Disusun Oleh :
Kelompok 7 :
Viranda Dwi Aprilia (202001189)
Ayu Aprillia Putri (202001150)
Rasyidah Nur Azizah (202001170)
Andi Putri Ramadani (202001146)
Sri Ayu Andira (202001180)
Almaidah (202001145)
Penyebab Kusta
Kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat
menular dari satu orang ke orang lainnya melalui percikan cairan dari saluran
pernapasan (droplet), yaitu ludah atau dahak, yang keluar saat batuk atau
bersin.Kusta dapat menular jika seseorang terkena percikan droplet dari penderita
kusta secara terus-menerus dalam waktu yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri penyebab lepra tidak dapat menular ke orang lain dengan mudah. Selain itu,
bakteri ini juga membutuhkan waktu lama untuk berkembang biak di dalam tubuh
penderita.
Perlu dicatat, seseorang dapat tertular kusta jika mengalami kontak dengan
penderita dalam waktu yang lama. Seseorang tidak akan tertular kusta hanya karena
bersalaman, duduk bersama, atau bahkan berhubungan seksual dengan penderita.
Kusta juga tidak ditularkan dari ibu ke janin yang dikandungnya.
Selain penyebab di atas, ada beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko
seseorang terkena kusta, di antaranya:
Bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta, seperti armadillo atau simpanse
Menetap atau berkunjung ke kawasan endemik kusta
Memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh
Gejala Kusta
Gejala kusta pada awalnya tidak tampak jelas. Bahkan, pada beberapa kasus
gejala kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh
penderita selama 20–30 tahun. Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan
penderitanya adalah:
Jika kusta menyerang sistem saraf, maka kehilangan sensasi rasa termasuk rasa sakit
bisa terjadi. Hal ini bisa menyebabkan luka atau cedera yang terdapat di tangan atau
kaki tidak dirasakan oleh penderitanya, akibatnya bisa muncul gejala hilangnya jari
tangan atau jari kaki.
Intermediate leprosy, ditandai dengan beberapa lesi datar berwarna pucat atau
lebih cerah dari warna kulit sekitarnya yang kadang sembuh dengan sendirinya
Tuberculoid leprosy, ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang
berukuran besar, mati rasa, dan disertai dengan pembesaran saraf
Borderline tuberculoid leprosy, ditandai dengan munculnya lesi yang berukuran
lebih kecil dan lebih banyak dari tuberculoid leprosy
Mid-borderline leprosy, ditandai dengan banyak lesi kemerahan, yang tersebar
secara acak dan asimetris, mati rasa, serta pembengkakan kelenjar getah
bening setempat
Borderline lepromatous leprosy, ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak
bisa berbentuk datar, benjolan, nodul, dan terkadang mati rasa
Lepromatous leprosy, ditandai dengan lesi yang tersebar dengan simetris,
umumnya lesi yang timbul mengandung banyak bakteri, dan disertai dengan
rambut rontok, gangguan saraf, serta kelemahan anggota gerak
Diagnosis Kusta
Untuk mendiagnosis kusta atau lepra, dokter akan menanyakan gejala yang
dirasakan, kemudian memeriksa kulit pasien. Dokter akan memeriksa apakah ada
lesi di kulit sebagai gejala kusta atau tidak. Lesi lepra pada kulit biasanya berwarna
pucat atau merah (hipopigmentasi) dan mati rasa.`
Paucibacillary, yaitu terdapat lesi kulit meskipun hasil tes kerokan kulit (smear)
negatif
Multibacillary, yaitu terdapat lesi kulit dengan hasil tes kerokan kulit (smear)
positif
Jika lepra yang diderita sudah cukup parah, kemungkinan dokter akan melakukan tes
pendukung untuk memeriksa apakah bakteri Mycobacterium leprae sudah menyebar ke
organ lain atau belum. Contoh pemeriksaannya adalah:
Pengobatan Kusta
Metode pengobatan utama penyakit kusta atau lepra adalah dengan obat
antibiotik. Penderita kusta akan diberi kombinasi beberapa jenis antibiotik selama 6
bulan hingga 2 tahun. Jenis, dosis, dan durasi penggunaan antibiotik ditentukan
berdasarkan jenis kusta yang diderita.
Contoh antibiotik yang digunakan untuk pengobatan kusta adalah rifampicin, dapsone,
clofazimine, minocycline, dan ofloxacin. Di Indonesia pengobatan kusta dilakukan
dengan metode MDT (multi drug therapy).
Komplikasi Kusta
Komplikasi kusta dapat terjadi tergantung dari seberapa cepat penyakit tersebut
didiagnosis dan diobati secara efektif. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi jika
kusta terlambat diobati adalah:
Mati rasa
Glaukoma
Kebutaan
Gagal ginjal
Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria
Kerusakan bentuk wajah
Kerusakan permanen pada bagian dalam hidung
Kelemahan otot
Cacat permanen, seperti kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan, dan hidung
Kerusakan saraf permanen di luar otak dan saraf tulang belakang, termasuk pada
lengan, tungkai kaki, dan telapak kaki
Selain itu, diskriminasi yang dialami penderita dapat mengakibatkan tekanan psikologis
atau bahkan depresi, dan dapat berujung pada percobaan bunuh diri.
Pencegahan Kusta
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk mencegah kusta. Diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat merupakan pencegahan yang paling baik untuk mencegah
komplikasi sekaligus mencegah penularan lebih luas. Selain itu, menghindari kontak
dengan hewan pembawa bakteri kusta juga penting untuk mencegah kusta.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2019, sebagian
besar daerah endemis penyakit kusta berada di daerah Pantura (pesisir) seperti
Kabupaten Brebes, Pemalang dan Tegal. Hal ini sesuai dengan penelitian Hasyim
(2007) bahwa wilayah yang memiliki topografi lebih tinggi angka penemuan kasus
barunya lebih sedikit dibandingkan dengan angka penemuan baru di wilayah topografi
yang lebih rendah. Program penanganan dan penanggulangan penyebaran penyakit
kusta yang terjadi di Jawa Tengah masih belum optimal, karena masih banyak
masyarakat yang masih enggan atau malu mengakui sebagai penderita kusta karena
stigma negatif dari masyarakat sekitar dan juga diskriminasi yang akan diterima oleh
keluarga dari lingkungan sekitar. Selain itu, penyebaran penyakit kusta masih banyak
yang terjadi di lapangan baik karena intensitas kontak dengan penderita, tingkat
imunitas seseorang, petugas kesehatan kesulitan untuk menemui orang- orang yang
pernah kontak intensif dengan penderita kusta dikarenakan pindah tempat tinggal,
kesibukan kerja atau sebab lainnya seperti yang di kemukakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Tegal bahwa:
”penyakit kusta akan selalu ada karena petugas kesehatan kesulitan untuk
menemui orang yang kontak dengan penderita kusta tahun 2013-2016 dikarenakan
kesibukan kerja, pindah tempat tinggal sehingga tidak bisa memenuhi target 20 jam
dalam seminggu”.
Unit rehabilitasi kusta Donorojo tidak hanya memberikan pelayanan rawat jalan
bagi pasien kusta tetapi juga rawat inap dengan fasilitas kelas 3. Namun jika ada
pasien kusta yang membutuhkan penanganan medis yang lebih lengkap
(misalnya operasi katarak) maka unit rehabilitasi kusta Donorojo akan
berkoordinasi dengan Tim dokter RSUD Kelet untuk menanganinya dengan
beberapa syarat tertentu sesuai dengan tata laksana penanganan pasien kusta.
Hal ini menjadi salahsatu kelebihan perubahan status rumah sakit khusus
menjadi umum yaitu mampu memberikan layanan penyakit penyerta atau
penyakit lainnya pada pasien kusta. Kendala yang dihadapi oleh RS Donorojo
dalam hal penanganan pasien kusta yaitu sarana dan prasarana yang masih
belum optimal khususnya penyediaan listrik karena ada beberapa alat medis
yang membutuhkan tenaga listrik yang besar. Selain itu, karena adanya rujukan
berjenjang maka RSUD Kelet dan unit rehabilitasi kusta Donorojo hanya bisa
melayani 4 kecamatan di sekitarnya yaitu Bangsri, Kembang, Kelet dan Donorojo
serta akses transportasi yang sulit karena jauh dari pusat kota Jepara.
Keterbatasan informasi tentang keberadaan RSUD Kelet dan Unit Layanan
Khusus Kusta Donorojo oleh masyarakat diluar Provinsi Jawa Tengah. Guna
mendekatkan pasien kusta dengan RSUD Kelet maka Tim RSUD Kelet
membentuk Tim follow up dengan sistem jemput bola dengan mendatangi
langsung pasien, memberikan sosialisasi dan pelatihan penanganan penyakit
kusta tanpa dipungut bayaran atau gratis dengan seijin Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah (khusus untuk masyarakat miskin). Guna mendukung pelayanan
kesehatan bagi masyarakat maka perlu didukung dengan sarana dan prasarana
yang memadai.
Rata-rata lama rawat pasien kusta di unit rehabilitasi kusta Donorojo mencapai
22 hari, namun karena kasus kusta berbeda penanganannya dibandingkan
dengan penyakit lainnya maka membutuhkan waktu perawatan dan penanganan
yang relatif lebih lama. Jumlah kunjungan pasien kusta rawat jalan mencapai
1.500 tiap tahunnya di unit rehabilitasi kusta Donorojo. Jika fasilitas penunjang
bagi pasien kusta kurang memadai di unit rehabilitasi kusta Donorojo maka
tindakan medis bias dilakukan di RSUD Kelet. Indikator lainnya adalah Turn Over
Interval atau rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati atau kosong dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya. Rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati di unit rehabilitasi kusta Donorojo diatas standar maksimal dari Depkes
RI yaitu > 3 hari. Dari tahun 2014 hingga 2019 TOI unit rehabilitasi kusta
Donorojo tidak pernah dibawah standar maksimal Depkes yaitu mulai dari 5 hari
sampai 16 hari pada tahun 2018, dan yang tertinggi terjadi pada tahun 2016
dimana TOI mencapai 18 hari. Indikator lainnya adalah Bed Turn Over atau
frekuensi pemakaian tempat tidur pada 1 periode, dimana idealnya dalam 1
tahun 1 tempat tidur rata-rata dipakai hingga 40-50 kali. Namun hal yang berbeda
terjadi di unit rehabilitasi kusta Donorojo, dimana tingkat BTOnya masih dibawah
standar minimum Depkes yaitu 1-12 kali dalam 1 tahun.
Frekuensi pemakaian tempat tidur masih dibawah standar minimal yaitu
pada tahun 2014 hanya 1 kali dalam 1 tahun, sedangkan yang paling tinggi 12
kali pada tahun 2017 dan terus menurun pada tahun- tahun berikutnya.
Rendahnya tingkat BTO di unit rehabilitasi kusta Donorojo memerlukan usaha
kerja keras semua pihak dalam rangka penanganan penyakit kusta di Provinsi
Jawa Tengah. Salahsatu upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) maka RSUD Kelet sebagai
salahsatu penyelenggara pelayanan publik khususnya layanan umum dan kusta
berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
secara berkala. Penilaian tersebut dilakukan dengan mengkaji Indeks Kepuasan
Masyarakat/Pasien terhadap layanan kesehatan di RSUD Kelet. Masyarakat/
pasien memberikan penilaian terhadap pelayanan kesehatan pada masing-
masing unit layanan kesehatan mulai dari pendaftaran pasien, farmasi,
hemodialisa, unit ICU, IGD hingga fisioterapi yang dilakukan pada tahun 2018
dengan jumlah responden sekitar 400 orang. Berdasarkan hasil tersebut terlihat
bahwa masyarakat/pasien kurang merasa puas pada unit layanan farmasi
dikarenakan persyaratan teknis dan administrasi, waktu tunggu dan prosedur
pelayanan. Sedangkan unit yang memperoleh kepuasan masyarakat paling
tinggi adalah unit laboratorium. Secara umum, kualitas pelayanan berpengaruh
secara signifikan sesuai dengan penelitian Kusnadi (2012) bahwa implementasi
kebijakan perubahan status kelembagaan rumah sakit berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan secara signifikan. Jika penilaian Indeks Kepuasan
Masyarakat tersebut ditampilkan secara time series, dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kelet merupakan rumah sakit kelas C
milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menempati 2 lokasi yang berbeda,
RSUD Kelet dikembangkan sebagai Rumah Sakit Umum dengan pengembangan
Complementary and Alternative Medicine, dengan 141 Tempat Tidur, sedangkan
Unit Rehabiliasi Kusta Donorojo sebagai Unit Rujukan Kusta di Jawa Tengah
dengan TT : 64 Tempat Tidur, pada Tahun 2019 merupakan tahun ke-11 dalam
menerapkan pada pengelolaan keuangan (PPK BLUD) penuh sesuai dengan Surat
Keputusan Gubernur No.901/151/2012 tanggal 13 April 2012, terhitung mulai
tanggal 13 April 2012.
2. Belanja Langsung
Capaian kinerja keuangan (Pendapatan) RSUD Kelet 5 tahun terakhir adalah sebagai
berikut :
KESIMPULAN
Dampak penyebaran penyakit kusta terhadap pelayanan pasien kusta di Jawa Tengah
saat ini menyebabkan pelayanan penderita kusta di fasilitas kesehatan setempat
belum optimal karena adanya sistem rujukan yang berjenjang, akses ke rumah sakit
rujukan terlalu jauh, tata laksana dan perawatan untuk pasien kusta di fasilitas
kesehatan masih kurang memadai serta stigma negatif dari masyarakat tentang
penyakit kusta menyebabkan penderita enggan berobat ke rumah sakit. Selain itu,
dampak perubahan status rumah sakit khusus kusta menjadi rumah sakit umum Kelet
terhadap pelayanan kusta tidak memberikan dampak negatif namun malah mampu
menjadi supporting system bagi pelayanan penderita kusta serta mampu memberikan
dampak positif peningkatan pendapatan rumah sakit Kelet. Sedangkan strategi
pengembangan rumah sakit Kelet ke depan dalam mendukung peningkatan kualitas
pelayanan pasien kusta dan umum yaitu ingin mengembangkan RSUD Kelet sebagai
center of excellent, rumah sakit pusat penelitian kanker dan rumah sakit kusta
berbasis penelitian serta mengintegrasikan antara kesehatan, lingkungan dan wisata
dengan pengembangan kawasan sekitar RSUD Kelet Jepara.