Anda di halaman 1dari 39

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Uji Impact Charpy


Uji impact charpy digunakan untuk mengetahui kegetasan atau keuletan
suatu bahan (specimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara tiba-tiba
terhadap benda yang akan diuji secara statik. Benda uji dibuat takikan terlebih
dahulu sesuai dengan standar JIS Z2202 dan hasil pengujian benda tersebut akan
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan
sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji tersebut.

2.1.1 Mesin Uji Impact Charpy


Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu
beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk
konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional
sampai dengan sistem digital yang lebih maju
Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi
kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar
deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan
laju regangan beberapa kali lipat.
Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian
impact charpy banyak dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji
takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai.
Mesin uji impact charpy dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

5
6

Gambar 2.1 Mesin Uji Impact Charpy

Gambar 2.2 Benda Uji Impact Charpy Bentuk V

2.1.2 Dasar Pengujian


Pada pengujian ini adalah suatu bahan uji yang ditakik, dipukul oleh
pendulum (godam) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat
kegetasan suatu bahan. Cara ini dapat dilakukan dengan charpy atau cara izod.
7

2.1.3 Pengujian Charpy dan Izod


Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum
diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian
impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari
penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum.
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin frais atau alat notch khusus
takik. Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu JIS Z 2202.

Gambar 2.3 Sistem Uji Impact Charpydan Izod

Gambar 2.4 Benda Uji Standar JIS Z 2202


8

2.1.4 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact Charpy


Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,
maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang
juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas.
Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram
meter (kg m) pada saat pendulum mencapai kedudukan 4.
Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum
dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum
akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan
pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai
patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut :

W1 = G h1 (kg m)

Atau dapat juga diselesaikan dengan menggunakan rumus berikut ini :

W1 = G (1 - cos ) (kg m)

dimana :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi awal pendulum

Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut :

W2 = G h2 (kg m)

Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

W2 = G (1 - cos ) (kg m)
9

dimana :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi akhir pendulum

Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut :

W = W1 - W2 (kg m)

Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai berikut :

W = G (cos - cos ) (kg m)

dimana :
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi awal pendulum
cos = sudut posisi akhir pendulum

Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini :

W
K=
Ao
10

dimana :
K = nilai impact (kg m/mm2)
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)

Gambar 2.5 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact

2.1.5 Spesifikasi dan Bagian Utama Alat Uji Impact Charpy


Adapun spesifikasi alat uji impact tipe charpy adalah sebagai berikut :
Tipe alat uji : charpy
Kapasitas : 85 Joule
Berat pendulum (godam) : 8 kg
Jarak titik ayun dengan titik pukul : 600 mm
Posisi awal pemukulan : 140
Sudut pisau pemukul : 30
Dimensi alat uji : 750 mm 400 mm 1000 mm
Standar bahan uji : alumunium
11

Tampak depan Tampak samping kiri Tampak Belakang


Gambar 2.6 Alat Uji Impact Tipe Charpy Kapasitas 85 Joule

Gambar 2.7 Bagian-Bagian Utama Alat Uji Impact Tipe Charpy


12

Sedangkan bagian utama dari alat uji impact tipe charpy terdiri atas :
1. Badan alat uji impact
Badan alat uji impact terbuat dari baja profil U 70 mm 40 mm
dengan tebal baja 5 mm. Sedangkan dimensi dari badan alat uji impact ini
adalah 750 mm 400 mm 1000 mm. Proses pengerjaan yang dilakukan
dalam pembuatan badan alat uji impact ini adalah proses penyambungan atau
proses pengelasan. Badan alat uji impact berfungsi sebagai tempat dudukan
dari bearing dan tempat benda uji. Berikut ini merupakan gambar alat uji
impact tipe charpy.

Gambar 2.8 Badan Alat Uji Impact Tipe Charpy

2. Pendulum
Pendulum berfungsi sebagai beban yang akan diayunkan ke benda uji
dan juga terdapat pisau pemukul untuk mematahkan benda uji. Pendulum
terbuat dari baja pelat silinder 230 30 mm dengan berat 8 kg. Pada bagian
atas pendulum dihubungkan ke bagian lengan pengayun dengan cara dilas .
13

3. Lengan pengayun
Lengan pengayun berfungsi untuk menentukan gerakan ayunan dari
poros ke pendulum. Lengan pengayun ini terbuat dari baja silinder 20
600 mm dan pada bagian atasnya dihubungkan ke poros dengan dilas, serta
pada bagian bawahnya dihubungkan ke pendulum dengan cara dilas.
4. Poros pengayun
Poros pengayun berfungsi sebagai penerus ayunan dari bearing
kelengan pengayun dan pendulum. Poros pengayun terbuat dari baja silinder
25 450 mm. Pada bagian ujung kanan dan kirinya dihubungkan ke
bearing dan pada bagian tengahnya dihubungkan ke lengan pengayun dengan
cara dilas.
5. Bearing
Bearing berfungsi sebagai pengayun poros dan bearing yang
digunakan adalah bearing dengan ukuran diameter dalam atau diameter poros
25 mm. Bearing ditempatkan pada bagian kanan atas dan kiri atas pada badan
alat uji impact dengan cara dibaut.

Gambar 2.9 Bearing

6. Tempat benda uji


Tempat benda uji berfungsi sebagai tempat diletakkannya benda
ujiyang akan dilakukan pengujian. Tempat benda uji ini terbuat dari baja
profil U 70 40 mm dengan tebal 5 mm. Tempat benda uji dilas menyatu
dengan badan alat uji impact.
14

7. Busur derajat dan jarum penunjuk


Busur derajat berfungsi sebagai alat pengukur atau alat baca dari hasil
pengujian. Jarum penunjuk berfungsi untuk menunjukkan angka pada busur
derajat yang merupakan hasil dari pengujian. Jarum penunjuk dihubungkan
ke poros pengayun dengan dibaut sehingga arah ayunannya sesuai dengan
arah ayunan poros pengayun.

Gambar 2.10 Busur Derajat dan Jarum Penunjuk

8. Pisau pemukul
Pisau pemukul berfungsi untuk memukul benda uji yang telah dibuat
takikan. Posisi pisau pada saat akan memukul adalah di belakang takikan
benda uji. Bahan pisau pemukul ini harus lebih keras dari benda yang akan
diuji dan sudut pisau pemukul adalah 30.

Gambar 2.11 Pisau Pemukul


15

Berikut ini merupakan dimensi dari alat uji impact yang ditunjukkan dari
berbagai tampak.

Gambar 2.12 Gambar 2.13


Dimensi Alat Uji Impact Dimensi Alat Uji Impact
Tampak Samping Tampak Depan
Besar energi (W1) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada
tabel berikutini :

Tabel 2.1 Besar Energi (W1) Pada Setiap Ayun


17

Sedangkan sisa usaha (W2) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari
data pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Sisa Usaha (W2) Pada Setiap Ayun

2.1.6 Langkah-Langkah Uji Impact Charpy


Adapun langkah-langkah pengujian impact tipe charpy ini adalah sebagai
berikut :
1. Meletakkan benda uji di tempat benda uji pada alat uji impact.
Penempatan benda uji harus benar-benar berada pada posisi tengah dimana
pisau pada pendulum berada sejajar dengan takikan benda tersebut.
2. Menyetel posisi jarum penunjuk pada 0.
18

3. Mengangkat pendulum sejauh 140 dengan cara memutar berlawanan arah


jarum jam secara perlahan-lahan.
4. Melepaskan pendulum untuk mengayun dan mematahkan benda uji.
5. Melihat dan mencatat hasil data yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk
pada busur derajat.
6. Melakukan perhitungan dari data pengujian yang telah diperoleh, yaitu
menghitung besarnya usaha (W) dan harga impact (K) .
Berikut ini merupakan gambar dari dimensi benda uji dan cara
menempatkan benda uji.

Gambar 2.14 Dimensi Benda Uji

Gambar 2.15 Cara Menempatkan Benda Uji


19

2.2 Uji Lendutan Batang


Mekanika merupakan ilmu fisika yang berhubungan dengan benda diam
atau bergerak dalam pengaruh gaya-gaya yang bergerak padanya. Mekanika dapat
dibagi tiga, yaitu mekanika benda tegar, mekanika benda terdeformasi, dan
mekanika fluida. Statika dan dinamika merupakan bagian dari mekanika benda
tegar. Bila statika membahas benda-benda dalam keadaan keseimbangan baik
pada keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan, dinamika merupakan
bagian mekanika yang berhubungan dengan gerak benda dengan percepatan.
Tiga hukum Newton untuk benda bergerak berlaku untuk mekanika benda
tegar, yaitu:
1. Hukum I Newton
Sebuah partikel tetap dalam keadaan diam atau terus bergerak dalam
sebuah garis lurus pada kecepatan tetap bila ada gaya seimbang yang bekerja
padanya.
2. Hukum II Newton
Percepatan sebuah partikel sebanding dengan penjumlahan vektor gaya
yang bekerja padanya dan searah pada penjumlahan vektor tersebut.

F = m.a

Dimana :
F = gaya (N)
m = massa partikel (kg)
a = percepatan (m/s2)

3. Hukum III Newton


Gaya aksi dan reaksi antara 2 partikel yang berinteraksi sama besar.
Berlawanan arah dan segaris.
Disamping itu, hukum Newton untuk menentukan gaya tarik menarik
gravitasi antara 2 partikel yang dinyatakan sebagai berikut:

F = G.m1.m2/r2
20

Dimana :
F = gaya tarik menarik antara partikel partikel (N)
G = konstanta universalsebesar 66,73 x 10-12 m3/kg.s2
m1 & m2 = masing masing adalah massa dari 1 partikel 1 dan 2 (kg)
r = jarak antara partikel partikel (m)

Persamaan tersebut dikembangkan untuk menentukan berat sebuah


partikel W, yaitu:

W = m.g

Dimana :
W = berat sebuah partikel (N)
m = massa partikel (kg)
g = percepatan gravitasi sebesar 9,8 m/s2

Sebuah partikel dikatakan dalam keadaan keseimbangan bila partikel


tersebut dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan. Kondisi
tersebut tercapai, bila resultan seluruh gaya dan momen sama dengan nol.
Persamaan keseimbangan dinyatakan sebagai berikut :

R= F=0, M= M=0

2.2.1 Prinsip Kerja Alat Uji Lendutan Batang


Adapun prinsip kerja alat pada pengujian lendutan batang pada percobaan
ini diantaranya adalah:
1. Batang Kantilever dengan 1 tumpuan ujung
Sebuah batang kantilever dengan ujung satu terikat dan satu ujung bebas
ditunjukkan pada gambar 2.16. batang mempunyai panjang batang sebesar l dan
diberi beban W pada ujung bebasnya. Akibat pembeban tersebut, maka ujung
batang bebas terdefleksi sebesar y. Ujung terikat mempunyai gaya normal R A dan
momen MA yang berlawanan arah dengan arah gerak jarum jam.
21

Sumbu-x
MA
Ujung terikat y
RA
Ujung bebas

W = m.g
Gambar 2.16 Batang Kantilever

Berdasarkan syarat keseimbangan, yaitu resultan semua gaya dan semua


momen sama dengan nol.
Resultan semua gaya pada sumbu-y adalah :

Fy = RA- W = 0

dan

RA = W

Karena itu, gaya normal pada ujung terikat sama dengan beban pada ujung
batang bebas.
22

Resultan semua momen ujung terikat adalah :

M = MA W. l = 0

dan
MA = W.l

Harga momen MA sebesar momen yang dihasilkan akibat beban pada


ujung bebas.
Momen gaya pada titik x sepanjang batang l dapat dinyatakan sebagai :

MA = W.(x.l)

Akibat beban pada ujung bebas, maka batang akan terdfleksi sebagai berikut :

= W.x2 (x-3l)/6El

Dimana :
E = modulus elastisitas atau modulus Young (Pa)
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)

Defleksi maksimum dari batang kantilever adalah :

maks = Wl3/3EI

2. Batang Kantilever dengan 2 Tumpuan ujung


Sebuah batang dengan panjang l ditumpu dengan 2 tumpuan bebas pada
ujung A dan B, seperti ditunjukkan pada gambar 2.17. Di tengah batang diberi
beban sebesar W. Kedua tumpuan tersebut akan membentuk gaya normal masing-
masing RA dan RB.
23

x l

Tumpuan A Tumpuan B Sumbu-x


y

RA RB

W= m.g
Gambar 2.17 Sebuah Batang Ditumpu Oleh 2 Tumpuan

Batang dalam keseimbangan apabila resultan semua gaya dan momen


sama dengan nol.
Resultan semua gaya pada sumbu-y adalah:

R = RA + RB W = 0

Resultan semua momen pada titik A memberikan:

MA = RB.l W.1/2.l

dan
Ra = . W

Resultan semua momen pada titik B memberikan :

MA = RB.l W.1/2. l
24

dan

RA = . W

Bagian tengah batang akan terdefleksi sebesar:

= Wl4/48.E.I

Dimana :
E = Modulus Elastisitas / Modulus Young (Pa)
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)

Defleksi batang tergantung pada beban yang diberikan W. panjang batang


l, modulus elastisitas ( modulus elastisitas) E dan momen inersia luas penampang
lintang batang. Modulus elastisitas menunjukkan kekakuan bahan tergantung jenis
bahannya.

2.2.2 Prosedur Percobaan Lendutan Batang dan Rangka


1. Tujuan Percobaan
Berikut ini adalah tujuan percobaan uji lendutan batang diantaranya:
Untuk mengukur defleksi dan regangan batang kantilever secara
sederhana.
Membandingkan harga analitik dan percobaan dari regangan batang.
Mengukur defleksi dan teori untuk menentukan modulus young dari
bahan.
Mencatat kesalahan yang mungkin terjadi dalam percobaan batang
kantilever.

2. Peralatan percobaan
Berikut ini adalah peralatan percobaan yang digunakan pada uji lendutan
batang dengan ujung satu tumpuan diantaranya:
Peralatan defleksi batang
1 batang silinder baja 1045 dengan panjang 100 cm berdiamter 8 mm
25

1 rangka batang atap berbahan baja


1 buah dial indicator dengan probe 10 mm
1 buah magnetic stand
20 pemberat
1 buah kunci pas 12

2.2.3 Prosedur Percobaan Batang Kantilever dengan Ujung Satu Tumpuan

Dial Indicator

Ujung Terikat Ujung bebas

Gantungan

Beban
Gambar 2.18 Rangkaian Batang Kantilever Ujung 1 Tumpuan

Prosedur percobaan batang kantilever :


Merangkai batang kantilever dengan ujung kiri terikat dan ujung kanan
bebas dengan panjang 50 cm, seperti gambar 2.18,
Meletakkan tempat beban pada ujung batang bebas dan dial indicator
diatasnya. (mengamati posisi awal dial dan mencatatnya),
Meletakkan pemberat pertama m1 dan mencatat penurunan posisi pada
dial,
Meletakkan pemberat m2 berikutnya dan mencatat penurunan posisi pada
dial,
Melakukan prosedur kembali hingga penambahan pemberat ke 10,
26

Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat


berikutnya,
Membuat grafik antara pemberat (W) dan defleksi () dan menghitung
harga modulus elastisitas (modulus young) E melalui persamaan:

E = W.I3/6 I (Pa atau N/mm2)

Dimana :
l = jarak antara ujung jepit dan bebas
I = Momen Inersia untuk penampang lintang lingkaran
(batang berbentuk silinder)
l Lingkaran = .r4 , r = jari jari lingkaran
Menghitung tegangan tekuk b antara pemberat berbeda menggunakan
hubungan :

b = M / I (MPa atau N/mm2)

M (Momen Tekuk) = Wl/4 (Nmm3)

2.2.4 Prosedur Percobaan Batang Kantilever dengan Ujung Dua Tumpuan

Dial Indicator

Ujung Terikat Ujung Terikat


Gantungan

Beban

Gambar 2.19 Rangkaian Batang dengan Ujung 2 Tumpuan


27

Prosedur percobaan :
Merangkai 2 tumpuan pada rangka statik dengan jarak 93cm seperti
ditunjukkan pada gambar 2.19,
Memposisikan batang baja karbon 1045 (S45C) secara simetris pada kedua
tumpuan tersebut,
Meletakkan tempat beban ditengah tengah batang dan dial indicator
diatasnya. (mengamati posisi awal pada dial dan mencatatnya)
Meletakkan pemberat pertama dan mencatat perubahan posisi dial,
Meletakan pemberat berikutnya dan mencatat penurunan posisi pada dial,
Melakukan prosedur tadi hingga penambahan pemberat ke 10,
Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat
berikutnya,
Membuat grafik antara pemberat (W) dan defleksi (), dan menghitung
harga modulus elastisitas (Young) E melalui persamaan :

E= WI3/48..I (MPa atau N/mm2)

Dimana :
l = jarak antara 2 tumpuan ujung
I = Momen inersia untuk penampang lintang lingkaran
l Lingkaran = .r4 , r = jari jari lingkaran

Menghitung tegangan tekuk b antara pemberat berbeda menggunakan


hubungan :
b= My / I (MPa atau N/mm2)

M (Momen tekuk) = Wl/4 ( Nmm3)


28

2.3 Uji Kekerasan / Rockwell


Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain,
ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat
pengaruhpembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat
menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui
besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan
tersebut.
Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika
memilihbahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih
bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya,
logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak.
Meskipun demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan
sebaliknya, logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis.

2.3.1 Dasar - dasar Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan
logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat
apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam berdasarkan pada
standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun diatur
dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang
baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan,
goresan, dan dinamik.
29

Tabel 2.3 Logam Ferro dan pemakaiannya

Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan


olehindustri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat
dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan
metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan cara ini terdiri
dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode Rockwell, Brinell, dan
Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya. Metode
Brinell dan Vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang sama dalam
menentukan angka kekerasannya, yaitu menitik beratkan pada perhitungan
kekuatan bahan terhadap setiap daya luas penampang bidang yang menerima
pembebanan tersebut. Sedangkan metode Rockwell menitik beratkan pada
pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk
berkasnya (indentasi) pada benda uji.
Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga berbeda.
Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan
proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaan
30

satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini
merupakan uraian terperinci mengenai masing-masing metode pengujian.

2.3.2 Metode Pengujian Rockwell


Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan
standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.4 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell

Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat


dikelompokkan menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing
skala. Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya
bervariasi, yaitu :
31

1. Kerucut intan dengan besar sudut 120 dan disebut sebagai Rockwell Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan
danmemilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh
skala tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang
akuran, maka kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka
kekerasan yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau
acuan, dimana acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat
diketahui melalui tabel sebagai berikut :

Tabel 2.5 Skala Kekerasan dan Pemakaiannya

Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell


diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua
(beban utama) disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg
sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan.
32

Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan


menggunakan metode pengujian Rockwell, yaitu :
1. Cara pengujian kekerasan Rockwell
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor dengan
suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu logam
yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, maka
yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah
hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru dalamnya
bekas lekukan yang terjadi itu.Inilah perbedaan metode Rockwell dibandingkan
dengan metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA,
HRB, dan HRC.HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell
atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R
saja.

2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell


Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih
dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola baja
atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan specimen yang
akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan
digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya,
penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial
indicator pointer.
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
1. Benda uji.
2. Operator.
3. Mesin uji Rockwell.

Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :


1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
33

2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.


3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.

Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :


1. Tingkat ketelitian rendah.
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3. Penekanan bebannya tidak praktis.

2.3.3 Spesifikasi Alat Uji Kekerasan / Rockwell


Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji kekerasan yang dimiliki oleh
Laboratorium Material Teknik & Pengecoran Logam, Jurusan Teknik Mesin,
Universitas Gunadarma, yaitu:
Nama alat : Rockwell Hardness Tester
Merk : AFFRI Seri 206.RT 206.RTS
Loading : Maximum 150 KP
Minimum 60 KP
Spesifikasi :
HRC Load : 150 KP
Indentor : Kerucut intan 120
HRB Load : 100 KP
Indentor : Steel Ball 1/16
HRA Load : 60 KP
Indentor : Kerucut intan 120
HRD Load : 100 KP
Indentor : Kerucut intan 120
HRF Load : 60 KP
Indentor : Steel Ball 1/16
HRG Load : 150 KP
Indentor : Steel Ball 1/16
34

Berikut ini merupakan gambar dari alat uji kekerasan Rockwell.

Keterangan Gambar:
1. Wrench to select tested loads
(kunci).
2. Tested loads mobile selector.
3. Loads scale.
4. Test Lever (handle).
5. Scale Indicator Pointer.
Small pointer.
Larger pointer.
Red dot.
Outer rings.
6. 6. Ring nuts to fix the penetrator.
7.Penetrator (indentor).
8. Anvil (dudukan).
9. Anvil holder screw (capstan).
10. Handwheel to regulate the
rising screw.

Gambar 2.20 Alat Uji Kekerasan Rockwell


35

2.4 Uji Metalografi


Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan
metalografi. Metalurgi adalah ilmu yang menguraikan tentang cara pemisahan
logam dari ikatan unsur-unsur lain. Metalurgi dapat dikatakan pula sebagai cara
pengolahan logam secara teknis untuk memperoleh jenis logam atau logam
paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan metalografi adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat,
struktur, temperatur, dan persentase campuran logam tersebut.
Dalam proses pengujian metalografi, pengujian logam dibagi lagi menjadi
dua jenis, yaitu :
1. Pengujian makro (Macroscope Test)
Pengujian makro ialah proses pengujian bahan yang menggunakan mata
terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam permukaan
bahan. Angka kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5 hingga 50 kali.
2. Pengujian mikro (Microscope Test)
Pengujian mikro ialah proses pengujian terhadap bahan logam yang
bentuk kristal logamnya tergolong sangat halus. Sedemikian halusnya sehingga
pengujiannya memerlukan kaca pembesar lensa mikroskop yang memiliki kualitas
perbesaran antara 50 hingga 3000 kali.

2.4.1 Langkah-Langkah Pengujian Metalografi


Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk melakukan pengujian
metalografi. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Pemotongan
Pemotongan specimen cukup dalam dimensi yang tidak terlalu besar
(<10 10 10) mm dan tidak boleh menjadi panas berlebihan dalam proses
pemotongan untuk menghindari rusaknya struktur specimen tersebut akibat
panas.
36

2. Penyalutan (Mounting)
Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan
pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang
digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada temperature
150 C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan pada proses
penyalutan, yaitu :

Tabel 2.6 Bahan-Bahan Mounting

3. Penggerindaan atau pengampelasan


Proses ini menggunakan kertas ampelas yang berjenjang dimulai dari
ampelas yang kasar sampai dengan yang halus. Tingkat kehalusan kertas
ampelas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silikon karbida yang menempel
pada kertas tersebut.
Misalnya, terdapat ampelas yang memiliki tingkat kehalusan hingga
220, angka 220 menunjukkan bahwa serbuk silikon karbida pada kertas
37

ampelas itu bisa lolos dari ayakan hingga mencapai 220 lubang pada luas 1
inchi2 (sekitar 625 mm2).
4. Pemolesan (polishing)
Benda uji yang sudah melewati proses penggerindaan, dieteruskan
keproses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles metalografi.
Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar dengan kain beludru (selvyt).
Cara pemolesannya, benda uji diletakkan di atas piringan yang
berputar, kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan
adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol atau
gama alumina. Bila garis-garis bekas pengampelasan masih terlihat,
pemolesan diteruskan. Apabila terlihat sudah rata, maka specimen
dibersihkan dan dilanjutkan dengan pengetsaan.

5. Pengetsaan
Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu lapisan yang
menutupi permukaan struktur logam. Struktur mikro dapat terlihat dengan
jelas di bawah mikroskop dengan menghilangkan lapisan tersebut dengan
cara mengetsa.
Mengetsa dalam kamus, dapat diartikan sebagai proses pembuatan
gambar atau ukuran pada pelat tembaga, yang dilapisi lilin dengan benda
tajam kemudian membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena korosi
cairan asam. Hasil proses itu ialah etsa, yaitu berupa gambar atau ukiran.
Berikut ini merupakan penjelasan beberapa larutan etsa untuk pengujian
makro dan mikro yang biasa dipakai dalam metalografi.
a) Adapun bahan-bahan larutan pada etsa makro adalah sebagai berikut :
Hydrochloric, yang memiliki komposisi 50% asam hydrochloric
dalam air dengan suhu antara 70 C - 80 C dan waktu yang
dibutuhkan 1 jam, serta digunakan untuk bahan baja dan besi.
Sulphuric, yang memiliki komposisi 20% asam sulphuric dalam air
dengan suhu 80 C dan waktu yang diperlukan antara 10 sampai 20
detik, serta digunakan untuk bahan besi dan baja.
38

Nitric, yang memiliki komposisi 20% asam nitric dalam air dan boleh
dalam keadaan dingin jika cocok, serta digunakan untuk bahan besi
dan baja.
Alcoholic ferric chloride, yang memiliki komposisi 96 cm3ethyl
alcohol, 59 gram ferric chloride, dan 2 cm3 asam hydrochloric.
Bahan etsa, yang memiliki komposisi copper ammonium chloride 9
gram dan air 91 ml specimen untuk baja. Waktu etsa lebih lama dari
pada etsa mikro struktur.
Untuk mengetsa baja agar didapat hasil etsa yang dalam dan tebal
lapisannya, digunakan bahan etsa yang baik, yaitu hydrochloric acil
(HCl) 140 ml, sulphuric acid (H2SO4) 3 ml dan air 50 ml dengan
waktu etsa antara 15 sampai 30 menit.
Specimen alumunium atau campuran alumunium bahan etsa ialah
hydrofloride acid (HF) 10 ml, nitrid acid (HNO3) 1 ml, dan air 200
ml. Waktu pengetsaannya sangat singkat dan karena itu, jika terjadi
lapisan hitam yang tebal dapat dihilangkan dengan cara merendam
pada asam nitrat (HNO3). Waktu pengetsaan itu lebih l daripada etsa
untuk mikro struktur. Setelah kita mengetsa, kita langsung dapat
melihat bagian mana yang atau mengambang dari serat (alur) benda
kerja tersebut. Macro test ini biasanya dilakukan pada benda yang
pembuatannya ditempa, dituang, dan hasil pengerolan.
b) Adapun bahan-bahan larutan pada etsa mikro adalah sebagai berikut :
Asam nitrat, yang memiliki komposisi asam nitrat 2 ml dan alcohol
95% atau 98 ml. Pemakaiannya untuk bahan karbon, baja paduan
rendah, dan baja paduan sedang. Waktu yang diperlukan beberapa
detik sampai 1 menit.
Asam pikrat, yang memiliki komposisi 4 gram asam pikrat, alkohol
95% atau 98 ml. Pemakaiannya untuk baja karbon dalam keadaan
normal, dilunakkan, dikeraskan (hardening) dan ditemper
(tempering). Waktu pengetsannya beberapa detik sampai 1 menit.
39

NH4OH.H2O2, yang memiliki komposisi NH4OH sebagai dasar dan


H2O2 beberapa tetes. Pemakaiannya untuk bahan tembaga dan
paduannya dengan waktu pengetsaan sampai bahan uji berwarna biru.
Bahan etsa adalah nital 2%, yaitu 2 ml asam nitrat (HNO3) dan 98 ml
methyl alcohol dalam waktu 10 sampai 30 detik.
Bahan etsa menggunakan asam yang terdiri dari 10% ammonium ferri
sulfat, 2,5% ammonium acrocide NH4(OH), dan 65% larutan
asamkrom dalam waktu 10 sampai 30 detik, yang digunakan untuk
tembagadan campurannya .
c) Cara mengetsa
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat
langsung dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan asam
yang akan digunakan pada sebuah cawan kemudian mencelupkan
permukaan benda uji pada asam tersebut sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Setelah itu, benda dicuci dengan air hangat atau alcohol
untuk menghentikan reaksi dan mengeringkan dengan udara dari mesin
kompresor.
d) Pengaruh etsa
Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan
benda uji. Dengan kata lain, baik atau tidaknya hasil pengetsaan dapat
dipengaruhi oleh larutan kimia yang digunakan untuk mengetsa.
Setelah bahan uji dietsa, di atas seluruh permukaan benda uji akan
tampak garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis yang tampak itu
menunjukkan adanya batas antar butir kristal logam tersebut.
Untuk memperjelas bentuk dan corak butir-butir kristal yang
berbeda jenisnya itu, dapat diamati pada mikroskop. Dengan
mikroskop,kita dapat menunjukkan adanya perbedaan beberapa elemen
yang terkandung dalam bahan uji tersebut. Meskipun demikian, tidak
semua proses pengetsaan menghasilkan hasil etsa yang memuaskan.
Dengan kata lain, dalam satu proses pengetsaan terkadang kita tidak
40

berhasil mengetsa benda yang diuji. Berikut ini merupakan faktor-faktor


penyebab terjadinya kegagalan dalam mengetsa, yaitu :
Benda kerja terlalu kotor karena terlalu lunak atau berminyak.
Benda kerja tidak bersih pada waktu dicuci.
Kurangnya waktu pengetsaan.
Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.
Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etching reagent)
6. Mikroskop
Pada dasarnya, mikroskop terdiri dari dua buah lensa positif, yaitu
lensa yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat dengan
benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif, sedangkan lensa yang
berada dekat dengan mata disebut lensa okuler.
Perbesaran total oleh mikroskop ini didefinisikan dengan
perbandingan antara tangen sudut buka baying akhir dengan sudut buka tanpa
menggunakan alat. Perbesaran sebuah mikroskop biasanya berkisar 50, 100,
200, 400, dan 1000 kali lebih besar dari benda uji.
Perbesaran struktur mikro dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

LOK LOB FK UKURAN


FOTO

dimana :
LOK = lensa okuler (nilai 2,5)
LOB = lensa obyektif/lensa yang dipakai pada mikroskop
FK = faktor kamera (nilai 1)
Ukuran foto 3R nilai 4.

2.4.2 Spesifikasi Alat Uji Metalografi


Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji metalografi (Mettalurgical
Microscope) yang dimiliki oleh Laboratorium Material Teknik & Pengecoran
Logam, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gunadarma, yaitu :
41

Tyepiece : NWF 10 X
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X
Viewing head : Binocular body complete with interpupillary distance
Illuminator : Koehler-type illuminator complete with aperture and field
diaphragms, filter slots, and bulb cord. Uses EL-38 (8 V,
15 W) tungsten filament bulb.
Mechanical stage : Graduated 150 160 mm in size 30 30 mm cross
motion, reading to 0,1 mm by vernier. Provided with low
position stage controls.
Focusing control : Stage height is adjustable by the control knob and fixed by
locking knob. Fine controls are workable in arrange of
2mm.
Photo mechanic : Optical path selector for visual observation and
photography, built in reflecting mirror and camera port.
Polarizing filters : Built-in slideway, complete with analyzer, rotatable
through 0-9, and polarizer filter.
Microscope stand : Inverted stand, complete with built-in plane glass
reflector, built in power supply transformer, variable
light intensity control, out put sockets.
Color filters : Green filter for visual observation and monochromatic
film photography, and blue filter for color photography
42

Gambar 2.21 Mettalurgical Microscop


43

Anda mungkin juga menyukai