Anda di halaman 1dari 2

Banjir Makassar, Lagu Lama

Rata-rata di bulan Desember hingga Januari, kota Makassar diterjang banjir yang luar biasa. Banjir
tahunan yang seolah telah menjadi hal yang biasa saja bagi segenap warga kota. Sepertinya sudah
dianggap sebagai lagu lama yang setiap tahun mesti mengalun. Apa sebab-musabab sampai ibukota
Sulsel ini menjadi langganan banjir pada setiap tahunnya ? Jawabnya memang gampang, hanya untuk
mengatasinya sedemikian sulitnya. Maka tak heran kalau Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin
teriak nyaring, agar pemerintah provinsi Sulsel dan pemerintah pusat di Jakarta dapat turun tangan
mengatasi persoalan banjir di Makassar.

Adalah wajar kiranya bila Walikota Makassar teriak-teriak menuntut tanggung jawab gubernur Sulsel
dan menteri PU pusat. Sebab persoalan banjir di Makassar adalah bagian dari tanggung jawab mereka.
Tanggung jawab membenahi tiga kanal yang membelah kota ini untuk mengalirkan air buangan ke laut.

Terhadap tiga kanal yang dibangun di zaman Walikota Soewahyo ini, oleh pemerintah pusat belum
pernah melakukan pengerukan sedimentasi. Kini kanal yang berfungsi maksimal hanya sekitar 30
persen, yang lain mengalami pendangkalan akut. Itu artinya sekitar 70 persen kanal mengalami
pendangkalan karena tumpukan sampah dan penumpukan sedimentasi. Anggaran yang diperlukan
untuk pengerukan Rp300 sampai Rp500 miliar. Mana mungkin APBD Makassar mampu
membiayainya.

Kanal yang mendangkal itu ; Kanal barat kota yakni Kanal Sinrijala sepanjang 2.366 meter, Kanal
Jongaya 6.565 meter dan Kanal Pannampu 4.938 meter. Adapula kanal di timur kota, yakni Kanal
Pampang Hulu 5.086 meter, Kanal Pampang hilir 4.213 meter, Kanal Gowa I, 1.677 meter, Kanal
Gowa II, 3.936 meter dan Kanal Antang sepanjang 1.377 meter.

Kanal-kanal yang ada ini, yang semakin hari permukaanya semakin naik mendekati bibir kanal, dan
telah menjadi salah satu penyebab banjir di Makassar. Belum lagi drainase yang banyak tertimbun
sampah. Siapa yang menimbun sampah baik di kanal maupun di sepanjang drainase itu ? Tentu saja
bukan orang Belanda ataupun Jepang. Tapi dapat dipastikan mereka yang gemar melemparkan sampah-
sampahnya ke selokan atapun ke kanal, tak lain adalah warga kita sendiri yang ada di Makassar. Tidak
mungkinlah warga Sinjai ataupun warga Palopo yang datang jauh-jauh hanya untuk membuang sampah
di Makassar. Sungguh tak mungkin. Dan mungkin saja warga Sinjai atapun warga Palopo tidak terbiasa
membuang sampah di selokan mereka. Karena mereka paham bila sampah menumpuk di selokan akan
menghambat aliran air dan sangat tidak sehat. Apalagi kalau selokan itu penuh air comberan.

Boleh jadi dengan kegemeran warga Makassar membuang sampah ke drainase ataupun ke kanal, oleh
karena di pikiran mereka ada Dinas Kebersihan. Persetan dengan sampah terserah mau dilempar
kemana, toh ada Dinas Kebersihan yang urus. Bahkan mungkin mereka berfikir, kalau sampah tak
dibuang sembarangan, pegawai Dinas Kebersihan akan kehilangan pekerjaan. Bah !
Pikiran seperti ini kiranya tak layak dipelihara oleh segenap warga Makassar. Bisa dibayangkan kalau
1,3 juta warga membuang sampah sembarangan, ya ke selokan, ya ke kanal, atau kemana saja, mana
mungkin bisa diatasi oleh pegawai Dinas Kebersihan yang cuma sedikit. Dan akibatnya apa, musim
banjir pun setiap tahun melanda. Itu akibat air yang mestinya lancar mengalir ke laut, tetapi faktanya
aliran air lebih banyak yang singgah bercengkerama dengan sampah-sampah produk warga yang
bertengger di permukaan selokan dan bibir kanal. Sungguh menyedihkan memang kondisi seperti ini.

Bisa dibayangkan, rasa malu membuang sampah sembarangan sudah dibangkitkan dengan sosialisasi
sejak zaman Walikota Patompo, Abustam, Yancy Raib, Soewahyo, Malik B.Masry, HB Amiruddin
Maula, hingga dua periode zaman Walikota Ilham Arief Sirajuddin ; tapi tetap saja sampah-sampah
warga beterbangan ke selokan dan ke sepanjang permukaan kanal. Apakah nanti di zaman Walikota
Danny Pomanto akan tetap saja seperti itu ? Semoga saja ke depan ada perubahan yang baik, agar
Makassar Bebas Banjir bisa tercapai, agar banjir sebagai lagu lama dapat dihapus, minimal kita dapat
meminimalisir bencana banjir tahunan yang menyusahkan itu ***

Anda mungkin juga menyukai