PENDAHULUAN
perifer dan odem paru pada kompensasi gagal jantung menengah sampai berat
mula kerja cepat dengan durasi agak pendek. Mekanisme kerja furosemid adalah
naik yang tebal pada loop of Henle (Neal, 2002). Bagian ini memiliki kapasitas
reabsorbsi NaCl tinggi sehingga furosemid memiliki efek diuresis yang lebih
besar dibandingkan diuretik lain. Efek diuresis ini akan semakin besar pada loop
diuretik generasi terbaru misalnya torasemid dan bumetanid. Namun efek terapi
yang besar tersebut juga diikuti dengan efek samping yang besar pula sehingga
efek diuresisnya paling kecil diantara loop diuretik yang lain). Efek samping
hipokalemi dan dehidrasi yang serius. Efek samping lain yakni dapat menginduksi
1
menjadi rapuh, melepuh pada paparan cahaya), dan pankreatitis akut (Sweetman,
2009).
tajam pada awal pemberian terutama pada hipertensi dengan aktivitas renin tinggi.
(Stockley, 2008).
Selain permasalahan efek samping dan interaksi obat yang luas, furosemid
praktis tidak larut dalam air sehingga akan menyulitkannya dalam proses disolusi.
Percobaan yang dilakukan oleh Syukri & Sukmawati (2004) diperoleh profil
disolusi yang bervariasi dari 10 macam produk tablet furosemid yang beredar di
Indonesia. Disolusi menjadi faktor utama agar obat dapat tersedia secara hayati
sistem biologi, pelarutan obat dalam media aqua merupakan suatu bagian penting
dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi
dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorpsi sistemik obat (Shargel &
langsung dengan efek obat di dalam tubuh karena dilakukan secara in vitro yang
2
gambaran yang utuh tentang efek farmakodinamika suatu obat maka perlu
dilakukan studi tentang bagaimana ketersediaan obat tersebut dalam tubuh karena
standar maka disebut uji bioekivalensi. Hal ini merupakan bagian dari upaya
juga menyatakan bahwa obat copy yang mengandung zat aktif furosemid wajib
dilakukan uji bioekivalensi. Dengan demikian, agar dapat lolos registrasi maka
Metode analisis furosemid dari USP (2006) dan BP (2009) tidak dilakukan
dalam plasma, sedangkan metode dari Clarkes Analysis of Drug and Poison
3
Beberapa penelitian yang telah dikembangkan untuk penetapan kadar
et al., 2010), RPLC/MS (Hamid, 2000) dimana penggunaan kedua alat ini masih
KCKT/UV masih memiliki batas deteksi yang tinggi. Penelitian lain yang
dan fase gerak SDS 0,1 M, trietilamin (TEA) 0,3%, n-propanol 10% yang
dipreparasi dalam asam orto fosfat 0,02 M pada pH 4,0. Laju alir untuk fase gerak
adalah 1 mL/menit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 238 nm.
indapamid. Nilai LOD dan LOQ untuk furosemid adalah 0,03 dan 0,1 g/mL serta
4,25 (30:70) dengan kecepatan alir sebesar 0,9 mL/menit. Deteksi dilakukan pada
panjang gelombang 235 nm dan memiliki batas deteksi sebesar 20 ng serta nilai
4
Penelitian terbaru menggunakan KCKT oleh Youm & Youan (2013)
dilakukan dengan fase diam Spherisorb C18 ODS 2 dan fase gerak asetonitril-
bufer fosfat 10mM pada pH 3,85 (70:30). Panjang gelombang untuk deteksi
dipilih pada 233 nm dengan waktu retensi 7,0 menit, tetapi aplikasi metode ini
dilakukan pada tablet nanopartikel. LOD dan LOQ yang diperoleh sebesar 5,2 dan
15,8 ng/mL.
standar internal yang sesuai serta menggunakan metode KCKT fase terbalik yang
B. Perumusan Masalah
C. Keaslian Penelitian
5
fase terbalik C18 dengan fase gerak metanol : asetonitril : bufer fosfat pH 3,0
peneliti.
D. Urgensi Penelitian
dengan kolom fase terbalik C18. Metode ini diharapkan dapat menjadi metode
analisis alternatif yang sederhana, cepat, dan selektif dibanding metode KCKT
E. Tujuan Penelitian
furosemid dalam plasma secara KCKT fase terbalik yang lebih selektif, cepat,
plasma manusia.