DISISUN OLEH :
1. NAILA ROHMAH
3. RISKA AZIZAH
2019/2020
I. SIFILIS
A. Pengertian
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis biasa
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya.
Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini
bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang
seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi,
dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya
dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus
dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis
kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap
janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.
B. Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah
ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema
pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui
celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan kepada janin
melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum bergerak
dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender
(mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah
dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.
C. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh
dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital
yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan
diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat
berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.
D. Tanda dan Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus,
rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya.
Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa
ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan
berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak
mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat
menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai
nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan.
Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak
sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama
beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa
minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan
hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami
peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala,
kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular)
dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut
mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran
seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise),
kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana
tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-
puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka
yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai
ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan
parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling
sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit
kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam
yang biasanya semakin memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau
kematian.
3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis utama
dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada
bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi
yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan
kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema),
kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak
pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam
mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan
lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla
spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur
(paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai
mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara,
kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan
dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi,
kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana
hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan
persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang
progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk
yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita
berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua
tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga
pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi
saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita
gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita
berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang
disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa
menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung
kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk
luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya
sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi
penderita bisa mengalami cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus
E. Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi
pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang
erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam
beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat
lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat
paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan
dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1
kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah,
tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6
minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-
kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-
bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II
seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk
klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga
dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
F. Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
I.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi
minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada
janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi
perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat
spirokaeta treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.
J. Penatalaksanaan dan Terapi
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau
pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan
menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi penisilin G
injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu
memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan
eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk
terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang
sedang hamil.
Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
Infeksi Primer-
Infeksi Sekunder-
Fase Laten kurang dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15
hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4 kali/
hari selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis
• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti pinisilin
G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg
sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin
sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer,
sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu
penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat diganti
dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM selama 10
hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis kardiovasculer
diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi
jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500 ng PO selama 30
hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous kristalin
2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta unit secara
IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari dengan
probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4
juta secara IM.
K. Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis
1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak mendapatkan
pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.
1. Pengkajian
a. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
f. Pengkajian Persistem
Sistem integument, Kulit biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
g. Kepala biasanya terdapat nyeri kepala
Mata pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
Hidung, pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
Telinga, pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri
bentuknya seperti obeng).
Leher, pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
h. Sistem kardiovaskuler, kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit
jantung reumatik sebelumnya.
i. Sistem penceranaan, biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
j. Sistem musculoskeletal, pada neurosifilis terjadi athaxia.
k. Sistem Neurologis, biasanya terjadi parathesia.
l. Sistem perkemihan, biasanya terjadi gangguan pada system perkemihan.
m. Sistem Reproduksi, biasanya terjadi impotensi.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi keperawatan
f.
4. Implementasi Keperawatan