Anda di halaman 1dari 43

TUGAS MALAKAH IMUNOLOGI I

Dosen Pembimbing
Rani Handriani, S. Si, M.Kes

Disusun oleh :
 Inayatul Azalia (1711E2046)
 Irda Fitri Faridoh (1711E2049)
 Jati Fauzi Nur Iskandar (1711E2053)
 M.Ardhiansyah Dwi Saputra (1711E2061)
 Nina Wahyu Wardani (1711E2070)
 Novendry Prayoga (1711E2072)

Kelas : B Non Reguler

PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG
2017

IRDA 0
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Penyusun

1
IRDA 0
IRDA 0
BAB I

VDRL
1. Latar Belakang
Sifilis merupakan salah satu IMS (infeksi menular seksual) yang menimbulkan kondisi
cukup parah misalnya infeksi otak (neurosifilis), kecacatan tubuh (guma). Pada populasi ibu
hamil yang terinfeksi sifilis, bila tidak diobati dengan adekuat, akan menyebabkan 67%
kehamilan berakhir dengan abortus, lahir mati, atau infeksi neonatus (sifilis kongenital).
Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana dan terapi efektif dengan biaya yang
sangat terjangkau, sifilis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang meluas di
berbagai negara di dunia. Bahkan sifilis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas perinatal di banyak negara.
Sifilis, sebagaimana IMS lainnya, akan meningkatkan risiko tertular HIV. Pada ODHA,
sifilis meningkatkan daya infeksi HIV. Pada mereka yang belum terinfeksi HIV, sifilis
meningkatkan kerentanan tertular HIV. Berbagai penelitian di banyak negara melaporkan bahwa
infeksi sifilis dapat meningkatkan risiko penularan HIV sebesar3- 5 kali. Peningkatan risiko
penularan HIV karena sifilis menduduki peringkat kedua setelah chancroid lihat Tabel 1. Namun,
angka kejadian sifilis di berbagai populasi jauh lebih tinggi dibandingkan chancroid, sehingga
peran sifilis dalam penyebaran HIV di masyarakat menjadi lebih bermakna. Jika diobati secara
adekuat, tingkat kesembuhan sifilis sama tingginya dengan chancroid (>95%).
Integrated Behavioral and Biological Survey ( / Survey Terpadu Biologi dan Perilaku
(STBP) tahun 2011 di Indonesia melaporkan prevalensi sifilis pada populasi WPS yang terinfeksi
HIV sebesar 16,7%; sedangkan pada mereka yang tidak terinfeksi HIV 9,47%. Prevalensi sifilis
pada populasi LSL HIV positif 23,8% sedangkan pada mereka yang HIV negatif 16,67%. Pada
kedua populasi tersebut, secara statistik terbukti bahwa prevalensi sifilis berkorelasi positif
dengan prevalensi HIV. Korelasi tersebut ditunjukkan dengan odds ratio sebesar 1,91 dan 3,63.
Makna odds ratio tersebut adalah WPS yang terinfeksi sifilis 1,91 kali lebih mudah tertular HIV
dibandingkan WPS yang tidak terinfeksi sifilis; dan LSL terinfeksi sifilis 3,63 kali lebih mudah
terinfeksi HIV dibandingkan LSL yang tidak terinfeksi sifilis.
STBP 2011 di Indonesia juga melaporkan prevalensi sifilis masih cukup tinggi. Pada populasi
waria, prevalensi sifilis sebesar 25%, WPSL (wanita penjaja seks langsung) 10%, LSL (lelaki
yang berhubungan seks dengan lelaki) 9%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 5%, pria
berisiko tinggi 4%, WPSTL (wanita penjaja seks tidak langsung) 3% dan penasun (pengguna
narkoba suntik) 3%. Jika dibandingkan dengan laporan STBP tahun 2007, prevalensi sifilis pada
populasi waria tetap tinggi. Pada populasi LSL dan penasun, prevalensi sifilis bahkan meningkat
3 kali lipat (gambar 1). Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa penggunaan kondom masih
sangat rendah dan praktik tatalaksana IMS di Puskesmas di berbagai daerah di Indonesia masih
perlu diperkuat. Jika tidak diperkuat, prevalensi sifilis pada berbagai populasi kunci akan terus
meningkat, dan risiko penularan HIV juga makin meningkat.

0
2. Pembahasan
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete, Treponema pallidum (T.
pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual.Selain sifilis, terdapat tiga jenis
infeksi lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis
(telah eradikasi), frambusia (T. pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital(ditularkan dari ibu ke janin
selama dalam kandungan)dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau
jarum suntik dan produk darah yang tercemar).

A. Sifilis yang didapat

1. Sifilis dini mudah menular dan merespon pengobatan dengan baik

 Sifilis stadium primer


 Sifilis stadium sekunder
 Sifilis laten dini (diderita selama kurang dari 1 tahun)
3. Sifilis Lanjut
 Sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun)
 Sifilis tersier: gumma, neurosifilis, dan sifilis kardiovaskular

B. Sifilis kongenital Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim.
1. Sifilis kongenital dini Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi
2. Sifilis kongenital lanjut Berlanjut sampai setelah usia 2 tahun

MANIFESTASI KLINIS SIFILIS


STADIUM MANIFESTASI KLINIS DURASI

Primer Ulkus/luka/tukak, biasanya soliter, 3 minggu


tidak nyeri, batasnya tegas, ada
indurasi dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional
(limfadenopati)

Sekunder Bercak merah polimorfik biasanya 2 – 12 minggu


di telapak tangan dan telapak
khaki, lesi kulit papuloskuamosa
dan mukosa, demam, malaise,
limfadenopati generalisata,
kondiloma lata, patchy alopecia,
meningitis, uveitis, retinitis

Laten Asimtomatik Dini < 1 tahun

Lanjut > 1 tahun

1
Tersier Gumma Destruksi jaringan di organ dan 1 – 46 tahun
lokasi yang terinfeksi

Aneurisma aorta, regurgitasi aorta,


Sifilis kardiovaskuler stenosis osteum 10 – 30 tahun

Bervariasi dari asimtomatis


sampai nyeri kepala, vertigo,
Neurosifilis >2 tahun – 20 tahun
perubahan kepribadian, demensia,
ataksia, pupil Argyll Robertson

2
GEJALA DAN TANDA SIFILIS KONGENITAL
STADIUM MANIFESTASI KLINIS DURASI

Dini  70% asimtomatis Dari lahir sampai <2tahun


 P ada bayi usia <1 bulan
dapat ditemukan kelainan
kulit berbentuk vesikel dan
atau bulat
 Infeksi fulminan dan
tersebar, lesi
mukokutaneous,
osteokondritis,
anemia,hepatosplenomegali,
neurosifilis.
Lanjutan Keratitis interstisial, limfadenopati, Persisten >2 tahun setelah
hepatosplenomegali, kerusakan kelahiran
tulang, anemia, gigi Hutchinson,
neurosifilis.

TES SEROLOGI
PRINSIP DASAR

Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011, diagnosis sifilis di tingkat Puskesmas dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan sindrom dan pemeriksaan serologis.

Secara umum, tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Tes non-treponema Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan
VDRL (Venereal Disease Research Laboratory)
Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan
antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat timbul
sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini juga dapat timbul pada berbagai
kondisi lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya:
penyakit otoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan
hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat
aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah
dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining. Jika tes non
spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema, untuk
menghemat biaya.

CATATAN : Hasil positif pada tes non spesifik treponema tidak selalu berarti bahwa seseorang
pernah atau sedang terinfeksi sifilis. Hasil tes ini harus dikonfirmasi dengan tes spesifik
treponema.

3
2. Tes spesifik treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay),
TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination
Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption).
Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik
terhadap treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat
menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini
tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi
secara adekuat.Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi
treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi
aktif.Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi treponema lainnya.
Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah endemis
treponematosis lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding.

Catatan : Kedua tes serologi, treponema dan non-treponema, dibutuhkan untuk


diagnosis dan tatalaksana pasien sifilis oleh petugas kesehatan. Hasil
tes treponema memastikan bahwa pasien pernah terinfeksi sifilis,
sedangkan hasil tes non-treponema menunjukkan aktivitas penyakit .

Treponema pallidum subspesies pallidum merupakan agen penyebab sifilis. Organisme


tersebut merupakan parasit obligat bagi manusia. Treponema pallidum berbentuk spiral, negatif-
Gram dengan panjang antara 6-20 μm dan diameter antara 0,09-0,18 μm. Pada umumnya dijumpai
16-18 busur, yang terdiri atas membran luar (outer sheath), ruang periplasma dengan flagel
periplasma, dan lapisan peptidoglikan. Terdapat 3 macam gerakan yaitu rotasi cepat sepanjang
aksis panjang heliks, fleksi sel, dan maju seperti gerakan pembuka tutup botol.

Treponema pallidum dapat berenang dalam lingkungan viscous (contohnya rongga mulut,
traktus intestinal), tetapi hanya dapat berputar dalam air karena gesekan minimal. Kontak dengan
udara, antiseptik, atau cahaya matahari akan membunuh mikroba tersebut. Jika diletakkan di luar
tubuh dalam lingkungan gelap dan lembab hanya bertahan tidak lebih dari 2 jam.

Transmisi seksual sifilis dimungkinkan karena inokulasi pada abrasi akibat trauma seksual
yang menyebabkan respons lokal sehingga terjadi erosi, lalu ulkus. Kejadian tersebut diikuti
dengan penyebaran treponema ke kelenjar getah bening regional dan penyebaran hematogen pada
bagian lain tubuh. Hingga kini belum sepenuhnya dimengerti bagaimana mekanisme kuman
menyerang jaringan.

.Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan penyaring atau Skrining Test, dimana apabila
VDRL positif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA (Trophonema Phalidum

4
Heamaglutinasi). Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan hasil negatif palsu pada tahap late
sifilis dan kurang sensitif dari RPR. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap keberadaan
Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik. Hasil uji serologi tergantung
pada stadium penyakit misalnya pada infeksi primer hasil pemeriksaan serologi biasanya
menunnjukkan hasil non reaktif. Hasil serologi akan menunjukan positif 1-4 minggu setelah
timbulnya chancre. Dan pada infeksi sekunder hasil serelogi akan selalu positif dengan titer yang
terus meningkat. Pasien yang terinfeksi bakteri treponema akan membentuk antibody yang terjadi
sebagai reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel. Andibody tersebut disebut
regain.

I. Alat dan Bahan


a. Alat : b. Bahan :
1. Slide test (latar putih) 1. Sampel serum
2. Disposable dropper 2. NaCl 0,9 %
3. Mikropipet 50µl dan tip 3. Tissue
4. Tabung serologi

II. Cara Kerja


a. Test Kualitatif
1. Semua APD digunakan dengan baik, benar, dan lengkap.
2. Alat dan bahan yang digunakan disiapkan
3. Sampel diteteskan sebanyak satu tetes (50µl) pada slide test
4. Reagen dihomogenkan dan diteteskan satu tetes pada slide test yang sudah
ditetesi sampel.
5. Slide test digoyang-goyangkan selama 8 menit.
6. Dilihat secara makroskopis di cahaya yang bagus.
7. Hasil positif akan menunjukkan agregrasi hitam besar.
8. Sampel negative menunjukkan hasil abu-abu yang halus.
b. Test Kuantitatif
1. Tabung disiapkan sebanyak 5 buah dan diberi label 1/2, 1/4, 1/8, 1/16.

5
2. Pengenceran berseri dilakukan dengan cara memipet 50µl saline ke masing-
masing tabung.
3. Pada tabung pertama dimasukkan 50 µl sampel, kemudian dihomogenkan
setelah itu dipipet 50µl pada tabung pertama, lalu dimasukkan dan
dihomogenkan pada tabung kedua dst.,
4. Pada tabung pertama dipipet 50 µl lalu diteteskan pada slide test.
5. Reagen diteteskan pada slide test yang sama, dihomogenkan lalu slide test
digoyang-goyangkan selama 8 menit.
6. Hasil dilihat makroskopis, hasil positif menunjukkan adanya flokulasi.
7. Perlakuan yang sama dilakukan pada setiap pengenceran.

III. Interpretasi Hasil


a. Tes Kualitatif
1. Reaktif : bila tampak gumpalan sedang atau besar di tengah dan dipinggir
lingkaran
2. Reaktif lemah : bila tampak gumpalan kecil-kecil halus pada pinggir lingkaran
3. Non-Reaktif : bila tidak tampak flokulasi/gumpalan

b. Tes Kuantitatif
1. Lingkaran terakhir yang memberikan hasil pemeriksaan reaktif (terjadi
flokulasi)
IV. Hasil Pengamatan
Identitas Probandus
Nama : I Kadek Murniayan
Jenis Kelamin : laki-laki
Jenis Pemeriksaan : Pemeriksaan VDRL
Hasil Pemeriksaan : non-reaktif

6
V. Pembahasan
Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan penyaring atau Skrining Test, dimana
VDRL positif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA (Trophonema Phalidum
Heamaglutinasi). Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan hasil negatif palsu pada
tahap late sifilis dan kurang sensitif dari RPR. Pemeriksaan VDRL dapat menggunakan
sampel serum atau plasma, sampel yang tidak hemolisis, dan sampel yang tidak
terkontaminasi oleh bakteri. Tes VDRL dapat digunakan untuk penapisan atau screening
dan untuk menilai hasil pengobatan. Hasil yang diberikan berupa reaktif, nonreaktif atau
reaktif lemah, dan hasil kauntitatif dalam bentuk titer (1/2, 1/4, 1/8, dan seterusnya). Hasil
pada sifilis stadium II dapat mencapai 1/64 atau 1/128. Pada tes flokulasi dapat terjadi
reaksi negatif semu karena terlalu banyak reagin, reaksi ini disebut dengan Reaksi Prozon,
jika diencerkan dan diperiksa lagi maka hasilnya akan menjadi positif.
Prinsip dari pemeriksaan VDRL yaitu adanya reaksi flokulasi secara imunologis yang
terjadi antara antibody non-treponemal (regain) yang terdapat dalam serum/plasma pasien
dengan antigen lipoid yang terdapat pada reagen VDRL yang mengandung mikro partikel
karbon.
Hasil pemeriksaan VDRL pada sampel serum atas nama I Kadek Murniayan (39 th)
non-reaktif, ditandai dengan tidak terbentuknya flokulasi. Hasil negative ini menandakan
bahwa tidak terdapat antibody non-treponemal di dalam sampel serum pasien. Jika hasil
positif, makan akan terbentuknya flokulasi.

VI. Kesimpulan
Hasil pemeriksaan VDRL pada sampel serum atas nama I Kadek Murniayan (39 th) di
dapatkan hasil non-reaktif (tidak terbentuknta flokulasi) .

7
BAB II
TUBEX

1. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang masuk melalui saluran cerna
kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui darah. Deman tifoid disebabkan oleh bakteri yang
disebut Salmonella serovarian dan paratyphi. Terdapat ratusan jenis bakteri salmonella, tetapi
hanya 4 jenis yang dapat mengakibatkan penyakit demam tifoid yaitu Salmonella serovarian
typhi, paratyphi A, paratyphi B, paratyphi C (Anonim, 2010).

Di Indonesia tifus merupakan penyakit endemis yang berarti kasusnya selalu ada
sepanjang tahun. Umumnya penderita tifus meningkat terutama pada musim kemarau . pada
saat kemarau terjadi kekurangan air bersih dan sumber air yang mudah tercemar. Setiap tahun
penderita tifus di daerah perkotaan di Indonesia mencapai angka 700-800 kasus per 100.000
penduduk (Anonim, 2010).

Demam tifoid atau yang sering disebut tifus terjadi bila seseorang terinfeksi kuman
Salmonella, yang pada umumnya melalui makanan dan minuman yang tercemar. Apabila
kuman yang masuk kedalam tubuh sangat banyak dan mampu menembus dinding usus serta
dapat masuk kealiran darah hingga menyebar keseluruh tubuh. Maka hal ini akan dapat
menimbulkan infeksi pada organ tubuh lain diluar saluran cerna. Pada hari pertama, sering kali
kesulitan membedakan apakah demam yang timbul disebabkan oleh tifus atau penyebab
demam lain seperti demam berdarah umumnya meningkat mendadak dengan suhu sangat
tinggi, dan demam akan turun secara cepat dihari ke 5-6. Bila demam sudah berlangsung lebih
dari 7 hari, maka sangat memungkinkan demam tersebut disebabkan oleh tifoid bukan karena
demam berdarah (Anonim, 2010).

Gejala lain yang sering menyertai adalah gejala pada pencernaan seperti mual, muntah,
sembelit atau diare. Salah satu pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit tifus adalah dengan menggunakan tes tubex.

8
2. Morfologi dan Identifikasi
Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan jika masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Bakteri ni ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia,
dan menyebabkan enteris, infeksi sistemik dan demam enteric. Salmonella merupakan
bakteri Gram (-) batang, tidak berkapsul dan bergerak dengan flagel peritrich (Soemarno,
2000).

Panjang Salmonella bervariasi, kebanyakan spesies kecuali Salmonella


pullorumgallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrich, bakteri ini mudah tumbuh pada
pembenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini
termasuk asam dan kadang – kadang gas dari glukosa dan maltosa, dan biasanya
membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup
lama. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilliant, natrium
tetratrionat, dan natrium desoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya. Oleh
karena itu senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam pembenihan yang dipakai
untuk mengisolasi Salmonella dari tinja (Jawetz, 1996).

Salmonella tumbuh dengan situasi aerob dengan suhu optimum 36o C.

- Mac conkey agar, koloni tidak berwarna, jernih, keping, sederhana, bulat, smooth.

- EMB, koloni tidak berwarna, sedang lebih besar dari MC, keping.

- SSA, koloni tidak berwarna, kecil-kecil, smooth, bulat, keeping.

- Desoxycholate Citrate, koloni kecil-kecil, sedang, berwarna, jernih kelabu, smooth,


keeping.

- Endo Agar, koloni kecil, tidak berwarna atau merah muda, kecil-sedang, keeping.

9
2.1 Demam Tifoid
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus, merupakan
penyakit infeksi akut oleh kuman Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan.
Penyakit demam tifoid ini masih banyak dijumpai di negara berkembang seperti di
beberapa negara Asia Tenggara dan Afrika, terutama di daerah yang kebersihan dan
kesehatan lingkungannya kurang memadai. Di Indonesia, demam tifoid merupakan
penyakit endemik (penyakit yang terdapat sepanjang tahun) dan menduduki peringkat
kedua setelah diare. Demam tifoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur,
tetapi biasanya menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam tifoid
merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini
biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan
lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.

2.2 Gejala Penyakit Tifus


Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui makanan atau
minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Kemudian
mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa sehingga berkembang biak
disana yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinis demam tifoid pada anak
dapat bervariasi dari yang ringan hingga yang berat. Biasanya gejala pada orang dewasa
akan lebih ringan dibanding pada anak-anak. Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak,
tidak segera menimbulkan gejala. Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-14 hari.
Masa tunas ini lebih cepat bila kuman tersebut masuk melalui makanan, dibanding melalui
minuman.

Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang
ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang
ditimbulkan antara lain :

Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang
malamnya demam tinggi.

10
Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak
akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.

Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan
limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi
rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara
sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.

Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus
justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).

Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas,
pusing. terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.

Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi
gangguan kesadaran.

2.3 Identifikasi Kuman Melalui Uji Serologi

Uji serologi di gunakan untuk membantu menegakkan diagnose demam tifoid


dengan mendeteksi anti bodi spesifik terhadap komponen anti gen S. typhi maupun
mendeteksi antigen itu sendiri. Uji serologi yang digunakan adalah tes Tubex.

2.4 Pengertian tes Tubex


Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif 10 menit untuk
deteksi Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi
spesifik adanya serum antibodi lgM tersebut dalam menghambat (inhibasi) reaksi antara
antigen berlabel partikel lateks magnetik (reagen warna coklat) dan monoklonal antibodi
berlabel lateks warna (reagen warna biru), selanjutnya ikatan inhibasi tersebut
diseparasikan oleh suatu daya magnetik. Tingkat inhibasi yang dihasilkan adalah setara
dengan konsentrasi antibodi lgM S. Typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan

11
membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna. Sensitivitas dan spesifisitas
pemeriksaan adalah > 95% dan > 93%.

2.5 Sejarah Penciptaan


Format pemeriksaan Tubex TF berdasarkan pada metode ELISA inhibisi yang
dikembangkan oleh Lim PL et al 22 tahun (1983). Reagen Tubex TF menggunakan jenis
antigen dan antibody yang sama dengan ELISA tersebut, dimana telah terbukti mempunyai
sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi sebagai suatu tes demam tifoid. Transformasi dari
ELISA ke tes Tubex TF dapat dimungkinkan dengan menunjukkan bahwa partikel
magnetik dapat secara baik digunakan untuk memisahkan partikel latex indicator dan yang
lebih penting serta mutakhir, dengan pengembangan suatu well khusus yang berdampak
kepada pereaksian yang lebih efisen.

2.6 Komposisi Bahan


 Bahan reaksi (utama)
 Brown Reaget (A)
Magnetic particle coated with S.thypi LPS – 09 Antigen by passive adsorption.
Pemeriksaan Tubex sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi demam tifoid. Hal ini
disebabkan karena penggunaan antigen 09 LPS yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Immunodominan dan kuat

2. Antigen 09 (atau LPS secara umum) bersifat thymus independent type 1,


imunogenik pada bayi (antigen Vi dan H kurang imunogenik), dan merupakan
mitogen yang sangat kuat terhadap sel B.

3. Antigen 09 dapat menstimulasi sel-sel B tanpa bantuan sel T (tidak seperti antigen-
antigen protein) sehingga respon anti-09 dapat terdeteksi lebih cepat.

4. LPS dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat melalui aktivasi sel
B via reseptor sel B dan reseptor lain (Toll like receptor).

 Blue Reagent
Antibody-coated indicator particle

12
 Bahan Non- Reaksi (pendukung)
 V- Shape Wells
 Magnetic
2.7 Mekanisme Kerja
REAKSI NEGATIF : Apabila tidak terdapat Human Ab IgM Salmonella typhi (Ab
penghambat) didalam sampel serum, maka partikel indikator (Blue) yang berlabel Mab
LPS-09 langsung berikatan dengan partikel magnetik berlabel Ag LPS-09 (Brown) dan
mengalami ko-sedimentasi akibat tertarik magnet didalam boks skala warna. Proses
tersebut terlihat secara visual melalu perubahan warna dari biru ke merah muda (Pink),
back-ground warna merah muda merupakan partikel lateks berlabel BSA campuran
dari reagen biru (Blue) yan tidak bereaksi dengan partikel apapun.

REAKSI POSITIF : Apabila terdapat Human Ab IgM Salmonella typhi (Ab


penghambat) didalam sempel serum, maka Ab IgM Salmonella typhi akan
menghambat ikatan antara partikel indikator (Blue) berlabel Mab LPS-09 dengan
partikel magnetik yang berlabel Ag LPS-09 (Brown) dengan mengikat partikel
magnetik lebih dulu, kemudian ikatan Ab IgM Salmonella typhi dengan Ag LPS-09
(Brown) mengalami ko-sedimentasi akibat tertarik magnet didalam boks skala warna.
Banyaknya konsentrasi Ab IgM Salmonella typhi yang menghambat ikatan antara Ag
LPS-09(Brown) dengan partikel indikator (Blue) berlabel Mab LPS-09 setara dengan
kepekaan warna biru yang terbentuk dari partikel indikator (Blue) berlabel Mab LPS-
09 yang tidak berikatan dan tidak ditarik oleh medan magnet.

Gambar Mekanisme Reaksi pada tes Tubex

13
Sumber : buku Tubex TF

2.8 Keunggulan TUBEX TF


1. Lebih spesifik mendeteksi bakteri Salmonella typhi dibandingkan dengan
pemeriksaan Widal
2. Memberikan gambaran diagnosis yang lebih pasti.
3. Diagnosis lebih cepat, sehingga keputusan pengobatan dapat segera diberikan.
4. Hanya memerlukan pemeriksaan tunggal dengan akurasi yang lebih tinggi.

3. METODA PRAKTIKUM
3.1 Metoda praktikum
Metoda yang digunakan adalah Inhibition Magnetic Bindin Immunoassay

3.2 Prinsip Praktikum


Antibodi IgM Salmonella pada serum akan menghambat ikatan antara Ag LPS 09
(Brown Reagent) dengan Mab LPS 09 (Blue Reagent), sehingga terbentuk warna biru yang
sebanding dengan kadar Ab IgM Salmonella pada serum.

3.3 Alat dan Bahan


Alat

 Klinipet / pipet tetes

14
 Lempeng sumur
 Timer
 Pembanding warna

Bahan

 Serum
 Specimen control
 Reagen coklat
 Reagen biru

3.4 Cara Kerja


1. Tambahkan 45 ul kedalam Brown Reagent kedalam sumur.

2. Tambahkan control positif atau negatif dan serum sebanyak 45 ul.

3. Dikocok sebanyak 10 kali.

4. Diinkubasi selama 2 menit.

5. Tambahkan Blue Reagent sebanyak 90 ul

6. Di kocok sebanyak 10 kali

7. Di inkubasi kembali selama 5 menit

8. Bandinkan skala bentuk dan skala warna.

HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN


Interpretasi Hasil

<2 Negative : Tidak menunjukkan infeksi demam Typhoid Aktif

3 Borderline : Pengukuran tidak dapat disimpulkan, ulangi pengujian.

4 – 5 Positive : Menunjukkan Infeksi Demam Typhoid Aktif

15
> 6 Positive : Menunjukkan Infeksi Demam Typhoid Aktif

Hasil Pengamatan

Ket : Sampel 1 dan 2 : Serum Contoh

PEMBAHASAN

Test Tubex merupakan pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip


pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita. Serum yang dicampur 1 menit
dengan larutan reagen brown pada tabung berbentuk V yang juga berfungsi untuk
meningkatkan sensitivitas.Kemudian 2 tetes larutan reagen blue dicampur selama 2 menit.
Tabung ditempelkan pada skala genetik. Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada
warna akibat ikatan antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan
dengan warna pada skala genetik. Reagen brown mengandung partikel magnetik yang
diselubungi dengan antigen S. typhi O9. Reagen blue mengandung partikel lateks berwarna
biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.

Sampel serum 1 berwarna merah jambu, hasilnya negative terinfeksi Salmonella


typhi. Serum tersebut tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen brown akan bereaksi
dengan reagen blue. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung medan magnet
(magnet rak), komponen mag-net yang dikandung reagen brown akan tertarik pada magnet
rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen blue. Sebagai akibatnya,
terlihat warna merah jambu pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum
yang lisis.

16
Sampel serum 2 berwarna merah jambu, hasilnya negative terinfeksi Salmonella
typhi. Serum tersebut tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen brown akan bereaksi
dengan reagen blue. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung medan magnet
(magnet rak), komponen mag-net yang dikandung reagen brown akan tertarik pada magnet
rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen blue. Sebagai akibatnya,
terlihat warna merah jambu pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum
yang lisis.

Pemeriksaan Tubex sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi demam tifoid. Hal ini
disebabkan karena penggunaan antigen 09 LPS yang memiliki sifat-sifat yaitu
immunodominan dan kuat. Antigen 09 (atau LPS secara umum) bersifat thymus
independent type 1, imunogenik pada bayi (antigen Vi dan H kurang imunogenik), dan
merupakan mitogen yang sangat kuat terhadap sel B. Antigen 09 dapat menstimulasi sel-
sel B tanpa bantuan sel T (tidak seperti antigen-antigen protein) sehingga respon anti-09
dapat terdeteksi lebih cepat. LPS dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat
melalui aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor lain (Toll like receptor 4). Spesifisitas
yang tinggi (>90%) karena antigen 09 yang sangat jarang ditemukan baik di alam ataupun
di antara mikroorganisme.

Pertanyaan

1. Hasil negative memberikan warna pink, bagaimana warna tersebut dihasilkan sedangkan
tidak tersedia reagen yang berwarna pink ?

2. Jelaskan secara singkat reaksi negative dan reaksi positif pada pemeriksaan tes tubex!

3. Apa yang menyebaban positif palsu dan negative palsu?

Jawaban

1. Larutan reagen warna pink tersebut terdapat pada blue reagen, karena pada blue reagent
terdapat BSA – coated red latex particles yang menyebabkan warna pink.

17
2. REAKSI NEGATIF : Apabila tidak terdapat Human Ab IgM Salmonella typhi (Ab
penghambat) didalam sampel serum, maka partikel indikator (Blue) yang berlabel Mab
LPS-09 langsung berikatan dengan partikel magnetik berlabel Ag LPS-09 (Brown) dan
mengalami ko-sedimentasi akibat tertarik magnet didalam boks skala warna.

REAKSI POSITIF : Apabila terdapat Human Ab IgM Salmonella typhi (Ab penghambat)
didalam sempel serum, maka Ab IgM Salmonella typhi akan menghambat ikatan antara
partikel indikator (Blue) berlabel Mab LPS-09 dengan partikel magnetik yang berlabel Ag
LPS-09 (Brown) dengan mengikat partikel magnetik lebih dulu, kemudian ikatan Ab IgM
Salmonella typhi dengan Ag LPS-09 (Brown) mengalami ko-sedimentasi akibat tertarik
magnet didalam boks skala warna.

3. Hal-hal yang menyebabkan positif palsu dan negative palsu itu diantaranya :

 Keadaan sampel yang kurang baik,sampel dalam keadaan lisis.


 Protokol pengujian tidak diikuti dengan baik
 Penggunaan waktu saat inkubasi, bila saat inkubasi melebihi 5 menit biasanya terjadi
ketidakjelasan pengukuran.

18
SIMPULAN
Adapun kesimpulan dari hasil pengamatan dan pembahasan yaitu:

1. Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif 10 menit untuk deteksi
Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi spesifik
adanya serum antibodi lgM.
2. Reagen yang digunakan yaitu reagen warna coklat (partikel lateks magnetic) dan reagen
warna biru (monoklonal antibodi berlabel lateks warna)
3. Prinsip dari tes Tubex Antibodi IgM Salmonella pada serum akan menghambat ikatan
antara Ag LPS 09 (Brown Reagent) dengan Mab LPS 09 (Blue Reagent), sehingga
terbentuk warna biru yang sebanding dengan kadar Ab IgM Salmonella pada serum.
4. Mekanisme Kerja Tes Tubex terbagi menjadi 2, yaitu :
REAKSI NEGATIF : Apabila tidak terdapat Human Ab IgM Salmonella typhi (Ab
penghambat) didalam sampel serum, maka partikel indikator (Blue) yang berlabel
Mab LPS-09 langsung berikatan dengan partikel magnetik berlabel Ag LPS-09
(Brown) dan mengalami ko-sedimentasi akibat tertarik magnet didalam boks skala
warna.
REAKSI POSITIF : Apabila terdapat Human Ab IgM Salmonella typhi (Ab
penghambat) didalam sempel serum, maka Ab IgM Salmonella typhi akan
menghambat ikatan antara partikel indikator (Blue) berlabel Mab LPS-09 dengan
partikel magnetik yang berlabel Ag LPS-09 (Brown) dengan mengikat partikel
magnetik lebih dulu, kemudian ikatan Ab IgM Salmonella typhi dengan Ag LPS-09
(Brown) mengalami ko-sedimentasi akibat tertarik magnet didalam boks skala w

19
BAB III

WIDAL

1. Latar Belakang
Demam typhoid (Typhoid Fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik
yang disebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A,B dan C
yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama terletak di
daerah tropis dan subtropics (Musyaffa, 2010).
Petanda Serologi Demam Typhoid
Tubuh yang kemasukan Salmonella akan terangsang untuk membentuk
antibodi yang bersifat spesifik terhadap antigen yang merangsang pembentukannya.
Antibodi yang dibentuk merupakan petanda demam typhoid, yang dapat
dikategorikan sebagai berikut (Musyaffa, 2010):

1. Aglutinin O (Somatik)
Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada
aglutinin H atau Vi, karena pembentukannya T independent sehingga dapat
merangsang limfosit B untuk mengekskresikan antibodi tanpa melalui
limfosit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam diagnosa
dibandingkan titer aglutinin H. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan
terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positif
demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi
atau sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80
merupakan positif.
2. Aglutinin H (flageller)
Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan
memerlukan rangsangan limfosit T. Titer aglutinin 1/80 keatas mempunyai
nilai diagnostik yang baik dalam menentukan demam typhoid. Kenaikan
titer aglutinin empat kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan

20
demam typhoid. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk
endapan seperti kapas atau awan.
3. Aglutinin Vi (Envelop)
Antigen Vi tidak digunakan untuk menunjang diagnosis demam
thypoid. Aglutinin Vi digunakan untuk mendeteksi adanya carrier. Antigen
ini menghalangi reaksi aglutinasi anti-O antibodi dengan antigen somatik.
Selain itu antigen Vi dapat untuk menentukan atau menemukan penderita
yang terinfeksi oleh Salmonella typhi atau kuman-kuman yang identik
antigennya.
Salah satu pemeriksaan yang bertujuan untuk menegakan diagnosa demam
typhoid adalah pemeriksaan widal. Widal atau uji widal adalah prosedur uji serologi
untuk mendeteksi bakteri Salmonella enterica yang mengakibatkan penyakit
thypoid. Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di dalam
darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini
merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminati terutama
di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid
test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya
aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Untuk
menentukan seseorang menderita demam typhoid atau bukan, tetap harus
didasarkan atas gejala-gejala yang sesuai dengan penyakit tifus. Uji widal hanya
dapat dikatakan sebagai penunjang diagnose jika seseorang tanpa gejala dengan uji
widal positif, tidak dapat dikatakan menderita tifus (Wiki,Tt).
Teknik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji
hapusan/ peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung
membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang lebih
rumit dan uji widal slide hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja yang
biasanya digunakan dalam prosedur penapisan (srenning). Umumnya sekarang lebih
banyak digunakan uji widal slide. Sensitivitas dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi
oleh jenis antigen yang digunakan (Risnawati,2012).
Teknik slide test biasanya hanya digunakan untuk skrining (deteksi dini) dan
dapat digunakan untuk menentukan kehadiran dari antibodi homolog, jika antibodi

21
muncul di serum kemudian test tabung digunakan untuk menentukan titer antibodi
tersebut (Kit alat).
Antigen yang digunakan dalam reagen pada tes widal ini berasal dari suspense
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dalam laboratorium. Dengan jalan
mengencerkan serum, maka kadar anti dapat ditentukan. Pengenceran tertinggi yang
masih menimbulkan reaksi aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.
(Wiki,Tt)
Pada pemeriksaan uji widal dikenal beberapa antigen yang dipakai sebagai
parameter penilaian hasil uji widal. Berikut ini penjelasan macam antigen
tersebut (Risnawati,2012):
 Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman.
Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap
pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer. Antigen O atau
antigen somatik akan membentuk aglutinasi dengan serum yang mengandung
antibodi yang ditunjukan dengan adanya gumpalan berpasir, antigen yang terdapat
antigen O terutama IgM.

 Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi
dan berstruktur kimia protein. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu
60°C dan pada pemberian alkohol atau asam. Antigen ini mengandung beberapa
unsur imunologik, dalam satu spesies Salmonella antigen flagel dapat ditemukan
dalam fase 1 dan 2, ini dinamakan variasi fase antibodi terdapat antigen H terutama
Ig C.
 Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman
dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama
1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan
untuk mengetahui adanya karier.
 Outer Membrane Protein (OMP)

22
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar
membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap
lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein
nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C,
OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut
dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu
85–100°C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein,
bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan
jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu
antigen protein 50 kDa/52 kDa.
2. TUJUAN
- Untuk dapat mengetahui adanya antibodi spesifik dalam serum pasien
terhadap antigen Salmonella sp.
- Untuk membantu menegakkan diagnosa demam typhosa.

3.METODE
Metode yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah slide aglutinasi dan tabung
aglutinasi.

4.PRINSIP
Prinsip uji Widal adalah reaksi aglutinasi antara antibodi aglutinin dalam serum
penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen
somatik (O) dan flagela (H) dari bakteri Salmonella sp. dalam reagen yang
ditambahkan dalam jumlah yang sama. Pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.

Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah (Rudy, 2009):


1) Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian paling
sering di negara kita, demam –> kasih antibiotika –> nggak sembuh dalam 5
hari –> tes Widal) menghalangi respon antibodi. Padahal sebenarnya bisa
positif jika dilakukan kultur darah.

23
2) Positif Palsu
 Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C)
memiliki antigen O dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang dengan
jenis bakteri lainnya (Enterobacteriaceae sp), dan bisa menimbulkan hasil
positif palsu (false positive). Padahal sebenarnya yang positif kuman non S.
typhi (bukan typhoid).
 Beberapa penyakit lainnya : malaria, tetanus, sirosis, dll.
 Pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi anamnestik (pernah sakit), dan
adanya faktor rheumatoid (RF).

ALAT DAN BAHAN


a. Alat
 Test Slide Aglutinasi
1. Objek glass/ slide berwarna putih
2. Stik pengaduk
3. Mikropipet
4. Yellow tip
5. Pensil lilin
6. Rotator
 Test Tabung Aglutinasi
1. Tabung reaksi
2. Pipet volume 1 mL
3. Pipet ukur
4. Rak tabung reaksi
5. Mikropipet 100 mikron
6. Waterbath
7. Label
b. Bahan
1. Sampel Serum
2. Reagen Febrile-Antigen
 Salmonella “O” Group A
 Salmonella “O” Group B

24
 Salmonella “O” Group C
 Salmonella “O” Group D (Typhoid O)
 Salmonella “H” a
 Salmonella “H” b
 Salmonella “H” c
 Salmonella “H” d (Typhoid H)
3. Kontrol serum positif dan negatif
4. Larutan NaCl 0,9%

CARA KERJA
A. Slide test/ testlide aglutinasi
1. Objek glass yang bersih disiapkan dan dibagi menjadi 1,5 inch dengan
pensil lilin. Atau dapat digunakan slide khusus berwarna putih.
2. Serum ditambahkan dengan mikropipet secara berurutan dari kiri ke kanan
sebanyak : 0,08 ml, 0,04ml, 0,02ml, 0,01ml, 0,005ml. Serum harus bersih
dan tidak panas. Prosedur ini diulangi dengan control sera positif dan negatif.
3. Reagen (suspensi antigen) dihomogenkan perlahan.
4. Suspense antigen diteteskan sebanyak 1 tetes di atas masing - masing serum
tersebut.
5. Serum dan antigen dicampurkan dengan baik menggunakan stik pengaduk.
Stik yang digunakan boleh terpisah untuk masing-masing serum atau dapat
digunakan stik yang sama dan diproses dari kanan ke kiri. Area masing –
masing campuran dibentuk kurang lebih ½ sampai 1 inch.
6. Slide diputar dengan menggunakan tangan atau dengan menggunakan mesin
dengan kecepatan 150 rpm selama 2-3 menit.
7. Aglutinasi yang terjadi diamati di tempat yang terang dengan latar belakang
gelap.
8. Hasil positif akan diketahui titernya, sedangkan hasil negative digunakan
sebagai kontrol.
INTERPRETASI HASIL
Tingkatan aglutinasi
4+ 100% terbentuk aglutinasi

25
3+ 75 % terbentuk aglutinasi
2+ 50% terbentuk aglutinasi
1+ 25% terbentuk aglutinasi
+ > 25 % terbentuk aglutinasi
- Tidak ada aglutinasi yang terbentuk

Walaupun test slide tidak direkomendasikan untuk menentukan titer, namun


jumlah serum yang memberikan hasil 60% aglutinasi kira-kira dapat digunakan
untuk menentukan titer dari serum. Penurunan jumlah serum pada slide test kira-
kira sebanding dengan pengenceran pada test tabung, seperti dibawah ini :

Volume serum Pengenceran pada test tabung


0,08 mL 1:20
0,04 mL 1:40
0,02 mL 1:80
0,01 mL 1:160
0,005 mL 1:320

B. Tube test/ tes tabung aglutinasi


1. 10 tabung yang berukuran 12 x 75 mm ditempatkan pada rak yang sesuai.
2. 1,9 ml larutan NaCl 0,9 % ditambahkan ke dalam tabung pertama.
3. 1,0 ml larutan NaCl 0,9% ditambahkan ke dalam sisa tabung.
4. 0,1 ml serum yang akan ditest ditambahkan pada tabung pertama dan
dihomogenkan. Lalu dipindahkan 1,0 ml serum yang telah diencerkan dari
tabung pertama ke tabung kedua. Prosedur ini diulangi sampai sepuluh
tabung mengandung pengenceran serum kelipatan dua dari 1:20 sampai
1:10.240. 1,0 mL serum yang diencerkan dari tabung no 10 dibuang. Tabung
no 1 dianggap pengenceran 1:20. Prosedur ini diulangi dengan kontrol sera
positif dan negatif.
5. Satu tabung ditempatkan pada akhir dari deretan tabung pengenceran dan
ditambahkan 1,0 ml larutan NaCl 0,9% untuk mengencerkan serum.
Kemudian diberi label pada tabung untuk “saline control”

26
6. Suspensi antigen dihomogenkan dengan mengocok botolnya secara
perlahan. Satu tetes antigen diteteskan pada masing – masing tabung.
7. Rak dikocok untuk mencampur antigen dan serum dan ditempatkan pada
waterbath. Waktu dan suhu inkubasi yang disarankan adalah sebagai berikut:
Antigen Suhu Waktu inkubasi
Salmonella “O” Group A 450 - 500 C 18 jam
Salmonella “O” Group B 450 - 500 C 18 jam
Salmonella “O” Group C 450 - 500 C 18 jam
Salmonella “O” Group D (Typhoid O) 450 - 500 C 18 jam
Salmonella “H” a 450 - 500 C 2 jam
Salmonella “H” b 450 - 500 C 2 jam
Salmonella “H” c 450 - 500 C 2 jam
Salmonella “H” d (Typhoid H) 450 - 500 C 2 jam
Brucella abortus and Brucella 370 C 48 jam
Meltonois
Proteus OX2, OX19, OXK 450 - 500 C 18 jam

8. Setelah inkubasi , rak yang berisi tabung test dipindahkan dengan perlahan dan
diamati aglutinasinya. Untuk hasil yang optimal, pengamatan dilakukan di tempat
yang terang dengan latar belakang gelap.
9. Hasil yang diperoleh dicatat, sebagai berikut :
4+ 100% gumpalan sempurna dibagian bawah tabung, dan cairan
supernatannya bersih
3+ 75% terdapat gumpalan pada dasar tabung, cairan supermatan sedikit
keruh
2+ 50% terdapat gumpalan pada dasar tabung, cairan supermatannya
agak keruh
1+ 25% terdapat gumpalan pada dasar tabung, cairan supermatannya
keruh
- Tidak terdapat gumpalan dan campuran keruh.

27
10. Hasil titer dari serum yang reaktif dicatat sebagai pengenceran terakhir yang
memberikan reaksi +2.

28
BAB IV

HCG
1. Latar Belakang
Hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon yang ada dalam darah
dan dikeluarkan oleh sel plasenta/embrio/bakal janin, sebagai hasil pembuahan sel telur
oleh sperma. Karena kehadirannya yang spesifik sebagai hasil pembuahan itulah, maka
HCG dapat dijadikan penanda kehamilan. Namun biasanya dibutuhkan 3-4 minggu sejak
hari pertama menstruasi terakhir (biasanya dokter menyebutnya HPHT : Hari Pertama
Haid Terakhir) agar jumlah HCG dapat dideteksi oleh uji kehamilan. Ini adalah waktu
yang dianjurkan.
Alat uji kehamilan untuk dipakai di rumah (home pregnancy test, HPT) yang biasa
dikenal dengan test pack merupakan alat praktis yang cukup akurat untuk mendeteksi
kehamilan pada tahap awal yang menggunakan urine. Urine yang digunakan yaitu air
seni pertama setelah bangun pagi, karena konsentrasi hormon HCG pada saat itu tinggi
dalam urine.

2. Pembahasan
2.1 Pengertian HCG (Human Chorionik Gonatrofin)
Hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon yang ada dalam
darah dan dikeluarkan oleh sel plasenta/embrio/bakal janin, sebagai hasil pembuahan sel
telur oleh sperma. Karena kehadirannya yang spesifik sebagai hasil pembuahan itulah,
maka HCG dapat dijadikan penanda kehamilan. Namun biasanya dibutuhkan 3-4 minggu
sejak hari pertama menstruasi terakhir (biasanya dokter menyebutnya HPHT; Hari
Pertama Haid Terakhir), agar jumlah HCG dapat dideteksi oleh uji kehamilan. Ini adalah
waktu yang dianjurkan.
Kira-kira sepuluh hari setelah sel telur dibuahi sel sperma di saluran Tuba falopi, telur
yang telah dibuahi itu bergerak menuju rahim dan melekat pada dindingnya. Sejak saat
itulah plasenta mulai berkembang dan memproduksi HCG yang dapat ditemukan dalam
darah serta air seni. Keberadaan hormon protein ini sudah dapat dideteksi dalam darah
sejak hari pertama keterlambatan haid, kira-kira hari keenam sejak pelekatan janin pada
dinding rahim. Kadar hormon ini terus bertambah hingga minggu ke 14-16 kehamilan,
terhitung sejak hari terakhir menstruasi. Sebagian besar ibu hamil mengalami penambahan
kadar hormon HCG sebanyak dua kali lipat setiap 3 hari. Peningkatan kadar hormon ini
biasanya ditandai dengan mual dan pusing yang sering dirasakan para ibu hamil. Setelah
itu kadarnya menurun terus secara perlahan, dan hampir mencapai kadar normal beberapa
saat setelah persalinan. Tetapi ada kalanya kadar hormon ini masih di atas normal sampai
4 minggu setelah persalinan atau keguguran.
Kadar HCG yang lebih tinggi pada ibu hamil biasa ditemui pada kehamilan kembar dan
kasus hamil anggur (mola). Sementara pada perempuan yang tidak hamil dan juga laki-
laki, kadar HCG di atas normal bisa mengindikasikan adanya tumor pada alat reproduksi.
Tak hanya itu, kadar HCG yang terlalu rendah pada ibu hamil pun patut diwaspadai, karena
dapat berarti kehamilan terjadi di luar rahim (ektopik) atau kematian janin yang biasa
disebut aborsi spontan.

Perkiraan Kadar HCG dalam Darah kehamilan trimester kedua

Kurang dari 5 IU/l


Perempuan yang tidak hamil dan laki-laki (international units per
liter)

24-28 hari setelah haid terakhir 5–100 IU/L

4-5 minggu (1 bulan) setelah haid


50–500 IU/L
terakhir

Ibu hamil: 5-6 minggu setelah haid terakhir 100–10.000 IU/L

14-16 minggu (4 bulan) setelah haid


12.000–270.000 IU/L
terakhir

kehamilan trimester ketiga 1.000-50.000 IU/L

Perempuan pasca menopause Kurang dari 10 IU/l

2.2 Pembentukan HCG (Human Chorionik Gonatrofin)


Pembentukan HCG maksimal pada 60---90 hari, kemudian turun ke kadar rendah yang
menetap selama kehamilan. Kadar hcG yang terus menerus rendah berkaitan dengan
gangguan perkembangan plasenta atau kehamilan. Kadar hCG memiliki struktur yang
sangat mirip dengan yang bekerja pada reseptor LH sehingga usia korpus luteum
memanjang.

Dari mana HCG diproduksi dan kapan HCG dapat di deteksi


HCG mula-mula di produksi oleh sel lapisan luar blastokista.sel in berdiperensiasi menjadi
sel trofoblash, sinsitiotrofoblash,yang berkembang dari trofoblash,terus menghasilkan hcg
disekresikan dapat dideteksi disekresi vagina sebelum inflantasi. biasanya hcg dapat
dideteksi didarah ibu 8-10minggu. Di urin saat ini dapat di ukur dalam dua minggu stelah
pembuahan.

2.3 Faktor – Faktor Hormonal Dalam Kehamilan


a. Humon Chorionic Gonadotrofin (HCG)
 Intinya fungsi dari hormone ini adalah untuk mempertahankan korpus luteum dan
mencegah menstruasi.
 HCG merupakan glikoprotein dengan berat molekul 39.000 dan memiliki struktur
dan fungsi yang sama dengan LH yang disekresi oleh kelenjer hipofisis.
 HCG juga menyebabkan sekresi hormone seks, progesterone, dan estrogen dalam
jumlah besar oleh corpus luteum untuk beberapa bulan kedepan.
 HCG juga mempengaruhi testis janin dengan merangsang sel-sel interstisial
leyding untuk menghasilkan testosterone dalam jumlah sedikit.
b. Sekresi estrogen oleh plasenta
Kadar estrogen yang tinggi selama kehamilan menyebabkan pembesaran uterus,
pembesaran payudara dan pertumbuhan duktus payudara, serta pembesaran genitalia
eksterna wanita.
c. Sekresi progesterone oleh plasenta
d. Human chorionic somatomammotropin (HCS)

2.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan


1. Faktor fisik yang dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi ibu.
Tujuan dari pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal Care (ANC):
 Memantau kemajuan kehamilan.
 Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental ibu
 Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi.
 Mempersiapkan ibu agar dapat melahirkan dengan selamat.
2. Faktor psikologis terdiri dari :
 Stress
 Dukungan keluarga
3. Faktor lingkungan sosial, budaya dan ekonomi

2.5 Hormone Yang Berperan Dalam Kehamilan


Hormon adalah zat yang dibentuk oleh bagian tubuh tertentu dalam jumlah kecil dan
dibawa kejaringan tubuh lainnya. Hormone berpengaruh untuk merangsang dan
menggiatkan kerja organ-organ tubuh.

Jenis – jenis hormon :


a. Progestron
Berfungsi membngun lapisan di dinding rahim untuk menyangga.
b. Esterogen
Hormone ini membuat putting payudara membesar dan merangsang pertumbuhan
kelejar susu,estrogen juga membantu memperkuat dinding rahim untuk mengatasi
kontraksi pada saat persalinan.
c. HCG
Hanya ada di dalam darah dan urine wanita hamil yang berfungsi dalam
mempertahankan jaringan berwarna kuning dalam indung telur yang terbentuk ketika
indung telur yang baru saja melepaskan( corpus uteum ), yang membuat esterogen
,progesterone dan plasenta terbentuk sepenuhnya.
d. Human plasenta lactogen (HPL)
Hormone yang di produksi plasenta dan merupakan hormone yang merangsang
pertumbuhan.

e. Prolaktin
Di hasilkan oleh kelenjar pituitary bertanggung jawab peningkatan HCG yang
memproduksi ASI dalam payudara.
f. Oksitosin
Terlibat dalam proses reproduksi pada pria dan wanita,serta merangsang kontraksi
pada saat kehamilan dan persalinan ,dan juga berperan penting pada terjadinya efek
pengalihan susu pada saat ibu menyusui bayinya.

g. Relaksin
Muncul pada awal kehamilan dan bertanggung jawab membantu mengatasi aktivitas
rahim dan melembutkan leher rahim dalam rangka persiapan proses persalinan.

Plasenta
Plasenta terbentuk sempurna pada minggu ke 16 dimana desidu parietalis dan desidua
kapsularis telah meenjadi satu . Implementasi plasenta terjadi pada fundus uteri depan dan
belakang.fungsi plasenta dapat dilaksanakan melalui sirkulasi retroplasenter dengan
terbukanya arteri spiralis dan vena di dasar desidu basalis.

Fungsi plasenta
Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk O2.asam
amino, vitamin , mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa metabolism janin
dan CO2
3.PEMERIKSAAN TERHADAP HCG

3.1 Pemeriksaan Kehamilan


Ada beberapa metode test kemahamilan yaitu :
1. Test kehamilan Aglutinasi : Direk dan Indirek
2. Test kehamilan : Strip dan Card

a. Test kehamilan Metode Aglutinasi


1. Aglutinasi Direct (gumpalan)
 Prinsip : HCG yang terdapat dalam urine berekasi dengan anti HCG
antibodi. (monoclonal) yang terikat pada partikel reaksi ditunjukan dengan
adanya aglutinasi pada partikel latex.
 Reagensia : Latex reagent
 Cara Kerja :
Siapkan reagensia hingga mencapai suhu kamar.
Teteskan 1 tetes suspense urine dengan pipet yang tersedia.
Ditambah 1 tetes reagen latex kemudian homogenkan.
Goyang selama 2 menit.
Hasil dibaca tepat 2 menit.
 Interpretasi Hasil :
Positif → bila terjadi aglutinasi/gumpalan → hamil
Negatif → bila tidak terjadi aglutinasi/homogen → tidak hamil

2. Aglutinasi Indirect
 Reagensia :
Urine dicampur dengan anti HCG kemudian ditambahkan HCG yang
diletakkan pada partikel latex.
Bila urine tidak mengandung HCG maka pada waktu penambahan anti HCG
yang diletakkan pada partikel latex tak akan terjadi aglutinasi.
Bila urine mengandung HCG maka pada penambahan anti HCG yang
diletakkan pada partikel latex akan terbentuk aglutinasi.
 Cara Kerja :
Siapkan reagensia hingga mencapai suhu kamar.
Tetskan 1 tetes suspense urine dengan pipet yang tersedia.
Ditambahkan 1 tetes anti beta HCG kemudian homogenkan.
Goyang selama 30 detik.
Ditambahkan 1 tetes HCG latex.
Goyang selama kurang lebih 2 menit.
Hasil dibaca tepat 2 menit.
 Interpretasi Hasil :
Positif → tidak terjadi aglutinasi → hamil
Negatif → terjadi aglutinasi → tidak hamil
b. Tes Kehamilan Metode Strip/Card
 Cara Pemeriksaan :
Keluarkan kit test dari foil pembungkus letakkan pada permukaan yang datar
dan kering.
Pegang atau tahan urine diatas kit tes teteskan 3-4 tetes urine kedalam lubang
sample
Pada saat reaksi dimulai akan muncul tampilan berupa garis berwarna ungu
yang bergerak menuju jendela hasil yang berda dipusat kit tes.
Baca/intetpretasikan hasil dalam waktu 10 menit.
 Interpretasi Hasil :
1. Interpretasikan hasil dalam waktu 3 menit.
2. Munculnya sebuah pita atau garis yang berwarna pada sisi kiri jendela hasul
menunjukkan bahwa tes telah berlangsung dengan baik garis ini disebut garis
kontrol.
3. Sisi kanan pada jendela hasil menunjukkan hasil test garis/pita yang muncul
pada sisi kanan ini merupakan garis tes.

Hasil Negatif
Jika muncul 1 garis/pita ungu (garis kontrol) pada jendela hasil → tidak hamil.
Hasil Positif
Jika muncul 2 garis (garis kontrol & garis test) → hamil.
Hasil Invalid
Jika garis ungu tak tampak pada jendela hasil setelah tes dilakukn, apabila
petunjuk pemakaian tidak diikuti dengan sempurna 1 kit digunakan melewati
masa kadarluarsanya. Ulangi kembali test menggunakan kit test yang baru.

c. Test Kehamilan Metode Galli Mainini


 Prinsip Kerja : Hormon HCG (Human Choironic Gonadotropin) yang terdapat
didalam urine wanita hamil yang dimasukkan ke dalam kloaka katak jantan. Dan
akan merangsang katak tersebut untuk mengetahui ada atau tidaknya spermatozoa
didalammya.
 Alat dan Bahan :
Alat
- Mikroskop
- Beaker glass
- Spuit
- Kaca penutup
- Kaca benda
- Pipit pasteur
- Lidi kapas
- Stopwatch
- Tempat katak
Bahan
- Katak jantan (buffo vulgaris)
- Urine wanita hamil
 Cara Kerja :
Di sediakan beberapa ekor katak bengkerok (Buffo Vulgaris) jantan dewasa.
Di rangsang dengan menggunakan lidi berbungkus kapas pada bagian
kloakanya, kemudian jika keluar sesuatu,maka letakkan cairan tersebut pada
objek glass.
Di Periksa cairan tersebut dengan mikroskop menggunakan perbesaran 40X.
Diperhatikan apakah cairan tersebut mengandung sperma atau tidak. Jika
mengandung sperma, maka katak tidak dapat digunakan untuk praktikum. Jika
tidak mengandung sperma, maka :
Disiapkan 3ml urine wanita hamil dengan menggunakan spuit.
Disuntikkan urine tersebut secara sub-kutan (dibawah kulit) dengan cara
mencubit atau menarik kulit katak kemudian disuntikkan.
Dikembalikan katak pada tempatnya, ditunggu hingga 1 jam untuk dapat
melihat reaksinya. Setelah 1 jam, maka :
Dirangsang lagi katak pada bagian kloaka dengan lidi kapas. Liha adanya cairan
yang keluar.
Di amati cairan yang keluar tersebut dengan menggunakan mikroskop
perbesaran 40x.
 Interpretasi Hasil :
Hasil Positif : Bila pada urine katak di temukan adanya sperma.
Hasil Negatif : Bila pada urine katak tidak di temukan adanya sperma.
Simpulan

Hormone HCG tersusun atas glikoprotein yangdihasilkan oleh protoblash dan bakal
plasenta.

HCG merupakan hormone khas yang ada pada saat hamil, sehingga dapat dijadikan standar
pemeriksaan kehamilan dengan cara mendeteksinya pada urine atau darah. Hcg diproduksi
oleh placenta. Placenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dan alat
pembuang sisa metabolisme.
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat.2012. Test Widal Slide.


http://kumpulanmateridiiianaliskesehatan.blogspot.com/2012/05/test-widal-slide.html
Musyaffa, Ripani. 2010. Widal dan Typhoid Fever.
http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/02/widal-dan-typhoid-fever.html.
Risnawati.2012. Pemeriksaan Imunoserologi. http://Risnawati-
Hapilu.Blogspot.Com/2012/05/Pemeriksaan-Imunoserologi.Html
Rudy.2009. Widal Test. http://rudy-infokesehatan.blogspot.com/2009/07/widal-test.html .
Sutrimo.2013. Uji Widal. http://analiskesehatankendariangkatan5.blogspot.com/2013/01/uji-
widal.html
Agustina,Fitria. 2011. Sifilis Pada Infeksi Human Immunodeficiency Virus.Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo
“http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/deridn/article/download/30/33sifilis.pdf”
(online)

Hefta,R.M. Sardina.Amiruddin,T.Buku ajar Biologi Reproduksi.2009

Hefta,R.M.Sardina.Buku ajar dan Penuntun Praktikum Fisiologi. 2010

http://lacunata.blogspot.com/2012/06/laporan-praktek-imun-semester-iv-analis.html
http://nurlinda342.blogspot.com/2012/05/makalah-praktikum-fisiologi.html
http://kumpulanmateridiiianaliskesehatan.blogspot.com/2012/05/tes-kehamilan-metode-gali-
mainini.html

Anda mungkin juga menyukai