SIFILIS KONGENITAL
Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Devie Kristiani, Sp.A, M.Sc
1. DEFINISI
Menurut Centre of Disease Conrol (CDC) pada tahun 2015 mendefinisikan sifilis sebagai
penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi bersifat akut dan kronis
ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir
kemudian masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran
pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler. Berdasarkan temuan klinis, penyakit
dibagi ke dalam serangkaian kumpulan staging yang digunakan untuk membantu dalam panduan
pengobatan dan tindak lanjut.
Sifilis kongenital adalah penyakit sifilis diderita bayi sejak lahir, yang ditularkan dari ibu
penderita sifilis ke janin selama dalam kandungan maupun saat proses persalinan pervaginam,
dengan manifestasi klinis sifilis kongenital; atau ditemukannya Treponema pallidum pada lesi,
plasenta, tali pusat atau otopsi jaringan; atau bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita sifilis yang
belum mendapat pengobatan atau telah mendapat pengobatan namun tidak adekuat sebelum atau
selama kehamilan, atau ibu yang telah mendapat terapi penisilin tetapi tidak menunjukkan
respons serologi; atau ditemukannya salah satu dari hal berikut, yaitu pemeriksaan radiologi
tulang panjang dan/atau cairan serebrospinal yang sesuai gambaran sifilis kongenital (Siagian,
2003).
2. ETIOLOGI
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema
pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema.
Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri dari delapan
sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti
gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi
setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan
kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam.
2
Gambar 1 dan 2 Treponema pallidum6,7
3. EPIDEMIOLOGI
Menurut CDC, terdapat peningkatan terjadinya sifilis kongenital sebanyak 28% di Inggris
dari tahun 2013 – 2014 (11.6 kasus dari 100.000 bayi lahir hidup). Sebanyak 22% bayi
didiagnosis sifilis kongenital lahir dari ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan.
Sebanyak 59% ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan dan tetap melahirkan anak dengan
sifilis kongenital disebabkan karena tidak melakukan pemeriksaan sifilis sebelum kehamilan atau
tidak melakukan pengobatan sifilis dengan tepat.
Faktor risiko lain yang berhubungan dengan sifilis maternal adalah usia muda sekitar
usia, sosial ekonomi rendah, pernah menderita penyakit menular seksual, perilaku seksual tinggi,
dan pemakai obat narkotika. Transmisi transplasental lebih sering terjadi pada ibu hamil yang
menderita sifillis primer atau sekunder dibandingkan dengan yang menderita sifilis laten.
(Siagian, 2003)
3
4. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan manifestasi klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi stadium sifilis
kongenital dini, sifilis kongenital lanjut, dan stigmata.
4
Pada batas metafisis, terdapat kalsifikasi dengan densitas meningkat tak
teratur sehingga akan memberikan gambaran seperti gigi gergaji pada
pencitraan rontgen.
Pembengkakan periartikular disertai nyeri pada ujung-ujung tulang yang
menyebabkan keterbatasan gerak dan pseudoparalisis.
- Kelainan kelenjar getah bening limfadenopati generalisata.
- Kelainan organ dalam hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia.
- Kelainan mata korioretinitis, glaukoma, uveitis.
- Kelainan hematologi anemia, eritroblastemia, retikulositosis, trombositopenia,
Diffuse Intravascular Coagulation (DIC).
- Kelainan susunan saraf pusat meningitis sifilitika, dengan komplikasi hidrosefalus,
kejang, gangguan perkembangan intelektual.
5
- Ketulian akibat gangguan N. vestibulocochlearis, yang biasanya terjadi
mendekati usia pubertas
Neurosifilis tabes dorsalis, paresis, dan kejang.
Tulang dan palatum sklerosis pada tulang yang mengakibatkan tulang
kering seperti pedang (saber’s shin; saber tibia), tulang frontal menonjol,
destruksi septum nasi dan palatum durum, bahkan perforasi palatum durum.
Gigi molar mulberry (mulberry’s molar) gambaran gigi molar hiperplastik,
dengan permukaan oklusal mendatar disertai dengan serbukan yang
menandakan kerapuhan gigi.
Sifilis rhinitis infantile dan nasal chondritis merupakan fissura pada rongga mulut dan
hidung disertai ragade. Pendataran tulang hidung (saddle nose) disebabkan oleh nasal chondritis.
5. PATOFISIOLOGI
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus
sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan
langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital
biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten.
Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada
plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.
Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan
menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons
peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga
terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat
kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin. Seperti terlihat pada bagan berikut ini :
6
6. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T. pallidum. Selain
itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum. Untuk pemeriksaan
pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai
penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini
dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema. Identifikasi T.
pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (dark field) atau imunofluoresensi
dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesikobulosa atau
kondiloma lata. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis, serum diperoleh
dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar, kemudian
diperika dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak emersi. Treponema pallidum
berbentuk ramping, gerakan aktif. Namun, cara konvensional untuk pengambilan spesimen tidak
sensitive dan merupakan prosedur invasif, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada
bayi dengan lesi luas.
Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi T. pallidum sulit
dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :
T. pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesimen
klinis
Analisis serologik pada bayi rumit oleh adanya antibodi maternal yang didapat
transplasental
Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi
7
7. PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada penderita
yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis sifilis dapat dipastikan dengan menemukan Treponema pallidum sebagai
penyebab infeksi dalam bahan sediaan klinis. Secara garis besar berupa pemeriksaaan
mikroskopik dan serologik. Prosedur diagnostik yang dipakai untuk pemeriksaan sifilis sampai
saat ini belum dapat memberikan hasil yang spesifik terhadap subspesies, karena secara
morfologik, serologik, dan kimiawi Treponema pallidum tidak dapat dibedakan dari subspesies
pertenue, endemicum, dan Treponema carateum.
Sebagai pembantu penegakan diagnosis adalah :
- Pemeriksaan Treponema pallidum
- Tes Serologik Sifilis (T.S.S)
- Pemeriksaan yang lain
8
1. Pemeriksaaan Treponema pallidum
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil serum yang bebas dari sel darah merah dan
sisa- sisa jaringan yang berasal dari lesi, untuk melihat bentuk dan pergerakan Treponema
pallidum dengan mikroskop lapangan gelap.
Pengambilan spesimen :
· Pada lesi sifilis, dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan garam faal steril, kemudian
digosok sehingga kemerahan, dan segera menampung eksudat yang terbentuk pada gelas
objek.
· Spesimen dari lesi yang menyembuh, dikerok dengan skalpel atau ujung jarum.
· Spesimen cair diperoleh dengan menyuntikkan larutan garam faal steril pada dasar lesi atau
kelenjar getah bening yang kemudian disedot kembali.
Hasil positif jika terlihat Treponema pallidum dengan gerakannya yang khas (memutar
terhadap sumbunya, bergerak perlahan melintasi lapangan), secara morfologik berbentuk spiral
dengan amplitudo 0,5-1 µm, berukur an panjang 6-14 µm, dan tebal 0,25-0,30 µm.
Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut, jika hasil pada hari pertama dan kedua
negatif. Bila terdapat hasil yang negatif bukan selalu diagnosisnya bukan sifilis. Kegagalan dapat
terjadi karena umur atau kondisi lesi, pengobatan yang telah diberikan kepada pasien, atau teknik
pengambilan spesimen dan pemeriksaan spesimen yang salah.
9
Tes yang dianjurkan adalah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena teknis
lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif daripada tes
Kolmer/ Wasserman. Antigen VDRL adalah kardiopilin (0,03 %), kolesterol (0,9 %),
dan lesitin (0,21 %). Tes VDRL dapat digunakan untuk penapisan atau screening dan
untuk menilai hasil pengobatan. Hasil yang diberikan berupa reaktif, nonreaktif atau
reaktif lemah, dan hasil kauntitatif dalam bentuk titer (1/2, 1/4, 1/8, dan seterusnya).
Hasil pada sifilis stadium II dapat mencapai 1/64 atau 1/128. Pada tes flokulasi dapat
terjadi reaksi negatif semu karena terlalu banyak reagin, reaksi ini disebut dengan
Reaksi Prozon, jika diencerkan dan diperiksa lagi maka hasilnya akan menjadi positif.
b. Treponemal
Bersifat spesifik karena antigen yang digunakan ialah treponema atau ekstraknya,
dan dikelompokkan menjadi empat kelompok :
· Tes Imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Immobilization Test).
· Tes Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test).
· Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test) Æ
IgM dan IgG, FTA-Abs DS (Fluorecent Treponemal An tibody Absorption Double
Staining).
· Tes Hemoglutinasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay), 19S IgM
SPHA (Solid phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemaglutination Treponemal Test
for Syphilis), MHA-TP (Microhemaglutination Assay for Antibodies to Treponema
pallidum).
TPHA merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan pembacaan
hasil yang mudah, cukup spesifik dan sensitif, reaktifnya cukup dini. Kekurangan tes ini
adalah tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap reaktif dalam waktu
yang lama. Tes ini dimulai dengan titer 1/80, 1/160, 1/320, dan seterusnya. Bila hasil
serologik tidak sesuai dengan klinis, tes tersebut perlu diulangi, karena mungkin terjadi
kesalahan teknis.
10
Tabel Intepretasi Uji Serologi Sifilis
Hasil uji serologic Kesimpulan
Non treponemal positif, treponemal
Positif semu uji tapisan nontreponemal
negative
Non treponemal positif, treponemal Sifilis yang tidak diobati; sifilis lanjut yang
positif pernah diobati
Non treponemal negatif, treponemal Sifilis sangat dini yang belum diobati;
positif sifilis dini yang pernah diobati
Non treponemal negatif, treponemal Bukan sifilis; sifilis sangat lanjut;
negative sifilis+infeksi HIV dan imunosupresi
9. TATA LAKSANA
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan
pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis
didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan
kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.
Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :2
1) Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalam
aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2) Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infeksi, sifilis
kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau dengan
penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.
3) Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil
penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin long
acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3
minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama 10
hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu
selama 3 minggu.
11
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital
menurut CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :
a) Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan/
radiologik
b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya
c) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak diketahui,
tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d) Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis
e) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau
g) Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.
Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa
diamati. Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis
pasti secara klinis atau serologik.
Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung usia bayi. Pada usia ≤ 1
minggu, diberikan tiap 12 jam, usia 1 minggu - ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan setelah
usia 4 minggu diberikan tiap 6 jam.
12
Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
- Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema turun 4
kali lipat, dilakukan :
Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM,
dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan
- Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama
kehamilan, dilakukan :
13
10. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit sifilis adalah neurosifilis. Neurosifilis
terjadi pada kurang lebih 60% bayi yang menderita sifilis kongenital. Hal ini ditandai dengan uji
VDRL dari bahan CSS (+), pleositosis, dan peningkatan protein.
11. PROGNOSIS
Prognosis sifilis kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan yang
terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak jaringan yang rusak
dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya. Sifilis
kongenital yang berat dapat menyebabkan kematian pada masa janin maupun perinatal. Bila
penyakit tersebut telah mengenai meningovaskular dapat menyebabkan sekuele permanen. Sifilis
Kongenital dapat sembuh sempurna bila mendapat terapi adekuat. Pengobatan dengan penisilin
bersifat kuratif, sehingga perubahan serologi dapat terjadi dalam satu tahun.
14
DAFTAR PUSTAKA
De Santis, M., De Luca, C., Mappa, I., Spagnuolo, T., Licameli, A., Starface, G., & Scambia, G.
(2012). Syphilis infection during pregnancy : Fetal risk and clinical management.
Infectious Disease in Obstetrics and Gynecology,2012.
Department of Health and Human services Centers for Disease Control and Prevention. Sexually
Transmitted Disease Treatment Guidelines, 2010. MMWR 2010;59(No. RR-12): 26-39
Klausner JD, Hook EW. Current Diagnosis & Treatment Sexually Transmitterd Disease. New
York:McGraw Hill Companies, 2007
Sokolovskiy E, Frigo N, Rotanov S, Savicheva A, Dolia O, Kitajeva N, et al. Guidelines fot the
laboratory diagnosis of syphilis in East European countries. J EADV. 2009;23(1):623-32.
Janier M, Hegyi V, Dupin N, Unemo M, Tiplica GS, Potocnik M, et al. 2014 European
Guideline on the Management of Syphilis. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2014
Oct;28(1):1- 29
Andrews’. Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. Dalam : Odom RB, James WD, Berger TG, editor.
Andrews’ Disease of the Skin Clinical Dermatology. 9th edition. Philadelphia :
W.B.Saunders Company. 2001. 445-65
Siagian, M., Rinawati. Diagnosis dan Tata Laksana Sifilis Kongenital Diagnosis dan Tata
Laksana Sifilis Kongenital Diagnosis dan Tata Laksana Sifilis Kongenital. Sari Pediatri,
Vol. 5, No. 2, September 2003.
Centers for Disease Control and Prevention : Sexually Transmitted Disease Surveillance 2015.
Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services, 2015.
Bowen V, Su J, Torrone E, et al: Increase in incidence of congenital syphilis—United States,
2012-2014. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2015; 64: pp. 1241-124.
15