Anda di halaman 1dari 23

Analgetik, Antipiretik,NSAID

A Analgetik

Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran.

- Penyebab sakit/ nyeri.

Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia
diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin
sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang pertama
Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek
algesiogenic.

- Mekanisame:

Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.

- Karakteristik:

1. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit

2. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira

3. Tidak mempengaruhi pernapasan

4. Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi

Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:

Analgesik Opioid/analgesik narkotika

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau
morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada
fractura dan kanker.

Macam-macam obat Analgesik Opioid:


Metadon.

- Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.

- Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit.

- Efek tak diinginkan:

* Depresi pernapasan

* Konstipasi

* Gangguan SSP

* Hipotensi ortostatik

* Mual dam muntah pada dosis awal

Methadon

Fentanil.

- Mekanisme kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya.

- Indikasi: Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi.

- Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas otot, bradikardi ringan.
Fentanil

Kodein

- Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh morfin.
Juga merupakan antitusif (menekan batuk)

- Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor

- Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan nyeri
sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.

Kodein

Obat Analgetik Non-narkotik


Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau
Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa
berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran.
Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada
pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati
dan ginjal, kerusakan kulit.

Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:

Ibupropen

Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat
analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.

Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.

Ibuprofen

Paracetamol/acetaminophen

Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan
antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak
digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya
sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu
meningkatkan dosisnya.

Acetaminophen

Asam Mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein
plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran
cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

Asam Mefenamat

Antipiretik

Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat
panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat
prostatglandin pada CNS.

Macam-macam obat Antipiretik:


1. Benorylate

Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat
antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding
dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin
maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.

2. Fentanyl

Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang
nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit
yang disebabkan kanker.

Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh
dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya
untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika.

Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping
juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat
menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.

Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah
efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu
sebelum pengobatan dihentikan.

3. Piralozon

Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat manjur sebagai
penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya
yakni agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang
mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.

NSAID (Anti-Inflamasi)

- Efek dari NSAID (Anti-Inflamasi)

Inflamasi adalah rekasi tubuh untuk mempertahankan atau menghindari faktor lesi. COX2 dapat
mempengaruhi terbentuknya PGs dan BK. Peran PGs didalam peradangan yaitu vasodilatasi dan jaringan
edema, serta berkoordinasi dengan bradikinin menyebabkan keradangan.

- Mekanisme Anti-Inflamasi

Menghambat prostaglandin dengan menghambat COX.


- Karakteristik Anti-Inflamasi

NSAID hanya mengurangi gejala klinis yang utama (erythema, edema, demam, kelainan fungsi tubuh dan
sakit). Radang tidak memiliki efek pada autoimunological proses pada reumatik dan reumatoid radang
sendi. Memiliki antithrombik untuk menghambat trombus atau darah yang membeku.

- Contoh obat NSAID (Anti Inflamasi)

1. Gol. Indomethacine

- Proses didalam tubuh

Absorpsi di dalam tubuh cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada di hati, yang dieksresikan di
dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam, memiliki anti inflamasi dan efek antipiretic yang
merupakan obat penghilang sakit yang disebabkan oleh keradangan, dapat menyembuhkan rematik
akut, gangguan pada tulang belakang dan asteoatristis.

- Efek samping

a. Reaksi gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu makan), vomting (mual), sakit abdominal,
diare.

b. Alergi: reaksi yang umumnya adalah alergi pada kulit dan dapat menyebabkan asma.

2. Gol. Sulindac

Potensinya lebih lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin, dapat mengiritasi lambung,
indikasinya sama dengan Indomethacine.

3. Gol. Arylacetic Acid

Selain pada reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan leucopenia thrombocytopenia,
sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan reumatoid radang sendi, ostheoarthitis.

4. Gol. Arylpropionic Acid

Digunakan untuk penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis, golongan ini adalah
penghambat non selektif cox, sedikit menyebabkan gastrointestial, metabolismenya dihati dan di
keluarkan di ginjal.

5. Gol. Piroxicam

Efek mengobati lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen, keuntungan utamanya yaitu waktu
paruh lebih lama 36-45 jam.

6. Gol. Nimesulide
Jenis baru dari NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan
sedikit efek samping.

Makalah Farmakologi Obat Analgetik


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalaurasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi
nyeri yang berbeda-beda bagi setiap orang. (Tan dan Kirana 2002) Parasetamol merupakan obat
analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf
Pusat(SSP).
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan
tunggalsebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui
resep dokter atau yang dijual bebas. (Lusiana Darsono 2002) .Parasetamol mempunyai daya kerja
analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja antiradang dan tidak menyebabkan iritasi serta
peradangan lambung hal ini disebabkan parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid
sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti
inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri
kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011)
Parasetamol mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak.Untuk
anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada pertimbangan
khusus lainnya dari dokter.Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahawa kombinasi Asetosal
dengan Parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendiri-sendiri.
(Sartono 1996) Obat ini digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri, misalnya pada sakit
kepala, sakit gigi, nyeri haid dan lain sebagainya. Obat-obat golongan ini yang beredar sebagai obat
bebas adalah untuk sakit yang bersifat ringan, sedangkan untuk sakit yang berat (misal: sakit karena batu
ginjal, batu empedu dan kanker) perlu menggunakan jenis obat yang lebih poten (harus dengan resep
dokter) dan untuk demam yang berlarut-larut membutuhkan pemeriksaan dokter. (Widodo 2004).Berbeda
dengan obat analgetik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tidak memiliki sifat antiradang.
Parasetamol aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, kejadian overdosis obat baik
sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. (Nasution, Y.A., 2009)

1.2 Tujuan
o Agar Mahasiswa Mengetahui Tentang Obat-obat Sistem Saraf
o Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ilmu Dasar Keperawatan V

1.3 Rumusan Masalah


o Jelaskan Obat-obat Sistem Saraf ?
o Jelaskan Obat Analgetika-Antipiretika
o Jelaskan Analgetika-Narkotika ?
o Jelaskan Hipnotik-Sedativa (Penenang) ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 OBAT-OBAT SISTEM SARAF
A. ANALGETIKA-ANTIPIRETIKA
Pengertian
Analgetika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit tanpa
menghilangkan kesadaran.Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk
menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lainnya.Hampir semua analgetika ternyata
memiliki efek anti inflamasi dimana efek anti inflamasi sendiri berguna untuk mengobati radang sendi
(artritis remautoid).Jadi analgetika anti inflamasi non steroid adalah obat-obat analgetika yang selain
mempunyai efek analgetika juga mempunyai efek anti inflamasi, sehingga obat-obat jenis ini digunakan
dalam pengobatan reumatik dan gout.
Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling banyak diresepkan dan juga
digunakan tanpa resep dari dokter.Obat-obat golongan ini merupakan suatu obat yang heterogen secara
kimia. Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya karena ada AINS dari subgolongan yang
sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki
sifat yang serupa. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas
penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Beberapa AINS umumnya bersifat anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik. Efek antipiretiknya
bari terlihat pada dosis yang lebih besar dari pada efek analgesiknya, dan AINS relatif lebih toksis dari
pada antipiretika klasik, maka obat-obat ini hanya digunakan untuk terapi penyakit inflamasi sendi seperti
artritis reumatoid, osteo-artritis, spondilitis ankliosa dan penyakit pirai. Respon individual terhadap AINS
bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong dalam kelas atau derivat kimiawi yang sama.
Sehingga kegagalan dengan satu obat bisa dicoba dengan obat sejenis dari derivat kimiawi yang sama.
Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung walaupun ada perbedaan gradasi antar obat-obat ini.

Patologi
Adapun penyebab nyeri sendiri yaitu akibat pengeluaran prostaglandin secara berlebihan akibat
adanya rangsangan nyeri. Adapun rangsangan nyeri sendiri yaitu :
1. Fisika , dapat berupa benturan dan menyebabkan bengkak
2. Kimia, dapat terjadi karena tertetesi HCL dan zat-zat kimia lainnya
3. Biologi , dapat terjadi karena terinfeksi bakteri atau kuman
Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun
sentral.Dalam keadaan normal, reseptor tersebut tidak aktif.Dalam keadaan patologis, misalnya
inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive bahkan hipersensitif. Adanya pencederaan jaringan akan
membebaskan berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin dan
sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri.
AINS mampu menghambat sintesis prostaglandin dan sangat bermanfaat sebagai antinyeri

Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem biosintesis
prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi PGG2 menjadi terganggu.Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1
dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar COX-1 esensial
dalam pemelihraan berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran
cerna, dan trombosit.Dimukosa lambung aktivitas COX-1 menghasilakan prostasiklin yang bersifat
protektif.Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan
growth factors.Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit
vasokontriksi dan proliferasi otot polos.Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di
endotel malvro vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.

Obat-Obat Analgetik Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)


Dibawah ini adalah obat-obat yang tergolong AINS, yaitu :
1. Asam mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat kurang
efektif dibandingkan dengan aspirin.Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada reumatoid
dan osteoartritis.Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan golongan antranilat.Asam mefenamat
terikat kuat pada pada protein plasma.Dengan demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus
diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare
berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung.Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500
mg sehari.Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240-400 mg
sehari.Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun
dan ibu hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.
2. Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna
berlangsung lengkap dan cepat.Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan mengalami efek
metabolisma lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%.Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam,
dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari
waktu paruh obat tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua
AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan
tidak dianjurkan.Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.
3. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali dibanyak
negara.Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400 mg
sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai dicapai
setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan
lengkap.
Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena dapat
mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin ginjal.Efek
samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin.Ibuprofen tidak dianjurkan
diminum wanita hamil dan menyusui.Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara
yaitu inggris dan amerika karena tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif
lama dikenal.
4. Fenbufen
Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug.Jadi fenbufen bersifat inaktif.
Zat ini memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui
lambung dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini sama seperti
AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada gangguan ginjal dosis
harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali
600 mg sebelum tidur.
5. Indometasin
Merupakan derivat indol-asam asetat.Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan artritis
reumatoid dan sejenisnya.Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini
dibatasi.Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding dengan aspirin, serta memiliki efek analgesik
perifer maupun sentral.In vitro indometasin menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.
Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%.Indometasin terikat pada protein plasma dan
metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek samping
pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan lambung dan
pankreatis.Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien dan disertai pusing.Hiperkalemia
dapat terjadi akibat penghambatan yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.
Karena toksisitasnya tidak dianjurkan pada anak, wanita hamil, gangguan psikiatrik dan pada
gangguan lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu
2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum tidur.
6. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat.
Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di
lambung, terikat 99% pada protein plasma.Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam
mencapai 11-46% dan 4-12%.Efek samping adalah gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah
pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit.Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak
lambung dan yang sedang minum antikoagulan.Dosis 10-20 mg sehari.
Meloksikam cenderung menghambat COX-2 dari pada COX-1.Efek samping meloksikam
terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.
7. Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik
dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan.Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan
sebagai obat luar.Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dengan substitusi
pada gugus hidroksil, misalnya asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam kadar
plasma perlu dipertahankan antara 250-300 mg/ml.
Pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung. Kadar
tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi salisilat segera menyebar ke
jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan sinoval. Efek samping yang
paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah gangguan
fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan.
8. Diflunsial
Obat ini merupakan derivat difluorofenil dari asam salisilat, bersifat analgetik dan anti inflamasi
tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Kadar puncak yang dicapai 2-3 jam. 99% diflunsial terikat albumin
plasma dan waktu paruh berkisar 8-12 jam. Indikasi untuk nyeri sedang sampai ringan dengan dosis awal
250-500 mg tipa 8-12 jam. Untuk osteoartritis dosis awal 2 kali 250-500 mg sehari. Efek samping lebih
ringan dari asetosal.
9. Fenilbutazon dan Oksifenbutazon
Fenilbitazon dan oksifenbutazon merupakan derivat pirazolon. Dengan adanya AINS yang lebih
aman, fenilbutazon dan oksifenbutazon tidak lagi dianjurkan digunakan sebagai anti-inflamasi kecuali
obat lain tidak efektif.
Derivat pirazolon ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat dari pada kerja analgetiknya jadi
golongan ini hanya digunakan sebagai obat rematik.Fenilbutazon dimasukan secara diam-diam dengan
maksud untuk mengobati keadaan lesu dan letih, otot-otot lemah dan nyeri. Efek samping derivat
pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik, dan trombositopenia.
10. Allopurinol
Allopurinol digunakan untuk menurunkan kadar asam urat di dalam serum dan urin pada
penanganan gout primer dan sekunder. Allopurinol bekerja dengan menghambat xanthin oksidase, enzim
yang bertugas mengubah hipoxanthine menjadi xanthin kemudian menjadi asam urat.Allopurinol
mencegah atau menurunkan endapan asam urat sehingga mencegah gout arthritis.Dengan dosis awal 2
kali sehari 100-300 mg sehari diminum segera setelah makan.Efek samping allopurinol dapat
menyebabkan hipersensitfitas, gangguan gastrointestinal, sakit kepala dan megantuk.Maka harus berhat-
hati pada pasien yang sedang mengendarai dan mengoperasikan mesin.

B. ANALGETIKA NARKOTIKA
Analgetika opioid sering disebut analgetika sentral. Memiliki daya penghalang nyeri yang kuat
sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP. Umumnya dapat mengurangi kesadaran (mengantuk) dan
memberikan perasaan nyaman (euphoria). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat
dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan psikis
(adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena bahaya
dan gejala-gejala di atas maka pemakaian obat-obat ini diawasi dengan seksama oleh DEPKES dan
dimasukkan kedalam Undang-undang Obat Bius (Narkotika).
Analgetika narkoti, kini disebut juga opioida (= mirip opiate) adalah zat yang bekerja terhadap
reseptor opioid khas di susunan saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri
berubah (dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor, pengikatan padanya menimbulkan analgesia.Tubuh
dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, nyakni zat zat endorphin yang juga bekerja melalui reseptor
opioid tersebut.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam
batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri.
Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada
kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-
senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang
termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Endorphin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptidaendogen yang terdapat di CCS dan
dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin.Zat-zat ini dapat dibedakan antara -endorfin,
dynorfin dan enkefalin (yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor berlainan.secara
kimiawi za-zat ini berkaitan dengan kortikotrofin (ACTH), menstimulasi pelepasanya juga dari
somatotropin dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat ini.-endorfin pada
hewan berkhasiat menahan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Zat ini
berdaya analgetis kuat, dalam arti tidak merubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki
penerimaannya. Rangsangan listrik dati bagian- bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar
endorphin dalam CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi)
pada akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat).Peristiwa efek placebo juga
dihubungkan dengan endomorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi
hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan
toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari
permukaan tubuh ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap
rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan
analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor
opioid , , , , . (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-
receptor-like 1 (ORL-1) receptor or orphan opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas
fungsinya).
Reseptor memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari
opioid. Sedangkan reseptor 2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan
berhubungan dengan toleransi terhadap opioid. reseptor telah diketahui dan berperan dalam efek
analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang
belakang. Reseptor danreseptor menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan
reseptor selektif untuk opioid analgesic.

Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca 2+ ke dalam sel,
selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K + ke dalam sel. Hasil
dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin,
serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi
rangsang nyeri terhambat.
Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor reseptor nyeri di susunan saraf pusat,
hingga perasaan nyeri dapat diblokir.Khasiat analgesic opioida berdasarkan kemampuannya untuk
menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum di tempati endokfin.Tetapi bila analgetika tersebut
digunakan terus menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru di stimulasi dan pdoduksi endorphin di
ujung saraf pusat dirintangi.Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.

Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:


o Analgesik
o Medullary effect
o Miosis
o Immune function and Histamine
o Antitussive effect
o Hypothalamic effect
o GI effect

Efek samping umum


o Pada dosis biasa : gangguan lambung usus (mual, muntah, obstipasi), efek saraf pusat (kegelisahan, rasa
kantuk, euphoria), dan lain-lain.
o Pada dosis tinggi : efek yang lebih berbahaya seperti sulit bernafas, tekanan darah turun, sirkulasi darah
terganggu, koma, dan sampai pernafasan terhenti.
o Supresi susunan saraf pusat, misalnya sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis, hypothermia, dan
perubahan suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi lagsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual
dam muntah. Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunnya aktifitas mental dan motoris.
o Saluran cerna : motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi sfingter kandung empedu (kolik batu empedu).
o Saluran urogenital : retensi urin (karena naik nonus dari tonus dan sfingter kandung kemih), motilitas
uterus berkurang (waktu persalinan diperpanjang).
o Saluran nafas: bronchkontriksi, penafasan menjadi lebih dangkal dan frekuensi turun.
o System sirkulasi : vasodilatasi, hypertensi dan bradycardia.
o Histamine-liberator: urticaria dan gatal-gatal, karena menstimulasi pelepasan histamine.
o Kebiasaan dengan resiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi dihentikan dapat terjadi gejala
abstinensia.
PENGGOLONGAN
Atas dasar cara kerjanya, obat obat ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni :
1. Agonis opiate, yang dapat dibagi dalam :
Alkaloida candu : morfin, kodein, heroin, nicomorfin.
Zat-zat sintesis : metadon dan derivate-derivatnya (dekstromoramida, propoksifen, bezitramida), petidin
dan detivatnya (fentanil, sufentanil) dan tramadol.
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin hanya berlainan dengan potensi dan lama kerjanya. Efek
samping dan resiko akan kebiasaan dengan ketergantungan fisik.
2. Antagonis opiate : nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin, dan nalbufin. Bila digunakan sebagai
analgetika, obat ini dapat menduduki salah satu reseptor.
3. Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak mengaktifasi kerjanya dengan
sempurna.
Undang undang narkotika. Dikebanyakan Negara,beberapa obat dari kelompok obat ini, seperti
propoksifen, pentazosin, dan tramadol, tidak termasuk dalam undang undang narkotika, karena bahaya
kebiasaan dan adiksinya ringan sekali. Namun, penggunaannya dalam jangka waktu lama tidak
dianjurkan.Pada tahun 1978, propeksifen di negeri Belanda dimasukkan dalam opiumwet.
PENGGUNAAN
Tangga analgetika. WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgetika untuk nyeri
hebat misalnya pada kanker, yang mengolongkan obat dalam 3 kelas, yakni :
a. Non-opioida : NSAIDs, termasuk asetosal dan kodein
b. Opioida lemah : d-propoksifen, tramadol, dan kodein, atau kombinasi parasetamol dengan kodein
c. Opioida kuat : morfin dan derivate derifatnya serta zat zat sintetis opioid.
Menurut program ini, pertama-tama obat diberika 4 dd 1 g parasetamol, bila efeknya kurang
beralih ke 4-6 dd kodein 30-60 mg (bersama parasetamol).Baru bila langkah ini tidak menghasilkan
analgesi yang memuaskan, dapat biberikan opioid kuat. Pilihan pertama dalam hal ini adalah morfin (
oral, subkutan kuntinu, intravena, epidural atau spinal).
Tujuan utama dari program ini adalah untuk meghindari resiko kebiasaan dan adiksi untuk opioid bila
diberikan sembarangan.

KEHAMILAN DAN LAKTASI


Opioida dapat melintasi plasenta, tetapi dapat digunakan beberapa waktu sebelum
persalinan.Bila diminum terus, zat ini dapat meursak janin akibat depresi pernafasan dan memperlambat
persalinan.Banyi dan ibu yang ketagihan menderita gejala abstinensi. Selama laktasi, ibu dapat
menggunakan opioida karena hanya sedikit terdapat pada air susu ibu.

KEBIASAAN DAN KETERGANTUNGAN


Penggunaan pada jangka waktu yang lama pada sebagian pemakai menimbulkan kebiasaan dan
ketegantungan.Penyebabnya mungkin karena berkurangnya resoprpsi opioid atau perombakan
/eliminasinya yang dipercepat atau bisa juga karena penurunan kepekaan jaringan.Obat menjadi kurang
efektif, sehingga diperlukan lagi dosis yang lebih tinggi lagi untuk mencapai efek semula.Peristiwa ini
disebut dengan toleransi dan bercirikan pula bahwa dosis tinggi dapat lebih baik diterima tanpa
menimbulakn efek intoksikasi.
Disamping ketergantungan fisik tersebut dapat pula ketergantungan psikis, yaitu kebutuhan
mental akan efek psikotrop (euphoria, rasa nyaman dan segar) yang dapat menjadi sangat kuat, hingga
pasien seolah olah terpaksa melanjutkan penggunaan obat.
Gejala abstinensi selalu timbul bila penggunaan obat dihentikan ( dengan mendadak) dan semula
dapat berupa menguap, berkeringan hebat dan air mata mengalir, tidur gelisan dan merasa kedinginan..
lalu timbul muntah-muntah, diare, tachycardia, ydriasis (pupil membesar), tremor, kejang otot,
peningkatan tensi, yang dapat disertai dengan reaksi psikis hebat (gelisah, mudah marah dank e
khawatiran mati).
Efek-efek ini menjadi penyebab mengapa penderita yang duah ketagihan sukar sekali
menghentikan opiate.Guna menghindari efek-efek opiate ini, mereka terpaksa melanjutkan
penggunaannya.
Ketergantingan fisik lazimnya sudah lenyak dua minggu setelah penggunaan obat
dihentikan.Ketergantungan psikis seringgkali sangan erat, maka pembebasan yang tuntas skar sekali
dicapai.

ANTAGONIS MORFIN
Antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek opioida tanpa mengurangi kerja
analgetisnya.Yang paling terkenal adalah nalokson, naltrekson, dan nalorfin. Obat ini digunakan terutama
pada overdose intoksikasi. Khasiat antagonisnya diperkirakan berdasarkan penggeseran opioda dari
tempatnya di reseptor-reseptor otak.Antagonis morfin juga berkhasiat analgetis, tetapi tidak digunakan
dalam terapi karena khasiatnya lemah an efeksampingnya mirip morfin (depresi pernafasan, reaksi
psikotis).

Macam-macam obat Analgesik Opioid :


a. Morfin (F.I) : MS Contin, kapanol.
Candu atau opium adalah getah yang dikeringkan dan diperolah dari tumbuhan papaver
somniferum (Lat = menyebabkan tidur) morfin mengandung 2 kelompok alkaloida yang secara kimia
sangan berlainan. Kelompok fenantren meliputi morfin, kodein dan tebain. Kelompok kedua adalah
isokinolin dengan struktur kimiawi dan khasian amat berlainan (antara lain non-narkotis), yakni papaverin,
nosapin ( = narkotin), dan narsein. Zat ini berkhasiat analgetis sangan kuat, lagi pula memiliki jenin kerja
sentral lainnya , antara lain sedative dan hipnotis, menimbukakn euphoria, menekan pernafasan, dan
menghilangkan efek batuk, yang semuanya berdasarkan supresi susunan saraf pusat (SSP). Morfin juga
menimbulakn efek stimulasi SSP, misalnya miosis (peciutan pupil mata), mual, muntah-muntah, eksitasi,
konvulsi.Efek perifernya yang penting adalah obstipasi, retensi kemih, dan vasodilatasi pembuluh kulit.
Penggunaannya khusus pada nyeri kuat kronis dan akut, seperti pasca-bedah dan setekah infark
jantung, juga pada fase terminal dari kanker. Banyak digunakan sebagai tablet retard untuk
memperpanjang kerjanya (MS Contin, kapanol).
Resorpsinya di usus baik, tetapi BA nya hanya ca 25 % akibat FPE besar, mulai kerjanya setelah
1-2 jam dan bertahan samai 7 jam. Resorpsi dari suppositoria umumnya sedikin lebih baik, secara
s.c./i/m baik sekali. PP nya 35% dalam hati zat ini diubah menjadi 70% dalam bentuk glukuronida, dan
hanya sebagian kecil ( 3%) dari jumlah ini terdiri dari morfin-6-glukuronida, dengan kerja analgetis lebih
kuat. Ekskresinya melalui kemih, empedu dengan siklus enterohepatis, dan tinja.
ANTIDOTA. Pada intoksikasi digunakan antagonis morfin sebagai antidotum, yakni nalokson
Dosis : dewasa oral 3-6 dd 10-20 mg garam-HCl, s.c/i.m. 3-6 dd 5-20 mg.
Anak-anak : oral 2 dd 0,1-0,2 mg/kg.
Sediaan
a. Pulv. Opii : 10% morfin
b. Pulv. Doveri : 1% morfin + Rad. Ipecacuanhae + K2SO4.
c. Acidov II : p. Doveri150 mg + salamid 350 mg.
d. Heroin (diamorfin, diasetilmorfin) adalah turunan semi-sintesis dengan kerja analgetis yang 2 kali
lebih kuat, tetapi mengakibatkan adiksi yang cepat dan hebat sekali. Dengan alas an ini heroin tidak
digunakan lagi dalam terapi, tetapi sangat disukain sekali oleh para pecandu drug.

b. Metadon : amidon, symoron


Zat sintetis ini (1947) adalah suatu campuran rasemis, yang memiliki daya analgetik dua kali
lebih kuat dari pada morfin, dan berkhasiat anastetik local.
Indikasi : Detoksifikasi ketergantungan morfin, nyeri hebat pada pasien yang di rawat di rumah
sakit.
Resorpsinya di usus baik, PP-nya 90% plasma-t-1/2-nya rata-rata 25 jam dan efeknya dapat
bertahan sampai 48 jam pada terapi pemeliharaan bagi para pecadu. Umumnya metadon tidak
menimbulkan eurofia, sehingga banyak digunakan untuk menghindari gejala abstinensi setelah
penghentian penggunaan zat opioida yang lain. Khusus digunakan sebagai zat pengganti heroin dan
morfin pada terapi subtitusi para candu.
Efek sampingnya kurang hebat dari morfin terutama efek hipnotis dan euforianya lemah, tetapi
bertahan lebih lama. Penggunaan lama juga menimbulkan adiksi yang lebih mudah disembuhkan. Efek
obstipasinya agak ringan tetapi penggunaannya selama selama persalinan harus dengan hati-hati karena
dapat menekan pernafasan.
Dosis : pada nyeri oral 4-6 dd 2,5 -10 mg garam HCl, maksimum 150 mg/hari. Terapi
pemeliharaan pecandu : permulaan 20-30 mg, setelah 3-4 jam 20 mg, lalu 1 dd 50-100 mg selama 6
bulan.
*Dekstromoramida (patfium) adalah opioid sintetis (1956) yang rumusnya mirip metadon. Khasiat
analgetisnya lebih kuat sedikit dari pada morfin. Mulai kerjanya cepat, efeknya setelah 20-30 menit, dan
bertahan lebih singkat, ca 3 jam. Depresi pernafasannya lebih kuat dibandingkan morfin, pada dosis
biasa dapat tejadi apnoe, begitu pula efek adiksinya. Tidak layak untuk pengobatan nyeri kronis. Efek
sedasi dan obstipasinya lebih ringan
Dosis : oral, s.c. atau i.m. 3-4 dd 2,5-5 mg sebagai hidrogentartrat,
Efek tak diinginkan:
Depresi pernapasan
Konstipasi
Gangguan SSP
Hipotensi ortostatik
Mual dan muntah pada dosis awal

b. Fentanil :fetanyl, durogesic, *Thalamonal.


Derivate piveridin ini (1963) merupakan turunan dari petidin (dolnatin) yang jarang digunakan lagi
karena efek samping dan sifat adiksinya. Efek analgenis agonis opiate ini 80x lebih kuat dari pada morfin.
Mulai kerjanya cepat, yaitu 2-3 menit (i.v.), tetapi singkat hanya ca 30 menit.
Indikasi : Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi dan infack jangtung.
Efek sampingnya mirip morfin, termasuk defresi pernafasan, bronchospasme, dan kekakuan otot
(thorax). Zat ini jarang menimbulkan penghambatan sirkulasi, yakni penurunan cardiack output dan
bradycardia.
Dosis : pada infark i.v. 0,05 mg + 2,5 mg droperidl (thalamonal), bila perlu diulang setelah setengah jam.
Plester (durogenic) melepaskan secara konstan morfin selama 72 jam.
Sufentanil (sufentalforte) adalah derivat (1981) dengan daya analgetis ca 10x lebih kuat. Sifat dan
efek sampingnya sama dengan fentanil. Zat ini terutama digunakan pada waktu anestesi dan pasca
bedah, juga pada waktu his dan persalinan (dikombinasi dengan suatu anestetikum).
Dosis : pada waktu his dan persalinan epidural 10 mcg bersama bupivakain, bila perlu diulang 2
kali.

b. kodein (F.I.) : Metilmorfin, *Codipront


Alkaloida candu ini memiliki khasiat yang sama dengan induknya, tetapi lebih lemah misalnya
efek analgetisnya 6-7 x kurang kuat. Efek samping dan resiko adiksinya lebih ringan, sehingga sering
digunakan sebagai obat batuk dan obat antinyeri, yang diperkuat melalui kombinasi denagn
parasetamol/asetasal.Obstipasi dan mual dapat terjadi teruatama pada dosis lebih tinggi (diatas 3 dd 20
mg).resorpsi oral dan rectal baik; didalam hati obat ini diubah jadi narkodein dan morfin (10%).
Ekskresinyalewat kemih debagai glukuronoda dan 10% secara utuh. Plasma-t1 / 2-nya 3-4 jam.
Dosis : pada nyeri oral 3-6 dd 15-60 mg garam-HCl, anak-anak diatas 1 tahun 3-6 dd 0,5 mg/kg.
pada batuk 4-6 dd 10-20 mg, maksimal 120 mg/hari, anak-anak 4-6 dd 1 mg/kg.
*Etilmorfin (Dionin) adalah derivate dengan khasiat analgetis dan hipnotis lebih lemah,
penghambatannya terhadap pernafasannya pun lebih ringan. Untuk menekan batuk, obat ini kurang
efektif dibandingkan dengan kodein, tetapi dahulu banyak digunakan dalam sediaan batuk.
*noskapin (narkotin, longantin, mercotin, neocodin) adalah alkaloida candu lain, tanpa sifat
narkotis, yang lebih efektif sebagai obat batuk
Dosis : pada anak-anak 2-3 dd 150 mg, maksimum 200 mg/ hari

c. Tramadol : tramal
Derivat sikloheksanol ini (1977) adalah campuran rasemis dari 2 isomer. Khasiat
analgetisnya sedang dan berdaya menghambat reuptake noradrenalin dan antitusif (anti-batuk). Obat ini
disebagian negara sianggap sebagai analgetikum opiat karena bekerja sentral, yakni melalui pendudukan
reseptor opioid. Meskipun demikina zat ini tidak menekan pernafasan, praktis tidak mempenganruhi
sistem kardiovaskuleratau motilitas lambung-usus. Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah
hingga parah. Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah hingga
parah yang memerlukan waktu yang lama.
Walaupun memiliki sifat adiksi ringan tetapi dalam praktek ternyata rasikonya praktis nihil sehingga tidak
termasuk daftar narkotika di kebanyakan negara deperti AS, GB, BRD, Swis, Swedia, Jepang, termasuk
Indonesia. Efek analgetis dari 120 mg tramadol oral setaraf dengan 30-60 mg morfin. Penggunaannya
oral, rektal, dan parental untuk nyeri sedang sampai hebat, bila kombinasi parasetamol-kodein dan
NSAIDs kurang efektif atau tidak dapat digunakan. Untuk nyeri akut atau pada kanker pada umumnya
morfin lebih ampuh.
Resorpsinya di usus cepat dan tuntas dengan BA rata-rata 78%, plasma-t-1/2-nya 6 jam.
Efeknya dimulai sesudah 1 jam dan dapat bertahan hingga 6-8 jam. Dalam hati , sebagian besar zat
diuraikan menjadi antara lain metabolit dengan daya kerja 6 kali lebih kuat. Ekskresinya berlangsung
lewat urin, untuk 10% secara utuh.
Efek sampingnya tak begitu berat dan sering berupa termangu-mangu, berkeringat,
pusing, mual dan muntah, juga obstipasi, gatal-gatal, rash, nyeri kepala dan rasa letih. Resiko habituasi,
ketergantungan dan adiksi dianggap ringan. Namun tidak di anjurkan penggunaannya oleh penderita
dengan sejarah pengalahgunaan drugs.
Wanita hamil dan menyusui. Opioda dapat melintasi plasenta dan sebegitu jauhdiketahui tidak
merugikan janin bila digunakan jauh sebelum partus. Hanya o,1% dari dosis masuk kedalam air susu ibu.
Meskipun demikian, tramadok tidak dianjurkan selama kehamilan dan laktasi.
Dosis: di atas 14 tahun 3-4 dd 50-100 mg, maksimum 400 mg sehari. Anak-anak diats 1 tahun : 3-4 dd
1-3 mg/kg.
Minumlah tramadol sesuai dosis yang diberikan, jangan minum dengan dosis lebih besar atau lebih lama
dari yang diresepkan dokter. Jangan minum tramadol lebih dari 300 mg sehari.

d. Nalokson : narcan
Antagonis morfin ini memiliki rumus morfin dengan gugus alil pada atom N (1969). Zat ini
dapat meniadakan semua khasiat morfin dan opioida lainya, terutama depresi pernafasan tanpa
mengurangi efek analgetisnya. Penekanan pernapasan dari obat-obat depresi SSP lain ( barbital,
siklopropan, eter) tidak ditiadakan, tetapi juga tidak diperkuat seperti nalorfin. Bila madiri tidak memiliki
kerja agonistis (analgetis). Penggunaannya sebagai antidotum pada overdose opioida (dan barbital),
paska operasi untuk mengatasi depresi pernapasan oleh opioid. Atau secara diagnostis untuk
menentukan adiksi sebalum dimulai dengan penggunaan naltrexon.
Kinetik. Setelah injeksi i.v. sudah berefek setelah 2 menit, yang bertahan 1-4 jam. plasma-
t-1/2-nya hanya 45-90 menit, lama kerjanya lebih singkat dari opioida, maka lajimnya perlu diulang
beberapa kali.
Efek sampingnya dapat berupa tachycarsia (setelah bedah jantung), jarang reaksi alergi
dengan shock dan edema paru-paru.
Pada penangkalan efek opioida terlalu pesat dapat menjadi mual, muntah, berkeringat,
pusing-pusing, hipertensi, tremor, serangan epilepsi, dan berhentinya jantung.
Dosis : pada overdose opioida, intravena permula 0,4 mg, bila perlu diulang setiap 2-3 menit.
* Nalorfin (alilnormorfin) adalah zat induk nalokson (1952) dengan khasiat sama, kecuali
juga berkhasiat analgesik lemah.
Zat ini mampu meniadakan depresi e\pernapasan yang hebat oleh opioida, tetapi justru memperkuat
depresi yang bersifat ringan, atau akibat opioida dengan kerja campuran (agonistis dan antagonistis) dan
zat-zat sentral lain. Oleh karena itu, zat ini hanya digunakan pada operdose opioida bila nalokson tidak
tersedia.
Dosis : pada overdose s.c./i.m./i.c. 5-10 mg bila perlu diulang setelah 10-15 menit sampai maksimum 40
mg sehari.
* Naltrekson (Nalorex) adalah derivat nalokson dimana gugus alil diganti dengan
siklopropil (1985). Sifatnya antagonis murni yang tidak mengakibatkan toleransi atau ketergantungan fisik
dan psikis. Dalam hati zat ini diubah menjadi metabolit aktif 6-naltreksol yang terutama diekresi melalui
kemih. Naltrekson mengalami siklus enterohepatis, masa paruhnya 4-12 jam.
Penggunaannya terutama untuk menghambat efek-efek opioida berdasarkan pengikatan kompetitif pada
reseptor opioida dan sebagai obat antiketagihan heroin. Pada pecandu obat opiat dapat menimbulkan
gejala abstinensi hebat dalam waktu 5 menit, yang dapat bertahan 48 jam. Obat ini hanya boleh diberikan
setelah penghentian heroin / morfin atau metadon sekurang-kurangnya masing masing 7 dan 10 hari.
Dosis: permulaan 25 mg, bila tidak menjadi efek abstinensi setelah 1 jam diulang dengan 25 mg. Lalu
e. Pentazocin : Fortral
Zat sintetis ini diturunkan dari morfin (1964), dimana cincin fenantren diganti oleh
naftalen.Gugus-N-allil memberika efek antagonis terhadap opioida lainnya.Khasiatnya beragam, yakni
disamping antagonis lemah, juga merupakan agonis parsiil.Khasiat analgetisnya sedang sampai kuat,
lebih kurang antara kodein dan petidin 3 6 kali lebih lemah dari pada morfin.Di AS sering
disalahgunakan dalam kombinasi dengan antihistaminika dan nalokson.
Resorpsinya diusus baik, tetapi BA hanya ca 20% akibat FPE besar. Mulai kerjnya cepat,
setelah 15-30 menit dan bertahan minimal 3 jam. Efek rektalnya sama dengan pengguaan oral. PPnya
60% plasma-t-1/2-nya 2-3 jam. Dalam hati zat ini diubah menjadi metabolit yang diekresi terutama lewat
kemih.
Dosis: pada nyeri sedang kuat 3-4 dd 50-100 mg, maksimal 600 mg sehari.
f. Kanabis : *marihuana, *hashiz,, weed, grass
Pucuk dengan kembang dan buah-buah muda yang dikeringkan dari bentukwanita
tumbuhan cannabis sativa (Asia Barat). Kandungannya 0,3% minyak atsiri dengan zat-zat terpen,
terutama tetrahidrokanabinol (THC). Zat ini banyak khasiat farmakologisnya, yang terpenting diantaranya
adalah sedatif, hipnotis, dan analgetis, antimual dan spasmolitis.
Khasiat analgetis pada THC terjadi di batang otak, dimana terletak pula titik kerja dari
opioida. Hanya mekasime kerjanya yang berlainan, reseptor morfin tidak memegang peranandan
nalokson tiak melawan efek analgetisnya. Disamping itu ambang nyeri diturunkan. Dahulu meski jarang
kanabis digunakan sebagai obat tidur, sedatifum, dan spasmolotikum pada tetanus, umumnya dalam
bentuk ekstrak 2-3 dd 30-50 mg. Sekarang kanabis banyak disalahgunakan sebagai zat penyegar
narkotik. Akhir-akhir ini mulai digunakan lagi dengan efek sebagai anti emetikum dan analgetikum, pada
kangker, stimulans nafsu makan pada penderita AIDS, an obat relaksasi kejang/otot pada MS.
g. Dolantin
Merupakan zat sintetis , secara kimia lebih menyerupai atropin daripada morfin. Memiliki sifat
spasmolitik, sedangkan sifat menekan terhadap pusat batuknya sama dengan morfin.
h. Dihidromorfin dan Dilaudid
Adalah turunan morfin dengan khasiat analgetiknya kurang lebih 5 kali morfin, tetapi jangka waktu
bekerjanya lebih pendek dan khasiat membiusnya lebih lemah.

3. HIPNOTIK-SEDATIVA (PENENANG)
Hipnotik atau obat tidur berasal dari kata hynops yang berarti tidur, adalah obat yang diberikan
malam hari dalam dosis terapi dapat mempertinggi keinginan tubuh normal untuk tidur, mempermudah
atu menyebabkan tidur.Sedangkan sedative adalah obat obat yang menimbulkan depresi ringan pada
SSP tanpa menyebabkan tidur, dengan efek menenangkan dan mencegah kejang-kejang. Yang
termasuk golongan obat sedative-hipnotik adalah: Ethanol
(alcohol),Barbiturate,fenobarbital,Benzodiazepam, methaqualon.

Insomnia dan pengobatannya


Insomnia atau tidak bisa tidur dapat disebabkan oleh factor-faktor seperti : batuk,rasa nyeri,
sesak nafas, gangguan emosi, ketegangan, kecemasan, ataupun depresi. Factor penyebab ini harus
dihilangkan dengan obat-obatan yang sesuai seperti:Antussiva, anelgetik, obat-obat vasilidator, anti
depresiva, sedative atau tranquilizer.
Persyaratan obat tidur yang ideal
1. Menimbulkan suatu keadaan yang sama dengan tidur normal
2. Jika terjadi kelebihan dosis, pengaruh terhadap fungsi lain dari system saraf pusat maupun organ
lainnya yang kecil.
3. Tidak tertimbun dalam tubuh
4. Tidak menyebabkan kerja ikutan yang negative pada keesokan harinya
5. Tidak kehilangan khasiatnya pada penggunaan jangka panjang

Efek samping
Kebanyakan obat tidur memberikan efek samping umum yng mirip dengan morfin antara lain :
a. Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi, contihnya flurazepam, kloralhidrat, dan paraldehida.
b. Tekanan darah menurun, contohnya golongan barbiturate.
c. Hang-over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya seperti mual, perasaan ringan di kepala dan
pikiran kacau, contohnya golongan benzodiazepine dan barbiturat.
d. Berakumulasi di jaringan lemak karena umumnya hipnotik bersifat lipofil.

Penggolongan
Secara kimiawi, obat-obat hipnotik digolongkan sebagai berikut :
1. Golongan barbiturate, seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital, heksobarbital,dll.
2. Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam, flunitrazepam dan triazolam.
3. Golongan alcohol dan aldehida, seperti klralhidrat dan turunannya serta paraldehida.
4. Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium, natrium, dan ammonium ) dan turunan ure
seperti karbromal dan bromisoval.
5. Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida ) dan metaqualon.

Obat generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping


1. Diazepam
Indikasi : hipnotika dan sedative, anti konvulsi, relaksasi, relaksasi otot dan anti ansietas (obat
epilepsi).
2. Nitrazepam
Indikasi : seperti indikasi diazepam
Efek samping : pada pengguanaan lama terjadi kumulasi dengan efek sisa (hang over ), gangguan
koordinasi dan melantur.
3. Flunitrazepam
Indikasi : hipnotik, sedatif, anestetik premedikasi operasi.
Efek samping : amnesia (hilang ingatan )
4. Kloral hidrat
Indikasi : hipnotika dan sedatif
Efek samping: merusak mukosa lambung usus dan ketagihan
5. Luminal
Indikasi : sedative, epilepsy, tetanus, dan keracunan strikhnin.

BAB III
PENUTUP
3.1 Saran

Kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca karena untuk kebaikan
kedepannya supaya kami bisa menyajikan karya tulis yang lebih baik

Anda mungkin juga menyukai