Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA IBU DENGAN INFEKSI SIFILIS

DISISUN OLEH :

1. NAILA ROHMAH

2. NURUL HUDA FITRIANA

3. RISKA AZIZAH

4. TUTUK ARIF SANTOSO

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS

2019/2020
I. SIFILIS

A. Pengertian

Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis biasa
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya.
Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini
bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang
seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi,
dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya
dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus
dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis
kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap
janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

B. Etiologi

Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah
ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema
pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui
celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan kepada janin
melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum bergerak
dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender
(mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah
dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

C. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh
dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital
yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan
diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat
berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.
D. Tanda dan Gejala

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus,
rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya.
Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa
ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan
berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak
mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat
menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai
nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan.
Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak
sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama
beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa
minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan
hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami
peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala,
kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular)
dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut
mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran
seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise),
kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana
tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-
puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka
yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai
ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan
parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling
sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit
kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam
yang biasanya semakin memburuk di malam hari.

2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau
kematian.
3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis utama
dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada
bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi
yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan
kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema),
kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak
pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam
mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan
lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan
untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla
spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur
(paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai
mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara,
kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan
dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi,
kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana
hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan
persepsi.

c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang
progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk
yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita
berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua
tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga
pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi
saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita
gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita
berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang
disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa
menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung
kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk
luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya
sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi
penderita bisa mengalami cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus
E. Klasifikasi

Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi
pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang
erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam
beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat
lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat
paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan
dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1
kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah,
tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6
minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-
kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-
bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II
seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk
klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga
dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.

c. Sifilis Stadium III


Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya
satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat
timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar
mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-
paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada
jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10%
penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak
terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti
sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan
dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan
menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal
dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan,
misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan
menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan
untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan
treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay
(TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan
tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu
diagnosis.

F. Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.

2. Komplikasi Terhadap Ibu


a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan
dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat.
G. Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam
kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada
di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau pada saat
menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi jika
pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara
lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis,
Treponema pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh
dikatakan tidak pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit syphilis
dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika tidak
(pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia tidak akan
punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

H. Pengaruh Terhadap Kehamilan


Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya dan
janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki,
serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.

I.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi
minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada
janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi
perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat
spirokaeta treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.
J. Penatalaksanaan dan Terapi
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau
pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan
menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi penisilin G
injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu
memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan
eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk
terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang
sedang hamil.
Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
Infeksi Primer-
Infeksi Sekunder-
Fase Laten kurang dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15
hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4 kali/
hari selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis
• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti pinisilin
G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg
sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin
sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer,
sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu
penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat diganti
dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM selama 10
hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis kardiovasculer
diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi
jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500 ng PO selama 30
hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous kristalin
2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta unit secara
IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari dengan
probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4
juta secara IM.
K. Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis
1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak mendapatkan
pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.

II. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
f. Pengkajian Persistem
Sistem integument, Kulit biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
g. Kepala biasanya terdapat nyeri kepala
 Mata pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
 Hidung, pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
 Telinga, pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
 Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri
bentuknya seperti obeng).
 Leher, pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
h. Sistem kardiovaskuler, kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit
jantung reumatik sebelumnya.
i. Sistem penceranaan, biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
j. Sistem musculoskeletal, pada neurosifilis terjadi athaxia.
k. Sistem Neurologis, biasanya terjadi parathesia.
l. Sistem perkemihan, biasanya terjadi gangguan pada system perkemihan.
m. Sistem Reproduksi, biasanya terjadi impotensi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan sepsis

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (infeksi)

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diagnose sifilis

d. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh


e. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
pathogen

3. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Hipertermi berhubungan Noc Intervnsi :
dengan sepsis. a. Tanda-tanda vital 1. Perawatan demam
Batasan karakteristik : b. Keparahan infeksia. Pantau suhu dan
Kulit terasa hangat Kriteria hasil : tanda-tanda vital
Takikardi a. Tanda-tanda vitallainnya
Suhu tubuh diatas normal dengan skala target
b. Monitor warna kulit
outcome dipertahankandan suhu
pada skala 1 (deviasi
c. Monitor asupan dan
berat dari kisarankeluaran , sadari
normal) ditingkatkan keperubahaan
skala 4 (deviasi ringankehilangaan cairan
dari kisaran normal) yang tak dirasakan
b. Keparahan infeksi
d. Beri obat atau cairan
dengan skala targetIV
outcome dipertahankan
e. Tingkatkan sirkulasi
pada skala 1udara
ditingkatkan ke skala 42. Perlindungan infeksi
a. Monitor adanya tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan local
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
b. Batasi jumlah
pengunjung, yang
sesuai
c. Periksa kulit dan
selaput lendir untuk
adanya kemerahaan,
kehangatan ekstrem
atau drainase.
d. Anjurkan asupan
cairan dengan tepat
3. Pengecekan kulit
a. Amati warna,
kehangatan, bengkak,
palpasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada
ekstremitas
b. Gunakan alat
pengkajiaan untuk
mengidentifikasi
pasien yang beresiko
mengalami keruskan
kulit
c. Monitor kulit dan
selaput lendir terhadap
area perubahaaan
warna, memear, dan
pecah.
d. Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet.
e. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan
yang berlebihan dan
kelembabapan.
2. Nyeri akut berhubungan Noc Intervensi
dengan agen cedera a. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri
biologi (infeksi) b. Tanda-tanda vital a. Lakukan pengkajian
Batasan karakteristik : c. Keparahan cedera nyeri kompherensif
Ekspresi wajah nyeri fisik yanga meliputi lokasi,
Keluhan tentang Kriteria hasil : karakteristi, durasi,
intensitas nyeri a. Tingkat nyeri denganfrekuensi, kualitas,
mneggunakan standar skala target outcome intensitas atau beratnya
skala nyeri dipertahankan padanyeri dan faktor
Mengeskpresikan skala 1 ditingkatkan kepencetus
perilaku skala 4 Tingkat nyeri b. Observasi adanya
Focus pada diri sendiri
b. Tanda-tanda vitalpetunjuk nonverbal
Perubahan selera dengan skala targetmengenai
makan outcome dipertahankanketidaknyamanan
Sikap melindungi area pada skala 1 (deviasiterutama pada mereka
nyeri berat dari kisaranyang tidak dapat
normal) ditingkatkan keberkomunikasi secara
skala 4 (deviasi ringanefektif
dari kisaran normal) c. Tentukan akibat dari
c. Keparahan cederapengalaman nyeri
fisik dengan skalaterhaadap kualitas
target outcomehidup pasien
dipertahankan pada
d. Kendalikan faktor
skala 1 ditingkatkan kelingkungan yang dapat
skala 4 mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanaan
e. Ajarakan
penggunaan teknik
nonfarmakologi.
2. Pengaturan posisi
a. Tempatkan pasien
diatas tempat tidur
teraupetik
b. Dorong pasien untuk
terlibat dalam
perubahaan posisi
c. Masukan posisi tidur
yang diinginkan
kedalam rencana
perawatan jika tidak
ada kontraindikasi.
d. Jangan menempatkan
pasien pada posisi
yang bisa
meningkatkan nyeri
e. Jangan
memposisikan pasien
dengan penekanaan
pada luka.
f. Pemberian analgetik
g. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan keparahaan nyeri
sebelum mengobati
pasien
h. Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuensi obat
analgesic yang
diresepkan.
Cek adanya riwayat
alergi obat
Tentukan pilihan
obat analgesic
k. Pilih rute intravena
daripada rute
intramuscular, unuk
injeksi pengobatan
nyeeri yang sering, jika
memungkinkan
3. Kerusakan integritasNoc Intervensi
kulit berhubungan
a. Penyembuhan luka a. Anjurkan pasien
dengan diagnose sifilis primer unuk menggunakan
Batasan karakteristik : b. Penyembuhan luka pakaian yang longgar
a. Kerusakan integritas sekunder b. Memandikan
kulit Kriteria hasil : c. Perawatan luka
a. Penyembuhan luka
d. Pengurangan
primer dengan skalapendarahan
target outcome
e. Perawatan tirah
dipertahankan padabaring
skala 1 ditingkatkan f.ke Control infeksi
skala 4. g. Perlindungan infeksi
b. Penyembuhan luka
h. Menejemen nutrisi
sekunder dengan skala
i. Pemberian obat kulit
target outcome
j. Perawtan kulit
dipertahankan padadengan pemberian obat
skala 1 ditingkatkan ketopical
skala 4.

4 Disfungsi seksualNoc Intervensi


berhubungan dengan
a. Fungsi seksual a. Manajemen perilaku
gangguan fungsi tubuh b. Penampilan peran seksual
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : b. Pengajaran sex aman
a. Gangguan aktivitas a. Fungsi seksual
c. Pengajaran
seksual dengan skala targetseksualitas
b. Perubahan fungsi outcome dipertahankan
d. Peningkatan peran
seksual yang tidak pada skala 1
diinginkan ditingkatkan ke skala 4.
b. Penampilan peran
skala target outcome
dipertahankan pada
skala 1 ditingkatkan ke
skala 4.

5. Risiko infeksi Noc : Intervensi :


Factor risiko: Pengetahuan a. Menejemen penyakit
a. Kurang pengetahuanmenejemen penyakit menular
untuk pemajanankronik b. Identifikasi risiko
pathogen Control risiko PMSc. Pengajaran sex aman
b. Gangguan integritas Integritas jaringan d. Pengajaran proses
kulit kulitdan membrane penyakit
mukosa e. Kontrol infeksi
Kriteria hasil : f. Menejemen
Pengetahuan pengobatan
menejemen penyakit
kronik dengan skala
target outcome
dipertahankan pada
skala 1 ditingkatkan ke
skala 4
Control risiko PMS
dengan skala target
outcome dipertahankan
pada skala 1
ditingkatkan ke skala 4
Integritas jaringan
kulitdan membrane
mukosa dengan skala
target outcome
dipertahankan pada
skala 1 ditingkatkan ke
skala 4

f.
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah rencana


tidankan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
5. Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan


keperawatan, keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat
dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dan tingkat kemajuan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai