Anda di halaman 1dari 8

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

1. Pengertian ISPA

Influenza merupakan sinonim dari flue atau common cold, influenza


merupakan infeksi saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh virus yang
menjangkiti pasien pada semua tingkat usia (Somantri, 2008). Sedangkan menurut
Donna L. Wong (2008), infeksi pernapasan akut adalah proses inflamasi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikoplasma) atau aspirasi substansi asing,
yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan. Saluran pernapasan
atas terdiri dari hidung dan faring.

Infeksi saluran pernapasan atas sering ditemukan sebagai common cold


(salesma) merupakan kondisi yang ditandai oleh inflamasi akut yang menyerang baik
hidung, sinus pranasal, tenggorok, atau laring (Asih, 2004). Sedangkan menurut
influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan oleh galur
orthomyxovirus.

Nasofaringtis akut (sama dengan flu dan pada umumnya) disebabkan oleh
berbagai jenis virus yang berbeda, biasanya rinovirus, RSV, adenovirus, virus
influenza, atau virus parainfluenza (Wong, 2008).

2. Penyebab ISPA
Beberapa virus yang telah teridentifikasi sebagai penyebab penyakit ISPA
antara lain :
a. Rhinovirus, merupakan virus yang paling dominan menyebabkan
rinitis pada semua usia.
b. RSV (Respiratory Sncytial Virus)
c. Virus Influenza, merupakan virus yang paling sering menyebabkan
influenza (common cold).
d. Virus parainfluenza
e. Adenovirus. (Rahajoe, 2008)
3. Tanda dan Gejala ISPA
Beberapa tanda dan gejala yang dapat timbul pada penderita ISPA menurut
Hasan (2007), antara lain :
1. Pilek
2. Batuk
3. Kadang bersin
4. Keluar sekret cair dari hidung
5. Gelisah
6. Nyeri pada otot
7. Pusing
8. Anoreksia
9. Hidung tersumbat
10. Demam

4. Patofisiologi ISPA

Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui inhalasi serosol yang mengandung
partikel kecil, deposisi droplet pada mukosa hidung atau konjungtiva atau kontak
tangan dengan sekret yang mengandung virus yang berasal dari penyandang atau dari
lingkungan. Cara penularan antara virus yang satu berbeda dengan virus yang lainnya.
Virus influenza terutama ditularkan melalui inhalasi aerosol partikel kecil, sedangkan
rhinovirus ditularkan melalui kontak tangan dengan sekret, yang diikuti dengan
kontak tangan ke mukosa hidung atau konjungtiva.

Patogenesisnya sama dengan patogenesis infeksi virus pada umumnya, yaitu


melibatkan antara replikasi virus dan respon inflamasi penjamu. Meskipun demikian,
patogenesis virus-virus respiratory dapat sangat berbeda antara satu dengan yang
lainnya karena perbedaan lokasi primer tempat replikasi virus. Replikasi virus
influenza terjadi di epitel trakibronkial sedangkan rinovirus terutama di epitel
nasofaring.

Pemahaman patogenesis rinitis terutama didapat dari penelitian sukarelawan


yang diinfeksi dengan rinovirus. Infeksi dimulai dengan deposit virus di mukosa
hidung anterior atau di mata. Dari mata, virus menuju hidung melalui duktus
lakrimalis, lalu pindah ke nasofaring posterior akibat gerakan mukosilier. Didaerah
adenoid, virus memasuki sel epitel dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik di
epitel. Sekitar 90% virus rhinovirus menggunakan intraseluler adhesion molecule
(ICAM 1) sebagai reseptornya.

Setelah berada didalam sel epitel, virus beraplikasi dengan cepat. Hasil
replikasi virus tersebut dapat dideteksi 8-10 jam setelah inakulasi virus intranasal.
Dosis yang dibuutuhkan untuk terjadinya infeksi rhinovirus adalah kecil, dan lebih
dari 95% sukarelawan tanpa antibodi spesifik terhadap serotipe virus akan terinfeksi
setelah inokulasi intranasal. Meskipun demikian tidak semua infeksi menyebabkan
timbulnya gejala klinis. Gejala rintis hanya terjadi pada 75% orang yang terinfeksi.

Derajat keparahan kerusakan mukosa hidung berbeda antara virus. Virus


influenza dan adenovirus tidak menyebabkan kerusakan yang luas, sedangkan virus
rhinovirus tidak menyebabkan perubahan histopatologik pada mukosa hidung tidak
adanya kerusakan mukosa pada infeksi rhinovirus menimbulkan dugaan bahwa gejala
klinis pada infeksi rhinovirus mungkin bukan disebabkan oleh efek sitopatik virus,
melainkan karena respon inflamasi penjamu. Beberapa mediator inflamasi yang
berperan dalam rintis adalah klinin, leukotrien, histamin, interlaukin(IL) 1,6 dan 8,
tumor nekrosis faktor (TNF), dan regulated by actyvaton normal T cell exspressed
(RANTES). Kadar IL 6 dan IL 8 menentukan derajat keparahan rinitis (Rahajoe,
2008).

5. Pemeriksaan Penunjang ISPA


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penyakit ISPA menurut
Rahajoe, 2008 antara lain:
a. CT-Scan, untuk melihat penebalan dinding nasal, penebalan konka dan
penebalan mukosan sinus, yang menunjukkan common cold.
b. Foto polos, untuk melihat perubahan pada sinus.
c. Pemeriksaaan sputum, untuk mengetahui organisme penyebab penyakit.

6. Komplikasi ISPA
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ISPA antara lain:
a. Otitis Media Akut
b. Rinosinusitis
c. Pneumonia
d. Epistaksis
e. Konjungtivitis
f. Faringitis (Rahajoe, 2008)

7. Penatalaksanaan ISPA
a. Pencegahan
1). Rajin mencuci tangan
2). Membersihkan permukaan umum, seperti meja, mainan anak, gagangan pintu,
dan fasilitas kamar mandi dengan desinfektan anti-bakteri.
3). Hindarkan anak berkontak langsung dengan orang yang terinfeksi flu atau
pilek.
4). Jagalah kebersihan diri dan lingkungan (Sutanto, 2011).
b. Penatalaksaan keperawatan
Istirahat total
Peningkatan intake cairan, jika tidak ada kontaindikasi.
Memberikan kompres hangat bila demam.
Pencegahan infeksi lebih lanjut Somantri, (2008).
b. Penatalaksaan medis
Simtomatik (sesuai dengan gejala yang muncul), sebab antibiotik tidak
efektif untuk infeksi virus.
Obat kumur, untuk menurunkan nyeri tenggorokan.
Antihistamin, untuk menurunkan rinorrhea.
Vitamin C dan espektoran
Vaksinasi. (Somatri, 2009)

8. Fokus Pengkajian ISPA


1. Biodata
Secara umum influenza dapat menyerang semua usia dari anak-anak sampai
dengan lanjut usia dan secara umum setiap umat manusia dapat terserang dengan
pemyakit ini.
2. Riwayat keseahtan
a. Keluhan umum
Keluhan yang sering muncul pada klien dengan influenza antara lain sakit
kepala hebat, nyeri otot, demam, menggigil, fatique, weakness, anoreksia
(tidak nafsu makan), sakit tengorokan, batuk, bersin, rinorrhea, hidung
tersumbat, dan pada beberapa kali dapat mengeluh kelemahan umum selama
1-2 minggu setelah periode akut.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Influenza merupakan suatu penyakit infeksi yang sering kali timbul berulang
pada seseorang, hal inilah yang membuat seseorang bisa terjangkit virus
influenza beberapa kali semasa hidupnya dan mungkin lebih sering
dibandingkan dengan ditemukannya imunisasi influenza.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Influenza sebagai penyakit infeksi tidak secara langsung berhubungan dengan
genetik (penyakit yang diturunkan), tetapi penularannya dapat terjadi ketika
ada salah satu angotanya yang terjangkit, maka dengan cepat penyakit tersebut
menjangkiti anggota keluarga yang lain. Hal tersebut bukan karena penyakit
ini diturunkan tetapi akibat adanya penularan melalui airborne infection.
3. Pola kehidupan sehari-hari
Munculnya keluhan tidak nafsu makan dan nyeri mengakibatkan terjadinya
penurunan intake cairan pada klien. Dalam kondisi yang mengalami
kelemahan setelah melewati periode akut, mungkin akan terjadinya penurunan
aktivitas sehari-hari pada klien, seperti berolahraga, bekerja dan lain-lain.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diagnosis yang berhubungan dengan
penyakit influenza lebih berfokus pada sistem pernapasan, di antaranya: laju
pernapasan lebih dari normal, takipnea, pernapasan tertahan karena adanya sekret
di hidung dan peningkatan produksi sekret.
Data lain yang mungkin didapatkan adalah: hipertermi, anoreksia, penurunan
berat badan dan nyeri pada sendi.

9. Fokus Intervensi ISPA


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan:
a. Pasien akan menunjukkan fungsi pernapasan normal.
b. Menerima suplai oksigen yang maksimal.
Kriteria hasi:
a. Pernapasan tetap dalam batas normal
b. Pernapasan tanpa kesulitan
c. Anak beristirahat dan tidur dengan tenang
d. Anak bernapas dengan mudah
Intervensi:
a. Posisikan anak untuk mendapatkan ventilasi yang maksimal.
Rasionalisasi: untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam paru.
b. Beri posisi yang nyaman.
Rasionalisasi: agar pengembangan paru maksimal.
c. Hidari pakaian atau selimut yang terlalu ketat.
Rasionalisasi: melonggarkan jalan napas.
d. Gunakan bantal untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
Rasionalisasi: untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
e. Tingkatkan istirahat dan tidur dengan menjadwalkan aktivitas dan periode
istirahat yang tepat.
Rasionalisasi: untuk mengurangi kelelahan.
f. Anjurka teknik relaksasi.
Rasionalisasi: untuk mengurangi sesak napas.
2. Bersihkan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanik,
inflamasi, peningkatan sekresi nyeri.
Tujuan:
a. Mempertahankan kepatenan jalan napas.
b. Mengeluarkan sekret secara adekuat.
Kriteria Hasil:
a. Jalan napas tetap bersih
b. Pernapasan dalam batas normal
c. Mampu melakukan batuk produktif
Intervensi:
a. Kaji faktor penyebab
Rasionalisasi: untuk mengetahui penyebab bersihan jalan napas tidak efektif.
b. Ajarkan batuk efektif
Rasionalisasi: untuk mengeluarkan dahak.
c. Pertahankan hidrasi yang adekuat
Rasionalisasi: untuk mengencerkan dahak
d. Lakukan fisioteraapi dada
Rasionalisasi: untuk membantu pengerluaran sputum dari paru
e. Lakukan nebulasi
Rasionalisasi: untuk dilatasi bronkus.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses inflamasi, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
a. Pasien mempertahankan tingkat energi yang adekuat.
b. Pasien memperoleh istirahat yang optimal.
Kriteria hasil:
a. Anak tetap tenang dan rileks.
b. Anak beristirahat dengan tenang.
c. Anak toleransi terhadap peningkatan aktivitas.
d. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda peningkatan gawat napas.
Intervensi:
a. Kaji tingkat toleransi anak
Rasionalisasi: untuk mengetahui tingkat intoleransi anak.
b. Bantu anak dalam beraktivitas sehari-hari yang berada diluar batas toleransi.
Rasionalisasi: untuk mengurangi kelelahan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasionalisasi: untuk memberikan rasa nyaman pada anak.
d. Atur aktivitas agar waktu tidur maksimal.
Rasionalisasi: untuk meminimalkan pengeluaran energi.
e. Anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak.
Rasionalisasi: untuk membantu anak dalam memenuhi kebutuhan.
4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan adanya organisme infektif.
Tujuan:
a. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi sekunder
b. Pasien tidak menyebarkan infeksi ke orang lain
Kriteria hasil:
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
b. Orang lain tetap bebas dari infeksi.
Intervensi:
a. Pertahankan lingkungan aseptik
Rasionalisasi: untuk mencegah penyebaran infeksi.
b. Beri diet bergizi sesuai kesukaan anak dan kemampuan mengkonsumsi
makanan.
Rasionalisasi: untuk mempertahankan tubuh alami.
c. Ajarkan pada anak yang sakit metode-metode protektif misal, mencuci
tangan.
Rasionalisasi: untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Jelaskan pada anak dan keluarga tentang manifestasi penyakit.
Rasionalisasi: untuk mengetahui tanda dan gejala awal penyakit.
e. Beri antibiotik sesuai resep
Rasionalisasi; untuk mencegah atau mengobati infeksi (Wong, 2008).

Anda mungkin juga menyukai