A Analgetik
Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran.
Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia
diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin
sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang pertama
Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek
algesiogenic.
- Mekanisame:
- Karakteristik:
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau
morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada
fractura dan kanker.
- Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit.
* Depresi pernapasan
* Konstipasi
* Gangguan SSP
* Hipotensi ortostatik
Methadon
Fentanil.
- Mekanisme kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya.
- Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas otot, bradikardi ringan.
Fentanil
Kodein
- Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh morfin.
Juga merupakan antitusif (menekan batuk)
- Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan nyeri
sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.
Kodein
Ibupropen
Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat
analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibuprofen
Paracetamol/acetaminophen
Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan
antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak
digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya
sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu
meningkatkan dosisnya.
Acetaminophen
Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein
plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran
cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
Asam Mefenamat
Antipiretik
Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat
panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat
prostatglandin pada CNS.
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat
antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding
dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin
maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.
2. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang
nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit
yang disebabkan kanker.
Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh
dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya
untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping
juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat
menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah
efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu
sebelum pengobatan dihentikan.
3. Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat manjur sebagai
penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya
yakni agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang
mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.
NSAID (Anti-Inflamasi)
Inflamasi adalah rekasi tubuh untuk mempertahankan atau menghindari faktor lesi. COX2 dapat
mempengaruhi terbentuknya PGs dan BK. Peran PGs didalam peradangan yaitu vasodilatasi dan jaringan
edema, serta berkoordinasi dengan bradikinin menyebabkan keradangan.
- Mekanisme Anti-Inflamasi
NSAID hanya mengurangi gejala klinis yang utama (erythema, edema, demam, kelainan fungsi tubuh dan
sakit). Radang tidak memiliki efek pada autoimunological proses pada reumatik dan reumatoid radang
sendi. Memiliki antithrombik untuk menghambat trombus atau darah yang membeku.
1. Gol. Indomethacine
Absorpsi di dalam tubuh cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada di hati, yang dieksresikan di
dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam, memiliki anti inflamasi dan efek antipiretic yang
merupakan obat penghilang sakit yang disebabkan oleh keradangan, dapat menyembuhkan rematik
akut, gangguan pada tulang belakang dan asteoatristis.
- Efek samping
a. Reaksi gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu makan), vomting (mual), sakit abdominal,
diare.
b. Alergi: reaksi yang umumnya adalah alergi pada kulit dan dapat menyebabkan asma.
2. Gol. Sulindac
Potensinya lebih lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin, dapat mengiritasi lambung,
indikasinya sama dengan Indomethacine.
Selain pada reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan leucopenia thrombocytopenia,
sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan reumatoid radang sendi, ostheoarthitis.
Digunakan untuk penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis, golongan ini adalah
penghambat non selektif cox, sedikit menyebabkan gastrointestial, metabolismenya dihati dan di
keluarkan di ginjal.
5. Gol. Piroxicam
Efek mengobati lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen, keuntungan utamanya yaitu waktu
paruh lebih lama 36-45 jam.
6. Gol. Nimesulide
Jenis baru dari NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan
sedikit efek samping.
1.2 Tujuan
o Agar Mahasiswa Mengetahui Tentang Obat-obat Sistem Saraf
o Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ilmu Dasar Keperawatan V
Patologi
Adapun penyebab nyeri sendiri yaitu akibat pengeluaran prostaglandin secara berlebihan akibat
adanya rangsangan nyeri. Adapun rangsangan nyeri sendiri yaitu :
1. Fisika , dapat berupa benturan dan menyebabkan bengkak
2. Kimia, dapat terjadi karena tertetesi HCL dan zat-zat kimia lainnya
3. Biologi , dapat terjadi karena terinfeksi bakteri atau kuman
Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun
sentral.Dalam keadaan normal, reseptor tersebut tidak aktif.Dalam keadaan patologis, misalnya
inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive bahkan hipersensitif. Adanya pencederaan jaringan akan
membebaskan berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin dan
sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri.
AINS mampu menghambat sintesis prostaglandin dan sangat bermanfaat sebagai antinyeri
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem biosintesis
prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi PGG2 menjadi terganggu.Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1
dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar COX-1 esensial
dalam pemelihraan berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran
cerna, dan trombosit.Dimukosa lambung aktivitas COX-1 menghasilakan prostasiklin yang bersifat
protektif.Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan
growth factors.Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit
vasokontriksi dan proliferasi otot polos.Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di
endotel malvro vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.
B. ANALGETIKA NARKOTIKA
Analgetika opioid sering disebut analgetika sentral. Memiliki daya penghalang nyeri yang kuat
sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP. Umumnya dapat mengurangi kesadaran (mengantuk) dan
memberikan perasaan nyaman (euphoria). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat
dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan psikis
(adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena bahaya
dan gejala-gejala di atas maka pemakaian obat-obat ini diawasi dengan seksama oleh DEPKES dan
dimasukkan kedalam Undang-undang Obat Bius (Narkotika).
Analgetika narkoti, kini disebut juga opioida (= mirip opiate) adalah zat yang bekerja terhadap
reseptor opioid khas di susunan saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri
berubah (dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor, pengikatan padanya menimbulkan analgesia.Tubuh
dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, nyakni zat zat endorphin yang juga bekerja melalui reseptor
opioid tersebut.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam
batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri.
Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada
kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-
senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang
termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Endorphin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptidaendogen yang terdapat di CCS dan
dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin.Zat-zat ini dapat dibedakan antara -endorfin,
dynorfin dan enkefalin (yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor berlainan.secara
kimiawi za-zat ini berkaitan dengan kortikotrofin (ACTH), menstimulasi pelepasanya juga dari
somatotropin dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat ini.-endorfin pada
hewan berkhasiat menahan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Zat ini
berdaya analgetis kuat, dalam arti tidak merubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki
penerimaannya. Rangsangan listrik dati bagian- bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar
endorphin dalam CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi)
pada akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat).Peristiwa efek placebo juga
dihubungkan dengan endomorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi
hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan
toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari
permukaan tubuh ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap
rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan
analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor
opioid , , , , . (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-
receptor-like 1 (ORL-1) receptor or orphan opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas
fungsinya).
Reseptor memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari
opioid. Sedangkan reseptor 2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan
berhubungan dengan toleransi terhadap opioid. reseptor telah diketahui dan berperan dalam efek
analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang
belakang. Reseptor danreseptor menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan
reseptor selektif untuk opioid analgesic.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca 2+ ke dalam sel,
selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K + ke dalam sel. Hasil
dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin,
serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi
rangsang nyeri terhambat.
Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor reseptor nyeri di susunan saraf pusat,
hingga perasaan nyeri dapat diblokir.Khasiat analgesic opioida berdasarkan kemampuannya untuk
menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum di tempati endokfin.Tetapi bila analgetika tersebut
digunakan terus menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru di stimulasi dan pdoduksi endorphin di
ujung saraf pusat dirintangi.Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
ANTAGONIS MORFIN
Antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek opioida tanpa mengurangi kerja
analgetisnya.Yang paling terkenal adalah nalokson, naltrekson, dan nalorfin. Obat ini digunakan terutama
pada overdose intoksikasi. Khasiat antagonisnya diperkirakan berdasarkan penggeseran opioda dari
tempatnya di reseptor-reseptor otak.Antagonis morfin juga berkhasiat analgetis, tetapi tidak digunakan
dalam terapi karena khasiatnya lemah an efeksampingnya mirip morfin (depresi pernafasan, reaksi
psikotis).
c. Tramadol : tramal
Derivat sikloheksanol ini (1977) adalah campuran rasemis dari 2 isomer. Khasiat
analgetisnya sedang dan berdaya menghambat reuptake noradrenalin dan antitusif (anti-batuk). Obat ini
disebagian negara sianggap sebagai analgetikum opiat karena bekerja sentral, yakni melalui pendudukan
reseptor opioid. Meskipun demikina zat ini tidak menekan pernafasan, praktis tidak mempenganruhi
sistem kardiovaskuleratau motilitas lambung-usus. Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah
hingga parah. Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah hingga
parah yang memerlukan waktu yang lama.
Walaupun memiliki sifat adiksi ringan tetapi dalam praktek ternyata rasikonya praktis nihil sehingga tidak
termasuk daftar narkotika di kebanyakan negara deperti AS, GB, BRD, Swis, Swedia, Jepang, termasuk
Indonesia. Efek analgetis dari 120 mg tramadol oral setaraf dengan 30-60 mg morfin. Penggunaannya
oral, rektal, dan parental untuk nyeri sedang sampai hebat, bila kombinasi parasetamol-kodein dan
NSAIDs kurang efektif atau tidak dapat digunakan. Untuk nyeri akut atau pada kanker pada umumnya
morfin lebih ampuh.
Resorpsinya di usus cepat dan tuntas dengan BA rata-rata 78%, plasma-t-1/2-nya 6 jam.
Efeknya dimulai sesudah 1 jam dan dapat bertahan hingga 6-8 jam. Dalam hati , sebagian besar zat
diuraikan menjadi antara lain metabolit dengan daya kerja 6 kali lebih kuat. Ekskresinya berlangsung
lewat urin, untuk 10% secara utuh.
Efek sampingnya tak begitu berat dan sering berupa termangu-mangu, berkeringat,
pusing, mual dan muntah, juga obstipasi, gatal-gatal, rash, nyeri kepala dan rasa letih. Resiko habituasi,
ketergantungan dan adiksi dianggap ringan. Namun tidak di anjurkan penggunaannya oleh penderita
dengan sejarah pengalahgunaan drugs.
Wanita hamil dan menyusui. Opioda dapat melintasi plasenta dan sebegitu jauhdiketahui tidak
merugikan janin bila digunakan jauh sebelum partus. Hanya o,1% dari dosis masuk kedalam air susu ibu.
Meskipun demikian, tramadok tidak dianjurkan selama kehamilan dan laktasi.
Dosis: di atas 14 tahun 3-4 dd 50-100 mg, maksimum 400 mg sehari. Anak-anak diats 1 tahun : 3-4 dd
1-3 mg/kg.
Minumlah tramadol sesuai dosis yang diberikan, jangan minum dengan dosis lebih besar atau lebih lama
dari yang diresepkan dokter. Jangan minum tramadol lebih dari 300 mg sehari.
d. Nalokson : narcan
Antagonis morfin ini memiliki rumus morfin dengan gugus alil pada atom N (1969). Zat ini
dapat meniadakan semua khasiat morfin dan opioida lainya, terutama depresi pernafasan tanpa
mengurangi efek analgetisnya. Penekanan pernapasan dari obat-obat depresi SSP lain ( barbital,
siklopropan, eter) tidak ditiadakan, tetapi juga tidak diperkuat seperti nalorfin. Bila madiri tidak memiliki
kerja agonistis (analgetis). Penggunaannya sebagai antidotum pada overdose opioida (dan barbital),
paska operasi untuk mengatasi depresi pernapasan oleh opioid. Atau secara diagnostis untuk
menentukan adiksi sebalum dimulai dengan penggunaan naltrexon.
Kinetik. Setelah injeksi i.v. sudah berefek setelah 2 menit, yang bertahan 1-4 jam. plasma-
t-1/2-nya hanya 45-90 menit, lama kerjanya lebih singkat dari opioida, maka lajimnya perlu diulang
beberapa kali.
Efek sampingnya dapat berupa tachycarsia (setelah bedah jantung), jarang reaksi alergi
dengan shock dan edema paru-paru.
Pada penangkalan efek opioida terlalu pesat dapat menjadi mual, muntah, berkeringat,
pusing-pusing, hipertensi, tremor, serangan epilepsi, dan berhentinya jantung.
Dosis : pada overdose opioida, intravena permula 0,4 mg, bila perlu diulang setiap 2-3 menit.
* Nalorfin (alilnormorfin) adalah zat induk nalokson (1952) dengan khasiat sama, kecuali
juga berkhasiat analgesik lemah.
Zat ini mampu meniadakan depresi e\pernapasan yang hebat oleh opioida, tetapi justru memperkuat
depresi yang bersifat ringan, atau akibat opioida dengan kerja campuran (agonistis dan antagonistis) dan
zat-zat sentral lain. Oleh karena itu, zat ini hanya digunakan pada operdose opioida bila nalokson tidak
tersedia.
Dosis : pada overdose s.c./i.m./i.c. 5-10 mg bila perlu diulang setelah 10-15 menit sampai maksimum 40
mg sehari.
* Naltrekson (Nalorex) adalah derivat nalokson dimana gugus alil diganti dengan
siklopropil (1985). Sifatnya antagonis murni yang tidak mengakibatkan toleransi atau ketergantungan fisik
dan psikis. Dalam hati zat ini diubah menjadi metabolit aktif 6-naltreksol yang terutama diekresi melalui
kemih. Naltrekson mengalami siklus enterohepatis, masa paruhnya 4-12 jam.
Penggunaannya terutama untuk menghambat efek-efek opioida berdasarkan pengikatan kompetitif pada
reseptor opioida dan sebagai obat antiketagihan heroin. Pada pecandu obat opiat dapat menimbulkan
gejala abstinensi hebat dalam waktu 5 menit, yang dapat bertahan 48 jam. Obat ini hanya boleh diberikan
setelah penghentian heroin / morfin atau metadon sekurang-kurangnya masing masing 7 dan 10 hari.
Dosis: permulaan 25 mg, bila tidak menjadi efek abstinensi setelah 1 jam diulang dengan 25 mg. Lalu
e. Pentazocin : Fortral
Zat sintetis ini diturunkan dari morfin (1964), dimana cincin fenantren diganti oleh
naftalen.Gugus-N-allil memberika efek antagonis terhadap opioida lainnya.Khasiatnya beragam, yakni
disamping antagonis lemah, juga merupakan agonis parsiil.Khasiat analgetisnya sedang sampai kuat,
lebih kurang antara kodein dan petidin 3 6 kali lebih lemah dari pada morfin.Di AS sering
disalahgunakan dalam kombinasi dengan antihistaminika dan nalokson.
Resorpsinya diusus baik, tetapi BA hanya ca 20% akibat FPE besar. Mulai kerjnya cepat,
setelah 15-30 menit dan bertahan minimal 3 jam. Efek rektalnya sama dengan pengguaan oral. PPnya
60% plasma-t-1/2-nya 2-3 jam. Dalam hati zat ini diubah menjadi metabolit yang diekresi terutama lewat
kemih.
Dosis: pada nyeri sedang kuat 3-4 dd 50-100 mg, maksimal 600 mg sehari.
f. Kanabis : *marihuana, *hashiz,, weed, grass
Pucuk dengan kembang dan buah-buah muda yang dikeringkan dari bentukwanita
tumbuhan cannabis sativa (Asia Barat). Kandungannya 0,3% minyak atsiri dengan zat-zat terpen,
terutama tetrahidrokanabinol (THC). Zat ini banyak khasiat farmakologisnya, yang terpenting diantaranya
adalah sedatif, hipnotis, dan analgetis, antimual dan spasmolitis.
Khasiat analgetis pada THC terjadi di batang otak, dimana terletak pula titik kerja dari
opioida. Hanya mekasime kerjanya yang berlainan, reseptor morfin tidak memegang peranandan
nalokson tiak melawan efek analgetisnya. Disamping itu ambang nyeri diturunkan. Dahulu meski jarang
kanabis digunakan sebagai obat tidur, sedatifum, dan spasmolotikum pada tetanus, umumnya dalam
bentuk ekstrak 2-3 dd 30-50 mg. Sekarang kanabis banyak disalahgunakan sebagai zat penyegar
narkotik. Akhir-akhir ini mulai digunakan lagi dengan efek sebagai anti emetikum dan analgetikum, pada
kangker, stimulans nafsu makan pada penderita AIDS, an obat relaksasi kejang/otot pada MS.
g. Dolantin
Merupakan zat sintetis , secara kimia lebih menyerupai atropin daripada morfin. Memiliki sifat
spasmolitik, sedangkan sifat menekan terhadap pusat batuknya sama dengan morfin.
h. Dihidromorfin dan Dilaudid
Adalah turunan morfin dengan khasiat analgetiknya kurang lebih 5 kali morfin, tetapi jangka waktu
bekerjanya lebih pendek dan khasiat membiusnya lebih lemah.
3. HIPNOTIK-SEDATIVA (PENENANG)
Hipnotik atau obat tidur berasal dari kata hynops yang berarti tidur, adalah obat yang diberikan
malam hari dalam dosis terapi dapat mempertinggi keinginan tubuh normal untuk tidur, mempermudah
atu menyebabkan tidur.Sedangkan sedative adalah obat obat yang menimbulkan depresi ringan pada
SSP tanpa menyebabkan tidur, dengan efek menenangkan dan mencegah kejang-kejang. Yang
termasuk golongan obat sedative-hipnotik adalah: Ethanol
(alcohol),Barbiturate,fenobarbital,Benzodiazepam, methaqualon.
Efek samping
Kebanyakan obat tidur memberikan efek samping umum yng mirip dengan morfin antara lain :
a. Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi, contihnya flurazepam, kloralhidrat, dan paraldehida.
b. Tekanan darah menurun, contohnya golongan barbiturate.
c. Hang-over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya seperti mual, perasaan ringan di kepala dan
pikiran kacau, contohnya golongan benzodiazepine dan barbiturat.
d. Berakumulasi di jaringan lemak karena umumnya hipnotik bersifat lipofil.
Penggolongan
Secara kimiawi, obat-obat hipnotik digolongkan sebagai berikut :
1. Golongan barbiturate, seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital, heksobarbital,dll.
2. Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam, flunitrazepam dan triazolam.
3. Golongan alcohol dan aldehida, seperti klralhidrat dan turunannya serta paraldehida.
4. Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium, natrium, dan ammonium ) dan turunan ure
seperti karbromal dan bromisoval.
5. Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida ) dan metaqualon.
BAB III
PENUTUP
3.1 Saran
Kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca karena untuk kebaikan
kedepannya supaya kami bisa menyajikan karya tulis yang lebih baik