Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam profesi kebidanan, standar praktik kebidanan merupakan suatu acuan atau
pedoman bagi seorang bidan dalam melakukan sebuah tindakan. Namun, seringkali kita
temukan bidan yang tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar praktik
kebidanan yang telah ditetapkan. Hal ini menimbulkan penurunan kualitas suatu
pelayanan yang diberikan oleh bidan. Oleh sebab itu tim penulis membahas mengenai
standar praktik kebidanan, sehingga calon-calon tenaga bidan yang akan datang dapat
bekerja sesuai dengan standar praktik kebidanan yang telah ditetapkan.
Standar adalah ukuran atau parameter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai
tingkat kualitas yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran yang telah
ditetapkan.Penentuan standar profesi selalu berkaitan erat dengan situasi dan kondisi dari
tempat standar profesi itu berlaku. Sebagai tenaga kesehatan yang profesional maka bidan
dalam melakukan tugasnya wajib memenuhi standar profesi sesuai dengan apa yang
dinyatakan dalam UU No. 23/92 Tentang Kesehatan, bahwa tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien.
Sesuai Pasal 53 UU No. 23/92 menetapkan sebagai berikut : Standar profesi adalah
pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara
baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter, bidan, dan
perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Standar praktik
kebidanan dibuat dan disusun oleh organisasi profesi bidan (PP IBI) berdasarkan
kompetensi inti bidan, dimana kompetensi ini lahir sebagai bukti bahwa bidan telah
menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dimiliki bidan
sebagai hasil belajar dalam pendidikan. Karena latar belakang pendidikan kebidanan
sangat bervariasi maka organisasi profesi IBI membuat standar praktik bidan berdasarkan
kompetensi inti sehingga dengan adanya standar praktik kebidanan, bidan mempunyai
suatu ukuran yang sama untuk semua bidan dalam melaksanakan tugasnya walaupun
latar belakang pendidikannya berbeda-beda. Dalam profesi kebidanan, standar praktik
kebidanan merupakan suatu acuan atau pedoman bagi seorang bidan dalam melakukan

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 1


sebuah tindakan.Namun,seringkali kita temukan bidan yang tidak memberikan pelayanan
yang sesuai dengan standar praktik kebidanan yang telah ditetapkan. Hal ini
menimbulkan penurunan kualitas suatu pelayanan yang diberikan oleh bidan.
Penerimaan dan pengakuan organisasi profesi bidan sebagai pelayanan profesional
diberikan oleh bidan profesional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah
hal mudah di Indonesia. Disisi lain kebidanan di Indonesia menghadapi tuntutan dan
kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh
sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.
Dalam kaitannya dengan tanggungjawab utama dan komitmen tersebut di atas maka IBI
harus memberikan respon, sensitive serta peduli untuk mengembangkan standar praktek
kebidanan. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pada
pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan, dan
kode etik profesi yang dimilikinya

1.2 Rumusan Masalah


Bidan sebagai profesi telah memiliki standar praktik untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang telah diatur dalam perundang-undangan yang ada di
Indonesia.Oleh karena itu dalam makalah ini kami membahas topic yang berhubungan
dengan standar praktik profesi bidan yang meliputi :
1. Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan
2. Standar Praktik Bidan di Indonesia
3. Hukum Perundangan di Indonesia.
4. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami masalah Peraturan dan Perundang-Undangan yang
Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan sehingga mahasiswa dapat mengatasi
masalah dengan tanggung jawab tenaga kesehatan.

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan

Pengertian standar Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice
Guideline ,1990). Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang
mampu dicapai,berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (Donabedian, 1980)
Standar adalah spesifikasi dari fungsi tau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana
pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan maksimal dari
pelayanan yang diselenggarakan ( Rowland and Rowland, 1983)
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu
dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan
kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang
bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan
kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
Standar menunjukan pada tingkat ideal tercapai yang diinginkan, namun ukuran
tingkat ideal tercapai tsb tidaklah disusun terlalu kaku, melainkan dalam bentuk minimla
dan maksimal ( range ) Penyimpangan yang terjadi, tetapi masih dalam batas-batas yang
dibenarkan disebut dengan nama toleransi ( tolerance ). Untuk memandu para pelaksana
program menjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan,
disusunlah protokol (pedoman, petunjuk pelaksana) Protokol adalah suatu pernyataan
tertulis yang disusun secara sistimatisdan dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana
dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kes. Makin dipatuhi
protokol, makin tercapai standar yang telah ditetapkan
Syarat Standar Bersifat jelas , artinya dapat diukur dengan baik, termasuk mengukur
berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi. Masuk akal , suatu standar yang tidak
masuk akal, misalnya ditetapkan terlalu tinggi sehingga mustahil dapat dicapai,bukan saja
sulit dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustasi para pelaksana Mudah
dimengerti , suatu standar yang tidak mudah dimengerti, atau rumusan yang tidak jelas
akan menyulitkan tenaga pelaksana sehingga standar tersebut tidak akan dapat digunakan

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 3


Dapat dicapai, merumuskan standar harus sesuai dengan kemampuan, siatuasi
sertakondisi organisasi Absah,ada hubungan yang kuat dan dapat di demonstrasikan
Meyakinkan, persyaratan yang ditetapkan tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi
Mantap, Spesifik dan Eksplist, tidak terpengaruh oleh perubahan waktu untuk jangka
waktu tertentu, bersifat khas dan gambling
Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan Standar pelayanan berguna dalam penerapan
norma tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan Melindungi
masyarakat Sebagai pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan Untuk
menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari.
Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan
pendidikan (Depkes RI, 2001:2)
Format Standar Pelayanan Kebidanan Dalam Membahas Tiap Standar Pelayanan
Kebidanan Digunakan Format Bahasan Sebagai Berikut : Tujuan merupakan tujuan
standar Pernyataan standar berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang dilakukan,
dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan. Hasil yang akan dicapai oleh
pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diatur. Prasyarat yang
diperlukan (misalnya, alat, obat, ketrampilan) agar pelaksana pelayanan dapat menerapkan
standar. Proses yang berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan
standar (Depkes RI, 2001:2).
Pertemuan Program Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah SEARO/Asia
tenggara tahun 1995 tentang SPK Pada pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar
memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO
mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk
pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan
pelayanan ditingkat masyarakat.Standar ini diberlakukan bagi semua pelaksana kebidanan.
Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan/
asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan managemen kebidanan.Standar praktik
kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga
kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan kebidanan berarti
pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai dengan pemberian asuhan kebidanan
terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 4


terkait erat, karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat
danmemburuk.
Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang
mengatur tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh
masyarakat yang bersangkutan.Hukum perundangan dilihat dari isinya terdiri dari norma
atau kaidah tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, apa yang dilarang atau
apa yang diperbolehkan.

2.2 Standar Praktik Bidan di Indonesia

Berikut ini adalah Standar Praktik Kebidanan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat
Ikatan Bidan Indonesia.

1. Standar I : Metode Asuhan


Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan
langkah: pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Difinisi Operasional:
Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
Format manajemen kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana
format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.
2. Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Difinisi Operasional:
1. Ada format pengumpulan data
2. Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, yang meliputi data:
Demografi identitas klien
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat kesehatan reproduksi
Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
Analisis data
3. Data dikumpulkan dari:
Klien/pasien, keluarga dan sumber lain
Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 5
Tenaga kesehatan
Individu dalam lingkungan terdekat
4. Data diperoleh dengan cara:
Wawancara
Observasi
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
3. Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah
dikumpulan.
Difinisi Operasional:
Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien
atau suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan
wewenang bidan dan kebutuhan klien.
Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada
asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien.
4. Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional:
Ada format rencana asuhan kebidanan
Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan
evaluasi.
5. Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan
keadaan klien: tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Difinisi Operasional :
Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi
Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan
klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang
bidan atau tugas kolaborasi
Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 6
Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan
etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman
Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia
6. Standar VI : Partisipasi Klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga
dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional :
1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:
Status kesehatan saat ini
Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan
Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan
Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
2. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindak kegiatan
7. Standar VII : Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan
tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Difinisi Operasional :
Adanya format pengawasan klien
Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis untuk mengetahui
keadaan perkembangan klien
Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah
disediakan.
8. Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak
kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional :
Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Sesuai dengan
standar ukuran yang telah ditetapkan
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan
9. Standar IX : Dokumentasi
Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 7
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuh
kebidanan yang diberikan.
Difinisi Operasional :
Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan
Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung
jawab
Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan Kebidanan
Dasar hukum penerapan SPK Undang-undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomer 23 tahum 1992 kewajiban tenaga
kesehatan adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan, menghormati hak
pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien, memberikan informasi
dan meminta persetujuan (Informed consent), dan membuat serta memelihara rekam
medik.Ruang Lingkup SPK meliputi 24 standar yaitu :
1. Standar pelayanan (2 standar)
2. Standar pelayanan antenatal (6 standar)
3. Standar pertolongan persalinan (4 standar)
4. Standar pelayanan nifas (3 standar)
5. standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal (9 standar)
(Depkes RI, 2001:3).
1. Standar Pelayanan Umum
Standar I : Persiapan Untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Persyaratan standar : Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada
perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala halyang berkaitan dengan
kehamilan, termasuk penyuluhan umum, gizi, KB, kesiapan dalam menghadapi
kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik
dan mendukung kebiasaan baik.
Standar II : Pencatatan Dan Pelaporan
Persyaratan standar : Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukan,
yaitu registrasi. Semua ibu hamil diwilayah kerja, rincian yang diberikan kepada
setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan BBL, semua kunjungan rumah dan penyuluhan
kepada masyarakat. Disamping itu bidan hendaknya mengikut sertakan kader
untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan
dengan ibu dan BBL. Bidan meninjau secara teratur catatan tersebut untuk menilai
kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 8


2. Standar Pelayanan Antenatal
Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Persyaratan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan
masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu,
suami dan anggota masyarakat agar mendorong ibu untuk memeriksakan
kehamilan sejak dini secara teratur.
Standar 4 : Pemeriksaan Dan Pemantauan Antenatal
Persyaratan standar : Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelyanan antenatal.
Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama
untuk menilai apakah perkembangan berlangung normal. Bidan juga harus
mengenal resti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi
HIV;memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta
tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesman. Bidan harus mencatat data
yang tepat pada setiap kunjungan Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuk untuk tindakan selanjutnya.
Standar 5 : Palpasi Abdomen
Persyaratan standar : Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama
melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, dan bila umur kehamilan
bertambah memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke
dalam rongga panggul, untuk mencari kelaianan serta melakukan rujukan tepat
waktu.
Standar 6 : Pengelolaan Anemia Pada Kehamilan
Persyaratan standar : Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penanganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi Pada Kehamilan
Persyaratan standar : Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah
pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta
mengambil tindakan yang tepat dan merujuknnya
Standar 8 : Persiapan Persalian
Pernyataan standar : Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami
serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 9


persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan
direncanakan dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya untuk
merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan
kunjungan rumah untuk hal ini.
3. Standar Pelayanan Kebidanan
Terdapat empat standar dalam standar pertolongan persalinan :
Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I
Pernyataan standar : Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai,
kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan
memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.
Standar 10 : Persalinan Kala II Yang Aman
Pernyataan standar : Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan
sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala Tiga
Pernyataan standar : Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk
membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomy
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala
II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar
persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
4. Standar Pelayanan Nifas
Terdapat tiga standar dalam standar pelayanan nifas :
Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Pernyataan standar : Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk
memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan
kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan
juga harus mencegah atau menangani hipotermia.
Standar 14 : Penanganan Pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan
Pernyataan standar : Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap
terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan
yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentangan hal-hal

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 10


mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai
pemberian ASI.
Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu Dan Bayi Pada Masa Nifas
Pernyataan standar : Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui
kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah
persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan
tali pusat yang benar; penemuanan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang
mungkin terjadi pada masa nifas; serta memberikan penjelasan tentang kesehatan
secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir,
pemberian ASI, imunisasi dan KB.
5. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri Dan Neonatal
Standar 16 : Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan, Pada Tri-mester III
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada
kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar 17 : Penanganan Kegawatan Pada Eklamsia
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia
mengancam. Serta merujuk dan atau memberikan pertolongan pertama.
Standar 18 : Penanganan Kegawatan Pada Partus Lama/Macet
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus
lama/macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau
merujuknya.
Standar 19 : Persalinan dg penggunaaan Vakum Ekstraktor
Pernyataan standar : Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi
vakum,melakukannya secara benar dalammemberikan pertolongan persalinan
dengan memastikan keamnannya bagi ibu dan janin
Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali retensio placenta dan memberikan
pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penangan perdarahan sesuai
dengan kebutuhan
Standar 21 : Penangan Perdarahan Postpartum Primer

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 11


Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24
pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan
pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder
Pernyataan standar: Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala
perdarahan postpartum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk
penyelamatan jiwa ibu dan atau merujuknya.
Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Pernyataan standar: Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis
puerperalis, serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya
Standar 24 : Penanganan Asiexsia Neonatorum
Pernyaan standar : Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan
asfeksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang
diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.

2.3 Hukum Perundangan di Indonesia.

Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik kebidanan:

1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah),


pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum,
wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan
tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter
gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga
kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana
dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada
keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan
terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh
dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara
dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan
hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga
belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan
perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung
jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 12


Pada pasal 2 ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3
tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga
kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri
sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam
mengangkat pegawai negeri.Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU
tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja,apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu
diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja
pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter,sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggungjawab
terhadappelayanannyasendiri.

4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua


golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non
keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga
bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu
pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan.
Bidan seperti halnya dokter, di ijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan
tenaga keperawatan secara resmi tidak di ijinkan.Dokter dapat membuka praktik
swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan
pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi
keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat di ijinkan membuka praktik swasta.
Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan
tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-
puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat
yang memperpanjang pelayanan di rumah.Bila memang secara resmi tidak diakui,
maka seyogyanya perawat harus di bebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan
untuk benar-benar melakukan nursing care.
5. SK Menteri Negara Penyalah gunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986,
tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem
kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik
jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 13


tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang
Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak
tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
6. UU Kesehatan No.23 Tahun 1992
Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk
praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar
praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan.
BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai
revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia
(garis bawah saya).
Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk
menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis
bawah saya).
ketentuan Pidana yang diatur dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga
dikenakan pasal 340 KUHP. Salah satu contohnya adalah pelanggaran yang
menyangkut Pasal 32 Ayat (4) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut diatur mengenai pelaksanaan pengobatan
dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenakan sanksi

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 14


pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1a) Undang-Undang No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan :barang siapa yang tanpa keahlian dan
kewenagan dengan sengaja : melakukan pengobatan dan atau perawatan
sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
perorangan/berkelompok (garis bawah saya).
Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesi secara baik
BAB III Perizinan,
Pasal 8
1. Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan
kesehatan, praktek perorangan/atau berkelompok.
2. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan
kesehatan harus memiliki SIK (garis bawah saya).
3. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki
SIPP (garis bawah saya)
Pasal 9 Ayat 1 SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat 2 diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat.
Pasal 10 SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12 (1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
PERMENKES RI NO. 1464/MENKES/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN
Secara garis besar Permenkes RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari
Permenkes No.149, hanya beberapa perbedaan yaitu :
Pada pasal II ayat 2 ditiadakan
Terdapat revisi pada pasal III menjadi 3 ayat :
1. Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki
SIKB
2. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
3. SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu
tempat

2.4 Hubungan Standar pelayanan Kebidanan dengan Hukum Perundang Undangan

Hubungan hukum perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan tenaga


kesehatan adalah Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal
balik dengan tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbal

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 15


balik ini mempunyai dasar hukum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai
penerima jasa kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama
mempunyai hak dan kewajiban. Di dalam praktek apabila terjadi pelanggaraan praktek
kebidanan, aparat penegak hukum lebih cenderung mempergunakan Undang-Undang No.
23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Sehingga masyarakat sangat berharap adanya
pemahaman yang baik dan benar tentang beberapa piranti hukum yang mengatur
pelayanan kesehatan untuk menunjang pelaksanaan tugas di bidang kebidanan dengan
baik dan benar

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 16


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Standar praktik kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang
diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai.Hukum
perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata
tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang
bersangkutan.Dalam melaksanakan praktiknya terdapat sembilan standar praktik
kebidanan yaitu metode asuhan, pengkajian, diagnosa kebidanan, rencana asuhan,
tindakan, partisipasi klien, pengawasan, evaluasi,dan dokumentasi.
Dalam pelaksanaan praktiknya bidan berpegang pada beberapa peraturan
perundangan, yaitu :
1. UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang
Registrasi Dan Praktik Bidan.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
9. keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Bidan.
Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik dengan

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 17


tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbale balik
ini mempunyai dasar hokum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien
sebagai penerima jasa kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa
sama-sama mempunyai hak dan kewajiban
3.2 Saran
Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat
dan berfokus pada Kesehatan Reproduksi Perempuan, Keluarga Berencana, kesehatan bayi
dan anak balita, serta Pelayanan Kesehatan Masyarakat.Standar Profesi ini terdiri dari
Standar Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan Kebidanan,
dan Kode Etik Profesi.Standar praktik bidan yang berhubungan dengan profesi, wajib
dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan.

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 18


DAFTAR PUSTAKA

http://nurannisa2865.wordpress.com/2013/08/21/standar-praktik-kebidanan/
https://erikaertanti07.wordpress.com/2013/04/08/8-standar-pelayanan-kebidanan/

Jein Asmar Yetty.2005.ETIKA PROFESI KEBIDANAN.YOGYAKARTA: Fitri Maya.


ETIKA PROFESI DAN HUKUM KEBIDANAN.2009.

Standar praktek dengan aspek hukum dalam praktek kebidanan 19

Anda mungkin juga menyukai