Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL

Bagaimana menentukan rumus pasangan Triple Phytagoras

Markaban
196111251988031005
Januari 2015

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN (PPPPTK) MATEMATIKA
YOGYAKARTA

1
Abstrak

Jika pada suatu segitiga siku-siku, panjang sisi siku-sikunya adalah a dan b, dan panjang
hipotenusa/sisi miring adalah c, maka dapat diturunkan rumus bahwa: a2 + b2 = c2 , yang
dinamakan rumus Phytagoras. Pasangan bilangan yang memenuhi rumus tersebut
dinamakan Triple Phytagoras. Dengan pengertian beda dari suatu barisan bilangan dan
barisan tersebut diandaikan sebagai suatu fungsi yang dapat ditentukan operator
bedanya. Untuk mempermudah pengertian beda (selisih) diatas dapat dibuat tabel beda
sehingga dari empat pasang Triple Pythagoras yang sudah diketahui yaitu: (3,4,5);
(5,12,13); (7,24,25) dan ( 9,40,41) dapat dibuat tabel beda yang dikaitkan dengan teorema
Binomial dari Newton dapat diperoleh rumus pasangan Tripel Pythagoras

Kata Kunci: Operator beda, Pasangan Triple Pythagoras, Teorema Binomial, Rumus
Pasangan Triple Pythagoras

2
Bagaimana menentukan rumus pasangan Triple Phytagoras

A. Latar Belakang
Teorema Pythagoras sudah diajarkan di SMP, dalam hal ini guru telah menjelaskan
kepada siswa tentang teorema phytagoras baik dengan permasalahan sehari-hari maupun
dengan alat peraga. Untuk menunjukan teorema Pythagoras tersebut, ada juga guru yang
meminta siswa menunjukkan dengan potongan persegi pada kedua kaki segitiga yang
panjang sisinya a dan b seperti ditunjukkan pada gambar, kemudian bagaimanakah
caranya untuk menyusun potongan tersebut sehingga menutupi persegi pada hiputenusa,
hal ini sering ditunjukkan misalnya dengan alat peraga seperti berikut ini

b
a b
a
c

Dari permasalahan tersebut siswa dapat dengan mudah untuk menuliskan rumus teorema
Phytagoras tersebut yaitu:

Jika pada suatu segitiga siku-siku, panjang sisi siku-


sikunya adalah a dan b, dan panjang hipotenusa/sisi
a c
miring adalah c, maka dapat diturunkan rumus
bahwa: a2 + b2 = c2
b
Teorema Pythagoras tersebut dapat dengan mudah dipahami oleh siswa, tetapi
persyaratan yang menyangkut segitiga siku-siku ini kadang-kadang kurang diperhatikan
yaitu yang terkait dengan Triple Pythagoras, sehingga pasangan Triple Pythagoras baik
oleh siswa SMP maupun SMA/K masih bnyak yang belum mengerti cara
memperolehnya. Malah kadang-kadang dari gurunya sendiri kurang memperhatikan
bahwa suatu segitiga siku-siku ketiga sisinya harus memenuhi pasangan Triple
Pythagoras. Hal ini pernah ada kejadian seorang guru yang memberi tugas latihan soal
kepada muridnya sebagai berikut: Segitiga siku-siku ABC mempunyai sisi-sisi AC=4,
BC=6 dan AB=8. Tentukan besar sudut A.. Memang tidak ada yang aneh dalam soal

3
yang diberikan oleh guru tersebut dan guru tersebut tidak merasa bersalah, dikarenakan
guru tersebut kemungkinan kurang memperhatikan tentang Triple Pythagoras. Dari
kejadian seorang guru tersebut kemungkinan untuk mencari pasangan Triple Pythagoras
baik oleh siswa maupun guru masih banyak yang belum mengetahui rumus untuk Triple
Pythagoras sehingga mudah cara memperoleh pasangannya. Yang menjadi permasalahan
adalah Bagaimana cara menentukan rumus pasangan Triple Pythagoras?. Hal ini perlu
diketahui oleh siswa SMP maupun SMA/K agar mengerti cara memperoleh pasangan
Triple Pythagoras, juga agar jangan sampai ada guru memberi soal kepada siswanya
seperti kejadian tersebut di atas.

B. Pembahasan

Perhatikan pengerjaan dari beda (selisih) dari suatu barisan 2, 6, 19, 46, 92, sampai
diperoleh selisih tetap berikut ini :

2 6 19 46 92

bedanya 4 13 27 46

bedanya 9 14 19

5 5 selisih tetap = 5
Pada beda hingga ini peubah bebas berubah dengan loncat berhingga, misalnya data
ekonomi, diberikan laporan berkala: harian, bulanan, tahunan sehingga berupa seperti
barisan bilangan, teatpi pada Kalkulus Diferensial dan Integral yang biasa kita kenal,
bahwa peubah bebasnya berubah secara kontinu dalam suatu interval atau selang.
Misalkan ada fungsi t yang nilainya f(t) pada waktu t dan bernilai f(t+1) pada waktu (t+1)
maka beda tingkat satu didefinisikan: f(t) =f(t+1) f(t)
disebut operator beda tingkat satu
Sekarang andaikan U fungsi dari t ditulis Ut sehingga persamaan diatas dapat ditulis:
Ut = Ut+1 -Ut atau apabila fungsi dari x, maka dapat dinyatakan dengan Ux = Ux+1 Ux.
Untuk beda tingkat dua diperoleh:
2Ux = {Ux)}= (Ux+1 Ux) = Ux+1 Ux
2 disebut operator beda tingkat dua
Untuk beda tingkat tiga didapat: 3Ux = {2Ux)}
Dan seterusnya sehingga beda tingkat ke-n: nUx= {n-1Ux}
4
n disebut operator beda tingkat n
Dengan demikian untuk mempermudah pengertian beda (selisih) diatas dapat dibuat tabel
sebagai berikut:

x Ux Ux 2Ux 3Ux 4Ux


0 U0
U0
1 U1 2U0
U1 3U0
2 U2 2U1 4U0
U2 3U1
3 U3 2U2 4U1
U3 3U2
4 U4 2U3
U4
5 U5

Apabila tabel tersebut kita perhatikan, maka terdapat hubungan bahwa:


Ux = Ux+1 Ux atau Ux+1 = ( 1 + ) Ux maka:
U1 = ( 1 + ) U0
U2 = ( 1 + )2 U0
:

Un = ( 1 + )n U0
Sekarang bagaimana mencari bentuk umum dari hubungan Un tersebut diatas, ternyata
kita dapat mengaitkan dengan Teorema Binomial dari Newton sehingga hubungan diatas
dapat kita namakan interpolasi Newton. Kita telah mengetahui bahwa Teorema Binomial
menyatakan bahwa:
n
(a + b)n = C (n, r ) a nr b r
r =0
n n-1 n(n 1) n-2 2 n(n 1)(n 2) n-3 3
= an + a b+ a b + a b + + bn.
1 1. 2 1.2.3
Sebagai contoh: (x + 3)4, di sini a = x dan b = 3 maka di dapat:
4.3 2 2 4.3.2 1 3 4
(x + 3)4 = x4 + 4 x3. 3 + x .3 + x .3 +3
1. 2 1.2.3
= x4 + 12 x3 +54 x2 + 108 x + 81
5
n!
Apabila (a + b)n maka suku ke-r dari bentuk itu adalah an-r+1 br-1
(n r + 1) ! (r 1) !
sehingga bentuk suku keempat dari bentuk (a- b)7 dapat dijelaskan sebagai berikut:
7! 7! 4
Karena n =7 dan r = 4 didapat : a7-4+1 (- b)4-1 = a (-b)3
(7 4 + 1) ! (4 1) ! 4 !3 !
7.6.5.4.3.2.1 4
a (-b)3= - 35 a4 b3
4.3.2.1. 3.2.1
Teorema Binomial tersebut di atas koefisien binomilal dari sembarang sukunya adalah
n n n! n
C(n,r) atau dimana = , sehingga bentuk koefisien binomial ,
r r r ! (n r ) ! 0
n n
, dan seterusnya, sehingga dapat ditulis menjadi:
1 2
n n n-1 1 n n-2 2 n n-3 3 n n
(a + b)n= an + a b + a b + a b + .... + b
0 1 2 3 n
Dengan Teorema Binomial tersebut, maka bentuk persamaan diatas dapat dinyatakan
sebagai berikut:
n(n 1) 2
Un = U0 + n U0 + U0 + ..........
2!
Kita juga telah mengetahui bahwa: n! (n faktorial) didefinisikan sebagai hasil kali dari
bilangan-bilangan bulat positif dari 1 sampai dengan n yang dinotasikan n!.
Jadi n! = n.(n -1).(n -2). (n -3) . . . . 3.2.1
Didefinisikan: 1! = 1 dan 0! = 1
Didefinisikan pula bahwa untuk n bilangan positif bulat x(n) yang dibaca x, n faktorial
adalah: x(n) = x(x-1)(x-2)(x-3) .......( x- n 1 ) dan x(0) = 1
Sebagai contoh:
a). 5! = 5.4.3.2.1 = 120
b). x(2) = x(x-1) = x2 x
c). x(n) = (x + 1)(n) - x(n)
= [(x + 1)(x)(x 1)(x 2) .... {x (n 1) + 1}] [(x)(x 1)(x 2) ....
{x (n 2)}{x (n 1)}]
= n x(n-1)
Dengan demikian secara umum dapat kita nyatakan bahwa:
Jika Ux adalah sebuah polinomial derajat n dalam x, maka Ux dapat ditulis dalam bentuk:

6
U 0 (1)
2U 0
Ux = U0 + x + x(2).......... atau
1! 2!
(2) 2 (3) ( n) n
= U0 + x(1) U0+ x U0 + x 3U0 +....+ x U0
2! 3! n!
Dengan cara aljabar dan sedikit pengantar pengertian beda (selisih) hingga diharapkan
dapat mengatasi kesulitan tentang cara memperoleh Triple Pythagoras itu.
Untuk menentukan rumus Triple Pythagoras ini kita dapat mengambil beberapa pasang
Tripel Pythagoras, misalkan kita dapat mengambil dari empat pasang Triple Pythagoras
yang sudah biasa kita kenal yaitu: (3,4,5); (5,12,13); (7,24,25) dan ( 9,40,41) dari
keempat pasang tersebut andaikan kita misalkan Triple Pythagorasnya dengan urutan A,
B dan C atau dinotasikan dengan (A,B,C), sehingga dapat kita buat tabel beda hingga
untuk masing-masing A, B dan C tersebut sebagai berikut:

Dari tabel disamping terlihat bahwa :


x Ax Ax 2Ax 3Ax
A0 = 3, A0 = 2, 2A0= 0 dan 3A0 = 0
0 3
2 Maka dengan teorema Newton diatas dapat diperoleh:
1 5 0 Ax = A0 + x(1) A0
2 0 = 3 + x(1). 2 = 3 + 2 x
2 7 0
2 Jadi Ax = 2 x + 3
3 9

Dari tabel disamping terlihat bahwa :


2 3
x Bx Bx Bx Bx B0 = 4, B0 = 8, 2B0= 4 dan 3B0 = 0
0 4
Maka dengan teorema Newton diatas dapat diperoleh:
8
1 12 4 (2) 2
Bx = B0 + x(1) B0 + x B0
12 0 2!
2 24 4
(2)
16 = 4 + x(1). 8 + x .4
3 40 2!
= 4 + 8 x + 2.x(x-1) = 4 + 6 x + 2 x2
Jadi Bx = 2 x2 + 6 x + 4

7
Dari tabel disamping terlihat bahwa :
x Cx Cx 2Cx 3Cx
C0 = 5, C0 = 8, 2C0= 4 dan 3C0 = 0
0 5
8 Maka dengan teorema Newton diatas dapat diperoleh:
1 13 4 (2) 2 (2)
12 0 Cx = C0 + x(1) C0 + x C0 = 5 + x(1). 8 + x .4
2! 2!
2 25 4
16 = 5 + 8 x + 2.x(x-1) = 5 + 6 x + 2 x2
3 41 Jadi Cx = 2 x2 + 6 x + 5

Setelah pasangan tersebut diatas yang telah didapatkan dicek apakah hubungan Ax, Bx
dan Cx berlaku Ax2 + Bx2 = Cx2 , maka ternyata benar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
rumus pasangan Triple Pythagoras adalah:
Ax = 2 x + 3, Bx = 2 x2 + 6 x + 4 dan Cx = 2 x2 + 6 x + 5
Dari rumus diatas, misalnya akan mencari tujuh pasang Triple Pythagoras, maka didapat
pasangan Triple Pythagoras: (3,4,5); (5,12,13); (7,24,25), (9,40,41), (11,60,61),
(13,84,85), dan (15,112,113). Sekarang apakah pasangan (4,7,8) merupakan pasangan
Triple Pythagoras? Ternyata dengan menggunakan teorema Pythagoras berlaku, sehingga
jawabannya adalah ya, dan ini juga memenuhi rumus diatas dengan mengambil x = .

C. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Andaikan pasangan Triple Pythagoras dengan urutan A, B dan C atau dinotasikan dengan
(A,B,C), maka rumus pasangan Triple Pythagoras dinotasikan dengan (Ax,Bx,Cx) yang
hubungan antara Ax, Bx dan Cx memenuhi teorema Pythagoras Ax2 + Bx2 = Cx2 yaitu:
Ax = 2 x + 3, Bx = 2 x2 + 6 x + 4 dan Cx = 2 x2 + 6 x + 5 yang berlaku untuk x 0

Saran:
Dalam materi pembelajaran teorema Pythagoras, ditekankan bahwa berlaku hanya dalam
segitiga siku-siku sehingga ketiga sisinya mengacu pada pasangan yang dinamakan
Triple Pythagoras. Untuk menjelaskan materi tersebut sebagai seorang guru hendaknya
mulai dari masalah-masalah kontekstual sehingga tidak hanya bersifat hafalan.dan dapat
dikembangkan yang lain terkait dengan materi teorema Pythagoras.

8
D. Referensi:

1. Arthur F.Coxford dan Joseph N.Payne (1984). Advanced Mathematics a Preparation


for Calculus, Harcourt Brace Jovanovich, Florida
2. Soehardjo, (1996), Matematika 2, FMIPA-ITS, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai