Anda di halaman 1dari 46

Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Paliatif dengan Kanker dan Aids

Dosen Pengampu: Ibu Septi Machelia Champaca N, M.Kep


Disusun Oleh Kelompok 1
Aldy Witana 113063C117001
Alpin Pirdaus 113063C117002
Averiani Benedita Odilia 113063C117003
Deliana Moniz 113063C117004
Desterina Agmi 113063C117005
Dewi Sinta 113063C117006
Een Septeria 113063C117007
Elisa Tara Panduyan 113063C117008
Erny Manggeury 113063C117009
Eustachia Ari Wijayanti 113063C117010
Eva Velyana 113063C117011

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan


Program Sarjana dan Profesi Ners
Banjarmasin
2019

i
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Definisi AIDS
AIDS (Acquired Imunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV (Human Imunologideficiency Virus) yang termasuk
famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Amin Huda
Nurarif; Hardhi Kusuma, 2015).
HIV merupakan kepanjangan dari (Human Imunodeficiency Virus).
Maknanya virus ini hanya menginfeksi manusia, virus dapat mereproduksi diri
sendiri didalam sel dan dapat menyebabkan kekebalan tubuh manusia turun
sehingga gagal melawan infeksi. HIV dapat menyebabkan Acquired
Imunodeficiency Syndrome (AIDS). Acquired berarti ditularkan dari orang ke
orang; Immune berarti merusak sistem kekebalan manusia (bagian tubuh
manusia yang berfungsi mempertahankan diri dari benda asing, bakteri, dan
virus); Deficiency berarti menurun/berkurang; sedangkan Syndrome berarti
orang dengan AIDS mengalami berbagai infeksi oportunistik dan penyakit
lainnya (Nursalam; Ninuk dian K.; Misutarno; Fitriana Kurniasari S., 2018).

B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang
disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-cell Leukimia Virus
(HTL-III yang disebut Human T-cell Lympotrovic Virus (retrovirus).
Retrovirus mengubah asam rebunokleatnya (RNA) menjadi asam
deokasiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu. Menularkan
virus ditularkan melalui:
1. Hubungan seks sual (anal, oral, vagina) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV
2. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3. Mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV

1
4. Ibu menderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).
(Amin Huda Nurarif; Hardhi Kusuma, 2015)

C. Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambaran klinik (WHO 2006)
Tanpa gejala : fase klinik 1
Ringan : fase klinik 2
Lanjut : fase klinik 3
Parah : fase klinik 4
Fase klinik HIV
1. Fase klinik 1.
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
2. Fase klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab infeksi saluran pernapasan atas
(sinusitis, tonsilitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster,
infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, popolar pruritic eruptions
seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
3. Fase klinik 3
Penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab sampai >1
bulan, demam menetap (intermiten atau tetap > 1 bulan). Kandidiasis oral
menetap. TB polmunal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat
misalnnya : pheumonia, empyema (nanah di rongga tubuh terutama pleura,
abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakteremia,
ganggguan imflamasi berat pada pelvik, acute necrotizing, ulcerative
stomatitis, gingivitis atau periodontitis, anemia yang penyebabnya tidak
diketahui (<8 g/dl), neutropenia (<0,5 × 109 /l) dan atau trombositopenia
kronik (<0,5 × 109 /l).
4. Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis pneumonia
(pneumonia karena neomocytis carinii), pneumonia bakteri berulang,

2
infeksi herpes simplex kronik (orolabial, genital atau anorektal >1 bulan,
Oesophageal candidiasis, TBC ektsrapolmunal, cytomegalovirus,
Toksoplasma di SSP, HIV encephalopaty, meningitis, infection progresive
multivocal, lympoma, invasive cervical carsinoma, leukoencephalopathy.
Antibodi
Dapat
Fase Lama fase yang Gejala-gejala
ditularkan
terdeteksi
1. Periode 4 minggu-6 bulan
Tidak Tidak ada Ya
jendela infeksi
2. Infeksi 1-2 minggu
HIV Seperti
Mungkin Ya
primer seperti flu
akut
3. Infeksi 1-5 th/lebih
Asimpt Ya Tidak ada Ya
omatik
4. Supresi Samapai 3 tahun Demam,
imun keringat pada
simtom mala hari, BB
atik turun, diare,
neuropatik,
Ya keletihan, Ya
ruam kulit,
limadenopati,
perlambatan
kognitif, leesi
oral.
5. AIDS 1-5 tahun dari Infeksi
pertama oportunistik
Ya Ya
penentuan kondisi berat dan
AIDS tumor,

3
manifestasi
neurologk

System tahapan klinis untuk anak menurut WHO yang telah diadaptasi:
Digunakan untuk anak berumur <13 tahun dengan komfirmasi labolatorium
untuk HIV (HIV Ab pada anak >18 bulan, tes virology DNA atau RNA untuk
umur <18 bulan)

Stadium 1 1) Tanda gejala (asimtomatik)


2) Limfadenopati generalisata persisten ( persisten
generalized lymphadenopathy=PGL)
Stadium 2 1) Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat
dijelaskan
2) Erupsi pruritik popular
3) Dermatitis seboroik
4) Infeksi jamur pada kuku
5) Keilitis angularis
6) Eritema Gingiva Linea-Linea gingival erytrma (LGE)
7) Infeksi human papiloma (wart) yang luas atau moluskum
kontangiosum (>5% area tubuh)
8) Luka di mulut atau sariawan yang berulang (2 atau lebih
episode dalam 6 bulan)
9) Pembesaran kelenjar parotis yang tidak dapat dijelaskan
10) Herpeszoster
11) Infeksi respiratorik bagian atas yang kronik atau
berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis, 2 atau lebih
episode dalam periode 6 bulan)
Stadium 3 1) Gizi kurang yang tak dapat dijelaskan dan tidak bereaksi
terhadap pengobatan kaku
2) Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (>14 hari)
3) Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan
(intermiten atau konstan, selama >1bulan

4
4) Kandidiasis oral (diluar masa 6-8 minggu pertama
kehidupan)
5) Oral hairy leukoplakia
6) Tuberkolusi paru
7) Pneumonia bacterial berat yang berulang (2 atau lebih
episode dalam 6 bulan)
8) Gingivitis atau stomatitis ulseratif nekrotikans akut
9) LIP (lymphoid interstisial pneumonia) simtomatik
10) Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8 g/dl),
neutropenia (<500/mm3 atau
11) Trombositopenia (<30.000/mm3) selama lebih dari 1
bulan
Stadium 4 1) Sangat kurus (wasting) yang tidak dapat dijelaskan atau
gizi buruk yang tidak bereaksi terhadap pengobatan baku
2) Pneumonia pnemosistis
3) Dicurigai infeksi bakteri berat atau berulang (2 atau lebih
episode dalam 1 tahun, misalnya empiema, piomiositis,
infeksi tulang atau sendi, meningitis, tidak termasuk
pneumonia)
4) Infeksi herpes simplek kronik (orolabial atau kutaneosus
selama >1 bulan atau viselaris dilokasi manapun)
5) Tuberculosis ekstrapulmonal atau diseminata
6) Sarcoma kaposi
7) Kandidiasis esopphagus
8) Anak < 18 bulan dengan simsomatik HIV seropositif
dengan 2 atau lebih dari hal berikut: oral thrush, +/-
pnemonia berat, +/- gagal tumbuh, +/- sepsi berat
9) Infeksi sitomegalovirus (CMV) retinitis atau pada organ
lain dengan onset >1 bulan
10) Toksoplasmosis susuna syaraf pusat (diluar massa
neonatus)
11) Kriptokokosis termasuk meningitis

5
12) Mikosis ensdemik diseminata (histoplasmosis,
koksidiomikosis, penisiliosis)
13) Kriptosporidiosis kronik atau isosporiasis (dengan diare
> 1 bulan)
14) Infeksi sitomegalovirus (onset pada umur > 1 bulan pada
organ selain hati, limpa atau kelenjar limfe)
15) Penyakit mikrobakterial diseminata selain tuberculosis
16) Kandida pada trakea, bronkus atau paru
17) Acquired HIV-related recto-vesico fistula
18) Limfoma sel B non-Hodgkin’s atau limfoma serebral
19) Progresissive multifocal leukoencephalopathy (PML)
20) Ensefalopati HIV
21) HIV-related cardiomyopathy
22) HIV-related nephropathy

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (polimerase chain Reaction).
2. Tes ELSA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi.
3. Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.
4. Serologis: skrining HIV dengan ELISA, tes western blot, limposit T.
5. Pemeriksaan darah rutin.
6. Pemeriksaan neurologist.
7. Tes fungsi paru, broskoscopi.

E. Penatalaksanaan
1. Pengobatan suportif.
a. Pemberian nutrisi yang baik.
b. Pemberian multivitamin.
2. Pengobatan simptomatik.
3. Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan antibiotik
kotrimokasazol.
4. Pemberian ARV (Antiretroviral).

6
ARV dapat diberikan pada pasien sudah siap terhadap kepatuhan berobat
seumur hidup. Indikasi dimulainnya pemberian ARV dapat dilihat pada
tabel berikut.
WHO 2009 Amerika Serikat
Untuk Negara berkembang DHHS 2008
Stadium IV (AIDS) tanpa
Riwayat diagnosis AIDS
memandang CD4
Stadium III HIV-ssociated nefropathy/HIVAN
TB paru Asimptomatik, CD4<350
Pneumonia berulang Ibu hamil
Stadium I dan II bila CD4<350
Pedoman terapi ARV
a. Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat.
b. Selalu gunakan minimal kombinasi 3 ARV yang disebut HAART
(Highly Active Anti Retroviral Therapy).
c. Kombinasi ARV ini pertama pasien naive (belum pernah ARV
sebelumnya) yang di anjurkan: 2 NRTI (nucleoside atau nucleotide
reverse transcriptase inhibitor) + 1 NNRTI (non-nucleoside atau
nuvleotide reverse transcriptase inhibitor).
d. Di indonesia, regimenpengobatan yang dipakai adalah:
1) Lini pertama : AZT+3CT+EFV atau NVP
Alternatif : d4T+3TC+EFV atau NVP
AZT atau d4T+3TC+1 PI (LPV/r)
2) AZT (Azidotimidin), EFV (Efavirenz), d4T (Stavudine), 3TC
(Lamivudine), NVP (Nelfinafir), LPV/r (Lopinavir/ritonavir)
(Amin Huda Nurarif; Hardhi Kusuma, 2015)

7
F. Masalah Keperawatan yang Sering Muncul
1. Ketidakefektifan termoregulasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Intoleransi aktivitas.
4. Harga diri rendah.
G. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

keperawatan

1 Ketidakefektifan NOC : NIC :

termoregulasi 1. Hidration Temperature regulation

2. Adherence (pengaturansuhu)

Behavior 1.1 Monitor suhu

3. Immune status tubuh minimal tiap

4. Risk control 2 jam

5. Risk detection 1.2 Rencanakan

monitor suhu

KriteriaHasil : secara continue

- Keseimbanganantarapr 1.3 Monitor TD, nadi,

oduksipanas, panas RR

yang diterima, dan 1.4 Monitor warna dan

kehilangan panas. suhu kulit

- Seimbang antara 1.5 Monitor tanda-

produksi panas, panas tanda hipotermi

yang diterima, dan dan hipertermi

kehilangan panas

8
selama 28 hari pertama 1.6 Tingkatkan intake

kehidupan. cairan dan nutrisi

- Keseimbangan asam 1.7 Selimuti pasien

basa bayi baru lahir untuk mencegah

- Temperature stabil : hilangnya

36,5-37 C kehangatan tubuh

- Tidak ada kejang 1.8 Ajarkan pada

- Tidak ada perubahan pasien cara

warna kulit mencegah

- Glukosa darah stabil keletihan akibat

- Pengendalian risiko : panas

hipertermia 1.9 Diskusikan tentang

- Pengendalian risiko: pentingnya

hyporthermia pengaturan suhu

- Pengendalian risiko: dan kemungkinan

Proses menular efek negative dan

- Pengendian risiko: kedinginan

paparan sinar matahari 1.10 Beritahu tentang

indikasi terjadinya

keletihan dan

penanganan

emergency yang

diperlukan

9
1.11 Ajarkan indikasi

dari hipotermi dan

penanganan yang

diperlukan

1.12 Berikan anti piretik

jika perlu

2 Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan 2.1 Kaji adanya alergi

gan nutrisi keperawatan selama 3x24 makanan

kurang dari jam diharapkan nutrisi 2.2 Monitor adanya

kebutuhan b.d kurang teratasi dengan penurunan berat badan

penurunan kriteria hasil: 2.3 Yakinkan diet yang

asupan oral - -Adanya peningkatan dimakan mengandung

berat badan sesuai tinggi serat untuk

dengan tujuan mencegah konstipasi

- -Berat badan ideal 2.4 Berikan informasi

sesuai dengan tinggi tentang kebutuhan

badan informasi

- Tidak ada tanda-tanda 2.5 Kolaborasi dengan ahli

malnutrisi gizi untuk menentukan

- menunjukkan jumlah kalori dan

penigkatan fungsi nutrisi yang

pengecapan dan dibutuhkan pasien

menelan

10
- Tidak terjadi

penurunan berat badan

yang berarti

3 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 3.1 Bantu klien untuk

aktivitas b.d keperawatan selama 3x24 mengidentifikasi

keadaan mudah jam diharapkan Pasien aktivitas yang mampu

letih, kelemahan, bertoleransi terhadap dilakukan

malnutrisi aktivtas dengan kriteria 3.2 Bantu klien untuk

dangan gangguan hasil: membuat jadwal

keseimbangan - Berpartisipasi dalam latihan diwaktu luang.

cairan dan aktivitas fisik tanpa 3.3 Sediakan penguatan

elektroit disertai peningkatan yang positif bagi yang

tekanan darah, nadi aktif beraktivitas

dan RR 3.4 Monitor responfisik,

- -Mampu melakukan emosional, social dan

aktivtas sehari-hari spiritual.

(ADLs) secara 3.5 Kolaborasi dengan

mandiri Tenaga Rehabilitasi

- Keseimbangan Medik dalam

aktivitas dan istirahat merencanakan

program terapi yang

tepat.

11
4 Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan Self extem enhancement

b.d penyakit keperawatan 3 x 24 jam 5.1 Tunjukkan rasa

kronis, krisis diharapakan masalah percaya diri terhadap

stuasional ahrga diri rendah teratasi kemampuan pasien

dengan Kriteria Hasil : untuk mengatasi situasi

- Adaptasi terhadap 5.2 Dorong pasien

ketidakdayaan fisik : mengidentifikasikan

respon adaptif klien kekuatan dirinya

terhadap tantangan 5.3 Ajarkan keterampilan

fungsional penting perilaku yang positif

- Menunjukkan melalui

penilaian pribadi 5.4 Buat steatment positif

tentang harga diri terhadap pasien

- Mengungkapkan 5.5 Dukung pasien untuk

penerimaan diri menerima

- Komunikasi terbuka 5.6 Kaji alasan-alasan

- Menggunakan strategi untuk mengkritik atau

koping efektif menyalahkan diri

sendiri

5.7 Kolaborasi dengan

sumber-sumber lain (

petugas dinas sosial,

perawat specialis

12
klinis, dan layanan

keagamaan )

Body image enhancement

counseling

5.8 Mengguakan proses

pertolongan interaktif

yang berfokus pada

kebutuhan, masalah

atau perasaan pasien

dan orang terdekat

untuk meningkatkan

atau mendukung

koping pemecahan

masalah

H. Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka Doka (1993)
menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam
empat fase, yaitu :
1. Fase prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko
penyakit.
2. Fase akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada
serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun
psikologis.

13
3. Fase kronis : klien bertempur dengan penyakit dan pengobatnnya, Pasti
terjadi. Klien dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik fisik,
psikologis maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
a. Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat,
pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan
mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi
secret, dan nadi ireguler.
b. Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan
jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin,
inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
c. Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering
dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,
cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
d. Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus
memakai selimut.
e. Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang
saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,
Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun,
pendengaran berkurang, sensasi menurun.
4. Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
5. Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan
masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi
yang sering.

14
6. Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa
seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien
terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi atau barrier komunikasi.
7. Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Faktor-faktor yang perlu dikaji :
a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada
berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain
perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi,
kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada
klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-
bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap
perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien
dalam pemeliharaan diri.
8. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal.
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien
terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah
sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan

15
harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi
pada klien terminal.
9. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang
kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa
pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien
mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
10. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian,
bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah
semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan
keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah
pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
11. Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien
Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya
yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya
mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan
menghadapi kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh
menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma,
dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
12. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi
dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap
kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
Asuhan Keperawatan:
a. Asuhan Keperawatan Respons Biologis (Aspek Fisik)

16
Aspek fisik pada PHIV adalah pemenuhan kebutuhan fisik sebagai
akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik
meliputi (1) universal precautions; (2) pengobatan infeksi
sekunderdan pemberian ARV; (3) pemberian nutrisi; dan (4) aktivitas
dan istirahat.
b. Universal precautions
Selama sakit, penerapan kewaspadaan universal oleh perawat,
keluarga, dan pasien sendiri yang sangat penting. Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV. Prinsip-prinsip
kewaspadaan universal meliputi hal-hal berikut (Depkes RI, 1997).
c. Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Saat kontak
dengan cairan tubuh pasien gunakan alat pelindung, seperti sarung
tangan, masker, kaca mata pelindung, penutup kepala, apron dan
sepatu bot. Penggunaan alat pelindung disesuaikan dengan jenis
tindakan yang dilakukan.
13. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan.
14. Dekontaminasi cairan tubuh pasien
15. Memakai alat kedokteransekali pakai atau sterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar). Jangan memakai jarum suntik lebih
dari 1 kali, dan jangan di masukan kedalam penutup jarum atau di
bengkokkan.
16. Pemeliharaan kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
17. Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan
aman.
18. Peran perawat dalam pemberian ARV
a. kesiapan pasien dalam manajemen pengobatan. Prinsip pemberian
ARV adalah harus menggunakan 3 jenis obat yang ketiganya harus
terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, di kenal
dengan higly active antiretroviral therapy (HAART). Istilah HAART
sering disingkat menjadi ART atau terapi ARV.
b. Menilai pengertian terhadap ART.

17
c. Mendidik pasien mengenai ART.
Saat pasien memulai terapi ART, harus dijelaskan mengenai efek
samping yang akan terjadi, lini pertama menpunyai efek samping
minimal (jarang terjadi), kurang toxic dan sederhana ( sekali sehari),
sehingga akan meningkatkan kepatuhan pengobatan.
(Depkes, 2008)
19. Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/AIDS (PHIV atau ODHA) sangat membutuhkan
beberapa unsur vitamin dan mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari
yang biasanya diperoleh dalam makanan sehari-hari. (New Mexico AIDS
infoned, 2004; falma foundation, 2004). Vitamin dan mineral juga
berfungsi untuk meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan
berkembangnya HIV dalam tubuh (Yayasan kerti praja, 2002;
William,2004).
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan
nutrien.hal ini berhubungan dengan habisnya cadangan vitamin dan
mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral pada PHIV dimulai
sejak stadium dini. Walaupun jumlah makanan PHIV sudah cukup dan
berimbang seperti orang sehat, tetapi defisiensi vitamin dan mineral tetap
terjadi. Pemberian nutrisi tambahan bertujuan agar beban PHIV tidak
bertambah akibat defisiensi vitamin dan mineral. (Falma-Foundation,
2004).
20. Aktivitas dan istirahat
Dalam keadaan akut, latihan fisik berefek buruk pada kesehatan,
sebaliknya, latihan fisik yang dilakukan secara teratur menimbulkan
adaptasi organ tubuh yang berefek menyehatkan (Simon, 1988; dalam
Ader 1991). Latihan fisik yang dilakukan secara teratur menghasilkan
perubahan pada jaringan, sel, dan protein pada sistem imun (Simon,1988;
dalam Ader 1991). Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh antara lain
sebagai berikut :
a. Perubahan sistem sirkulasi

18
Latihan fisik meningkatkan cardiac output dari lima liter menjadi
duapuluh liter per menit pada orang dewasa. Hal ini menyebabkan
peningkatan darah keotot rangka dan jantung. (Ader 1991).
b. sistem pulmunal
latihan fisik meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan pertukaran
gas serta pengangkutan oksigen dan penggunaan oksigen oleh otot (
Ader 1991).
c. Metabolisme
Pada latihan fisik intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan
trigliserida dan jaringan adiposa menjadi glikogen dan FFA. Pada
latihan fisik, intinsitas tinggi kebutuhan energi meningkat, otot makin
tergantung glikogen sehingga metabolisme berubah dari metabolisme
aerob menjadi anaerob.
Metabolisme anaerob menghasilkan 2 ATP dan asam laktat yang
menurunkan kerja otot. Pada saat latihan fisik, tubuh juga
meningkatkan intake glukosa darah, untuk mencegah hipoglikemia,
tubuh meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis hati untuk
mempertahankan gula darah normal.
Latihan fisik menyebabkan hipernatremia karena banyak cairan
isotonis yang keluar bersama keringat serta hiperkalemia karena
kalium banyak dilepas dari otot. Selain itu bisa juga terjadi dehidrasi
dan hiperosmolaritas. (Ader, 1991)
21. Asuhan Keperawatan Respon Adaptif Psikologis (Strategi Koping)
Mekanisme kooping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping
berhasil, maka orang tersebut akan dapat berdaptasi terhadap perubahan
tersebut mekanisme koping dapat di pelajari, sejak awal timbulnya stresor
dan orang menyadari dampak dari stresor tersebut (Carlson, 1994).
Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat.
Menurut Roy, di yang di kutip Nursalam (2003) mekanisme belajar
merupakan suatu proses dalam sistem adaptasi (Cognator) yang meliputi
persepsi suatu informasi, baik dengan bentuk implisif maupun eksplisif.

19
Keadaan ini ditemukan pada perilaku kebiasaan, sensitisasi, dan keadaan.
Pada habituasi timbul penurunan transmisi sinaps pada neurun sensori
sebagai akibat dari penurunan jumlah neurotransmiter yang dilepas oleh
terminal persinaps (Bear, 1996; Notosoedirdjo, 1998).
Koping yang efektif menempati tempat yang sentral terhadap ketahanan
tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan
suatu penyakit, baik bersifat fisik mau psikis, sosial, spiritual. Perhatian
terhadap koping tidak hanya terbatas pada sakit ringan tetapi justru
penekanannya pada kondisi sakit yang berat (Notosoedirdjo
M.,1998;Keliat, 1999).
Coping strategi merupakan koping yang digunakan individu secara sadar
dan terarah dalam mengatasi sakit atau stresor yang dihadapinya. Apabila
individu mempunyai mekanisme koping yang efektif dalam menghadapi
stresos, maka stresor tidak akan menimbulkan stres yang berakibat
kesakitan (disiase), tetapi stresor justru menjadi stimulan yang
mendatangkan wellness dan prestasi.

Srategi Koping (Cara Penyelesaian Masalah)

Menurut Mooss (1984) yang di kutip BRUNNER dan SUDDARTH


menguraikan 7 koping yang negatif kategori keterampilan, yaitu sebagai
berikut.
a. Koping yang negatif
1) Penyangkalan (Avoidance)
Penyangkalan meliputi penolakan untuk menerima atau
menghargai keseriusan penyakit pasien biasanya menyamarkan
gejala yang merupakan bukti suatu penyakit atau mengacuhkan
beratnya diagnosis penyakit dan penyangkalan ini merupakan
mekanisme pertahanan ego yang melindungi terhadap
kecemasan.
2) Menyalahkan diri sendiri (Self blame)

20
Koping ini muncul sebagai reaksi terhadap suatu keputusan
pasien merasa bersalah dan semua yang terajadi akibat
perbuatannya.
3) Pasrah (Wishfull thingking)
Pasien merasa pasrah terhadap masalah yang menimpanya, tanpa
adanya usaha dan motivasi untuk menghadapi.
4) Mencari informasi
Keterampilan koping dalam mencari informasi mencakup:
a) Mengumpulkan informasi yang berkaitan yang dapat
menghilangkan kecemasan yang disebabkan oleh salah
konsepsi dan ketidakpastian
b) Menggunakan sumber intelektual secara efektif, pasien
sering merasa terhibur oleh informasi yang mengenai
penyakit, pengobatan, dan perjalanan penyakit yang di
perkirakan terjadi
5) Meminta dukungan emosional
Kemmapuan untuk mendapat dukungan emosional dari keluarga,
sahabat dan pelayanan kesehatan sementara memelihara rasa
kemampuan diri yang sangat penting.
6) Pembelajaran perawatan diri
Belajar merawat diri sendiri menunjukan kemampuan dan
efektivitas seseorang, ketidakberdayaan seseorang, akan
berkurang karena rasa bangga dalam percepatan membantu
memulihkan dan memelihara harga diri
7) Menetapkan tujuan konkret, terbatas
Keseluruhan tugas berdaptasi terhadap penyakit serius dampak
membingungkan pada awalnya namun tugas tersebut dapat
dikuasai dengan membagi-baginya menjadi tujuan yang lebih
kecil dan dapat ditangani akhirnya mengarah pada keberhasilan.
Hal ini dapat dilaksanakan bila motivasi tetap di jaga dan
perasaan tidak berdaya dikurangi
8) Mengurangi hasil alternatif

21
Selalu saja ada alternatif lain dalam setiap situasi, dengan
memahami pilihan tersebut akan membantu pasien merasa
berjurang ketidakberdayaannya. Dengan menggali pilihan
tersebut bersama perawata dalam keluarga akan membantu
membuka realitas sebagai dasar untuk membuat keputusan
lainnya. Koping ini membantu pasien mengurangi kecemasan
dengan cara mempersiapkan hari esok dengan mengingat kembali
bagaimana pasien mampu mengatasi kesulitan masa lalu dan
meningkatkan percaya diri.
9) Menemukan makna dari penyakit
Penyakit merupakan satu pengalaman manusia kebanyakan orang
menganggap penyakit serius sebagai titik balik kehidupan
mereka, baik spiritual maupun fisiologis, terkadang orang
menemukan kepuasan dalam kepercayaan mereka bahwa pasien
mungkin mempunyai makna atau berguna bagi orang lain.
Mereka dapat berpartisipasi dalam proyek penelitian atau
program latihan untuk saat ini, keluarga dapat berkumpul akibat
adanya penyakit meskipun menyakitka namun dengan cara sangat
berani.
b. Koping Yang Positif (Teknik Koping)

Ada tiga teknik koping yang ditawarkan dalam mengatasi stres, yaitu
sebagai berikut.

1) Pemberdayaan sumber daya psikologis (potensi diri)


Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan
individu dalam memanfaatkan menghadapi stres yang disebabkan
situasi dan lingkungan (Pearlin dan schooler, 1978:5).
Perawat mempunyai peran penting pada pengelolaan stres,
khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien
yang kontruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya
dan pemberian dukungan sosial, berupa emosional, informasi,
dan material (Nursalam, 2011). Salah satu metode yang

22
digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah penerapkan
model pendekatan asuhan keperawatan (PAKAR). Pendekatan
yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan sosial yang
bertujuan untuk mempercepat respons adaptif pada pasien
terinfeksi HIV, meliputi modulasi respons imun (Nursalam,
2005), respon psikologis, dan respon sosial. Dengan demikian
penelitian bidang imunologi dengan respon spiritual, respons
eustres, variabel dapat membuka nunsa baru untuk bidang ilmu
keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan
keperawatan (PAKAR) adaptasi dari Roy yang berdasar pada
paradigma psikoneuroumunologi terhadap pasien terinfeksi HIV.
Model PAKAR yang di dasarkan psikoneuroumunologi
mempunyai efek terhadap perbaikan mekanisme koping pada
pasien HIV melalui proses pembelajaran. Perbaikan koping yang
positif tersebut di tunjukan oleh perbaikan respons kognisi distres
(tidak tabah, merasa dikucilkan lingkungan, dan marah) menjadi
respons yang eustress (tabah dan sabar, emosi yang positif, dan
penerimaan diri). Perbaikan respon kognisi tersebut
meningkatkan motivasi pasien untuk tetap hidup sehingga
memperbaiki respons biologis (imunitas) yang dicerminkan oleh
kadar CD4, peningkatan kadar CD4 akan mencegah progresivitas
HIV ke AIDS dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
Karakteristik di bawah ini merupakan sumber daya psikologis
yang penting
2) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
3) Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana
teori Konsep Cermin Diri dari Colley: rasa percaya diri, dan
kempuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi
4) Mengontrol diri sendiri
5) Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri
(internal control) dan situasi (external control) bahwa
kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar

23
sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya
(looking for silver lining)
Perbedaan Pakar Standar
Tujuan Pemenuhan respons Pemenuhan kebutuhan
adaptif (kognisi dan dasar pasien
biologis)
Pengkajian Fokus pada Oleh sebab tidak
gangguan adaptasi : terpenuhinya kebutuhan
kognisi dasar pasien, dengan
(spiritual,sosial, pendekatan head to toe
penerimaan diri) dan atau review of system
biologis (kortisol, (ROS). Lebih
CDA, IFN,y, menekankan pada aspek
AntiHIV klinis dan sistem.
Diagnosis Fokus pada empat Respons manusia akibat
keperawatan gangguan adaptasi, tidak terpenuhi
yaitu spiritual, kebutuhan dasar
sosial, penerimaan
diri dan imunitas.
Intervensi Strategi koping : Observasi, tindakan
dukungan sosial (indenpenden, dependen,
(penerapan) peran kolaboratif),
caring oleh perawat, penyuluhan.
dukungan keluarga,
dan dukungan
sesama ODHA
dengan menerapkan
peran pendamping.
Evaluasi Respons adaptif Keluhan subjektif, data
kognisi dan imunitas objektif (hasil dari
IPPA= inspeksi, perkusi,
palpasi,

24
auskultasi+pemeriksaan
laboratorium)
Aplikasi Perawat dapat Perawat lebih
diruangan menerapkan menekankan pada tugas
perannya secara limpah (dependen) dari
mandiri dalam dokter, sehingga perawat
memenuhi belum dapat memenuhi
kebutuhan pasien kebutuhan pasien secara
secara holistik. holisitik perawat kurang
Perawat menjadi dekat dan komunikatif
lebih komunikatif dengan pasien
dan dekat dengan
pasien
(Nursalam, Dian, Misutarno, & Kurniasari, 2018)
Kemampuan mengontrol diri akan dapat memperkusi koping
pasien, perawat harus menguatkan kontrol diri pasien dengan cara
berikut.
6) Membantu pasien mengidentifikasi masalah dan seberapa jauh
dia dapat mengontrol diri.
7) Meningkatkan perilaku menyelesaikan masalah
8) Membentu meningkatkan rasa percaya diri, bahwa pasien akan
mendapatkan hasil yang lebih baik
9) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengambil
keputusan terhadap dirinya
10) Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang
dapat meningkatkan kontrol diri: keyakinan, agama.
c. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan menginterpretasikan secara spesifik terhadap
stres dalam mencari arti dan makna stress (neutralize its stressfull).
Dalam menghadapi situasi stres, respon individu secara rasional
adalah dia akan menghadapi secara terus terang, mengabaikan, atau
memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan

25
bukan suatu yang penting untuk dipikirkan dan semua akan berakhir
bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi suatu tantangan dalam
hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua permasalahan
dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepedda
sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang
terjadi.
d. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan untuk
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalny, pasien HIV
akan melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya
tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat
antiretroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan
istirahat yang cukup, serta menghindari komuniksi obat yang
memperparah penyakit.
Respons Mean Rank Z count Significance
Perlakuan Standar
Denial 17,48 23,53 -1,734 P=0,102
Anger 15,83 25,18 -2,555 P=0,010
Bargaining 14,73 26,28 -3,276 P=0,001
Depression 17,98 23,03 -1,378 P=0,174
Acceptance 22,70 18,30 -1,232 P=0,242

22. Asuhan Keperawatan Respon Sosial (Keluarga dan Peer Group)


Dukungan sosial sangat diperlukan pada pasien HIV yang kondisinya
sudah sangat parah. Individu yang termasuk dalam memberikan dukungan
sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga,
teman, tim kesehatan, dan konselor.
a. Konsep dukungan sosial
Beberapa pendapat mengatakan dukungan sosial terutama dalam
konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan
keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial.

26
23. Pengertian dukungan sosial
Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasehat verbal dan atau non
verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakrabab sosial
atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional
atau efek perilaku bagi pihak penerima.
24. Jenis dukungan sosial
Hause membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial, sebagai
berikut:
a. Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap
orang yang bersangkutan.
b. Dukungan penghargaan.
Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang
lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu dan perbaandingan positif orang itu dengan orang
lain misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruj keadaannya
(menambah harga diri).
c. Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung menolong dengan memberi pekerjaan
pada orang yang tidak punya pekerjaan.
d. Dukungan informative
Mencakup pemberian nasihat, petunjuk, saran.
25. Hubungan dengan sosial dengan kesehatan
Menurut hipotesis penyangga dukungan sosial mempengaruhi kesehatan
dan melindungi orang itu terhadap efek negative dari stress berat. Fungsi
yang bersifat melindungi ini hanya atau terutama efektif orang itu
menjumpai stress yang kuat. Dalam stress yang rendah terjadi sedikit atau
tidak ada penyanggah bekerja dengan dua orang. Orang-orang dengan
dukungan sosial tinggi mungkin akan kurang menilai situasi penuh stress.
Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi akan mengubah respon
mereka terhadap sumber stress misalnya pergi keseorang teman untuk
membicarakan masalahnya.

27
Hipotesis efek langsung berpendapat bahwa dukungan sosial itu
bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan tidak peduli banyaknya
stress yang dialami orang-orang menurut hipotesis ini efek dukungan
sosial yang posotif sebanding dibawah intensitas stress tinggi dan rendah.
26. Dukungan sosial (Social Support)
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dukungan sosial merupakan meditor
yang penting dalam menyelesaikan masalah seseorang. Hal ini karena
individu merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah, atau kerja
kegiatan agama ataupun bagian kelompok lainnya.
a. Dimensi dukungan sosial
Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:
1) Emotional support, meliputi: perasaan nyaman, dihargai, dicintai,
dan diperhatikan.
2) Cognitive support, meliputi: informasi, pengetahuan, dan nasihat.
3) Materials support, meliputi: bantuan atau pelayanan berupa
sesuatu barang dalam mengatasi suatu masalah.
b. Mekanisme bagaimana dukungan sosial berpengaruh terhadap
kesehatan.
1) Mediator perilaku, mengajak individu untuk mengubah perilaku
yang jelek dan meniru perilaku yang baik.
2) Psikologis, meningkatkan harga diri dan menjembatani suatu
interaksi yang bermakna.
3) Fisiologis, membantu relaksasi terhadap sesuatu yang
mengancam dalam upaya meningkatkan sistem imun seseorang.
c. Intervensi yang diberikan pada sistem pendukung adalah:
1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan;
2) Menegaskan tentang pentingnya pasien bagi orang lain;
3) Mendorong agar pasien mengungkapkan perasaan negative;
4) Memberikan umpan balik terhadap perilakunya;
5) Memberikan rasa percaya dan keyakinan;
6) Memberi informasi yang diperlukan;
7) Berperan sebagai advokat;

28
8) Memberi dukungan; moril, materil,spiritual;
9) Menghargai penilaian individu yang cocok terhadap kejadian.
d. Tujuan dari asuhan keperawatan keluarga dengan AIDS adalah
ditingkatkannya kemampuan keluarga dalam:
1) Memahami masalah HIV/AIDS pada keluarganya;
2) Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi HIV/AIDS;
3) Melakukan tindakan keperawatan pada anggota keluarga yang
menderita HIV;
4) Memelihara lingkungan (fisik, psikis, dan sosial) sehingga dapat
menunjang kesehatan keluarga;
5) Memanfaatkan sumber daya yang ada dalam masyarakat
misalnya puskesmas;
6) Menurunkan stigma sosial.
27. Asuhan Keperawatan Respon Spiritual
Pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan pasien terhadap sakit
yang dideritanya. Asuhan keperawtan yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut:
a. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap
kesembuhan.
Perawat harus menyakinkan pasien bahwa sekecil apapun
kesembuhan, misalnya akan memberikan ketenangan dan keyakinan
pasien untuk berobat.
28. Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah meningkatkan dan mengajarkan
kepada pasien untuk selalu berpikir positif terhadap semua cobaan yang di
alaminya. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada
Sang Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus.
Dengan demikian, pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan
selama sakit.
29. Ketabahan hati

29
Ketabahan hati sangat dianjurkan pasien HIV. Perawat dapat menguatkan
diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau mengutip kitab suci
atau pendapat orang bijak.
(Nursalam, Dian, Misutarno, & Kurniasari, 2018)

I. Intervensi Keperawatan Paliatif AIDS


Perawatan Paliatif Intervensi
Umum 1. Penilaian holistik terhadap
kebutuhan fisik, emosi, sosial,
spiritual dan keluarga.
2. Sistem rujukan untuk
menghubungkan yang dapat
membantu mengatasi masalah
yang telah teridentifikasi.
Fisik 1. Penilaian, pencegahan, dan
pengobatan rasa sakit dan
gejala lain.
2. Pengajaran kemampuan
perawatan diri untuk
mengelola gejala efek samping
dirumah dan mengetahui tanda
tanda bahaya.
3. Pemerhatikan kebutuhan fisik
dalam masa akhir kehidupan.
4. Perawatan oleh pengasuh oleh
kelompok dukungan
konsultasi.
5. Dukungan dalam berduka cita,
konsultasi untuk membantu
keluarga dalam kesedihan dan
perencanaan masa depan.

30
Sosial 1. Bantuan dalam pengelolaan
stigma dan diskriminasi.
2. Dukungan dengan isu-isu
hukum seperti mempersiapkan
surat wasiat.
3. Bantuan terhadap kebutuhan
keuangan, kebutuhan gizi,
perumahan dan pendidikan.
Spiritual 1. Konsultasi spiritual.
2. Konsultasi harian untuk
aktivitas rohani.
3. Pemakaman dan tugas-tugas
kehidupan.

31
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Kanker
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk 1 kelompok besar
penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang
digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan
kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh
melampau batas normal, dan kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh
dan menyebar ke organ lain. Proses ini disebut metastasis. Metastasis
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker (WHO, 2009).
Menurut National Cancer Institute (2009), kanker adalah suatu istilah
untuk penyakit dimana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan
dapat menyerang jaringan disekitarnya.
Kanker merupakan proses penyakit yang dimulai ketika DNA salah satu
sel abnormal mengalami mutasi genetik, mereproduksi sel klon, dan
berproliferasi dengan cepat tanpa memperhatikan sinyal regulasi pertumbuhan
sel normal. Tidak ada bagian tubuh manusia yang kebal terhadap kanker. Setiap
sel pada setiap jaringan dapat mengalami tumor malignan (massa sel yang
abnormal). Setelah malignansi terjadi, malignansi dapat menyebar melalui
metastasis kebagian tubuh yang lain (Hurst,2015).
Kanker adalah suatu proses penyakit yang dimulai ketika sel abnormal
diubah oleh mutasi genetik DNA seluler (Brunner & Suddarth,2013).

B. Etiologi
Penyebab kanker sangat kompleks, melibatkan sel dan faktor
lingkungan. Banyak kemajuan yang telah dibuat dalam mengindentifikasi
kemungkinan penyebab kanker, termasuk:
1. Kimia dan zat lainnya
Bahan-bahan kimia tertentu, logam, atau peptisida dan meningkatkan
risiko kanker apabila masuk ke dalam tubuh. Contoh karsinogen yang
terkenal antara lain: abses, nikel, kadmium, uranium, radon, vinil klorida,
benzidene dan benzena. Misalnya, menghirup serat abses meningkatkan

32
risiko penyakit paru-paru, termasuk kanker, dan risiko kanker terutama
tinggi bagi pekerja abses yang merokok.
2. Tembakau
Karsinogen yang paling umum dalam masyarakat adalah rokok (asap
rokok). Asap rokok diketahui mengandung setidaknya 60 karsinogen dan
racun. Selain menyebabkan 80-90% pasien dari kanker paru-paru,
merokok juga dapat menyebabkan kanker mulut, faring, laring, esofagus,
pankreas, ginjal, dan kandung kemih. Menghindari produk tembakau
adalah salah satu cara untuk mengurangi risiko seseorang terkena kanker.
3. Radiasi
Beberapa jenis radiasi seperti sinar-X, sinar dari zat radioaktif, dan sinar
ultraviolet dari paparan sinar matahari dapat menghasilkan kerusakkan
pada DNA sel, yang mungkin menyebabkan kanker.
4. Keturunan
Faktor dari dalam diri berupa kelainan dalam hormon tubuh.
5. Infeksi virus
a. Human Papilomavirus (HPV) menyebabkan kanker serviks (dan juga
kulit kelamin)
b. Virus hepatitis B (hepatitis B virus, HBV) menyebabkan kanker hati.
c. Virus Epstein-Barr menyebabkan limfoma Burkitt di Afrika dan
kanker nasal serta faring di Cina (Baradero,2008).

C. Jenis-jenis Penyakit Kanker


Terdapat beberapa jenis kanker yang banyak ditemukan dan mematikan
(National Cancer Institute, 2012) yaitu:
1. Kanker paru-paru dan Bronkial
2. Kanker colon dan Rektum
3. Kanker payudara
4. Kanker pankreas
5. Kanker Prostat
6. Leukimia (kanker darah)
7. Kanker hati dan saluran empedu intrahepatic

33
8. Kanker ovarium
9. Kanker esophageal
10. Kanker kandung kemih
11. Kanker endometrium
12. Kanker ginjal
13. Melanoma
14. Kanker tiroid
(Hurst,2015)

D. Manifestasi Klinis
1. Sel-sel kanker menyebar dari satu organ atau bagian tubuh ke oragan atau
bagian tubuh lain melalui invasi dan metastasis; oleh sebab itu, manifestasi
klinis berkaitan dengan sistem yang terpengaruh/yang terganggu dan
dihubungakan dengan derajat gangguan.
2. Secara umum, kanker menyebabkan anemia, kelemahan, penurunan berat
badan (disfagia, anoreksia, sumbatan), dan nyeri (sering kali di stadium
akhir).
3. Gejala disebabkan oleh penghancuran jaringan dan penggantian oleh
jaringan kanker nonfungsional atau jaringan kanker yang terlalu produktif
(misalnya, gangguan struktur sekitar; peningkatan kebutuhan metabolik,
dan gangguan produksi sel-sel darah).
4. Pasien dapat tidak menyadari pertumbuhan dan penyebaran kanker,
setelah berada di sistem limfatik, kanker akan menyebar dengan cepat
(bermetastasis).
(Brunner & Suddarth, 2013)

E. Patofisiologi
Fase tranformasi sel normal menjadi sel kanker antara lain: aktivasi,
beberapa bahan kimia dan atau radiasi dapat memicu perubahan sel. Dalam
proses yang normal, tubuh seseorang dapat menghilangkan zat-zat berbahaya
dalam beberapa kasus substansi menetap dan menempel pada DNA dalam sel.
Pada tahap inisiasi DNA berubah atau bermutasi dalam sel yang di salin. Jika

34
itu terjadi dalam DNA tertentu, ini akan membuat sel lebih sensitif tehadap zat
berbahaya dan atau radiasi.
Pada tahap promosi, ketika sel menjadi sensitif, promotor mendorong
sel-sel membelah dengan cepat. Jika urutan normal dari DNA rusak, gumpalan
sel abnormal mengikat bersama untuk membentuk suatu masa atau tumor. Pada
tahap progresi sel-sel terus berkembang biak dan menyebar ke jaringan
terdekat. Jika mereka memasuki sistem getah bening, sel-sel abnormal akan di
angkut ke organ tubuh lain. Pada tahap pembalikan yaitu untuk mencegah
perkembangan kanker atau untuk memblokir salah satu dari ke empat tahap
pertama (Baradero,2008),(Hurst,2015)

F. Penatalaksanaan Medis
Ada empat macam cara pengobatan penyakit kanker (Foye, 1996) yaitu
operasi atau pembedahan, radioterapi, imunoterapi dan kemoterapi.
1. Pembedahan merupakan salah satu pengobatan kanker. Namun demikian
penanganan kanker dengan pembedahan umumnya hanya berhasil kepada
sel kanker yang belum mengalami metastasis. Tetapi apabila sel kanker
sudah menyebar ke organ lain, tidak dapat dilakukan dengan pembedahan.
2. Radioterapi adalah penggunaan radioaktif untuk menghancurkan sel
tumor. Keuntungan cara pengobatan kanker secara radioterapi adalah
hanya menyebabkan kerusakan sekecil mungkin terhadap jaringan normal
disekitarnya. Gabungan terapi pembedahan dan radiasi dapat lebih
memberi keuntungan karena radioterpi dapat menghancurkan sel kanker
mikroskopik yang dapat tersisa setelah pembedahan. Selain itu, dengan
radiasi dapat memperkecil tumor yang besar, menurunkan kambuh
setempat dan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya metastasis.
Jenis-jenis sinar radiasi yang biasa digunakan untuk terapi kanker adalah
sinar gamma dari kobalt-60 (CO-60) dan sinar-X. Namun dengan radiasi
ini memberikan efek samping yang sangat membahayakan, yaitu dengan
adanya sinar –X yang memiliki panjang gelombang rendah dan energi
tinggi dapat mempengaruhi sel-sel normal disekitar sel-sel kanker target.
Hal ini dapat merusak bahkan membunuh sel-sel normal.

35
3. Imunoterapi adalah pengobatan kanker melalui pemanfaatan reaksi imun
di dalam tubuh penderita untuk menghancurkan sel kanker. Cara
imunoterapi merupakan pengobatan lanjutan karena dapat menangguhkan
munculnya kembali sel kanker untuk jangka waktu yang lama. BCG
(Bacillus Calmette Guerin) sebagai turunan bakteri mycrobacterium bovis
yang telah dilemahkan merupakan zat imunoterapi karena meningkatkan
secara aktif respon kekebalan umum dan merangsang makrofag. BCG
bersifat nonspesifik karena tidak mempergunakan antigen unik untuk jenis
sel kanker tertentu.
4. Kemoterapi adalah pengobatan kanker melalui penggunaan agen kimia
(obat anti kanker). Berbeda dengan pembedahan dan radioterapi,
kemoterapi tidak di batasi oleh metastasis. Akan tetapi, obat anti kanker
tetap tidak mampu menghancurkan semua sel kanker di dalam tubuh
penderita sehingga masih harus di kombinasi dengan cara pengobatan lain
seperti imunoterapi. Persyaratan obat anti kanker dan sel normal cukup
kecil. Pengobatan dengan kemoterapi tidak selektif, sehingga dapat
mempengaruhi sel-sel normal dan menyebabkan kerusakan.

G. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit
dengan penyakit yang sama
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama
dengan klien
2. Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat
a. Pasien kurang responsif

36
b. Fungsi tubuh melambat
c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
d. Rahang cenderung jatuh
e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
f. Sirkulasi melambat dan ekstermitas dingin, nadi cepat dan melemah
g. Kulit pucat
h. Mata tidak ada respon terhadap cahaya
3. Diagnosa keperawatan
a. Ketakutan (individu, keluarga) yang berhubungan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut
akan kematian dan efek negatif pada gaya hidup.
b. Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian
yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik
diri dari orang lain.
c. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga, takut akan hasil (kematian) dengan
lingkungannya penuh dengan stress (tempat perawatan)
d. Risiko terhadap distress spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari sistem pendukung keagamaan, kurang privasi atau
ketidakmampuan diri dalam mengahadapi ancaman kematian.
4. Kriteria hasil
a. Klien atau keluarga akan:
1) Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan
gangguan
2) Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi
normal, tanggung jawab peran dan gaya hidup.
b. Klien akan:
1) Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
2) Mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan
kehilangan dan perubahan
3) Menyatakan kematian akan terjadi
c. Anggota keluarga akan melakukan hal berikut:

37
Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan
dengan cara berikut:
1) Menghabiskan waktu Bersama klien
2) Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka dengan
klien
3) Berpartisipasi dalam perawatan
d. Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan:
1) Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai
progonosis klien
2) Mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lingkungan
tempat perawatan
3) Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan continue
selama perawatan klien
e. Klien akan mempertahankan praktik spiritualnya yang akan
mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
a. Bantu klien untuk mengurangi ketakutannya:
1) Berikan kepastian dan kenyamanan
2) Tunjukan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
mengindari pertanyaan
3) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya
4) Indentifikasi dan dukung mekanisme koping efektif klien yang
cemas mempunyai penyempitan lapang persepsi dengan
penuunan kemampuan untuk belajar.
b. Kaji tingkat ketakutan klien:
Rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang beberapa
rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat
dihilangkan dengan memberikan informasi akurat. Klien dengan
ketakutan berat tidak menyerap pelajaran.

38
c. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-
ketakutan mereka mengungkapkan memungkinkan untuk saling
berbagi dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki konsep
yang tidak benar.
d. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif
menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan respon
koping positif yang akan datang.
Diagnosa II.
1. Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara
terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan bahwa
berduka adalah reaksi yang umum dan sehat pengetahuan bahwa
tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian
sedang menanti dapat menimbulkan perasaan ketidak
berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka
yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien
dan anggota keluarga menerima dan mengetasi situasi dan
respon mereka terhadap situasi tersebut.
2. Berikan dorongan pengguaan strategi koping positif yang
terbukti memberikan keberhasilan pada masa lalu strategi
koping positif membantu penerimaan dan pemecahaan masalah.
3. Memberikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut
diri yang positif memfokuskan pada atribut yang positif
meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang
terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan
terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur proses berduka,
proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian
yang akan terjadi diterima.
5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan penelitian

39
menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai
tindakan keperawatan berikut:
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemendiriaan
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukan
d. Meningkan kenyamanan fisik (skoruka dan bonet 1982)

Diagnosa III

1. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan


tunjukan penengertian yang empati kontak yang sering dan
mengkomunikaskan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkan pelajaran.
2. Ijinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan, ketakukan dan kewatiran kemudian
merencakan intervensi untuk mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU informasi ini dapat
membantu mengurangi ketakutan yang berkaitan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang
dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan
klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjungdan berpartisipasi dalam
tindakan perawat kunjungan dan partisipasi yang sering dapat
meningkatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan
sumber lainya keluarga dengan masalah-masalah seperti
kebutuhan financial,koping yang tidak berhasil atau konflik
yang yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber untuk
membantu mempertahankan fungsi keluarga.

Diagnosa IV

1. Gali apakah klien mengginginkan untuk melaksanakan praktek


atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang
memberikan kesempatan kepada klien untuk melakuanya bagi

40
klien yang mendapatkan nilai tinggi pada doa atau praktek
spiritual lainya, praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan
dan dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan.
2. Ekspresikan pengertian dan penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan praktik sekaligus atau spiritual klien
menunjukan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
kesulitan klien dan mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya.
3. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual dan spiritual sesuai
kebutuhan klien dapat dilaksanakan privasi dan ketenangan
memberikan lingkungan yang memudahkan represi dan
perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan utnuk berdoa Bersama klien
lainya atau membaca buku keagamaan perawat meskipun yang
tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien
dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religious atau
rohaniawan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan
ketidaksetiaan pelayanan (kapel dan injil RS) tindakan ini dapat
membantu klien mempertahankan spiritual dan mempraktikan
ritual yang penting ( Carson 1989).

Evaluasi

1. Klien merasa nyaman dan mengekspresiikan perasaanya kepada


perawat.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3. Klien selalu ingat kepada Tuhan.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan akan
kembali kepadanya.

H. Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker


Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh tim
paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan

41
bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi
pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini,
penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan masalah-masalah lain, baik
masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO,2002).
Kemenkes (2013), menjelaskan prinsip pelayanan paliatif pasien kanker:
1. Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain
2. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal
3. Tidak bertujuan mempercepat kematian
4. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual
5. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa duka cita
6. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya
7. Menghindari tindakan sia-sia.

I. Masalah-Masalah Sosial Pasien dan Anggota Keluarga Pasien dalam


Perawatan Paliatif
1. Masalah dalam hubungan antara pribadi
a. Karena reaksi pasien terhadap penyakitnya: seperti kecemasan,
ketakutan, amarah, merasa bersalah, mengeluh
b. Karena reaksi orang lain terhadap penyakit pasien: seperti kecemasan,
ketakutan, amarah, merasa bersalah, deperesi dan mengeluh.
2. Masalah keluarga
a. Pergantian peran
Kondisi yang menurun, membuat tugas-tugas yang biasanya pasien
dapatkan di dalam keluarga akan di gantikan oleh orang lain terutam
dalam hal finasial, sehingga seorang pasien dapat merasa tidak
berguna, terisolasi dan deperesi.
b. Koping mekanisme bagi yang tidak dapat menyesuaikan diri.
c. Kelelahan
J. Peranan Perawatan Paliatif Penyakit Kanker
1. Kelanjutan dan kesinambungan perawatan adalah hal yang sangat penting
dan diutamakan. Perawat paliatif harus dikenal oleh penderita dan

42
keluarga, dan berperan sebagai sumber informasi dan sumber dukungan
mental.
2. Nyeri dan gejala lain dievaluasi secara cermat dan didokumentasi sehingga
perkembangannya dapat dikontrol.
3. Perawat paliatif harus dapat menganalisis dan menentukan prioritas
penyelesaian, bila ada masalah yang terkait dengan pasien, keluarga, dan
upaya medis.

K. Faktor-Faktor Pendukung dalam Perawatan Paliatif


Usaha dalam perbaikan kualitas hidup bagi pasien dan keluarga akan
lebih efektif dengan adanya:
1. Pengembangan pusat kegiatan paliatif
2. Penngertian yang mendalam tentang penggunaan analgetika
3. Pengertian tentang kebutuhan dari pasien dan keluarga pasien dalam usaha
mengatasi keluhan
4. Kesepakatan bahwa menghilangkan gejala untuk mencapai kualitas hidup
yang baik adalah hal penting pada penderita kanker.

L. Quality Of Life
Berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak napas, penurunan berat
badan gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spritual yang memperngaruhi kualitas hidup penderita dan keluarganya.
Perawatan paliatif merupakan bagian penting dalam perawatan penderita yang
terminal yang dilakukan menjadi prioritas utama adalah kualitas hidup dan
bukan kesembuhan penderita.
Perawatan paliatif yang baik mampu merubah kualitas hidup penderita
kanker seseorang menjadi lebih baik. Tindakannya seperti menghilangkan
nyeri dan keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan pada aspek psikologis,
sosial, dan spiritual.
Agar kualitas hidup penderita kanker tetap tinggi, ada beberapa hal
yang harus dilakukan, diantaranya adalah dengan menerapkan perawatan
paliatif yang komprehensif dan terintergratif dari tim paliatif.

43
44
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif; Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Baradero, M. (2008). Seri Asuhan Klien Kanker. Jakarta: EGC.

Marlene, H. (2015). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nursalam; Ninuk dian K.; Misutarno; Fitriana Kurniasari S. (2018). Asuhan


Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

45

Anda mungkin juga menyukai