Kusta atau lepra adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit,
saraf tepi, serta saluran pernapasan. Kusta atau lepra dikenal juga dengan nama penyakit
Hansen atau Morbus Hansen.
Kusta atau lepra dapat ditandai dengan rasa lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki,
kemudian diikuti timbulnya lesi pada kulit. Kusta atau lepra disebabkan oleh infeksi bakteri
yang dapat menyebar melalui percikan ludah atau dahak yang keluar saat batuk atau bersin.
Penyebab Kusta
Kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat menular
dari satu orang ke orang lainnya melalui percikan cairan dari saluran pernapasan (droplet),
yaitu ludah atau dahak, yang keluar saat batuk atau bersin.
Kusta dapat menular jika seseorang terkena percikan droplet dari penderita kusta secara terus-
menerus dalam waktu yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri penyebab lepra tidak
dapat menular ke orang lain dengan mudah. Selain itu, bakteri ini juga membutuhkan waktu
lama untuk berkembang biak di dalam tubuh penderita.
Perlu dicatat, seseorang dapat tertular kusta jika mengalami kontak dengan penderita dalam
waktu yang lama. Seseorang tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman, duduk
bersama, atau bahkan berhubungan seksual dengan penderita. Kusta juga tidak ditularkan dari
ibu ke janin yang dikandungnya.
Selain penyebab di atas, ada beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko seseorang
terkena kusta, di antaranya:
Bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta, seperti armadillo atau simpanse
Menetap atau berkunjung ke kawasan endemik kusta
Memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh
Gejala Kusta
Gejala kusta pada awalnya tidak tampak jelas. Bahkan, pada beberapa kasus gejala kusta baru
bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh penderita selama 20–30
tahun. Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan penderitanya adalah:
Jika kusta menyerang sistem saraf, maka kehilangan sensasi rasa termasuk rasa sakit bisa
terjadi. Hal ini bisa menyebabkan luka atau cedera yang terdapat di tangan atau kaki tidak
dirasakan oleh penderitanya, akibatnya bisa muncul gejala hilangnya jari tangan atau jari
kaki.
Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi 6 jenis, yaitu:
Intermediate leprosy, ditandai dengan beberapa lesi datar berwarna pucat atau lebih
cerah dari warna kulit sekitarnya yang kadang sembuh dengan sendirinya
Tuberculoid leprosy, ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang berukuran
besar, mati rasa, dan disertai dengan pembesaran saraf
Borderline tuberculoid leprosy, ditandai dengan munculnya lesi yang berukuran lebih
kecil dan lebih banyak dari tuberculoid leprosy
Mid-borderline leprosy, ditandai dengan banyak lesi kemerahan, yang tersebar secara
acak dan asimetris, mati rasa, serta pembengkakan kelenjar getah bening setempat
Borderline lepromatous leprosy, ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak bisa
berbentuk datar, benjolan, nodul, dan terkadang mati rasa
Lepromatous leprosy, ditandai dengan lesi yang tersebar dengan simetris, umumnya
lesi yang timbul mengandung banyak bakteri, dan disertai dengan rambut rontok,
gangguan saraf, serta kelemahan anggota gerak
Diagnosis Kusta
Untuk mendiagnosis kusta atau lepra, dokter akan menanyakan gejala yang dirasakan,
kemudian memeriksa kulit pasien. Dokter akan memeriksa apakah ada lesi di kulit sebagai
gejala kusta atau tidak. Lesi lepra pada kulit biasanya berwarna pucat atau merah
(hipopigmentasi) dan mati rasa.
Untuk memastikan apakah pasien menderita lepra, dokter akan mengambil sampel kulit
dengan cara dikerok (skin smear). Sampel kulit ini kemudian akan dianalisis di laboratorium
untuk mengecek keberadaan bakteri Mycobacterium leprae.
Di daerah endemik lepra, seseorang dapat didiagnosis menderita lepra meskipun pemeriksaan
kerokan kulit menunjukkan hasil negatif. Hal ini mengacu pada klasifikasi badan kesehatan
dunia atau World Health Organization (WHO) terhadap penyakit kusta, yaitu:
Paucibacillary, yaitu terdapat lesi kulit meskipun hasil tes kerokan kulit (smear)
negatif
Multibacillary, yaitu terdapat lesi kulit dengan hasil tes kerokan kulit (smear) positif
Jika lepra yang diderita sudah cukup parah, kemungkinan dokter akan melakukan tes
pendukung untuk memeriksa apakah bakteri Mycobacterium leprae sudah menyebar ke
organ lain atau belum. Contoh pemeriksaannya adalah:
Pengobatan Kusta
Metode pengobatan utama penyakit kusta atau lepra adalah dengan obat antibiotik. Penderita
kusta akan diberi kombinasi beberapa jenis antibiotik selama 6 bulan hingga 2 tahun. Jenis,
dosis, dan durasi penggunaan antibiotik ditentukan berdasarkan jenis kusta yang diderita.
Contoh antibiotik yang digunakan untuk pengobatan kusta adalah rifampicin, dapsone,
clofazimine, minocycline, dan ofloxacin. Di Indonesia pengobatan kusta dilakukan dengan
metode MDT (multi drug therapy).
Operasi umumnya dilakukan sebagai penanganan lanjutan setelah pengobatan dengan
antibiotik. Operasi bagi penderita kusta bertujuan untuk:
Komplikasi Kusta
Komplikasi kusta dapat terjadi tergantung dari seberapa cepat penyakit tersebut didiagnosis
dan diobati secara efektif. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi jika kusta terlambat
diobati adalah:
Mati rasa
Glaukoma
Kebutaan
Gagal ginjal
Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria
Kerusakan bentuk wajah
Kerusakan permanen pada bagian dalam hidung
Kelemahan otot
Cacat permanen, seperti kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan, dan hidung
Kerusakan saraf permanen di luar otak dan saraf tulang belakang, termasuk pada
lengan, tungkai kaki, dan telapak kaki
Selain itu, diskriminasi yang dialami penderita dapat mengakibatkan tekanan psikologis atau
bahkan depresi, dan dapat berujung pada percobaan bunuh diri.
Pencegahan Kusta
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk mencegah kusta. Diagnosis dini dan pengobatan yang
tepat merupakan pencegahan yang paling baik untuk mencegah komplikasi sekaligus
mencegah penularan lebih luas. Selain itu, menghindari kontak dengan hewan pembawa
bakteri kusta juga penting untuk mencegah kusta.
Gerakan terpadu untuk memberikan informasi mengenai penyakit kusta kepada masyarakat,
terutama di daerah endemik, merupakan langkah penting dalam mendorong para penderita
untuk mau memeriksakan diri dan mendapatkan pengobatan. Pemberian informasi ini juga
diharapkan dapat menghilangkan stigma negatif tentang kusta dan diskriminasi terhadap
penderita kusta.
Terakhir diperbarui: 30 April 2020
Ditinjau oleh: dr. Merry Dame Cristy Pane
Referensi