Anda di halaman 1dari 18

PETUNJUK PRAKTIKUM

BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL

Oleh :
TIM PENGAMPU

LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016

1
ACARA I : PERLAKUAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PEMBENAH DAN
PEMUPUKAN PADA LAHAN MARGINAL

A. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara pemberian pembenah tanah pada lahan marginal
2. Mempelajari cara pemberian pupuk pada lahan marginal
3. Mengetahui pengaruh pemberian pembenah tanah dan pemupukan pada tanah pasir
pantai terhadap pertumbuhan tanaman

B. Pendahuluan

1. Pembenah tanah

Tanah dengan daya lulus air sangat tinggi dan berteksur pasir mempunyai potensi
produksi pertanian rendah, hal ini disebabkan kehilangan air dan unsur hara yang sangat
tinggi dari zone perakaran efektif selama musim hujan atau di bawah irigasi yang berat
(Mathan & Natesan, 1993). Keadaan tanah pasir pantai yang didominasi fraksi pasir dengan
kandungan bahan organik sangat rendah menyebabkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman
rendah, sedangkan penambahan unsur hara melalui pemupukan mudah hilang karena
pelindian oleh air hujan atau irigasi.
Pada tanah pasir pantai pembatas produksi tanaman yang utama adalah laju infiltrasi
yang tinggi, daya simpan air yang rendah, kehilangan unsur hara yang tinggi akibat pelindian,
dan status kesuburan tanah yang sangat rendah, sehingga usaha perbaikan kondisi tanah
tersebut dapat membantu meningkatkan produksi (Laxminarayana & Subbaiah, 1995).
Perbaikan kondisi tanah pasir pantai dapat dilakukan dengan menambahkan ke dalam tanah
tersebut pupuk kandang sebagai bahan pembenah tanah.
Teknologi pembenah tanah telah digunakan oleh petani lahan pasir pantai, yaitu
dengan menggunakan bahan tanah lempung sebagai pembenah tanah anorganik dan pupuk
kandang sebagai pembenah tanah organik. Sumber bahan organik yang penting bagi tanaman
antara lain: pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, dan berbagai kotoran binatang (FAO,
1984). Bahan organik tanah atau humus meliputi total senyawa organik di dalam tanah selain
jaringan tanaman dan hewan yang belum busuk, hasil sebagian peruraiannya, dan biomasa
tanah (Stevenson, 1982 cit Spark, 1995). Bahan organik tanah terdiri atas bahan-bahan
organik dari seluruh tahap peruraiannya, bahan organik mempunyai KPK 100 300
cmal(+)/kg (Havlin et al., 2005). Bahan organik tanah mempunyai beberapa fungsi penting
antara lain: membentuk agregat tanah, sehingga dapat memelihara kehilangan tanah,

2
memperbaiki aerasi dan perkolasi tanah, meningkatkan daya memegang air dan unsur hara,
sehingga dapat mencegah kehilangan hara akibat pelindian, meningkatkan kapasitas air
tersedia pada tanah pasir, memasok sejumlah hara mikro dan senyawa pemacu pertumbuhan
(FAO, 1984).
Banyaknya bahan organik yang akan diberikan sebagai pembenah tanah didasarkan
atas kadar C dalam tanah yang akan dikehendaki harkatnya. Bahan organik yang akan
ditambahkan merupakan kekurangan kandungan C dalam tanah yang merupakan selisih
antara harkat C dalam tanah yang dikehendaki dengan kadar C tanah mula-mula. Jadi jumlah
bahan organik yang harus diberikan dihitung dengan formula :
BO = (CH-CT)/100 x BT x 1/CBO
BO = banyaknya bahan organik yang akan diberikan
CH = kadar C pada harkat yang dikehendaki
CT = kadar C tanah mula-mula
BT = bobot tanah
CBO = kadar C bahan organik yang digunakan

2. Pemupukan

Kendala utama yang dimiliki lahan pasir pantai apabila akan dikembangkan untuk
tanaman pangan dan hortikultura adalah sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah yang
kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman (Tim FP-UGM, 2002). Lahan pasir pantai
merupakan lahan marginal yang antara lain dicirikan oleh tekstur pasiran dengan kandungan
hara rendah (Kertonegoro, 2003). Oleh karena itu agar lahan pasir dapat digunakan untuk
pengembangan produksi pertanian, diperlukan tindakan pemupukan yang tepat.
Pemupukan adalah tindakan budidaya pertanian yang bertujuan menambah kebutuhan
hara bagi tanaman, sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik. Banyaknya hara yang harus ditambahkan untuk memenuhi kecukupan hara bagi
tanaman tersebut, dapat didasarkan atas analisis jaringan tanaman dan atau analisis tanah.
Atas dasar analisis tersebut, kebutuhan pemupukan dapat dihitung sebagai berikut :

a. Atas dasar analisis jaringan tanaman dan analisis tanah

Jumlah hara dalam pupuk yang harus ditambahkan, merupakan selisih antara total
hara yang terserap dalam jaringan tanaman per kesatuan luas (HJ) dengan total kandungan
hara dalam tanah per kesatuan luas yang sama (HT). Jadi jumlah pupuk yang harus diberikan
dihitung dengan formula :

3
PP = (HJ HT) x EP x 1/KP
PP = jumlah pupuk yang harus ditambahkan
HJ = KJ x bobot total jaringan per kesatuan luas
HT = KT x VT x BV tanah
EP = efisiensi pemupukan
KP = kadar hara dalam bahan pupuk yang digunakan
KJ = kadar hara jaringan tanaman hasil analisis
KT = kadar hara tanah hasil analisis
VT = volume tanah (luas daerah perakaran x kedalaman perakaran)
BV = berat volum tanah

b. Atas dasar hasil analisis tanah saja

Jumlah hara dalam pupuk yang harus ditambahkan, merupakan selisih antara kadar
hara tanah pada harkat hara dalam tanah yang ingin dituju (KH) dengan kadar hara tanah
hasil analisis (KT). Jadi jumlah pupuk yang harus diberikan dihitung dengan formula :
PP = (KH KT) x VT x BV x 1/KP
KH = kadar hara tanah pada harkat yang ingin dituju

C. Bahan dan Alat Praktikum


1. Bahan
- Tanah pasir pantai
- Bahan organik : pupuk kandang atau bokhasi
- Bahan pupuk : Urea, KCl, TSP
- Bibit/benih tanaman
- Pestisida : fungisida dan insektisida
- Air siraman
2. Alat
- Screen house
- Polybag
- Timbangan
- Ember
- Sprayer
- Alat pengamatan : penggaris, timbangan elektrik, alat tulis, dll

4
D. Prosedur Kerja
1. Siapkan tanah pasir pantai dengan menimbang sejumlah yang dibutuhkan sesuai
dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Tanah pasir yang dibutuhkan = jarak tanam
x kedalam akar x BV tanah pasir. Penimbangan dilakukan sebanyak yang dibutuhkan
dengan ketentuan setiap unit percobaan terdiri atas 2 polybag.
2. Tentukan dosis perlakuan pemberian bahan pembenah tanah dengan menghitung atas
dasar kadar C pada harkat yang diinginkan, kadar C hasil analisis tanah dan kadar C
hasil analisis bahan organik yang akan digunakan. Ada 3 taraf dosis yang dibuat, taraf
pertama tanpa pemberian pupuk.
3. Tentukan dosis perlakuan pemberian pupuk dengan menghitung atas dasar hasil
analisis tanah saja (kadar hara hasil analisis dan harkat tanah lihat lampiran). Ada 3
taraf dosis yang dibuat, taraf pertama tanpa pemberian pupuk.
4. Susunlah perlakuan dosis pembenah tanah dan dosis pupuk ke dalam rancangan
faktorial 3 x 3, sehingga terdapat 9 kombinasi perlakuan
5. Pembenah tanah dan pupuk diberikan sesuai dengan perlakuan dosis, dicampur
hingga merata dengan tanah pasir yang sudah disiapkan.
6. Tanamlah bibit/benih pada masing-masing polybag, sebelum ditanami polybag
disiram sampai kapasitas lapangan.
7. Untuk memudahkan pengamatan, aturlah semua perlakuan dengan rancangan
lingkungan RAKL 4 ulangan
8. Lakukan pemeliharaan dengan melakukan penyiraman sejumlah air yang dibutuhkan
(bilamana perlu dengan formula ETcrop = Eto x Kc)
9. Lakukan pengendalian OPT secara insidentil saja
10. Lakukan pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dan bilamana perlu pengamatan
terhadap variabel pendukung yang lain (pH, DHL, suhu, dll).

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanah, 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai
Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian, Bogor. 136 p
FAO, 1984. Fertilizer and Plant Nutrition Guide. United Nation, Rome. 176 p
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson, 2005. Soil Fertility and Fertilizers.
An Introduction to Nutrient Management. Pearson Education, Inc., Upper Saddle
River, New Jersey. 515 p
Kertonegoro, B.D., 2003. Pengembangan Budidaya Tanaman Sayuran dan Hortikultura pada
Lahan Pasir Pantai : Sebuah Model Spesifik dari D.I. Yogyaklarta. Agr. UMY XI (2) :
67 75

5
Laxminarayana, K. and G. V. Subbaiah, 1995. Effect of Mixing of Sandy Soil with Clay
Vertisol and Potassium on Yield and Nutient Uptake by Groundnut. J. Ind. Soc. Soil
Sci. 43 (4) : 694 696
Mathan, K. K. and R. Natesan, 1993. Effect of Compaction on Yield and Nutrient Uptake in
Sandy Soils. J. Ind. Soc. Soil Sci. 41 (4) : 765 - 767
Sparks, D.L., 1995. Environmental Soil Chemistry. Academic Press. San Diego California,
267 p.
Tim FP-UGM, 2001. Penyiapan Design Model Kerjasama dengan Fakultas Pertanian UGM
dalam Rangka Kegiatan Model Pengembangan Lahan Pantai. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Prop. DIY, Tim FP-UGM, Yogayakarta. 122 p
Tim FP-UGM, 2002. Aplikasi Unit Percontohan Agribisnis Terpadu di Lahan Pantai.
Propinsi DIY Kerjasama FP-UGM dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prop.
DIY, Tim FP-UGM, Yogayakarta. 118 p

Lampiran 1. Harkat unsur hara dalam tanah

Harkat
Unsur makro
dan mikro Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51- >0,75
NH4 (ppm) 2 2 3 0,75 21
NO3 (ppm) 1 2 4 8 20
P (ppm) 1 2 3 10 13
K (ppm) 8 12 21 9 58
Ca (ppm) 71 107 143 36 572
Mg (ppm) 2 4 6 286 60
SO4 (ppm) 20 40 100 23 400
Fe (ppm) 1 3 5 250 53
Mn (ppm) 1 1 3 19 23
9

Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005)

6
Lampiran 2. Hasil analisis tanah pasir pantai dan pupuk kandang ayam
Tanah Pasir Pupuk Kandang
No. Variabel
Pantai Ayam
1. N total (%) 0,065 sr 1,74 st
2. C organik (%) 0,57 sr 9,94 st
3. P total (mg/100 g) 159,95 st 3,90 sr
4. P tersedia (ppm) 53,03 t -
5. K tersedia (cmol(+)/kg) 0,068 sr 0,0017 sr
6. Ca (cmol(+)/kg) 1,962 sr 0,025 sr
7. Mg (cmol(+)/kg) 0,165 sr 0,0078 sr
8. SO4= (cmol(+)/kg) 0,733 s 0,0003 sr
9. KPK (cmol(+)/kg) 4,8 sr 31,91
10. pH (H2O) 5,98 a 7,7 b

Keterangan :
- a: asam, am: agak masam, b: basa, r: rendah, s: sedang, sr: sangat rendah, st: sangat
tinggi, t: tinggi, -: tidak diukur
- pengharkatan menurut Balai Penelitian Tanah (2005)

Lampiran 3. Efisiensi Pemupukan

7
ACARA II: PENGAPURAN TANAH MARGINAL

A. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara pemberian kapur pada tanah marginal masam
2. Mengetahui pengaruh pemberian kapur pada tanah masam terhadap pertumbuhan
tanaman
B. Pendahuluan

Potensi tanah masam di Indonesia sangatlah besar. Pada umumnya tanah di Indonesia
didominasi oleh ordo tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dengan pH 4 5. Tanah ultisol
merupakan tanah yang umumnya diusahan sebagai lahan pertanian baik itu pertanian lahan
basah maupun pertanian lahan kering. Tanah ultisol sendiri mempunyai luas hingga 38,437
juta Ha di Indonesia yang tersedia untuk lahan pertanian.
Masalah tanah masam sangat kompleks, mulai dari ketersediaan unsur hara di dalam
tanah hingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Masalah yang umumnya terjadi
pada tanah masam antara lain :
1. Terakumulasinya ion H+ pada tanah sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
2. Tingginya kandungan Al3+ sehingga mearcun bagi tanaman.
3. Kekurangan unsur hara Ca dan Mg
4. Kekurangan unsur hara P karena terikat oleh Al3+
5. Berkurangnya unsur Mo sehingga proses fotosintesis terganggu, dan
6. Keracunan unsur mikro yang memiliki kelarutan yang tinggi pada ranah masam.
Salah satu cara untuk meningkatkan pH tanah masam yaitu dengan pemberian kapur.
Manfaat kapur yang diberikan kedalam tanah adalah : menurunkan pH tanah, menurunkan
kelarutan Al, meningkatkan kandungan unsur hara Ca dan Mg, memperbaiki tekstur, struktur
dan memantapka agregat tanah, menurunkan tingkat bahaya erosi karena agregat tanh yang
mantap, memperbaiki sifat biologi tanah seperti aktivitas mikro organism.
Kapur yang digunakan untuk pengapuran tanah marginal adalah : kapur pertanian
yang berupa bahan alamiah yang mengandung senyawa kalsium (Ca) atau magnesium (Mg),
disebut kalsit bila bahan alamiah kapur sedikit mengandung magnesium, disebut dolomit jika
jumlah magnesiumnya meningkat. Kapur pertanian dapat berupa kapur tohor, kapur tembok,
kapur karbonat (kalsit dolomit), kulit kerang dan terak baja.

8
Kebutuhan kapur biasanya didasarkan pada kandungan Al-dd. Misalnya, kebutuhan
untuk 1 x Al-dd artinya 1 me Ca/100g tanah untuk menetralkan 1 me Al/100 g tanah yang
besarnya = Berat Atom Ca/Valensi x me Ca/100 g tanah, sehingga 1 me Ca/100 gr tanah
= 40/2 x 1 me Ca/100 g tanah
= 20 mg Ca/100 g tanah
= 200 mg Ca/1 kg tanah x 2 x 106 (pada kedalaman tanah 20 cm, BV = 1 gr/cm3)
= 400 kg Ca/ha
Untuk mengitung kebutuhan kapur pertanian= B A Total/B A Ca x Kebutuhan Ca
a. Untuk menghitung kebutuhan CaCO3 (1 x Al-dd):
= 100/40 x 400 Kg Ca/ha = 1 ton CaCO3/ha
b. Untuk CaO (1 x Al-dd):
= 56/40 x 400 Kg Ca/ha = 0.56 ton CaO/ha
c. Untuk Ca(OH)2 (1 x Al-dd):
= 74/40 x 400 Kg Ca/ha = 0,74 ton Ca(OH)2/ha
Tabel kebutuhan dolomit, CaCO3 dan CaSiO3 berbagai pH tanah.
Dosis pe ha

pH CaCO3 Dolomit CaSiO3


Tanah (ton / ha) (ton / ha) (ton / ha)
4 11,16 10,24 12,98
4,1 10,64 9,76 12,37
4,2 10,12 9,28 11,77
4,3 9,61 9,82 11,17
4,4 9,09 8,34 10,57
4,5 8,58 7,87 9,98
4,6 8,06 7,39 9,38
4,7 7,53 6,91 8,76
4,8 7,03 6,45 8,17
4,9 6,52 5,98 7,58
5 5,98 5,49 6,95
5,1 5,47 5,02 6,36
5,2 4,95 4,54 5,76
5,3 4,45 4,08 5,17
5,4 3,92 3,6 4,56
5,5 3,4 3,12 3,95
5,6 2,89 2,65 3,36
5,7 2,37 2,17 2,76
5,8 1,84 1,69 2,14
5,9 1,34 1,23 1,56
6 0,82 0,75 0,95

9
C. Bahan dan Alat Praktikum
1. Bahan
- Tanah PMK
- Bahan pupuk : Urea, KCl, TSP
- Bahan kapur : dolomit, kalsit
- Bibit/benih tanaman
- Pestisida : fungisida dan insektisida
- Air siraman
2. Alat
- Screen house
- Polybag
- Timbangan
- pH meter
- Ember
- Sprayer
- Alat pengamatan : penggaris, timbangan elektrik, alat tulis, dll
D. Prosedur Kerja
1. Siapkan tanah PMK dengan menimbang sejumlah yang dibutuhkan sesuai dengan
jenis tanaman yang akan ditanam. Tanah PMK yang dibutuhkan = jarak tanam x
kedalam akar x BV tanah pasir. Penimbangan dilakukan sebanyak yang dibutuhkan
dengan ketentuan setiap unit percobaan terdiri atas 2 polybag.
2. Ukur pH tanah PMK dengan pH meter
3. Tentukan dosis perlakuan pemberian kapur dengan menghitung atas dasar pH tanah
PMK, atau melihat tabel kebutuhan kapur pada berbagai pH tanah, masing-masing
untuk dolomit dan kalsit, sehingga ada 3 perlakuan yaitu : kontrol, dolomit dan kalsit.
4. Perlakuan diberikan dengan mencampur dengan merata pada tanah PMK pada masing-
masing polybag
5. Tanamlah bibit/benih pada masing-masing polybag, sebelum ditanami polybag disiram
sampai kapasitas lapangan.
6. Untuk memudahkan pengamatan, aturlah semua perlakuan dengan rancangan
lingkungan RAKL 6 ulangan
7. Lakukan pemeliharaan dengan melakukan penyiraman sejumlah air yang dibutuhkan
(bilamana perlu dengan formula ETcrop = Eto x Kc)
8. Lakukan pengendalian OPT secara insidentil saja
10
9. Lakukan pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dan bilamana perlu pengamatan
terhadap variabel pendukung yang lain (pH, DHL, suhu, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanah, 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai
Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian, Bogor. 136 p
FAO, 1984. Fertilizer and Plant Nutrition Guide. United Nation, Rome. 176 p
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson, 2005. Soil Fertility and Fertilizers.
An Introduction to Nutrient Management. Pearson Education, Inc., Upper Saddle
River, New Jersey. 515 p
Hardjowigeno. 1987. Ilmu Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Rahardis. 2007. Teknologi Pengapuran. Erlannga Jakarta.
Sukra. 1986. Kimia Tanah. Panebar Swadaya . Jakarta.

11
ACARA III : PEMBERIAN ARANG PADA TANAH PASIR UNTUK
MENINGKATKAN KETERSEDIAAN AIR BAGI TANAMAN

A. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara pemberian arang sebagai pembenah tanah pada lahan marginal
2. Mengetahui pengaruh pemberian arang pada tanah pasir pantai terhadap pertumbuhan
tanaman

B. Pendahuluan

Kendala utama yang dimiliki oleh lahan pasir pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta
apabila akan dikembangkan untuk tanaman pangan dan hortikultura adalah sifat-sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah yang kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman (Tim FP-UGM,
2002). Lahan pasir pantai merupakan lahan marginal yang dicirikan oleh tekstur pasiran,
kandungan hara rendah, mudah tererosi oleh angin yang sangat kencang, serta suhu tanah
yang tinggi (Kertonegoro, 2003).
Pada tanah pasir pantai pembatas produksi tanaman yang utama adalah laju infiltrasi
yang tinggi, daya simpan air yang rendah, kehilangan unsur hara yang tinggi akibat pelindian,
dan status kesuburan tanah yang sangat rendah, sehingga usaha perbaikan kondisi tanah
tersebut dapat membantu meningkatkan produksi (Laxminarayana & Subbaiah, 1995).
Perbaikan kondisi tanah pasir pantai dapat dilakukan dengan menambahkan ke dalam tanah
tersebut bahan organik sebagai bahan pembenah tanah. Bahan organik tanah mempunyai
beberapa fungsi penting antara lain: membentuk agregat tanah, sehingga dapat memelihara
kehilangan tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi tanah, meningkatkan daya memegang air
dan unsur hara, sehingga dapat mencegah kehilangan hara akibat pelindian, meningkatkan
kapasitas air tersedia pada tanah pasir, memasok sejumlah hara mikro dan senyawa pemacu
pertumbuhan (FAO, 1984).
Biochar adalah bahan berbentuk arang yang mengandung karbon tingggi, dibuat dari
biomassa produk pertanian, perkebunan, kehutanan yang dihasilkan melalui proses
pembakaran (pirolisis) pada suhu kurang dari 700 0C (Latuponu, 2013). Biochar sebagai
pembenah tanah dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah, disamping itu juga dapat
berfungsi sebagai sumber hara organik di dalam tanah. Penambahan biochar dapat
meningkatkan agregasi dan lengas kapasitas lapangan tanah pasir geluhan (Busscher et al,
2010) meningkatkan lengas kapasitas lapangan, yang pengaruhnya tergantung dari bahan
biochar dan temperatur pirolisis (Novak et al, 2012). Pemberian biochar pada tanah geluh
pasiran dapat meningkatkan KTK tanah (Revell et al, 2012). Biochar dapat digunakan

12
sebagai sumber hara di dalam tanah, terutama unsur hara K Penambahan biochar dapat
meningkatkan ketersediaan hara K di dalam tanah (Rondon et al, 2006).

C. Bahan dan Alat Praktikum


1. Bahan
- Tanah pasir pantai
- Bahan organik : arang sekam, arang kayu
- Bahan pupuk : Urea, KCl, TSP
- Bibit/benih tanaman
- Pestisida : fungisida dan insektisida
- Air siraman
2. Alat
- Screen house
- Polybag
- Timbangan
- Ember
- Sprayer
- Alat pengamatan : penggaris, timbangan elektrik, alat tulis, dll

D. Prosedur Kerja

1. Siapkan tanah pasir pantai dengan menimbang sejumlah yang dibutuhkan sesuai
dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Tanah pasir yang dibutuhkan = jarak tanam
x kedalam akar x BV tanah pasir. Penimbangan dilakukan sebanyak yang dibutuhkan
dengan ketentuan setiap unit percobaan terdiri atas 2 polybag.
2. Siapkan arang sekam dan arang kayu yang telah dihaluskan, kemudian masing-
masing ditimbang untuk perlakuan dengan taraf : 0,625 dan 1,25% dari bobot tanah
pasir dalam polybag, sehingga terdapat 5 perlakuan yaitu : kontrol, arang sekam
0,625%, arang sekam 1,25%, arang kayu 0,625% dan arang kayu 1,25%.
3. Arang dicampur hingga merata dengan tanah pasir yang sudah disiapkan.
4. Tanamlah bibit/benih pada masing-masing polybag, sebelum ditanami polybag
disiram sampai kapasitas lapangan.
5. Untuk memudahkan pengamatan, aturlah semua perlakuan dengan rancangan
lingkungan RAKL 5 ulangan

13
6. Lakukan pemeliharaan dengan melakukan penyiraman sejumlah air yang dibutuhkan
(bilamana perlu dengan formula ETcrop = Eto x Kc)
7. Lakukan pengendalian OPT secara insidentil saja
8. Lakukan pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dan bilamana perlu pengamatan
terhadap variabel pendukung yang lain (pH, DHL, suhu, dll).

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanah, 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai
Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian, Bogor. 136 p
FAO, 1984. Fertilizer and Plant Nutrition Guide. United Nation, Rome. 176 p
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson, 2005. Soil Fertility and Fertilizers.
An Introduction to Nutrient Management. Pearson Education, Inc., Upper Saddle
River, New Jersey. 515 p
Kertonegoro, B.D., 2003. Pengembangan Budidaya Tanaman Sayuran dan Hortikultura pada
Lahan Pasir Pantai : Sebuah Model Spesifik dari D.I. Yogyaklarta. Agr. UMY XI (2) :
67 75
Laxminarayana, K. and G. V. Subbaiah, 1995. Effect of Mixing of Sandy Soil with Clay
Vertisol and Potassium on Yield and Nutient Uptake by Groundnut. J. Ind. Soc. Soil
Sci. 43 (4) : 694 696
Latuponu, H., 2013. Pemanfaatan Biochar Limbah Sagu untuk Meningkatkan Ketersediaan
N, P, K Stok Karbon Tanah dan Hasil Tanaman Jagung di Ultisol. Disertasi. Program
Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. 214 h
Novak, J.M., W.J. Busscher, and D.W. Watts, 2012. Biochar Impaction Soil-Moisture
Storage an Ultisol and Two Aridisols. Soil Sci. 177(5) : 3w10-320
Revell, K.T., R.O. Maguire, and F.A. Agblevor, 2012. Field Trials with Poultry Litter
Biochar and Its Effect on Forages, Green Peppers, and Soil Properties. Soil Sci.
177(10) : 573-575
Tim FP-UGM, 2001. Penyiapan Design Model Kerjasama dengan Fakultas Pertanian UGM
dalam Rangka Kegiatan Model Pengembangan Lahan Pantai. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Prop. DIY, Tim FP-UGM, Yogayakarta. 122 p
Tim FP-UGM, 2002. Aplikasi Unit Percontohan Agribisnis Terpadu di Lahan Pantai.
Propinsi DIY Kerjasama FP-UGM dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prop.
DIY, Tim FP-UGM, Yogayakarta. 118 p

14
ACARA IV : KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS TANAMAN PADA KONDISI
CEKAMAN KEKERINGAN
A. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mengetahui respon tanaman terhadap cekaman kekeringan


2. Mahasiswa mengetahui teknik menyeleksi tanaman yang toleran cekaman kekeringan

B. Pendahuluan

Lingkungan tercekam (unfavorable environment) dapat didefinisikan sebagai suatu


kondisi lingkungan yang berpotensi menghambat penampilan genetik tanaman secara penuh.
Kekeringan merupakan kendala utama yang kerap dijumpai dalam budidaya tanaman.
Cekaman kekeringan akan menyebabkan terjadinya penurunan tinggi tanaman, luas daun,
bobot kering pupus, jumlah polong, jumlah biji, bobot biji, memperlambat umur bunga,
mempercepat umur panen dan menurunkan produksi biji (Hutami dan Pasaribu, 1989:
Mashyudi, 1991: Kasno dan Jusuf, 1994: Hamim dkk. 1996).
Respon pertumbuhan, komponen hasil dan hasil terhadap cekaman kekeringan tiap
genotip akan bervariasi tergantung konstitusi genetiknya. Genotip yang menunjukkan
kemampuannya untuk tetap tumbuh dan berproduksi secara baik meskipun ditanam pada
kondisi tercekam kekeringan dianggap toleran kekeringan. Jadi toleransi terhadap kekeringan
adalah kemampuan tanaman untuk tetap mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas
hasilnya meskipun tumbuh dalam kondisi ketersediaan air terbatas.
Ketahanan suatu genotip dalam merespon lingkungan tercekam dapat ditempuh
melalui mekanisme menghindar (avoidance), bila cekaman yang datang mampu dicegah atau
diturunkan penetrasinya ke dalam jaringan sehingga tidak menimbulkan kerusakan;
mekanisme ketahanan menenggang (tolerance), bila cekaman dapat masuk ke dalam jaringan
tetapi tanaman mampu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan atau mampu
memperbaiki kerusakan yang diakibatkannya; mekanisme ketahanan lolos (escape),
sebenarnya tanaman tidak memiliki ketahanan, tetapi karena tidak terjadi cekaman selama
siklus hidupnya karena adanya sifat umur genjah atau adanya plastisitas perkembangan
sehingga cekaman tidak terjadi bersamaan fase kritis pertumbuhan tanaman (O Toole dan
Chang, 1977).
Toleransi terhadap keterbatasan air ditentukan oleh kepekaan tanaman dalam
membuka dan menutup stomata, penggulungan dan pengeringan pucuk daun, susunan dan
ketebalan lapisan kutikula, kandungan air atau potensial air jaringan, kandungan prolin,

15
karbohidrat, betain, dan senyawa larut lainnya, serta sistem perakaran yang luas dan dalam
(Christiansen dan Lewis, 1982).
Setiap tanaman memiliki kemampuan ekspresi yang bervariasi dalam merespon
cekaman kekeringan. Kajian tentang respon morfo-fisiologi tanaman terhadap cekaman
kekeringan sering dilakukan dengan menggunakan media polietilen glikol (PEG). PEG
adalah senyawa senyawa yang dapat menurunkan potensial osmotik larutan melalui aktivitas
matriks sub-unit etilena oksida yang mampu mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen
(Rahayu et al., 2005).
Pendugaan kemampuan tanaman beradaptasi pada kondisi kekeringan dengan
menggunakan simulasi perendaman dalam Polyetheline glycol (PEG) telah dilakukan pada
berbagai benih tanaman, antara lain padi, kapas, kacang tanah, nilam (Djazuli, 2010; Lestari,
2006; Song Ai Nio, et al., 2009; Balch, et al. 1996; Sulistyowati dan Sumartini 2009 ;
Hemon, 2009). Pengujian benih terhadap cekaman kekeringan dapat dilakukan dengan cara
simulasi kondisi kekeringan menggunakan Polyethylen Glycol (PEG), karena larutan PEG
dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta tidak
bersifat racun bagi tanaman.
C. Bahan dan Alat Praktikum

a. Bahan dan Alat:


Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih tanaman kedelai
(Slamet, Grobogan, Willis, dan Mutiara 1), PEG 6000, aquades,kertas merang dan bak
kecambah.
b. Rancangan Perlakuan
Praktikum dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip percobaan. Percobaan
dilaksanakan menggunakan rancangan perlakuan faktorial 3 x 4. Faktor pertama berupa
cekaman kekeringan dengan pemberian PEG pada konsentrasi 0 (kontrol), 10, dan 20%.
Faktor kedua berupa varietas kedelai, yaitu : Slamet, Grobogan, Willis, dan Mutiara 1. Semua
kombinasi perlakuan dialokasikan pada unit percobaan dengan rancangan acak kelompok
(RAKL) tiga ulangan
c. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah:
1. Daya kecambah
2. Indeks vigor
3. Kecepatan tumbuh
4. Panjang tajuk (bagian atas tanaman)

16
5. Bobot basah tajuk
6. Bobot kering tajuk
D. Analisis Data

Data hasil pengamatan disajikan mengikuti format Tabel 1. Selanjutnya data dianalisis
menggunakan analisis ragam. Apabila terdapat perbedaan, diuji lanjut menggunakan Beda
Nyata Terkecil (BNT).
Tabel 1. Tabulasi data hasil pengamatan variabel .........
Perlakuan PEG
0% 10% 20%
Varietas 1 2 3 1 2 3 1 2 3
V1
V2
V3
V4

E. Pelaksanaan Praktikum

Media perkecambahan disiapkan menggunakan bak kecambah yang dialasi dengan tumpukan
kertas merang. Perlakuan cekaman kekeringan berupa larutan PEG dengan konsentrasi 0%
(kontrol), 10% (setara dengan -0.19 Mpa) dan 20% (-0.67 Mpa) dituangkan secara merata
(perlahan, merata, tidak menggenang). Selanjutnya biji kedelai masing-masing varietas
ditanam pada bak kecambah. Pengamatan dan pengukuran dilakukan secara periodik sesuai
variabel yang diamati.
Penentuan Konsentrasi PEG 6000 yang digunakan menggunakan rumus Michael dan
Kaufmann (1973).
s = - (1,18 x 10-2) C- (1.18x10-4) C2 +(2.67 x 10-4) CT + (8.39x10-7) C2T
Keterangan:
s = tekanan osmotik larutan (Bar).
C = konsentrasi PEG -6000 dalam g PEG/kg H20
T = suhu ruangan dalam o C
1 bar = 0,98692 atm = 1 x 105 Pa = 0.1 Mpa
1 atm = 1.013 x 105 Pa
1 Pa = 1 x 10-6 MPa

17
Daftar Pustaka
Balch, E.P.M., M. Gidekel, M.S. Nieto, L.H. Estreda, and N.O. Alejo. 1996. Effects of water
stress on plant growth and rool proteins in three cultivars of rice (Oryza sativa) with
different levels of drought tolerance. Plant physiol. 96:284-290

Christiansen, M.N., and C.F. Lewis. 1982. Breeding plant for less favorable environments.
John Wiley & Sons, New York.

Djazuli, M. 2010. Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan Beberapa


Karakter Morfo-fisiologis Tanaman Nilam. Buletin Littro. Vol 21, No. 1 : 8-17

Hamim, A.D., D. Sopandie dan M. Yusuf. 1996. Beberapa karakteristik morfologi dan
fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Hayati 3: 30-34.

Hemon, AF. 2009. Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah Hasil Seleksi in Vitro pada Media
Polietilina Glikol Terhadap Cekaman Larutan Polietilina Glikol.Crop. Agro Vol. 2 No. 1 :
1-7

Hutami, S., dan D. Pasaribu. 1989. Tanggapan varietas kedelai terhadap tekanan kekeringan.
Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Balittan, Bogor. Tahun 1989. Hal 215-225.

Kasno, A., dan M. Jusuf. 1994. Evaluasi plasma nutfah kedelai untuk daya adaptasi terhadap
kekeringan. J. II. Pert. Indon., 4(1): 12-15.

Lestari, EG. 2006. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan Kekeringan pada
Somklon Padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64. Biodiversitas, Vol.7 No. 1: 44-48

Masyudi, M.F. 1991. Effect of water stress on nodulation of soybean. Penel. Pert. 11(2):
107-112.

OToole, J.C. and Chang. 1997. Drought resistance in cereals : Rice a case study paper
presented at an international conference on stress physiology of plants useful for food
production, Boyce Thomson Institute. New York.

Rahayu, E.S., E. Guhardja, S. Ilyas, dan Sudarsono. 2005. Polietilena Glikol (Peg) Dalam
Media In Vitro Menyebabkan Kondisi Cekaman Yang Menghambat Tunas Kacang Tanah
(Arachis Hypogeal L). Berk. Penel. Hayati:11 (39-48).

Song Ai Nio, Sri Maryati Tondais dan Regina ButarButar. 2010. Evaluasi Indikator Toleransi
Cekaman Kekeringan pada Fase Perkecambahan Padi (Oryza sativa L.). Jurnal Biologi
XIV, No. 2 : 50-54

Sulistyowati, E. dan S. Sumartini. 2009. Kanesia 10-13: Empat Varietas Kapas Baru
Berproduksi Tinggi. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 15(1): 24-32.

Djazuli, M. 2010. Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan Beberapa Karakter
Morfo-fisiologis Tanaman Nilam. Buletin Littro. Vol 21, No. 1 : 8-17

18

Anda mungkin juga menyukai