat ketika membentur pohon beringin. Pada suatu tabrakan frontal dengan
penderita tanpa sabuk pengaman, penderita akan mengalami beberapa fase sebagai berikut:
- Fase 1
Bagian bawah penderita tergeser kedepan, biasanya lutut akan menghantam dash board
dengan keras yang menimbulkan bekas benturan pada dashboard tersebut.
Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
Patah tulang paha karena menahan beban berlebihan
Dislokasi sendi panggul karena terdorong kedepan sehingga lepas dari mangkuknya.
Dislokasi lutut atau bahkan patah tulang lutut karena benturan yang keras pada dash
board.
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
- Fase 2
Bagian atas penderita turut tergeser kedepan sehingga dada dan atau perut akan
menghantam setir. Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
Cedera abdomen sampai terjadinya perdarahan dalam karena terjadinya
perlukaan/ruptur pada organ seperti hati, limpa, lambung dan usus.
Cedera dada seperti patah tulang rusuk dan tulang dada.
Selain itu ancaman terhadap organ dalam rongga dada seperti paru-paru, jantung, dan
aorta.
- Fase 3
Tubuh penderita akan naik, lalu kepala membentur kaca mobil bagian depan atau bagian
samping. Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
Cedera kepala (berat, sedang, ringan)
Patah tulang leher (fraktur servikal)
- Fase 4
Setelah muka membentur kaca, penderita kembali terpental ketempat duduk. Perlu
mendapat perhatian khusus apabila kursi mobil tidak tersedia head rest karena kepala
akan melenting dibagian atas sandaran kursi. Kondisi akan semakin parah apabila
penderita terpental keluar dari kendaraan. Kemungkinan cedera yang akan terjadi :
Patah tulang belakang (cervical-coxigis) karena proses duduk yang begitu cepat
sehingga menimbulkan beban berlebih pada tulang belakang.
Patah tulang leher karena tidak ada head rest.
Multiple trauma apabila penderita terpental keluar dari kendaraan.
b. Apa saja peralatan yang diperlukan untuk tatalaksana awal trauma pada kasus?
- Stetoskop - Laryngoskop
- Spuit - Hard neck collar
- Perban elastik - Bidai
- Kapas steril - Long spine board
- Larutan antispetik
- Ambu bag
- ETT, NGT
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
E. Exposure
Buka pakaian penderita tetapi cegah hipotermi
3. Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Thamrin langsung membawa sang sopir ke
UGD.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Terdapat luka lecet di dahi dan pelipis kanan diameter 2-4 cm
Yang lain dalam batas normal
Thorax:
Inspeksi:
o Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi napas 40x/menit.
o Tampak memar di sekitar dada kanan bawah ke samping
o Trakea bergeser ke kiri, vena jugularis distensi
Auskultasi:
o Bunyi napas kana melemah, bising npas kiri terdengar jelas
o Bunyi jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
Palpasi
o Nyeri tekan pada dada kanan sampai ke samping (lokasi memar)
o Krepitasi pada kosta IX, X, XI kanan depan
Perkusi:
o Kanan hipersonor, kiri sonor
Abdomen
Inspeksi:
o Dinding perut datar
Auskultasi
o Bising usus: melemah
Perkusi
o Nyeri ketok (+)
Palpasi
o Nyeri tekan (+)
o Defanse muscular (+)
Ekstremitas: Paha kiri
Inspeksi
o Tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kiri
Palpasi
o Nyeri tekan, krepitasi (tidak boleh diperiksa)
ROM
o Pasif: limitasi gerakan
o Aktif: limitasi gerakan
Setelah penanganan awal di UGD RSUD, pasien dipersiapkan untuk dirujuk ke RSMH.
a. Apa penanganan seadanya yang mungkin dilakukan?
Prinsip tatalaksana kasus ini sesuai dengan inisial assessment pra-Rumah Sakit
1) Nilai keadaan umum pasien (pasien sadar, tapi bingung, nyeri dada, sesak nafas,
tanda jejas dan fraktur di beberapa bagian tubuh).
2) Primary Survey : (ABCDE)
- Airway
Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi (pasien dapat bicara, mengeluh daerah
sakit), gerakan udara pada hidung, mulut, dada. Bersihkan jalan nafas jika ada
darah. Pada kasus ini, tidak ada gangguan airway
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
- Breathing
Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi perubahan pola
pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan look, listen, feel (diketahui
tanda-tanda pneumothoraks) dekompresi segera dan penanganan awal dengan
insersi jarum yang berukuran besar (needle thoraco syntesis) pada ICS 2 di linea
mid clavicula. Pada kasus ini, adanya tanda pneumothorax sehingga perlu
dilakukan needle compression di ICS 2 linea midclavicula.
- Circulation
Nilai TD, nadi, warna kulit, dan sumber perdarahan. Bersihkan dan tutup luka
dengan perban
- Disability
Nilai GCS: 13 cedera otak sedang.
- Exposure
Berdasarkan pengamatan klinis diduga:
- Fraktur femur: Pasang bidai, apabila tidak ada bebat anggota gerak yang sakit
ke anggota gerak yang sehat
- Fraktur costa: diberi analgesik dosis rendah IV agar tidak nyeri sehingga
mempermudah pernafasan
3) Nilai sementara, pindahkan ke tandu dengan metode Log Roll bawa ke UGD
RSUD (100 meter) dengan tandu.
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat
mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna
dan disertai timbulnya penyakit paru paru. Yang paling sering mengalami
trauma adalah iga begian tengah (iga ke 4 sampai ke 9).
Flail Chest : terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga
multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim
paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).
Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari
dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan
menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama
disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan
trauma jaringan parunya.
Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat)
dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak
secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang
abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi.
Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel,
akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan
analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest.
- Perkusi
Kanan hiper sonor, kiri sonor normalnya pada saat perkusi sonor.
Mekanismenya: truma dada kanan rongga pleura paru kanan berhubungan
dengan udara luar karena tekanan di pleura > rendah tekanan atmosfer
udara dari atmosfer masuk memenuhi rongga pleura Tension pneumothoraks
saat auskultasi, bgn stetoskop mendengar banyak udara di pleura cavity selain
mendengar bunyi udara dari dlm parenkim paru itu sendiri hipersonor
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
- Auskultasi
Bunyi nafas kanan melemah, Bising nafas kiri terdengar jelas Pertukaran gas
di paru kanan lebih sedikit dari paru kiri, peningkatan dead space di paru
kanan/presentasi parenkim paru yg ateletaksis besar.
Bunyi jantung jelas dan cepat tidak ada tamponade jantung, kelainan-kelainan
jantung yang berpartisipasi dalam menimbulkan keadaan hipoksemia (Shock
Kardiogenic, Kontusio jantung).
Sepsis
Kegagalan organ tunggal atau multipel (penurunan keadaan susunan saraf
pusat, jantung, pernapasan, hepar, ginjal, atau sistem koagulasi)
Nekrosis jaringan yang luas
- Persiapkan tenaga yang terlatih agar proses transport berjalan dengan aman
Protokal rujukan:
- Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan memberikan
informasi ke RS rujukan tentang :
Identitas penderita ;nama, umur, kelamin,dll
Hasil anamnesa penderita dan termasuk data pra RS
Penemuan awal pemeriksaan dengan respon terapi
- Informasi untuk petugas pendamping
Pengelolaan jalan nafas
Cairan yang telah/akan diberikan
Prosedur khusus yang mungkin diperlukan
GCS, resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam
perjalanan.
- Dokumentasi. Harus disertakan dengan penderita :
Permasalahan penderita
Terapi yang telah diberikan
Keadaan penderita saat akan dirujuk
Sebaiknya dengan fax agar data lebih cepat sampai
- Sebelum rujukan
Sebelum dirujuk stabilkan dulu penderita, yaitu :
o Airway: pasang OPA bila perlu intubasi
o Breathing: tentukan laju pernafasan, oxygen bila perlu ventilasi mekanik
o Circulation: kontrol pendarahan
Pasang infus bila perlu 2 jalur, tentukan jenis cairan
Perbaiki kehilangan darah, bila perlu teruskan selama transportasi
Pemasangan kateter urin
Monitor kecepatan dan irama jantung
Berikan diuretik bila diperlukan
Bila curiga ada cedera cervikal dan tulang belakang
Luka: - hentikan pendarahan dengan balutan
- profilaksis tetanus
- antibiotik bila perlu
o Fraktur : pasang bidai atau traksi
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
4. Aspek Klinis
a. Diagnosis kerja
Tension pneumothorax
b. Pemeriksaan penunjang
Tension pneumothorax
- Foto thoraks PA
Pleural line (+)
Hiperlucen (jantung dan mediastinum terdorong ke arah paru sehat)
Diafragma terdorong ke bawah
- Analisa gas darah
- Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan)
- Pemeriksaan endoskopi (torakotomi)
Fraktur femur sinistra tertutup
- Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang diperlukan
minimal 2 proyeksi yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Untuk fraktur baru
indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya
perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).
- Scan tulang, tomogram, CT-Scan/MRI untuk memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
- Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel), peningkatan leukosit sebagai respon stres normal setelah trauma
- Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
c. Komplikasi
Tension pneumothorax
- Kegagalan pernafasan
- Pneumomediastinum
- Emfisema subkutis
- Fibrosis atau parut dari membran pleura
- Syok
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
Sindrom kompartemen
Terjadi pada saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan akibat Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan atau fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips/balutan yang
menjerat.
Kerusakan arteri
Injuri saraf
Infeksi
- Komplikasi lambat
Delayed union :Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan
biasanya lebih dari 4 bulan
Non-union: Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Mal-union: Penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas).
Kecacatan
Nekrosis avaskuler tulang
Kekakuan sendi lutut
Gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan
d. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
e. SKDI
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan
atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
LEARNING ISSUE
1. Trauma Kepala
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan
apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau nondepressed. Fraktur
tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan
setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum,
depressed fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi
elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara
laserasi scalp dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan
operasi perbaikan segera. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura
ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera
berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali
pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear
mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan
20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak
mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan, tidak peduli
bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.
Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk
cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma
subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak
difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan
sensorium atau bahkan koma dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas
pada tahun-tahun terakhir ini.
Lesi Fokal
Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial
antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporalparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan
biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena
pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya
sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma
epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera.
Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya
biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum
operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9%
pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.
Hematoma Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena
bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan
dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada
atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta
biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural.
Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang
sangat segera dan pengelolaan medis agresif.
Kontusi dan hematoma intraserebral.
Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu
berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus
frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan
batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak
jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara
lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari. Hematoma
intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak.
Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak
tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi
perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya
(countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung
pada lokasi dan luas perdarahan.
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
2. Trauma Thorax
Trauma thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul. Pada trauma tajam, terdapat
luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin lebih mencapai jaringan otot ataupun lebih
dalam lagi hingga melukai pleura parietalis atau perikardium parietalis. Dapat juga
menembus lebih dalam lagi, sehingga merusak jaringan paru, menembus dinding jantung
atau pembuluh darah besar di mediastinum.
Trauma tumpul toraks, bila kekuatan trauma tajam lainnya, karena faktor kerusakan
jaringan yang lebih besar akibat rotasi berkecepatan tinggi tidak cukup besar, hanya akan
menimbulkan desakan terhadap kerangka dada, yang karena kelenturannya akan
mengambil bentuk semula bila desakan hilang. Trauma tumpul demikian, secara tampak
dari luar mungkin tidak memberi gambaran kelainan fisik, namun mampu menimbulkan
kontusi terhadap otot kerangka dada, yang dapat menyebabkan perdarahan in situ dan
pembentukan hematoma inter atau intra otot, yang kadang kala cukup luas, sehingga
berakibat nyeri pada respirasi dan pasien tampak seperti mengalami dispnea.
Trauma tumpul dengan kekuatan cukup besar, mampu menimbulkan patah tulang iga,
mungkin hanya satu iga, dapat pula beberapa iga sekaligus, dapat hanya satu lokasi fraktur
pada setiap iga, dapat pula terjadi patahan multiple, mungkin hanya melibatkan iga sisi
unilateral, mungkin pula berakibat bilateral.
Trauma tumpul jarang menimbulkan kerusakan jaringan jantung, kecuali bila terjadi
trauma dengan kekuatan cukup besar dari arah depan, misalnya : akibat dorongan kemudi
atau setir mobil yang mendesak dada akibat penghentian mendadak mobil berkecepatan
sangat tinggi yang menabrak kendaraan atau bangunan didepannya. Desakan setir mobil
tersebut mampu menimbulkan tamponade jantung, akibat perdarahan rongga pericardium
ataupun hematoma dinding jantung yang akan meredam gerakan sistolik dan diastolik.
Meskipun secara morfologis hanya di dapat fraktur sederhana dan tertutup dari iga dalam
kedudukan baik, namun mampu menimbulkan hematotoraks atau pneumotoraks, bahkan
tidak tertutup kemungkinan terjadi Tension Pneumotorax, karena terjadi keadaan
dimana alveoli terbuka, pleura viseralis dengan luka yang berfungsi Pentil dan luka
pleura parietalis yang menutup akibat desakan udara yang makin meningkat di rongga
pleura. Tension pneumotoraks selanjutnya akan mendesak paru unilateral, sehingga terjadi
penurunan ventilasi antara 15 20 %. Bila desakan berlanjut, terjadi penggeseran
mediastinum kearah kontralateral dan selanjutnya bahkan akan mendesak paru
kontralateral yang berakibat sangat menurunnya kapasitas ventilasi.
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pnemotoraks dan
tamponade jantung maka pada awalnya sering membingungkan, namun perkusi yang
hipersonor dan hilangnya suara napas pada hemotoraks yang terkena pada tension
pnemotorks akan dapat membedahkanya.
Tension pnemotoraks membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan dengan cepat
berupa insersi jarum yang berukuran besar pada selah iga du garis midclavicula pada
hemotoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah tension pnemoumotoraks menjadi
pnemotoraks sederhana (catatan : kemungkinan terjadi pnemotoraks yang bertambah
akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Tindakan definitive selalu
dibutuhkan dengan pemasanan selang dada (chest tube) pada sela iga 5 (setinggi puing
susu di anterior) di garis anterior digaris midaxilaris.
Pneumothorax terbuka
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumotoraks terbuka.
Tekanan di dalam rogga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika
defek pada dinding dada lebih besar dari 2/3 diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau kecil dibandingkan
dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia.
Flail Chest
Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multiple pada dua
atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adaya segmen flail chest
(segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Bila
terjadi kerusakan parenkim paru dibawa kerusakan dinding dada maka akan
menyebabakan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelaian flail chest yaitu cedera
pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidakstabilan
dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dinding dada pada inspirasi ekspirasi,
defek ini sendiri saja menyebabkan hipoksia. Yang terutama disebabkan nyeri yang
menyebabkan gerakan dinding dada menjadi tertahan dan cedera jaringan parunya.
Hemothorax massif
Hemotoraks merupakan adanya penumpukan cairan di rongga toraks. Pada pengertian
masif ini terdapatnya pengumpulan darah lebih dari 1500 cc. Penyebab terbanyak adalah
luka yang menembus dinding dada, akan tetapi pada trauma tumpul juga dapat terjadi.
Azora Khairani Kartika 04011281419082 Skenario A Blok 28 2017
Tamponade Jantung
Cairan dalam perikardium yang berisi darah dapat terjadi bila terjadi cedera pada jantung,
pembuluh darah besar, atau pembuluh perikardium. Apapun mekanisme yang
mendasarinya, bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga perikardium dengan jumlah
berapapun maka akan terjadi mekanisme tamponade. Tamponade jantung dapat
disebabkan oleh luka tembus maupun cedera tumpul.
Trauma toraks penting lainnya harus dideteksi selama secondary survey walaupun cedera
tersebut tidak segera mengancam nyawa tetapi cedera tersebut potensial untuk memburuk.
a) Emfisema Subkutis
Emfisema subkutis dapat disebabkan oleh cedera airway, parenkim paru, atau yang
jarang yaitu cedera ledakan. Walaupun tidak memerlukan terapi, penyebab timbulnya
kelainan ini harus dicari. Jika penderita menggunakan ventilasi dengan tekanan positif
pemasangan selang dada harus dipertimbangkan untuk dipasang pada sisi yang
terdapat emfisema subkutis sebagai antisipasi terhadap berkembannya tension
pneumotoraks.
b) Crushing injury to the chest (traumatic asphiyxia)
Tergencetnya toraks akan menimbulakan kompresi yang tiba-tiba dan sementara
terhadap vena cava superior dan menimbulkan letora serta petechiae yang meliputi
badan bagian atas, wajah dan lengan. Dapat terjadi edema yang berat, bahkan edema
otak. Yang harus diterapi adalah cedera penyerta.
DAFTAR PUSTAKA
Bresler, Michael Jay dan George L. Sternbach. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta :
EGC
Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: EGC.
Punarbawa, I wayan Ade dan Putu Pramana Suarjaya. 2014. Identifikasi Awal dan Bantuan
Hidup Dasar pada Pneumotoraks. Bagian/SMF Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK Udayana: Denpasar.
Purwadianto, Agus dan Budi Sampurna. 2010. Kedaruratan Medik. Jakarta Barat : Binarupa
Aksar
Student Course Manual Advanced Trauma Life Support. 2016. American College of
Surgeons Committee on Trauma.