Anda di halaman 1dari 16

Aspek dan Kriteria Penilaian Media Pembelajaran

by Romi Satria Wahono

Diskusi menarik terjadi di acara penyusunan kriteria


penilaian lomba pembuatan media pembelajaran berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk SMA
dan sederajat yang diselenggarakan Dikmenum. Tujuan
diskusi sebenarnya adalah menentukan aspek dan kriteria
apa yang akan digunakan untuk menilai sebuah media
pembelajaran. Dalam bidang rekayasa perangkat lunak
sebenarnya sudah ada teknik pengukuran perangkat lunak
yang telah saya bahas di artikel sebelumnya. Tapi karena
media pembelajaran termasuk jenis perangkat lunak yang
melingkupi berbagai disiplin ilmu (pembelajaran, desain,
komunikasi, dsb), maka pendapat dari berbagai domain expert menjadi wacana yang
menyegarkan.

Saya mengusulkan modifikasi aspek penilaian dari


tahun sebelumnya yang terdiri dari 4-5 aspek menjadi
hanya 3 aspek, yaitu aspek rekayasa perangkat
lunak, aspek instructional design (desain
pembelajaran) dan aspek komunikasi visual. Kriteria
penilaian termasuk mekanisme penjurian tidak
digabungkan menjadi satu, tetapi dipisah dan tiap
aspek dinilai oleh orang yang kompeten di aspek
tersebut. Saya beserta beberapa rekan dari LIPI,
IlmuKomputer.Com, dan Pustekkom kemudian
menyusun kriteria penilaian dalam aspek rekayasa
perangkat lunak. Untuk aspek instructional design
(desain pembelajaran), rekan-rekan dari bidang pembelajaran dan pendidikan yang berperan,
diantaranya ada mas Ridwan dan mas Uwes dari UNJ, dsb. Sedangkan aspek komunikasi visual
dimanage oleh beberapa rekan dari ITB fakultas seni rupa, khususnya program studi desain dan
komunikasi visual, diantaranya mas Indarsjah dan mas Agung.

Hasil dari penyusunan dan diskusi tentang aspek dan kriteria penilaian media pembelajaran saya
share di bawah. Penjelasan lengkap tentang aspek yang susun akan saya tulis di artikel terpisah.
Mudah-mudahan bisa menjadi acuan dan persiapan bagi rekan-rekan guru SMA di seluruh
Indonesia yang ingin mengikuti lomba pembuatan media pembelajaran yang diselenggarakan
Dikmenum tahun 2006 ini. Kriteria ini rencananya akan kita gunakan juga untuk menilai karya
yang masuk pada program Smart Teacher yang baru saja kita launching.

Aspek Rekayasa Perangkat Lunak

Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan media pembelajaran


Reliable (handal)
Maintainable (dapat dipelihara/dikelola dengan mudah)
Usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya)
Ketepatan pemilihan jenis aplikasi/software/tool untuk pengembangan
Kompatibilitas (media pembelajaran dapat diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware
dan software yang ada)
Pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi
Dokumentasi program media pembelajaran yang lengkap meliputi: petunjuk instalasi
(jelas, singkat, lengkap), trouble shooting (jelas, terstruktur, dan antisipatif), desain
program (jelas, menggambarkan alur kerja program)
Reusable (sebagian atau seluruh program media pembelajaran dapat dimanfaatkan
kembali untuk mengembangkan media pembelajaran lain)

Aspek Desain Pembelajaran

Kejelasan tujuan pembelajaran (rumusan, realistis)


Relevansi tujuan pembelajaran dengan SK/KD/Kurikulum
Cakupan dan kedalaman tujuan pembelajaran
Ketepatan penggunaan strategi pembelajaran
Interaktivitas
Pemberian motivasi belajar
Kontekstualitas dan aktualitas
Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar
Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran
Kedalaman materi
Kemudahan untuk dipahami
Sistematis, runut, alur logika jelas
Kejelasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi, latihan
Konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran
Ketepatan dan ketetapan alat evaluasi
Pemberian umpan balik terhadap hasil evaluasi

Aspek Komunikasi Visual

Komunikatif; sesuai dengan pesan dan dapat diterima/sejalan dengan keinginan sasaran
Kreatif dalam ide berikut penuangan gagasan
Sederhana dan memikat
Audio (narasi, sound effect, backsound,musik)
Visual (layout design, typography, warna)
Media bergerak (animasi, movie)
Layout Interactive (ikon navigasi)

Penjelasan lengkap untuk penilaian dalam aspek rekayasa perangkat lunak dapat dinikmati dari
artikel dalam situs ini berjudul Aspek Rekayasa Perangkat Lunak dalam Media Pembelajaran.
Aspek Rekayasa Perangkat Lunak dalam Media
Pembelajaran
by Romi Satria Wahono

Waduh kok softwarenya nggak mau jalan


Lho kok proses instalasinya sulit sekali

Itu mungkin keluhan yang sering kita dengar ketika kita


menggunakan sebuah software atau perangkat lunak di
komputer kita. Dan bukan sesuatu yang mustahil, kemungkinan
besar terjadi juga di perangkat lunak media pembelajaran yang
kita kembangkan. Jangan dilupakan bahwa media pembelajaran
yang terdiri dari media presentasi pembelajaran (alat batu guru
untuk mengajar) dan software pembelajaran mandiri (alat bantu siswa belajar mandiri) adalah
juga suatu perangkat lunak. Baik tidaknya sebuah perangkat lunak, biasanya menunjukkan
bagaimana kualitas perangkat lunak tersebut, hal ini sudah kita kupas tuntas di artikel tentang
pengukuran perangkat lunak. Nah, media pembelajaran yang baik adalah yang memenuhi
parameter-parameter berdasarkan disiplin ilmu rekayasa perangkat lunak, seperti pada contoh
diatas (efisiensi, reliabilitas, usabilitas, dsb).

Setelah aspek dan penilaian media pembelajaran kita bahas, artikel ini akan fokus di satu sisi
penilaian yaitu aspek rekayasa perangkat lunak. Bagaimanapun juga saya tetap bersandar ke
standard pengukuran perangkat lunak (baik ISO standard maupun best practice) pada saat
menyusun kriteria-kriteria penilaian. Saya modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan supaya lebih
mudah dipahami oleh peserta lomba. Kriteria penilaian dalam aspek rekayasa perangkat lunak
yang akhirnya disetujui dalam diskusi di tim penyusun (LIPI, Pustekkom,
IlmuKomputer.Com) adalah seperti di bawah:

1. Efektif dan Efisien dalam Pengembangan Maupun Penggunaan Media Pembelajaran

Kok lambat yach?


Petunjuk Pemakaian: matikan seluruh program lain, karena program ini perlu memory 1GB
untuk dapat dijalankan
Program besar sekali, menghabiskan space di komputer!

Seringkali sebuah program yang sepertinya berukuran kecil dan memiliki fitur yang tidak terlalu
rumit, tetapi berjalan sangat lamban. Kalau seandainya saja setiap komputer memiliki kecepatan
yang tidak terbatas dan memory (RAM) yang bebas tidak terbatas, maka tentu tidak akan
menjadi masalah. Tetapi setiap komputer memiliki kecepatan terbatas, memory (RAM) terbatas
dan kapasitas penyimpanan tetap (hardisk) terbatas. Oleh karena itu, penting untuk mengatur
pemakaian resource (CPU, RAM dan hardisk) tersebut secara efektif dan efisien. Kelambatan,
rendahnya respon dan throughput biasanya terjadi karena pembuat tidak memikirkan efesiensi
sumber daya yang terserap oleh program. Misalnya untuk pemakaian gambar-gambar yang
ditampilkan dalam ukuran kecil, pembuat tetap menggunakan gambar asli yang beresolusi tinggi,
tidak melakukan usaha-usaha kompresi dan pemotongan yang tepat. Sebaliknya, ada pula
gambar yang seharusnya memakai resolusi tinggi, tetapi digunakan gambar yang beresolusi
rendah.

Hal lain yang memungkinkan tidak efisiennya pemakaian resource adalah penggunaan algoritma
yang kurang tepat Misalnya untuk pekerjaan pengurutan (sorting) sebuah kumpulan data,
pembuat tidak memanfaatkan algoritma-algoritma sorting yang terkenal efektif seperti: insertion-
sort, merge-sort dan lain-lain. Misalnya ada komputer A dengan kecepatan 100 kali lebih cepat
dari komputer B, yang menjalankan algoritma yang berbeda untuk masalah yang sama. Kalau
kita dapat memilih algoritma yang lebih tepat dan efisien di komputer B, maka program dapat
saja berjalan lebih cepat 10 kali lipat di komputer B.

Salah satu kasus yang sering muncul adalah, karena terlalu bersemangat, pembuat media
pembelajaran, menampilkan semua pustaka gambar yang ia miliki dan efek-efek animasi dan
simulasi yang ia kuasai ke dalam media pembelajaran, meskipun mereka tidak terlalu penting
dan efektif dalam membantu proses pembelajaran.

2. Reliabilitas (Kehandalan)

Murid: Pak, program ini kok sering hang ya?


Guru: Kenapa? Kapan errornya?
Murid: Gak tahu, tidak ada pesan error tuh.

Program dikatakan reliable atau handal bila program dapat berjalan dengan baik, tidak mudah
hang, crash atau berhenti pada saat pengoperasian. Kehandalan program juga dinilai dari
seberapa jauh dapat tetap berjalan meskipun terjadi kesalahan pada pengoperasian (error
tolerance). Pengguna memerlukan feedback sesuai dengan kondisi system (termasuk berapa
lama pengguna harus menunggu, dll).

3. Maintainabilitas (Dapat Dipelihara/Dikelola dengan Mudah)

Good software is maintainable (Reinhard Miller)


It looks obvious until you try it (IEEE Software)
Programming is like poetry. It conveys a message, not only to the computer, but to those who
modife and use your program (Jonathan Bartlett)

Struktur program disusun dengan algoritma, alur penyajian, pengorganisasian, dan keterkaitan
antar bagian sehingga mudah dalam modifikasi. Kode atau script tetap sederhana dan mudah
dipahami meskipun menjalankan fungsi yang kompleks. Kode bersifat modular dengan
dokumentasi pada tiap bagian yang memudahkan dalam modifikasi dan perubahan
(maintenance). Sehingga siapa saja yang ingin merubah/memperbaiki/menambah fitur program
dapat dengan mudah melakukannya. Selain penambahan fitur, hal yang sering dilakukan oleh
programer adalah menemukan bug dalam programnya. Justru ada pernyataan bahwa
membersihkan bug adalah 60% dari pekerjaan seorang programer.

Semakin sedikit code program yang Anda tuliskan, semakin kecil keperluan agar code atau
program maintainable. Semakin banyak code program yang Anda tuliskan, semakin perlu Anda
memikirkan maintainabilitas program Anda.

4. Usabilitas (Mudah Digunakan dan Sederhana dalam Pengoperasiannya)

Layaknya seoseorang yang bingung ketika baru pertama kali datang ke Jakarta dan ingin mencari
alamat Jl. Jend. Gatot Subroto 10. Orang tersebut pasti merasa bingung untuk mencari alamat
tersebut. Dalam kondisi bingung, orang tersebut tentu akan memanfaatkan marka jalan sebagai
penunjuk arah. Dapat dibayangkan apabila di jalan raya tidak disediakan rambu-rambu lalu lintas
dan marka jalan, tentu orang akan tersesat dan tidak tahu ke mana arah yang akan dituju. Begitu
pula dengan media pembelajaran, ketersediaan tooltip, help, icon, logo, tombol, dsb akan sangat
membantu pengguna yang baru pertama kali menggunakan media tersebut. Desain dan tata letak
navigasi sangat membantu pengguna untuk memanfaatkan media tersebut. Apabila terjadi
kesalahan pada program (error) maka ditampilkan pesan dengan bahasa yang mudah dipahami
oleh pengguna.

Konsistensi bentuk dan letak navigasi juga mempengaruhi kenyamanan pengguna ketika
menghayati informasi yang tersirat dalam media pembelajaran. Dengan hanya melihat tampilan
awal, pengguna dapat mengetahui kondisi program dan dapat menentukan aksi-aksi alternatif.
Semua pilihan dan bahan tampak sehingga mudah dicari bilamana diperlukan tanpa mengganggu
pengguna dengan informasi yang berlebihan. Pengguna juga dapat dengan sangat mudah
menebak, memperkirakan bahkan menentukan relasi antara aksi dan hasil, antara kontrol-kontrol
dan efek yang ditimbulkannya, antara status software dan apa yang tampak.

5. Ketepatan Pemilihan Jenis Aplikasi/Software/Tool untuk Pengembangan

Karya media pembelajaran dikembangkan dengan aplikasi dan perangkat yang tepat sesuai
dengan kebutuhan pengembang. Contohnya adalah untuk membuat desain grafis, tentu harus
menggunakan perangkat lunak pengolah grafis, dan bukan perangkat lunak (aplikasi) yang
diciptakan untuk mengolah kata. Contoh lain, untuk membuat presentasi, akan lebih mudah
dikembangkan dengan perangkat lunak untuk membuat presentasi. Demikian juga tentang
pemanfaatan tool yang tepat dan lebih mudah dalam pembuatan animasi, simulasi, test, dan fitur-
fitur yang lain.

6. Kompatibilitas (Media Pembelajaran Dapat Diinstalasi/Dijalankan di Berbagai


Hardware dan Software yang Ada)

Perkembangan software dan hardware sudah cukup banyak bervariasi, semakin tinggi
spesifikasinya, semakin tinggi kecepatan prosesnya. Bila dulu kecepatan akses RAM paling
tinggi 8 MB, saat ini kecepatannya berkali lipat hingga 1 GB, CD ROM yang dulu kecepatan
bacanya paling tinggi 4X saat ini CD ROM sudah umum dan memiliki banyak fungsi dengan
kapasitas kecepatan yang tinggi, seperti CD-RW dengan speed hingga 52X bahkan ada yang
mampu membaca DVD, demikian juga dengan Software Aplikasi, bila dulu aplikasinya
sederhana dan cukup panjang proses menjalankan berbagai aplikasi didalamnya, saat ini aplikasi
sudah sangat indah dengan tampilan grafis yang baik dan animatif, dengan navigasi yang mudah
dan cepat dalam proses menjalankan aplikasinya.

Belajar akan lebih baik, jika setiap orang bisa bekerja dimanapun tanpa ada hambatan spesifikasi
komputer dan software yang dipersyaratkan untuk menjalankannya, oleh karenanya hasil karya
yang baik kendaknya dapat dijalankan diberbagai kondisi hardware dan sofware yang beragam,
artinya bisa dijalankan didalam spesifikasi komputer yang paling rendah sekalipun, bisa
dijalankan dengan Operating System dengan platform apapun dan versi manapun, mulai dari
yang awal hingga yang terbaru, dan software yang tidak dibatasi oleh versi keluaran baik versi
awal maupun versi yang terbaru.

7. Pemaketan Program Media Pembelajaran Terpadu dan Mudah dalam Eksekusi

Media pembelajaran terpaket dengan baik. Proses instalasi berjalan secara otomatis dengan
menggunakan Autorun. Dengan sekali install, program langsung dapat digunakan tanpa perlu
melakukan instalasi lain satu persatu (plugin, dsb) atau proses rebooting komputer. Shorcut/icon
secara otomatis muncul setelah proses instalasi dengan nama yang mudah diidentifikasi. Fitur
untuk uninstall program disediakan untuk membantu pengguna apabila sudah tidak memerlukan
program tersebut. Program dapat juga dikembangkan tanpa proses instalasi, artinya dengan satu
klik semua berjalan dengan sendiri. Hal ini semakin memudahkan pengguna terutama untuk
siswa-siswa yang kurang dalam mengenal komputer.

8. Dokumentasi Program Media Pembelajaran yang Lengkap

Gimana nih cara instalasinya? Kok nggak panduannya?

Pertanyaan ini muncul ketika media pembelajaran yang telah kita buat ternyata tidak dilengkapi
dengan dokumentasi tentang cara instalasi dan cara penggunaan. Definisi rekayasa perangkat
lunak menurut Ian Sommerville adalah:

Program komputer dan dokumentasi yang berhubungan

Jadi tidak boleh dilupakan bahwa sebutan perangkat lunak itu tidak hanya untuk program
komputer, tetapi juga termasuk dokumentasi dan konfigurasi data yang berhubungan yang
diperlukan untuk membuat program beroperasi dengan benar. Dengan definisi ini otomatis
keluaran (output) produksi perangkat lunak disamping program komputer juga dokumentasi
lengkap berhubungan dengannya. Ini yang kadang kurang dipahami oleh pengembang, sehingga
menganggap cukup memberikan program yang jalan (running program) ke pengguna.

Dokumentasi media pembelajaran yang dibuat harus meliputi: petunjuk instalasi (jelas, singkat,
lengkap), trouble shooting (jelas, terstruktur, dan antisipatif), desain program (jelas,
menggambarkan alur kerja program). Dokumentasi, selain berorientasi ke kemudahan pengguna
dengan adanya help, readme, panduan penggunaan, dsb, juga berorientasi pada pengembang
yang diimplikasikan pada lengkapnya dokumentasi dan penjelasan pada kode program sehingga
memudahkan dalam modifikasi.

9. Reusabilitas (Sebagian atau Seluruh Program Media Pembelajaran dapat Dimanfaatkan


Kembali untuk Mengembangkan Media Pembelajaran Lain)

Eric S. Raymond, seorang tokoh programmer opensource mengatakan Good programmers


know what to write. Great ones know what to rewrite and reuse. Setelah level membuat
terlewati, seorang pengembang harus meningkatkan kemampuan diri untuk tidak hanya
berorientasi membuat, tapi juga berorientasi ke bagaimana fitur dan fungsi program kita supaya
dapat digunakan lagi di program lain dengan mudah. Bagaimana kita mendesain sebuah source
code (kode sumber), icon, logo, tombol dan sebagainya sehingga dengan mudah dapat digunakan
kembali (reuse) pada program media pembelajaran lain, itulah arti dari reusabilitas.

Template menu, icon, logo, tombol, dsb yang telah dibuat dapat dengan mudah digunakan untuk
program lain. Library (DLL, API, dsb) juga dikemas dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan
oleh program lain. Program tersusun secara modular, hal ini mempermudah penggunaan kembali
(reusabilitas).

REFERENSI

[1] J.A. McCall, P.K. Richards, and G.F. Walters, Factors in Software Quality, Tehnical Report
RADC-TR-77-369, US Department of Commerce, 1977.
[2] T.P. Bowen, G.B Wigle, and J.T. Tsai, Specification of Software Quality Attributes:
Software Quality Evaluation Guidebook, Technical Report RADC-TR-85-37, Rome Air
Development Center, Griffiss Air Force Base, 1985.
[3] IEEE Standard Glossary of Software Engineering Technology, IEEE Std 610.12-1990,
Institute of Electrical and Electronics Engineers, New York, 1990.
[4] Hans Van Vliet, Software Engineering Principles and Practice, John Wiley & Sons, 2000.
[5] James F. Peters and Witold Pedrycz, Software Engineering: An Engineering Approach, John
Wiley & Sons, 2000.
[6] Roger S. Pressman, Software Engineering: A Practitioners Approach Fifth Edition,
McGraw-Hill, 2004.
[7] Ian Sommerville, Software Engineering 7th Edition, Addison-Wesley, 2004.
[8] Thomas H. Corment et.al., Introduction to Algorithms, Second Edition, MIT Press, 2002.
[9] CodeZar.Com, Increase Maintainability
[10] Reinhard Mller, Programmers Style Guide
7 Langkah Mudah Membuat Multimedia Pembelajaran
by Romi Satria Wahono

Meskipun ada sedikit masalah di udara, alhamdulillah


Seminar tentang Multimedia Pembelajaran di Udinus
berjalan lancar. Seminar ini cukup heboh karena jumlah
total peserta sekitar 1400 orang yang terbagi menjadi
beberapa lokasi. 500-600 pendaftar
pertama menempati kursi-kursi di Hall lantai 3 kampus
Udinus, sebagian peserta ada di gedung D, dan sebagian
yang lain ada di kota lain secara teleconference atau
dengan media TV. Acara ini juga disiarkan secara
langsung oleh TVKU, perusahaan TV lokal yang memiliki ijin siaran di wilayah Jawa Tengah.
Karena peserta 80% adalah guru SD, SMP dan SMA (dan yang sederajat) yang datang karena
ingin mendapatkan pengetahuan berhubungan dengan pengembangan multimedia pembelajaran,
saya membawakan topik materi agak berbeda dari biasanya.

Materi kali ini saya pertajam ke langkah taktis pengembangan dan usaha memotivasi bapak ibu
guru yang hadir untuk mengembangkan multimedia pembelajaran. Success story para bapak ibu
guru yang memenangkan berbagai lomba level nasional dan internasional juga saya sampaikan,
termasuk personnya saya tampilkan. Kebetulan acara seminar ini bersamaan dengan launching
KOMED (Komunitas Multimedia Edukasi) yang beranggotakan pemenang-pemenang berbagai
lomba pengembangan multimedia di tanah air. Jadi teman-teman pengembang multimedia
pembelajaran juga banyak yang ikut hadir.

Apa saja 7 langkah mudah mengembangkan multimedia pembelajaran itu? Penjelasan lengkap
ada di bawah.

1. TENTUKAN JENIS MULTIMEDIA PEMBELAJARAN

Perhatikan dengan benar, yang akan kita buat itu apakah alat bantu kita untuk mengajar
(presentasi) ke siswa atau kita arahkan untuk bisa dibawa pulang siswa alias untuk belajar
mandiri di rumah atau sekolah. Jenis multimedia pembelajaran menurut kegunannya ada dua:

1. Multimedia Presentasi Pembelajaran: Alat bantu guru dalam proses pembelajaran di


kelas dan tidak menggantikan guru secara keseluruhan. Berupa pointer-pointer materi
yang disajikan (explicit knowledge) dan bisa saja ditambahi dengan multimedia linear
berupa film dan video untuk memperkuat pemahaman siswa. Dapat dikembangkan
dengan software presentasi seperti: OpenOffice Impress, Microsoft PowerPoint, dsb.
2. Multimedia Pembelajaran Mandiri: Software pembelajaran yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa secara mandiri alias tanpa bantuan guru. Multimedia pembelajaran mandiri
harus dapat memadukan explicit knowledge (pengetahuan tertulis yang ada di buku,
artikel, dsb) dan tacit knowledge (know how, rule of thumb, pengalaman guru). Tentu
karena menggantikan guru, harus ada fitur assesment untuk latihan, ujian dan simulasi
termasuk tahapan pemecahan masalahnya. Untuk level yang kompleks dapat
menggunakan software semacam Macromedia Authorware atau Adobe Flash. Sayangnya
saya masih belum bisa nemukan yang selevel dengan itu untuk opensource-nya. Kita juga
bisa menggunakan software yang mudah seperti OpenOffice Impress atau Microsoft
PowerPoint, asal kita mau jeli dan cerdas memanfaatkan berbagai efek animasi dan fitur
yang ada di kedua software terebut.

2. TENTUKAN TEMA MATERI AJAR

Ambil tema bahan ajar yang menurut kita sangat membantu meningkatkan pemahaman ke siswa
dan menarik bila kita gunakan multimedia. Ingat bahwa tujuan utama kita membuat multimedia
pembelajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa. Jangan terjebak ke memindahkan
buku ke media digital, karena ini malah mempersulit siswa. Ketika guru biologi ingin
menggambarkan sebuah jenis tumbuhan supaya bisa dipahami siswa, dan itu sulit ternyata
dilakukan (karena guru tidak bisa nggambar di komputer, dsb), maka ya jangan dilakukan
Alangkah lebih baik apabila pohon tersebut dibawa saja langsung ke depan kelas. Ini salah satu
contoh bagaimana media pembelajaran itu sebenarnya tidak harus dengan teknologi informasi.
Dalam sertifikasi guru, pemanfaatan media pembelajaran seperti pohon itu, atau kecoak
dikeringkan, dsb tetap mendapatkan poin penilaian yang signifikan.

3. SUSUN ALUR CERITA (STORYBOARD)

Susun alur cerita atau storyboard yang memberi


gambaran seperti apa materi ajar akan
disampaikan. Jangan beranggapan bahwa
storyboard itu hal yang susah, bahkan point-
point saja asalkan bisa memberi desain besar
bagaimana materi diajarkan sudah lebih dari
cukup. Cara membuatnya juga cukup dengan
software pengolah kata maupun spreadsheet
yang kita kuasai, tidak perlu muluk-muluk
menggunakan aplikasi pembuat storyboard
professional. Untuk storyboard sederhana, saya
berikan contoh karya pak ismudji dari SMA
Bontang, Kaltim (ismudji-storyboard.pdf).
Sedangkan yang agak kompleks, bisa dilihat dari yang dibuat teman-teman di Brainmatics dan
IlmuKomputer.Com untuk konten Rekayasa Perangkat Lunak (rpl-storyboard.pdf)

4. MULAI BUAT SEKARANG JUGA!

Jangan menunda atau mengulur waktu lagi, buat sekarang juga!


Siapkan Openoffice Impress atau Microsoft PowerPoint anda.
Mulai buat slide pertama, isikan bahan ajar yang ingin anda
multimedia-kan. Terus masukkan bahan ajar anda di slide slide
berikutnya, mulai mainkan image, link dengan gambar, suara
dan video yang bisa kita peroleh dengan gampang di Internet.
Bisa juga memanfaatkan situs howstuffworks.com untuk
mencari ide Jangan lupa juga bahwa banyak pemenang-pemenang lomba pengembangan
multimedia pembelajaran yang hanya bermodal Openoffice Impress atau PowerPoint sudah
cukup membuat karya yang berkualitas tinggi. Gambar disamping saya ambil dari karya pak
Teopilus Malatuni, guru SMAN 1 Kaimana Papua Barat yang dibuat dengan tool sederhana, bisa
mendapatkan skor signifikan di lomba dikmenum tahun 2007. Kuncinya adalah tekun, sabar dan
pantang menyerah. Tidak ada ilmu pengetahuan yang bisa didapat secara instan, semua melewati
proses panjang.

5. GUNAKAN TEKNIK ATM

Terapkan metode ATM (Amati, Tiru dan


Modifikasi). Usahakan sering melihat contoh-contoh
yang sudah ada untuk membangkitkan ide. Gunakan
logo, icon dan image yang tersedia secara default.
Apabila masih kurang puas:

Cari dari berbagai sumber


Buat sendiri apabila mampu

Saya berikan contoh bagaimana perdjoeangan mas


Heru Suseno, guru fisika dari SMA Negeri 2 Madiun. Mas Heru ini dengan seriusnya
menerapkan ATM dengan mencoba meniru tampilan Microsoft Encarta di tahun 2006. Tahun
2007 beliau sudah berhasil memperbaiki dan memodifikasi karya untuk selevel Encarta, tapi
sudah tidak nyontek Encarta lagi

6. TETAPKAN TARGET

Jaga keseriusan proses belajar dengan membuat target pribadi, misalnya untuk mengikuti lomba,
memenangkan award, menyiapkan produk untuk dijual, atau deadline jadwal mengajar di kelas.
Target perlu supaya proses belajar membuat multimedia pembelajaran terjaga dan bisa berjalan
secara kontinyu alias tidak putus di tengah jalan. Untuk lomba dan award, paling tidak di
Indonesia ada berbagai event nasional yang bisa kita jadikan target. Balai pengembangan
multimedia dan dinas pendidikan nasional di berbagai daerah saat ini saya lihat mulai marak
menyelenggarakan berbagai event lomba di tingkat lokal.

Teacher Innovation (Microsoft): Sekitar Mei


Lomba Pembuatan Multimedia Pembelajaran (Dikmenum): Sekitar Oktober
eLearning Award (Pustekkom): Sekitar September
Game Technology Competition (BPKLN): Setahun 3-4 kali di berbagai universitas
dsb

7. INGAT TERUS TIGA RESEP DARI SUCCESS STORY

Dari pengalaman menjadi juri lomba di berbagai event, saya lihat kesuksesan bapak ibu guru
dalam mengembangkan multimedia pembelajaran bukan dari kelengkapan infrastruktur atau
berlimpahnya budget yang dimiliki, tapi justru dari ketiga hal ini:
1. Berani mencoba dan mencoba lagi
2. Belajar mandiri (otodidak) dari buku-buku yang ada (perlu investasi membeli buku)
3. Tekun dan tidak menyerah meskipun peralatan terbatas

Saya berikan contoh bagaimana pak Joko Triyono,


guru kesenian dari SMA prembun berdjoeang
sampai akhirnya menikmati banyak penghargaan
di berbagai event. Saya ingat benar karya pertama
beliau tahun 2005 berformat HTML, masih polos
sekali, bahkan beberapa halaman error karena
salah link. Kemudian beliau belajar dari
awal menggunakan software presentasi dan
akhirnya tahun 2007 beliau berhasil menghasilkan
produk yang sudah siap jual dalam tema Musik
Gamelan. Beliau rekam satu persatu puluhan
peralatan gamelan jawa, dan dimasukkan ke
multimedia pembelajaran yang beliau buat. Dahsyatnya kita bisa nanggap wayang tanpa gamelan
dan gending asli, cukup dengan software itu saja, asal dimainkan banyak orang dengan masing-
masing memilih satu jenis gamelan.

Tentu tidak ada kata mudah dalam berdjoeang, paling tidak 7 hal diatas adalah langkah yang
cukup mudah ditempuh dan pada kenyataannya banyak yang berhasil berkarya karena tekun dan
pantang menyerah mengulang-ulang 7 hal itu.

Bagi bapak dan ibu guru, selamat berdjoeang!

Guru dan Pengembangan Multimedia Pembelajaran


by Romi Satria Wahono

Sudah beberapa pekan ini saya mengisi seminar


dan workshop bertema teknik pengembangan
multimedia pembelajaran. Pesertanya rata-rata
adalah guru, baik SD, SMP, SMA dan sederajat.
Yang pertama, seminar yang diadakan oleh
Komed (Komunitas Multimedia Edukasi) di
Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Ini
lumayan heboh karena total peserta lebih dari
1000 orang. Kemudian tanggal 3 April 2008, saya
diundang Direktorat Profesi Pendidik ke gedung baru Depdiknas untuk menyampaikan teknik
pengembangan multimedia pembelajaran untuk guru-guru SMP. Tema yang sama saya bawakan
tanggal 5 April 2008 di Purwokerto dengan jumlah peserta lebih dari 500 guru dari wilayah
Purwokerto, Banyumas, Cilacap dan sekitarnya. Kemudian 15 April 2008, saya ke Universitas
Negeri Jakarta (UNJ) di Rawamangun. Saya di UNJ bareng dengan kang Onno memberi materi
ke ratusan guru-guru SD, SMP dan SMA. Sehari kemudian, yaitu tanggal 16 April 2008, saya
sudah ditunggu rekan-rekan guru di Pontianak yang mengikuti acara seminar eLearning dan
multimedia pembelajaran di Politeknik Negeri Pontianak (Polnep).

Ramainya guru ikut acara seminar ini ternyata karena sistem baru sertifikasi profesi guru di
Depdiknas, dimana guru akan mendapatkan kredit (kum) nilai apabila mengikuti kegiatan ilmiah
seperti seminar. Kredit penilaian ini nanti berimplikasi ke besar tunjangan yang akan diberikan
oleh Depdiknas kepada guru. Tentu implementasi di lapangan dari sistem penilaian baru untuk
guru ini bisa ke arah negatif dan positif. Negatifnya, banyak guru yang akhirnya hanya mengejar
kertas sertifikat semata, seminarnya sendiri tidak diikuti dengan baik. Namun saya lihat efek
positifnya cukup signifikan, karena guru banyak yang tercerahkan dan termotivasi untuk belajar
kembali mengupdate ilmu yang dimiliki. Khususnya untuk tema pengembangan multimedia
pembelajaran, saya lihat banyak guru yang kontak japri ke saya untuk bertanya-tanya lebih
detail. Ada juga yang membentuk komunitas (seperti Komed di Jawa Tengah) dan membuat
beberapa event belajar bersama dengan memanfaatkan infrastruktur di sekolah yang sudah
lengkap. Tentu kenyataan ini cukup menggembirakan kita semua

Materi yang saya berikan pada intinya adalah langkah-langkah mengembangkan multimedia
pembelajaran yang sudah saya bahas di blog ini. Materi saya update dan modifikasi sesuai
dengan latar belakang pengetahuan peserta seminar atau workshop. Kadang saya berikan
pengantar tentang eLearning, learning management system (LMS), beserta teknik pemilihan
LMS apabila memang banyak guru dan admin di sekolah yang tertarik mengembangkan konten
(multimedia pembelajaran) sekaligus dengan sistem LMSnya.

Untuk bapak ibu guru yang tertarik atau sedang dalam proses belajar mengembangkan
multimedia pembelajaran, jangan lupa untuk menetapkan target. Target ini penting untuk
menjaga keseriusan dan kontinyuitas proses belajar, bentuknya bisa berupa: target ikut lomba,
mendapat award, target berupa produk siap jual (kerjasama dengan penerbit), atau sekedar
penggunakan multimedia pembelajaran untuk belajar mengajar di kelas. Untuk lomba paling
tidak event-event berikut perlu diingat.

Teacher Innovation (Microsoft): April


Lomba Pembuatan Multimedia Pembelajaran (Dikmenum): Oktober
Lomba Pembuatan Multimedia Pembelajaran (BPM Pustekkom, Regional per wilayah)
eLearning Award (Pustekkom): September
Game Technology Competition (BPKLN): Setahun tiga kali

Materi seminar dapat didownload dari: romi-multimediapembelajaran.zip

Mudah-mudahan tetap semangat


Teknik Pengukuran Kualitas Perangkat Lunak
by Romi Satria Wahono

Deras masuknya produk perangkat lunak dari luar negeri di


satu sisi menguntungkan pengguna karena banyaknya pilihan
produk dan harga. Namun di sisi lain cukup mengkhawatirkan
karena di Indonesia tidak ada institusi yang secara aktif
bertugas membuat standard dalam pengukuran kualitas
perangkat lunak yang masuk ke Indonesia. Demikian juga
dengan produk-produk perangkat lunak lokal, tentu akan
semakin meningkat daya saing internasionalnya apabila
pengembang dan software house di Indonesia mulai
memperhatikan masalah kualitas perangkat lunak ini.

Kualitas perangkat lunak (software quality) adalah tema kajian dan penelitian turun temurun
dalam sejarah ilmu rekayasa perangkat lunak (software engineering). Kajian dimulai dari apa
yang akan diukur (apakah proses atau produk), apakah memang perangkat lunak bisa diukur,
sudut pandang pengukur dan bagaimana menentukan parameter pengukuran kualitas perangkat
lunak.

Bagaimanapun juga mengukur kualitas perangkat lunak memang bukan pekerjaan mudah. Ketika
seseorang memberi nilai sangat baik terhadap sebuah perangkat lunak, orang lain belum tentu
mengatakan hal yang sama. Sudut pandang seseorang tersebut mungkin berorientasi ke satu sisi
masalah (misalnya tentang reliabilitas dan efisiensi perangkat lunak), sedangkan orang lain yang
menyatakan bahwa perangkat lunak itu buruk menggunakan sudut pandang yang lain lagi
(usabilitas dan aspek desain).

APA YANG DIUKUR?


Pertanyaan pertama yang muncul ketika membahas pengukuran kualitas perangkat lunak, adalah
apa yang sebenarnya mau kita ukur. Kualitas perangkat lunak dapat dilihat dari sudut pandang
proses pengembangan perangkat lunak (process) dan hasil produk yang dihasilkan (product).
Dan penilaian ini tentu berorientasi akhir ke bagaimana suatu perangkat lunak dapat
dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna. Hal ini berangkat dari pengertian
kualitas (quality) menurut IEEE Standard Glossary of Software Engineering Technology [3]
yang dikatakan sebagai:

The degree to which a system, component, or process meets customer or user needs
or expectation.
Dari sudut pandang produk, pengukuran kualitas perangkat lunak dapat menggunakan standard
dari ISO 9126 atau best practice yang dikembangkan para praktisi dan pengembang perangkat
lunak. Taksonomi McCall adalah best practice yang cukup terkenal dan diterima banyak pihak,
ditulis oleh J.A. McCall dalam technical report yang dipublikasikan tahun 1977 [1].

Di lain pihak, dari sudut pandang proses, standard ISO 9001 dapat digunakan untuk mengukur
kualitas perangkat lunak. Dan diskusi tentang ini berkembang dengan munculnya tema kajian
tentang CMM (The Capability Maturity Model) yang dikembangkan di Software Engineering
Institute, Carnegie Mellon University serta beberapa kajian lain seperti SPICE (Software Process
Improvement and Capability dEtermination) dan BOOTSTRAP. CMM, SPICE dan
BOOTSTRAP mengukur kualitas perangkat lunak dari seberapa matang proses
pengembangannya.

Tulisan ini akan mencoba fokus ke bagaimana mengukur perangkat lunak dilihat dari sudut
pandang produk. Untuk pengukuran proses pengembangan perangkat lunak akan dibahas pada
tulisan lain.

PARAMETER DAN METODE PENGUKURAN

When you can measure what you are speaking about, and express it in numbers,
you know something about it. But when you can not measure it, when you can not
express it in numbers, your knowledge is of a meagre and unsatisfactory kind.
(Lord Kelvin)

Pendekatan engineering menginginkan bahwa kualitas perangkat lunak ini dapat diukur secara
kuantitatif, dalam bentuk angka-angka yang mudah dipahami oleh manusia. Untuk itu perlu
ditentukan parameter atau atribut pengukuran. Menurut taksonomi McCall [1], atribut tersusun
secara hirarkis, dimana level atas (high-level attribute) disebut faktor (factor), dan level bawah
(low-level attribute) disebut dengan kriteria (criteria). Faktor menunjukkan atribut kualitas
produk dilihat dari sudut pandang pengguna. Sedangkan kriteria adalah parameter kualitas
produk dilihat dari sudut pandang perangkat lunaknya sendiri. Faktor dan kriteria ini memiliki
hubungan sebab akibat (cause-effect) [4][5]. Tabel 1 menunjukkan daftar lengkap faktor dan
kriteria dalam kualitas perangkat lunak menurut McCall [1].

Tabel 1: Faktor dan Kriteria dalam Kualitas Perangkat Lunak


Kualitas software diukur dengan metode penjumlahan dari keseluruhan kriteria dalam suatu
faktor sesuai dengan bobot (weight) yang telah ditetapkan [2]. Rumus pengukuran yang
digunakan adalah:

Fa = w1c1 + w2c2 + + wncn

Dimana:

Fa adalah nilai total dari faktor a


wi adalah bobot untuk kriteria i
ci adalah nilai untuk kriteria i

Kemudian tahapan yang harus kita tempuh dalam pengukuran adalah sebagai berikut:

Tahap 1: Tentukan kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu faktor


Tahap 2: Tentukan bobot (w) dari setiap kriteria (biasanya 0 <= w <= 1)
Tahap 3: Tentukan skala dari nilai kriteria (misalnya, 0 <= nilai kriteria <= 10)
Tahap 4: Berikan nilai pada tiap kriteria
Tahap 5: Hitung nilai total dengan rumus Fa = w1c1 + w2c2 + + wncn

CONTOH PENGUKURAN PERANGKAT LUNAK

Untuk mempermudah pemahaman, akan diberikan sebuah contoh pengukuran kualitas perangkat
lunak dari faktor usabilitas (usability). Yang akan diukur adalah dua buah perangkat lunak yang
memiliki fungsi untuk mengkontrol peralatan elektronik (electronic device). Perangkat lunak
yang pertama bernama TukangKontrol, sedangkan kedua bernama Caktrol. Contoh dan hasil
pengukuran dapat dilihat pada Table 2 dan 3.

Tabel 2: Contoh Pengukuran Usabilitas Dua Perangkat Lunak


Tabel 3: Hasil Pengukuran Usabilitas Dua Perangkat Lunak

Dari penghitungan yang ada di Tabel 3, dapat kita simpulkan bahwa dari faktor usabilitas,
kualitas dari perangkat lunak bernama TukangKontrol lebih baik daripada Caktrol. Nilai total
TukangKontrol untuk faktor usabilitas adalah 16.8, sedangkan Caktrol adalah 10.2 (dari
maksimum total nilai 20).

Catatan: Edisi lengkap dari tulisan ini dapat dibaca di majalah SDA Magazine edisi Juni
2006.

REFERENSI
[1] J.A. McCall, P.K. Richards, and G.F. Walters, Factors in Software Quality, Tehnical Report
RADC-TR-77-369, US Department of Commerce, 1977.
[2] T.P. Bowen, G.B Wigle, and J.T. Tsai, Specification of Software Quality Attributes:
Software Quality Evaluation Guidebook, Technical Report RADC-TR-85-37, Rome Air
Development Center, Griffiss Air Force Base, 1985.
[3] IEEE Standard Glossary of Software Engineering Technology, IEEE Std 610.12-1990,
Institute of Electrical and Electronics Engineers, New York, 1990.
[4] Hans Van Vliet, Software Engineering Principles and Practice, John Wiley & Sons, 2000.
[5] James F. Peters and Witold Pedrycz, Software Engineering: An Engineering Approach, John
Wiley & Sons, 2000.

Anda mungkin juga menyukai