Anda di halaman 1dari 2

Penutupan tiga pabrik Toshiba dan Panasonic di Indonesia membawa dampak Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) sebanyak lebih dari 2.500 karyawan. Hal ini terimbas dari lesunya
penjualan produk elektronik dua perusahaan raksasa asal Jepang itu akibat penurunan daya
beli masyarakat.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI), Said Iqbal mengungkapkan, Toshiba telah
menutup pabrik televisi di Kawasan Industri Cikarang, Jawa Barat. Padahal satu pabrik ini
yang tersisa dari enam perusahaan Toshiba lain yang sudah tutup sebelumnya dalam 10 tahun
terakhir.

"Yang tutup ini adalah pabrik televisi Toshiba terbesar di Indonesia, selain di Jepang.
Karyawan yang di PHK lebih dari 900 orang," tegasnya saat Konferensi Pers di Jakarta,
Selasa (2/1/2016).

Said mengatakan, penutupan pabrik bakal dieksekusi pada April 2016. Saat ini, sedang terjadi
proses negosiasi pesangon antara manajemen perusahaan dengan serikat pekerja pabrik
tersebut.

Perusahaan lainnya, kata Said yang ikut terhantam pemburukan ekonomi adalah Panasonic
lighting. Sebanyak dua pabriknya resmi ditutup, seperti Panasonic Lighting Indonesia (PLI)
di Pasuruan, Jawa Timur di awal Januari ini dan satu pabrik lainnya di Kawasan Industri
Bekasi pada Februari 2016.

"Pabrik di Pasuruan mempekerjakan lebih dari 600 orang dan sudah di PHK. Sedangkan
pabrik yang di Bekasi PHK hampir 1.000 lebih karyawan," ucap Said.

Dengan demikian, Said menyebut, total karyawan atau buruh yang terkena PHK lebih dari
2.500 orang. "Ini jadi sinyal negatif bagi investasi di Indonesia," paparnya. (Fik/Ndw)

Rencana penutupan usaha PT Panasonic Lighting di Cikarang, Jawa Barat, dan Pasuruan,
Jawa Timur, serta PT Toshiba Indonesia di Cikarang akan berdampak pada pemutusan
hubungan kerja ribuan pekerjanya.

"Sekitar 2.500 pekerja akan di-PHK," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa
(2/1/2016).

Said menjelaskan, ribuan pekerja itu terdiri atas sekitar 1.700 anggota KSPI di PT Panasonic
dan 970 anggota KSPI di PT Toshiba. Ia merinci, sebanyak 600-700 pekerja dari Panasonic
Lighting Pasuruan di-PHK pada periode Desember 2015-Januari 2016.

Sementara itu, Panasonic Lighting Cikarang-Bekasi, sejumlah 900-1.000 karyawan di-PHK


untuk periode Januari 2016 sampai dengan Maret 2016.

Kedua pabrik Panasonic Lighting ini resmi ditutup. Pabrik Toshiba di Cikarang-Bekasi pun
mengumumkan ditutup pada pertengahan Januari lalu. Saat ini, pekerja tengah dalam proses
negosiasi pesangon. Perusahaan akan resmi berhenti beroperasi pada Maret mendatang.
Di luar dua perusahaan elektronik raksasa ini, terdapat dua perusahaan elektronik lain asal
Korea Selatan yang juga mengumumkan akan menutup pabriknya di Indonesia, yaitu PT
Samoin, yang telah mem-PHK 1.200 karyawannya, dan juga PT Starlink, yang mem-PHK
500 orang pekerja. Kedua perusahaan ini telah selesai beroperasi di Indonesia pada Januari
kemarin.

Said Iqbal mengatakan, tutupnya Panasonic Lighting dan juga Toshiba ini memberikan sinyal
negatif terhadap investor asing yang akan datang ke Indonesia. Selain itu, yang paling buruk
menurut Said adalah lantaran Kementerian Perindustrian tidak mengetahui penutupan pabrik
ini.

Faktor lesunya industri elektronik ini, menurut Said Iqbal, di antaranya adalah kondisi pasar
yang tidak kondusif. Melambatnya pasar global turut memengaruhi pasar domestik.
Perlambatan ini mengakibatkan barang produksi menjadi tidak laku di pasaran. Selain itu
adalah karena menurunnya daya beli masyarakat.

Manajemen Panasonic Lighting dan Toshiba mengklaim, penutupan pabrik bukan lantaran
upah buruh yang tinggi, melainkan karena sepinya pasar dan penurunan daya beli.

Namun, kata Said, PP Nomor 78 Tahun 2015 mengenai pengendalian upah terbukti
menurunkan daya beli masyarakat karena buruh pabrik merupakan pasar utama dari industri
padat modal, seperti industri otomotif dan sebagainya. Dengan adanya pengendalian upah,
daya beIi menjadi turun sehingga tingkat konsumsi masyarakat pun menjadi lemah.

Dengan PHK, pelemahan daya beli ini, tingkat pertumbuhan ekonomi 2016 yang ditargetkan
mencapai 5,3 persen, menurut Said Iqbal, tidak akan tercapai dan hanya akan tumbuh sama
seperti 2015 lalu, di level 4,7 persen.

Faktor lain ialah kegagalan paket kebijakan pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla di tingkat
implementasi karena justru banyak perusahaan yang tutup. Faktor ketiga, menurut Said Iqbal,
adalah retorika paket kebijakan hanya untuk menyenangkan investor. Padahal, kenyataannya
investor memilih wait and see untuk masuk ke Indonesia lantaran banyak yang hengkang

Anda mungkin juga menyukai