IKTERUS NEONATORUM
Disusun Oleh :
Pembimbing
dr. Henry Aziz, Sp.A
Laporan Kasus
Topik
IKTERUS NEONATORUM
Oleh
Muhammad Aufar Isytahar, S.Ked. 04054821820138
Pembimbing
dr. Henry Aziz, Sp.A
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Univesitas Sriwijaya / RSUD H. M. Rabain Muara Enim periode 16
Juli-3 Agustus 2018.
Pembimbing
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus dengan topik “Ikterus Neonatorum” sebagai salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Henry Aziz, Sp.A selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
laporan kasus ini.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
a. Nama : An. YA
b. Umur/ Tanggal Lahir : 9 hari / 9 Juli 2018
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Berat badan : 3,2 Kg
e. Tinggi badan : 49 cm
f. Agama : Islam
g. Bangsa : Indonesia
h. Suku Bangsa : Sumatera
i. MRS : 18 Juli 2018
j. RM : 23.94.56
I. ANAMNESIS
Tanggal : 18 Juli 2018, pukul 10.00 WIB
Diberikan Oleh : Ibu kandung
Riwayat ibu demam (-), mual muntah (-), sakit kuning selama kehamilan
(-), Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya (-), riwayat ketuban kental
(-), ketuban hijau (-), ketuban bau (-).
± 7 hari SMRS, OS tampak kuning, saat ini OS konsumsi ASI, tangisan kuat
(+), gerakan aktif (+).
5
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan penyakit yang sama sebelumnya disangkal.
B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), pupil
bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)
6
Mulut : kelainan kongenital (-), mukosa bibir pucat (-),
cheilitis (-), stomatitis (-)
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Gigi : karies (-), gusi berdarah (-)
Lidah : coated tongue (-), atropi papil (-), hiperemis (-)
Faring/Tonsil : dinding faring hiperemis (-), T1-T1
Telinga : dismorfik (-), cairan (-)
Leher : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis terlihat
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal, reguler, murmur (-)
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, dismorfik (-), massa (-)
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, deformitas (-), edema (-), sianosis (-), CRT <3 detik.
Kulit
Kuning
7
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bilirubin meter: 13,8 mg/dl
V. DIAGNOSIS KERJA
Ikterus neonatorum fisiologis
VI. PENATALAKSANAAN
Fototerapi
VII.PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : bonam
c. Quo ad sanationam : bonam
8
FOLLOW UP
Keadaan Umum :
Keadaan umum : baik
Sens: compos mentis
N: 150x/m T: 36,80 C RR= 46x/m
Keadaan Spesifik:
Kepala: mata cekung (-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (+/+), napas cuping
hidung (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
9
Tanggal – CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA
Jam TATALAKSANA
Keadaan Umum :
Keadaan umum : baik
Sens: compos mentis
N: 148 x/m T: 37,00 C RR= 44 x/m
Keadaan Spesifik:
Kepala: mata cekung (-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (+/+) berkurang, napas
cuping hidung (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Katabolisme Heme
Dalam keadaan fisiologis, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari,
8
eritrosit mengalami lisis 1-2×10 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat
badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per
hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa.
Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel
retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan
gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu
tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-
3+
reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe
yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon
jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan
direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai
metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen
berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan
petunjuk reaksi degradasi ini.
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan
biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah
biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah
ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan
biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut
dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam
membran, bersaing dengan vitamin E.
11
Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin.
Perhari bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari
pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan
hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang
sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan
diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg
bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini
hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi kejaringan.
Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem
transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi
penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati
bilirubin berikutnya.
Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk
larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut
melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh
enzym bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform
enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma.
Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat
sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi
bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.
Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung
dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam
keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada
dalam bentuk terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa
oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida
direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak
berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal
12
dan dibawa ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna
kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi
oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.
Ikterus Neonatorum
1. Definisi
13
hipotiroidisme atau obstruksi usus. Ikterus yang disertai dengan stenosis pilorus
mungkin karena kehabisan kalori, defisiensi UDP-glukoronil transferasi hati, atau
kenaikkan sirkulasi bilirubin enterohepatik akibat ileus.
Pada bayi prematur kenaikkan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit
lebih lambat daripada kenaikkan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka
waktunya lebih lama, yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi,
puncaknya dicapai antara hari ke-4 dan ke-7; gambarannya bergantung pada waktu
yang diperlukan bayi preterm untuk mencapai mekanisme matur dalam
metabolisme dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak
dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke-
10.
a. Etiologi
b. Faktor Risiko
Faktor Maternal
14
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
- ASI
Faktor Perinatal
Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetic
- Polisitemia
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia
3. Diagnosis
Diagnosis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan atau preterm dapat
ditegakkan hanya dengan mengesampingkan sebab-sebab ikterus yang diketahui
berdasarkan riwayat dan tanda-tanda klinis serta laboratorium. Pada umumnya,
penelitian untuk menemukan penyebab ikterus dibuat jika:
(2). Bilirubin serum naik dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dL / 24 jam
15
(3). Bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dL pada bayi cukup bulan (terutama bila
tidak ada faktor risiko) atau 10-14 mg/dL /24 jam pada bayi preterm
(5). Bilirubin yang bereaksi direk lebih besar dari 1 mg/dL pada setiap saat.
4. Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia
Fototerapi
16
reversible dan di ekskresi kedalam empedu tanpa perlu konjugasi. Fototerapi juga
mengubah bilirubin alamiah, melalui suatu rekasi yang irreversible, pada isomer
lumirubin struktural, yang di ekskresi oleh ginjal pada keadaan tak terkonjugasi.
Bayi normal yang mendapat foto terapi selama 1-3 hari mempunyai kadar
puncak bilirubin serum sekitar setengah dari bayi yang tidak diobati. Bayi premetur
yang tanpa hemolisis berarti biasanya bilirubin serumnya turun 1-3 mg/dL sesudah
12-24 jam menjalani fototrapi konvensional dan kadar puncak yang dicapai dapat
diturunkan 3-6 mg/dL. Pengaruh terapeutik bergantung pada energi cahaya yang
dipancarkan pada kisaran panjang gelombang yang efektif,jarak anatara cahaya dan
bayi dan jumlah kulit yang terpajan seperti juga kecepatan hemolisis dan
metabolisme in vivo serta ekskresi bilirubin. Tidak diketahui apakah fototerapi
mencegah kernikterus atau meringankan batuk-batuk jejas otak akibat toksisitas
biliru-bin. Unit fototerapi yang tersedia di pasaran sangat bervariasi dalam curah
spektrum dan intensitas radiasi yang dipancarkan; sehingga dosisnya hanya dapat
diukur secara tepat pada permukaan kulit. Kulit berwarna gelap (hitam) tidak
mengurangi kemanjuran fototerapi.
Transfusi Tukar
17
mentoleransi kadar bilirubin sekitar lebih tinggi dari 25 mg/dL tanpa tampak
sakit,sedangkan bayi prematur yang sakit dapat mengalami ikterus pada keadaan
kadar bilirubin yang sangat rendah. Kadar yang mendekati perkiraan kritis pada
setiap bayi dapat merupakan indikasi untuk transfusi tukar semasa usia 1 atau 2 hari
ketika kenaikkan yang lebih lanjut diantisipasi,tetapi bukan pada hari ke-4 pada
bayi cukup bulan atau pada hari ke-7. Pada Bayi prematur,ketika penurunan yang
terjadi segera bisa diantisipasi saat mekanisme konjugasi hati menjadi lebih efektif.
Fenobarbital
5. Komplikasi
18
Gambaran Klinis
Gambaran klinis utama pada ikterus neonatorum adalah berupa warna
kuning pada kulit, mukosa dan sklera, dan organ lain. Warna kuning akan dimulai
dari kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar
bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta
telapak tangan. Biasanya warna kuning dapat dilihat pada pemeriksaan fisik pada
sebagian besar bayi. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah
dengan menekan jari pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah
cahaya/sinar matahari. Warna kuning ini lebih sulit dilihat pada bayi dengan warna
kulit yang lebih gelap.
Kekuningan pada bayi dapat dibagi berdasarkan penilaian kramer. Adapun
penilaian ikterus berdasarkan kramer adalah sebagai berikut :
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan Kadar
Ikterus Bilirubin
I Kepala dan Leher 5 mg/dL
II Sampai badan Atas (diatas 9 mg/dL
umbilikus)
III Di bawah umbilikus dan 11,4 mg/dL
diatas lutut
IV Sampai pada lengan dan 12,4 mg/dL
tungkai bawah lutut
V Sampai telapak tangan dan 16 mg/dL
kaki
19
Rasio bilirubin total / albumin sebagai penunjang untuk memutuskan transfusi tukar
Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah berdasarkan berat
badan
20
BAB IV
ANALISIS KASUS
Anak YA, perempuan, 9 hari datang ke IGD RSMH dengan keluhan badan
menguning sejak berumur 2 hari. Anak didiagnosis Ikterus Neonatorum Fisiologis.
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anak YA dengan keluhan badan menguning sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit. Menurut waktu terjadinya berarti kuning terjadi secara akut sehingga
dapat dipikirkan kemungkinan penyebab terjadinya kuning adalah secara fisiologis.
Berdasarkan frekuensi bayi mendapatkan ASI sebanyak 7-9 x/hari. Sedangkan
untuk keluhan lain tidak ditemukan pada pasien. Setelah pemeriksaan fisik
didapatkan hasil pemeriksaan sklera ikterik +/+, ekstremitas kuning (+) dan
penilaian kramer derajat ikterus V. Lalu dilakukan pemeriksaan penunjang
didapatkan hasil bilirubin meter 13,8 gr/dl. Dari hasil pemeriksaan tersebut
menunjang diagnosis Ikterus Neonatorum Fisiologis.
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan Kadar
Ikterus Bilirubin
I Kepala dan Leher 5 mg/dL
II Sampai badan Atas (diatas 9 mg/dL
umbilikus)
III Di bawah umbilikus dan 11,4 mg/dL
diatas lutut
IV Sampai pada lengan dan 12,4 mg/dL
tungkai bawah lutut
V Sampai telapak tangan dan 16 mg/dL
kaki
21
Tujuan dari diberikannya fototerapi adalah mengubah bilirubin yang tadinya
fat soluble menjadi water soluble agar dapat terbuang melalui feses dan urin.
Prognosa pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap terapi
yang diberikan. Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat ini
tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ
vital pasien masih berfungsi dengan baik. Untuk quo ad sanactionam bonam.
Pasien ini diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena
tidak ada keluhan dan berkurangnya kuning pada pasien.
22
DAFTAR PUSTAKA
www.docstoc.com/docs/80489494/neonatus-oke . Accessed at :
http://library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-helvi2.pdf. Accessed at :
5. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak. 16th ed. Jakarta :
EGC; 2006.
Available at :
usupress.usu.ac.id/.../Ragam%20Pediatrik%20Praktis_Final_BAB%20
23