Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

IKTERUS NEONATORUM

Disusun Oleh :

Muhammad Aufar Isytahar, S.Ked. 04054821820138

Pembimbing
dr. Henry Aziz, Sp.A

Peserta Laporan Kasus

Adhitya Pratama, S.Ked Ira Yunita, S.Ked Siti Thania L ,S.Ked


Azora Khairani K S.Ked Ita Rahmatika, S.Ked Leonardus Yogie, S.Ked
Qonita Farah F, S,Ked

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H.M. RABAIN MUARA ENIM
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Topik
IKTERUS NEONATORUM

Oleh
Muhammad Aufar Isytahar, S.Ked. 04054821820138

Pembimbing
dr. Henry Aziz, Sp.A

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Univesitas Sriwijaya / RSUD H. M. Rabain Muara Enim periode 16
Juli-3 Agustus 2018.

Muara Enim, Juli 2018

Pembimbing

dr. Henry Aziz, Sp.A


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus dengan topik “Ikterus Neonatorum” sebagai salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Henry Aziz, Sp.A selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan


kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga presentasi kasus ini dapat memberi
manfaat bagi yang membacanya.

Muara Enim, Juli 2018

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditem-kan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang
kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebab-kan oleh keadaan ini.
Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin
yang berwarna kuning pada sklera dan kulit.
Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta,
dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati,
yang memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang
waktu tersebut, hati bekerja keras untuk menge-luarkan bilirubin dari darah.
Walaupun demikian, jumlah bilirubin yang tersisa masih menumpuk di dalam
tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang
berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera,dan jaringan-jaringan tubuh
lainnya.
Pada setiap bayi yang mengalami ikterus harus dibedakan apakah ikterus
yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologik atau non fisiologik. Selain itu,
perlu dimonitor apakah keadaan tersebut mempunyai kecenderungan untuk
berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat yang memerlukan penanganan
optimal.
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati
bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan
komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas
yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada
tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI
a. Nama : An. YA
b. Umur/ Tanggal Lahir : 9 hari / 9 Juli 2018
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Berat badan : 3,2 Kg
e. Tinggi badan : 49 cm
f. Agama : Islam
g. Bangsa : Indonesia
h. Suku Bangsa : Sumatera
i. MRS : 18 Juli 2018
j. RM : 23.94.56

I. ANAMNESIS
Tanggal : 18 Juli 2018, pukul 10.00 WIB
Diberikan Oleh : Ibu kandung

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama : Kuning
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Bayi perempuan, lahir di VK IRD, ditolong dokter, lahir spontan dari Ibu
G1P0A0 hamil aterm, lahir langsung menangis, BBL : 3000gr, APGAR
score : 9/10.

Riwayat ibu demam (-), mual muntah (-), sakit kuning selama kehamilan
(-), Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya (-), riwayat ketuban kental
(-), ketuban hijau (-), ketuban bau (-).

± 7 hari SMRS, OS tampak kuning, saat ini OS konsumsi ASI, tangisan kuat
(+), gerakan aktif (+).

5
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan penyakit yang sama sebelumnya disangkal.

2. Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat dengan keluhan penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada

3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Penolong : Dokter
Tanggal : 9 Juli 2018
Berat badan lahir : 3000 g
Panjang badan : 47 cm
Lingkar kepala : Tidak tahu
Keadaan saat lahir : Langsung menangis

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Aktifitas : Aktif Anemis : (-)
Refleks isap : Kuat Ikterik : (+) Kr V
Tangis : Kuat Dispnoe : (-)
HR : 156 x/min Sianosis : (-)
RR : 46 X/min
T : 36,7OC

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), pupil
bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)

6
Mulut : kelainan kongenital (-), mukosa bibir pucat (-),
cheilitis (-), stomatitis (-)
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Gigi : karies (-), gusi berdarah (-)
Lidah : coated tongue (-), atropi papil (-), hiperemis (-)
Faring/Tonsil : dinding faring hiperemis (-), T1-T1
Telinga : dismorfik (-), cairan (-)
Leher : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis terlihat
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal, reguler, murmur (-)
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, dismorfik (-), massa (-)
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Akral hangat, deformitas (-), edema (-), sianosis (-), CRT <3 detik.

Lipat paha dan genitalia


Pembesaran KGB (-), dalam batas normal.

Kulit
Kuning

7
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bilirubin meter: 13,8 mg/dl

III. DAFTAR MASALAH


 Kuning

IV. DIAGNOSIS BANDING


 Ikterus neonatorum fisiologis
 Atresia saluran empedu
 Breast feeding jaundice
 Crigler-Najjar syndrome
 Hepatitis B
 Penyakit hemolitik neonatal

V. DIAGNOSIS KERJA
Ikterus neonatorum fisiologis

VI. PENATALAKSANAAN

Fototerapi

VII.PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : bonam
c. Quo ad sanationam : bonam

8
FOLLOW UP

Tanggal – CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA


Jam TATALAKSANA

18-07-2018 S : kuning (+) P:


06.00 WIB O: - Fototerapi

Keadaan Umum :
Keadaan umum : baik
Sens: compos mentis
N: 150x/m T: 36,80 C RR= 46x/m

Keadaan Spesifik:
Kepala: mata cekung (-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (+/+), napas cuping
hidung (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks: simetris, retraksi (-), sonor di kedua


bagian thoraks

Cor : Bunyi Jantung I-II (+) normal, murmur


(-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),


wheezing (-)

Abdomen: datar, lemas, bising usus (+)


normal, hepar dan lien tidak teraba, turgor
kembali cepat
Ekstremitas: hangat, CRT < 3”, kuning (+)

A: Ikterus Neonatorum Fisiologis

9
Tanggal – CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA
Jam TATALAKSANA

19-07-2018 S : Kuning (+) berkurang P:


06.00 WIB O: - Fototerapi

Keadaan Umum :
Keadaan umum : baik
Sens: compos mentis
N: 148 x/m T: 37,00 C RR= 44 x/m

Keadaan Spesifik:
Kepala: mata cekung (-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (+/+) berkurang, napas
cuping hidung (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks: simetris, retraksi (-), sonor di kedua


bagian thoraks

Cor : Bunyi Jantung I-II (+) normal, murmur


(-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-),


wheezing (-)

Abdomen: datar, lemas, bising usus (+)


normal, hepar dan lien tidak teraba, turgor
kembali cepat
Ekstremitas: hangat, CRT < 3”, Kuning
(+)berkurang

A: Ikterus Neonatorum Fisiologis

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Katabolisme Heme

Dalam keadaan fisiologis, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari,
8
eritrosit mengalami lisis 1-2×10 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat
badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per
hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa.
Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel
retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan
gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu
tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-
3+
reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe
yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon
jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan
direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai
metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen
berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan
petunjuk reaksi degradasi ini.
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan
biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah
biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah
ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan
biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut
dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam
membran, bersaing dengan vitamin E.

11
Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin.
Perhari bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari
pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan
hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang
sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan
diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg
bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini
hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi kejaringan.
Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem
transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi
penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati
bilirubin berikutnya.
Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk
larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut
melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh
enzym bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform
enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma.
Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat
sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi
bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.
Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung
dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam
keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada
dalam bentuk terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa
oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida
direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak
berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal

12
dan dibawa ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna
kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi
oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.

Ikterus Neonatorum

1. Definisi

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat


tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada
neonatus. Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum talipusat yang
reaksi indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan keccepatan kurang dari 5 mg/dL
/24 jam; dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai ke-3,
biasanya berpuncak antara hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun
sampai dibawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang dosertai
dengan perubahan-perubahan ini disebut “fisiologis” dan diduga akibat kenaikkan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan
keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.

Secara keseluruhan 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin


indirek lebih besar dari 12.9 mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang
lebih besar dari 15 mg/dL . Faktor risiko untuk mengalami hiperbilirubinemia
indirek meliputi diabetes pada ibu, ras (Cina, Jepang, Korea dan Amerika Asli),
prematuritas, obat-obatan (vitamin K3, novobiosin), tempat yang tinggi,
polisitemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi-21, memar kulit, sefalhematom, induksi
oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan (dehidrasi atau kehabisan kalori),
pembentukan tinja lambat dan ada saudara yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-
bayi tanpa variabel ini jarang mempunyai kadar bilirubin indirek diatas 12 mg/dL ,
sedangkan bayi yang mempunyai banyak risiko lebih mungkin mempunyai kadar
bilirubin yang lebih tinggi. Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun
sampai menjadi kadar orang dewasa (1 mg/dL ) pada umur 10-14 hari.
Hiperbilirubinemia indirek persisten sesudah 2 minggu memberi kesan ASI,

13
hipotiroidisme atau obstruksi usus. Ikterus yang disertai dengan stenosis pilorus
mungkin karena kehabisan kalori, defisiensi UDP-glukoronil transferasi hati, atau
kenaikkan sirkulasi bilirubin enterohepatik akibat ileus.

Pada bayi prematur kenaikkan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit
lebih lambat daripada kenaikkan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka
waktunya lebih lama, yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi,
puncaknya dicapai antara hari ke-4 dan ke-7; gambarannya bergantung pada waktu
yang diperlukan bayi preterm untuk mencapai mekanisme matur dalam
metabolisme dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak
dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke-
10.

2. Etiologi dan Faktor Risiko

a. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru


lahir, karena:

- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih


banyak dan lebih pendek.

- Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim


glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat) dan penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan
konjugasi.

- Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya


enzim b glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

b. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

 Faktor Maternal

14
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

- ASI

 Faktor Perinatal

- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

 Faktor Neonatus

- Prematuritas

- Faktor genetic

- Polisitemia

- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

- Rendahnya asupan ASI

- Hipoglikemia

- Hipoalbuminemia

3. Diagnosis

Diagnosis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan atau preterm dapat
ditegakkan hanya dengan mengesampingkan sebab-sebab ikterus yang diketahui
berdasarkan riwayat dan tanda-tanda klinis serta laboratorium. Pada umumnya,
penelitian untuk menemukan penyebab ikterus dibuat jika:

(1). Ikterus muncul pada usia 24 jam pertama

(2). Bilirubin serum naik dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dL / 24 jam

15
(3). Bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dL pada bayi cukup bulan (terutama bila
tidak ada faktor risiko) atau 10-14 mg/dL /24 jam pada bayi preterm

(4). Ikterus menetap sesudah usia 2 minggu

(5). Bilirubin yang bereaksi direk lebih besar dari 1 mg/dL pada setiap saat.

Diantara faktor-faktor yang memberi kesan penyebab ikterus non fisiologis


adalah adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hemolitik, pucat,
hepatomegli, splenomegali, kegagalan fototerapi untuk menurunkan kadar
bilirubin, muntah, lesu, pemberian makan jelek, kehilangan berat badan
berlebihan, apnea, bradikardia, kelainan tanda-tanda vital termasuk
hipothermia, tinja berwarna pucat, urin berwarna gelap positif untuk bilirubin
dan tanda-tanda kernikterus.

4. Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia

Tanpa memandang etiologi, tujuan terapi adalah mencegah kadar bilirubin


indirek dalam darah mencapai kadar yang memungkinkan terjadinya
neurotoksisitas ;dianjurkan agar fototerapi dan jika tidak berhasil, transfusi tukar
dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum bilirubin total dalam serum.

 Fototerapi

Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada pajanan cahaya


berintensitas-tinggi pada spektrum yang dapat dilihat. Biliubin menyerap cahaya
secara maksimal pada kisaran biru (420 sampai 470 nm). Meskipun demikian,
cahaya putih berspektrum luas dan biru, biru (super) berspektrum sempit, dan hijau
efektif menurunkan kadar bilirubin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang
gelombang yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas,cahaya hijau dapat
memepengaruhi fotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Bilirubin dalam kulit
menyerap energi cahaya, yang dengan fotoisomerisasi mengubah bilirubin-4Z,-15Z
tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi isomer konfigurasi
terkonjugasi yaitu bilirubin-4Z,-15E yang terakhir ini adalah produk reaksi

16
reversible dan di ekskresi kedalam empedu tanpa perlu konjugasi. Fototerapi juga
mengubah bilirubin alamiah, melalui suatu rekasi yang irreversible, pada isomer
lumirubin struktural, yang di ekskresi oleh ginjal pada keadaan tak terkonjugasi.

Penggunaan fototerapi dengan bola lampu fluoresence telah menurunkan


perlunya transfusi tukar pada bayi-bayi BBLR yang tanpa penyakit hemolitik dan
pada bayi BBLR dengan hemolisis, juga transfusi tukar ulangan pada bayi-bayi
yang menderita penyakit hemolitik. namun bila ada indikasi untuk transfusi tukar,
fototerapi tidak boleh digunakan sebagai pengganti.

Fototerapi hanya merupakan indikasi sesudah hiperbilirubinemia yang


patologis ditegakkan. Penyebab dasar ikterus harus diobati bersama-sama.
Fototerapi profilaksis pada bayi BBLSR dapat mencegah hiperbilirubinemia dan
mengurangi insiden transfusi tukar.

Bayi normal yang mendapat foto terapi selama 1-3 hari mempunyai kadar
puncak bilirubin serum sekitar setengah dari bayi yang tidak diobati. Bayi premetur
yang tanpa hemolisis berarti biasanya bilirubin serumnya turun 1-3 mg/dL sesudah
12-24 jam menjalani fototrapi konvensional dan kadar puncak yang dicapai dapat
diturunkan 3-6 mg/dL. Pengaruh terapeutik bergantung pada energi cahaya yang
dipancarkan pada kisaran panjang gelombang yang efektif,jarak anatara cahaya dan
bayi dan jumlah kulit yang terpajan seperti juga kecepatan hemolisis dan
metabolisme in vivo serta ekskresi bilirubin. Tidak diketahui apakah fototerapi
mencegah kernikterus atau meringankan batuk-batuk jejas otak akibat toksisitas
biliru-bin. Unit fototerapi yang tersedia di pasaran sangat bervariasi dalam curah
spektrum dan intensitas radiasi yang dipancarkan; sehingga dosisnya hanya dapat
diukur secara tepat pada permukaan kulit. Kulit berwarna gelap (hitam) tidak
mengurangi kemanjuran fototerapi.

 Transfusi Tukar

Munculnya tanda-tanda klinis yang memberi kesan kernikterus merupakan


indikasi untuk melakukan tranfusi tukar pada kadar bilirubin serum berapapun.
Bayi cukup bulan yang sehat dengan ikterus fisiologis,atau akibat ASI, dapat

17
mentoleransi kadar bilirubin sekitar lebih tinggi dari 25 mg/dL tanpa tampak
sakit,sedangkan bayi prematur yang sakit dapat mengalami ikterus pada keadaan
kadar bilirubin yang sangat rendah. Kadar yang mendekati perkiraan kritis pada
setiap bayi dapat merupakan indikasi untuk transfusi tukar semasa usia 1 atau 2 hari
ketika kenaikkan yang lebih lanjut diantisipasi,tetapi bukan pada hari ke-4 pada
bayi cukup bulan atau pada hari ke-7. Pada Bayi prematur,ketika penurunan yang
terjadi segera bisa diantisipasi saat mekanisme konjugasi hati menjadi lebih efektif.

 Fenobarbital

Fenobarbital memperbesar konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberiannya


akan membatasi perkembangan ikterus fisiologis pada bayi baru lahir bila diberikan
pada ibu dengan dosis 90 mg/dL/24 jam sebelum persalinan atau bayi saat lahir
dengan dosis 10 mg/kg/24 jam. Meskipun demikian, fenobarbital tidak secara rutin
dianjurkan untuk mengobati ikterus pada bayi neonatus, (1) karena pengaruhnya
pada metabolisme bilirubin biasanya tidak terlihat sebelum mencapai beberapa hari
pemberian, (2) karena efektifitas obat ini lebih kecil daripada fototerapi dalam
menurunkan kadar bilirubin, dan (3) karena dapat mempunyai pengaruh sedatif
yang tidak menguntungkan (4) tidak menambah respon terhadap fototerapi.

5. Komplikasi

Komplikasi fototerapi pada bayi meliputi tinja lembek, ruam makular


eritematosa, kepanasan dan dehidrasi (peningkatan kehilangan air yang tidak terasa
{insensible water loss},diare), menggigil karena pemajanan dan sindrom bayi
perunggu. Fototerapi merupakan kontraindikasi bila ada porfiria. Jejas mata atau
oklusi hidung karena pembalut tidak lazim terjadi.

Komplikasi lainnya pada transfusi tukar adalah timbulnya emboli udara,


trombositopenia, reaksi transfusi, gangguan elektrolit seperti ( hipoglikemia,
hiperkalsemia, hipernatremia, hipokalemia, asidosis metabolik), sepsis,dll.

18
Gambaran Klinis
Gambaran klinis utama pada ikterus neonatorum adalah berupa warna
kuning pada kulit, mukosa dan sklera, dan organ lain. Warna kuning akan dimulai
dari kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar
bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta
telapak tangan. Biasanya warna kuning dapat dilihat pada pemeriksaan fisik pada
sebagian besar bayi. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah
dengan menekan jari pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah
cahaya/sinar matahari. Warna kuning ini lebih sulit dilihat pada bayi dengan warna
kulit yang lebih gelap.
Kekuningan pada bayi dapat dibagi berdasarkan penilaian kramer. Adapun
penilaian ikterus berdasarkan kramer adalah sebagai berikut :
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan Kadar
Ikterus Bilirubin
I Kepala dan Leher 5 mg/dL
II Sampai badan Atas (diatas 9 mg/dL
umbilikus)
III Di bawah umbilikus dan 11,4 mg/dL
diatas lutut
IV Sampai pada lengan dan 12,4 mg/dL
tungkai bawah lutut
V Sampai telapak tangan dan 16 mg/dL
kaki

Gambaran klinis lainnya berdasarkan penyakit lain yang menyertainya


seperti adanya hepatosplenomegali, petechia, dan microcephaly karena adanya
anemia hemolitik, sepsis, dan kelainan kongenital.

19
Rasio bilirubin total / albumin sebagai penunjang untuk memutuskan transfusi tukar

Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah berdasarkan berat
badan

Bilirubin total [ mg/dL (umol/L)]

Berat badan (g) Terapi sinar Transfusi tukar

< 1500 5 – 8 ( 85 – 140 ) 13 – 16 ( 220 – 275 )

1500 – 1999 8 – 12 ( 140 – 200 ) 16 – 18 ( 275 – 300 )

2000 - 2499 11 – 14 ( 190 – 240 ) 18 – 20 ( 300 – 340 )

20
BAB IV
ANALISIS KASUS

Anak YA, perempuan, 9 hari datang ke IGD RSMH dengan keluhan badan
menguning sejak berumur 2 hari. Anak didiagnosis Ikterus Neonatorum Fisiologis.
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anak YA dengan keluhan badan menguning sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit. Menurut waktu terjadinya berarti kuning terjadi secara akut sehingga
dapat dipikirkan kemungkinan penyebab terjadinya kuning adalah secara fisiologis.
Berdasarkan frekuensi bayi mendapatkan ASI sebanyak 7-9 x/hari. Sedangkan
untuk keluhan lain tidak ditemukan pada pasien. Setelah pemeriksaan fisik
didapatkan hasil pemeriksaan sklera ikterik +/+, ekstremitas kuning (+) dan
penilaian kramer derajat ikterus V. Lalu dilakukan pemeriksaan penunjang
didapatkan hasil bilirubin meter 13,8 gr/dl. Dari hasil pemeriksaan tersebut
menunjang diagnosis Ikterus Neonatorum Fisiologis.
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan Kadar
Ikterus Bilirubin
I Kepala dan Leher 5 mg/dL
II Sampai badan Atas (diatas 9 mg/dL
umbilikus)
III Di bawah umbilikus dan 11,4 mg/dL
diatas lutut
IV Sampai pada lengan dan 12,4 mg/dL
tungkai bawah lutut
V Sampai telapak tangan dan 16 mg/dL
kaki

Setelah perawatan hari pertama di RS, pasien diberikan fototerapi dengan


diberikan penutup mata dan diusahakan mengenai seluruh permukaan tubuh.

21
Tujuan dari diberikannya fototerapi adalah mengubah bilirubin yang tadinya
fat soluble menjadi water soluble agar dapat terbuang melalui feses dan urin.
Prognosa pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap terapi
yang diberikan. Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat ini
tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ
vital pasien masih berfungsi dengan baik. Untuk quo ad sanactionam bonam.
Pasien ini diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena
tidak ada keluhan dan berkurangnya kuning pada pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Lidya N. Neonatus Beresiko Tinggi. Available at :

www.docstoc.com/docs/80489494/neonatus-oke . Accessed at :

November 16th 2011.

2. Alatas H, Hassan R. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :

FKUI; 1991. P.520.

3. Purwadianto A, Sampurna B. Kegawatdaruratan Bayi Baru Lahir.

Kegawatdaruratan Medik. Jakarta : Binarupa Aksara ; 2000. P. 228-233.

4. Mardiani T H. Metabolisme Heme. Available at :

http://library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-helvi2.pdf. Accessed at :

November 16th 2011.

5. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak. 16th ed. Jakarta :

EGC; 2006.

6. Tjipta G D. Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?.

Available at :

usupress.usu.ac.id/.../Ragam%20Pediatrik%20Praktis_Final_BAB%20

.pdf. Accessed at : November 16th 2011.

23

Anda mungkin juga menyukai