Anda di halaman 1dari 8

JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.

2 : 193 200 ISSN 2252-5416

HUBUNGAN ANTARA WAKTU PENETALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN MEDIS


DENGAN KEMATIAN LANJUT PADA PENDERITA TRAUMA MAYOR

Relationship Beetwen Medical Emergency Management Time and Late Death of Major Traumatic Patients

Makkasau Plasay1, Andi Asadul Islam2, Syafruddin Gaus3


1
Mahasiswa Emergency and Disaster Management, Biomedik, Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin
2
Bagian Ilmu Bedah , Sub Bagian Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
Bagian Ilmu Anestesi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin

(E-mail: makkasau_mkes@yahoo.co.id)

ABSTRAK

Waktu memegang peranan penting dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada penderita trauma mayor
dimana filosofinya time saving is lie saving baik fase pra rumah sakit maupun fase rumah sakit. Penelitian ini bertujuan
mengetahui waktu penatalaksaan kegawatdaruratan medis (airway, breathing, circulation, dan disability) antara usia,
pendidikan, pekerjaan, rujukan, waktu trauma, penyebab, diagnosa, ISS, lama waktu penatalaksanaan dengan kematian
lanjut pada penderita trauma mayor. Jenis penelitian ini adalah penelitian longitudinal dengan pendekatan Cohort
Study yang di observasi selama 24 jam pasca trauma di IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 82 responden dengan Trauma Mayor yang dinilai berdasarkan ISS 12,
kemudian hasilnya diuji dengan cara Chi-Square dengan tingkat kemaknaan =0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa faktor yang berhubungan secara signifikan dengan penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada penderita
trauma mayor, meliputi diagnosa (p=0,000), ISS (p=0,000), dan lama penanganan (p=0,001), sedangkan ada beberapa
faktor yang berhubungan secara tidak signifikan meliputi waktu trauma (p=0,421) dan penyebab (p=0,365). Saran dari
hasil penelitian ini adalah perlu perhatian yang cukup terkait dengan peningkatan kualitas penanganan korban
mengenai kecepatan dan ketepatan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan medis pada pasien, baik fase pra rumah
sakit maupun fase rumah sakit, serta perhatian khusus pada trauma mayor melibatkan trauma kapitis berat.

Kata Kunci: Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor

ABSTRACT

So time plays an important role in medical emergency management for major traumatic patients in which the
philosophy is time saving is life saving either for pre hospital phase or hospital phase. The aim of the study is to find
out the relationship medical emergency management time (airway, breathing, circulation, and diasability), age,
education, job, reference, trauma time, cause, diagnose, ISS, the period of structuring and late death for major traumatic
patients. The study was an longitudinal study with cohort study approach observed for 24 hours of post trauma in
Surgery Emergency Unit of Regional Public Hospital of Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. The respondents
consisted of 82 people with major trauma assessed based on ISS 12. The results were tested using chi square test with
a significant level of =0.05. The results of the study indicated that the factors having a significant relationship with
medical emergency management for major traumatic patients are diagnose (=0.000), ISS(p=0.000), and the handling
period (p=0.001). On the other hand, the factors having insignificant relationship are trauma time (p=0.421), and cause
(p=0.365). Thus, it is suggested that it is necessary to give enough attention to the increase of quality of handling the
victim concerning with the speed and accuracy of medical emergency management for either pre hospital phase or
hospital phase. Beside, special attention should be given to major trauma involving bad capitic trauma.

Keywords: Management, Medical Emergency, Late Death, Major Tauma

193
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416

PENDAHULUAN Juni sebanyak 610 orang. Berdasarkan data tersebut


diatas jumlah kematian akibat trauma dari tahun ke
Trauma merupakan penyebab kematian
tahun mengalami peningkatan (Data rekam medic
ketiga di Amerika Serikat setelah aterosklerosis
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012).
dan kanker. Trauma merupakan suatu keadaan
Angka kematian ini dapat diturunkan melalui
dimana seseorang mengalami cedera oleh salah
upaya pencegahan trauma dan penanggulangan
satu sebab. Penyebab utama trauma adalah
optimal yang diberikan sedini mungkin pada
kecelakaan lalu lintas, industri, olah raga dan
korbannya. Perlu diingat bahwa penanggulangan
rumah tangga (Rasjad C, 2009).
trauma bukan hanya masalah di rumah sakit, tetapi
Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan
mencakup penanggulangan menyeluruh yang
wabah karena dalam kehidupan modern
dimulai di tempat kejadian, dalam perjalanan ke
penggunaan kendaraan automotif dan senjata api
rumah sakit, dan di rumah sakit. (Pusponegoro,
semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat trauma
2010).
sering diterlantarkan sehingga trauma merupakan
Berdasarkan uraian latar belakang maka
penyebab kematian utama pada kelompok usia
permaslahan dalam penelitian ini adalah apakah
muda dan produktif diseluruh dunia. Trauma
waktu waktu penatalaksaan kegawatdaruratan medis
merupakan penyebab kematian utama pada
(airway, breathing, circulation, dan disability) antara
kelompok umur dibawah 35 tahun. Di Indonesia,
usia, pendidikan, pekerjaan, rujukan, waktu trauma,
trauma merupakan penyebab kematian nomor
penyebab, diagnosa, ISS, lama waktu
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun,
penatalaksanaan berhubungan dengan kematian
merupakan penyebab kematian utama
lanjut pada penderita trauma mayor. Hasil penelitian
(Pusponegoro, 2010)
ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
Demikian pula bencana alam dan kejadian-
terhadap pengembangan ilmu Pengembangan ilmu
kejadian akibat perbuatan manusia menyebabkan
dalam bidang kegawatdaruratan khususnya
cedera yang seringkali membawa kematian.
penanganan survey primer, serta dapat dijadikan
Kematian akibat trauma biasanya mengikuti pola
prognosis untuk kematian lanjut pada penderita
trimodal yang diperkenalkan oleh Trunkey (1983)
trauma mayor. Sebagai informasi kepada masyarakat,
dalam (Manuaba, 2010). Menurut pola distribusi
bahwa penderita trauma perlu penanganan yang
trimodal terdapat 3 puncak distribusi yang
cepat dan tepat. Bagi peneliti, dengan adanya
mencakup saat kematian yakni kematian segera -
penelitian ini maka akan menambah wawasan
kematian awal - kematian lanjut (Manuaba, 2010).
pengetahuan tentang pengananan yang cepat dan
Kematian segera terjadi dalam waktu 60 menit
tepat sehingga dapat di antispasi terjadinya kematian
setelah terjadinya trauma, sebagian besar akibat
lanjut pada penderita trauma. (Riskesdas, 2007).
trauma yang mengenai otak atau jantung/pembuluh
Pembagian katagori bagian tubuh yang terkena
darah besar yang menimbulkan perdarahan masif.
cedera didasarkan pada klasifikasi dari ICD-10
Kematian awal terjadi dalam waktu 1-6 jam setelah
(International Classification Diseases) yang mana
trauma, sebagian besar akibat perdarahan atau
dikelompokkan ke dalam 10 kelompok yaitu
kerusakan otak. Kematian lanjut memuncak dalam
bagian kepala; leher; dada; perut dan sekitarnya
beberapa hari sampai minggu. Penyebab pada
(perut,punggung, panggul); bahu dan sekitarnya
kematian lanjut 80% akibat infeksi dan atau gagal
(bahu dan lengan atas); siku dan sekitarnya (siku
organ multiple (Manuaba, 2010).
dan lengan bawah); pergelangan tangan dan
Berdasarkan data rekam medik RSUP. Dr.
tangan; lutut dan tungkai bawah; tumit dan
Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011
kaki.Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
bahwa jumlah kematian pada pasien akibat trauma
yang dilakukan oleh Cahyadi, dkk (2008) di RSUP
48 jam pada tahun 2008 sebanyak 681 oarang,
dr. Sardjito Yokyakarta, bahwa cedera pada kepala
tahun 2009 sebanyak 803 orang, tahun 2010
yang menempati urutan pertama. Menurut Hendrik,
sebanyak 796 orang, dan pada tahun 2011 dari
dkk (2006), bahwa waktu penatalaksanaan
Januari sampai Juni sebanyak 514 orang.
kegawatdaruratan medis berpegaruh terhadap
Sedangakan kematian yang terjadi 48 jam pada
mutu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat yaitu
tahun 2008 sebanyak 1088 orang, tahun 2009
bahwa waktu penanganan yang tidak terlambat
sebanyak 998 orang, tahun 2010 sebanyak 1258
dapat mencegah kematian 30% dari kasus
orang, dan pada tahun 2011 dari Januari sampai

194
Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor ISSN 2252-5416

kegawatdaruratan. Trauma mayor yang tidak Untuk menilai apakah itu trauma mayor atau
dikelolah dengan baik cenderung masuk ke situasi bukan maka digunakan penilaian berdasarkan
Kematian lanjut, yaitu Kematian yang terjadi injury severity score (ISS) yaitu skor trauma 12.
setelah 24 jam pasca trauma (Rasjad, 2009). Luas dan beratnya trauma ditentukan oleh nilai
Penelitian bertujuan untuk melihat faktor yang derajat trauma yang dipakai sejak 1981 dan
berhubungan antara waktu penatalaksanaan memberikan gambaran beratnya trauma,
kegawatdaruratan medis dengan kematian lanjut berdasarkan pemeriksaan pernapasan, perdarahan,
pada penderita trauma mayor. dan kesadaran. Angka ini penting untuk
menentukan. klasiflkasi dan prognosis penderita
BAHAN DAN METODE cedera berat. Penilaian gerak napas di dada dan
pengisian kembali kapiler tidak digunakan untuk
Jenis penelitian ini adalah penelitian
menilai derajat trauma karena sukar menentukan
longitudinal (Sastroasmoro, dkk. 2008) yang
angka bakunya. Pernapasan ditentukan
memenuhi kriteria inklusi yang datang ke RSUP. Dr.
frekuensinya, perdarahan dinilai berdasarkan
Wahidin Sudirohusodo dan RS. Pendidikan Unhas
tekanan darah arterial, sedangkan kesadaran
Makassar. Desain dari penelitian ini adalah kohor
diukur berdasarkan skala koma Glasgow (trauma
study dengan pendekatan prospektif. Tempat
severity score = Glasgow coma scale) yang
Penelitian ini dilaksanakan di IRD Bedah RSUP. Dr.
direduksi kira-kira seperempat dari angka
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Waktu Penelitian
penilaiannya.
ini mulai pada tanggal 17 Oktober 2012 s/d tanggal
Setiap parameter diberi angka 0 sampai 4
30 Mei 2013. Populasi sasaran adalah penderita
(makin rendah angka, makin buruk keadaan).
trauma mayor, populasi terjangkau adalah penderita
Beratnya trauma diperkirakan berdasarkan jumlah
trauma mayor yang datang ke RSUP. Dr. Wahidin
semua angka: jadi terendah adalah 0 dan yang
Sudirohuso Makassar. Pengambilan sampel yang
tertinggi 12 (Sjamsuhidajat R, 2010).
diperlukan pada penelitian ini dengan menggunakan
Setelah data dikumpulkan selanjutnya
tehnik consecutive sampling. Adapun kriteria
dilakukan pengeditan, pengkodean, dan kemudian
Inklusi: bersedia menjadi responden, penderita
ditabulasi. Analisis data yang digunakan dengan
dengan trauma mayor, yaitu Injury Severity Score
Chi-square test (continuity corection yates)
(ISS) 12. dengan usia 15 60 tahun, serta kriteria
esklusi: tidak bersedia menjadi responden, kematian dengan tingkat kemaknaan 5% (=0,05)
segera - kematian awal, penderita dengan trauma Analisis bivariate dilakukan untuk melihat
minor, yaitu Injury Severity Score (ISS) 12. hubungan variabel independen dan variabel
dengan usia 15 tahun dan 60 tahun, dan jumlah dependen, yang terdiri dari diagnosa, waktu
sampel dalam penenlitian ini adalah sebanyak 82 trauma, penyebab, ISS, lama penanganan
penedrita trauma mayor. Pengumpulan data kematian lanjut pada penderita trauma mayor.
menggunakan teknik dokumentasi melalui lembar Tabel 1. Menunjukkan bahwa dari 43
observasi sebagai instrumen pengumpul data yang responden (52,4%) yang TCB, yang meninggal
sudah terstandar. Data dianalisis secara bivariat yakni 26 responden (31,7%) dan 17 responden
digunakan uji Chi-Square untuk melihat hubungan (20,7%) yang survive, TCS sebanyak 22
variabel bebas dan tergantung. responden (26,8%) yakni 1 responden (1,2%),
yang meninggal dan 21 responden (25,6%) yang
HASIL survive. TCB+Diagnosa lain sebanyak 5
responden (6,1%) yakni 2 responden (2,4%) yang
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Gawat meninggal dan 3 responden (3,7%) yang survive,
Darurat (IGD) RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo TCS+Diagnosa lain seanyak 8 responden (9,8%)
Makassar selama pada periode Oktober 2012 yakni tidak ada responden (0%) yang meninggal,
sampai Mei 2013, telah diperoleh 82 sampel yang dan 8 responden (9,8%) yang survive, bukan TC
diikuti selama 24 jam sampai 72 jam pasca trauma sebanyak 4 responden (4,9%) yakni 1 responden
dan pada akhirnya dikelompokkan menjadi 52 (1,2%) yang meninggal dan 3 responden (3,7%)
(63.4%) yang survive dan 30 (36.6%) yang yang survive.dan hasil analisa data dengan
meninggal. menggunakan uji Chi-Square, maka diperoleh
nilai p=0,000, artinya lebih kecil dari nilai =0,05.

195
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416

Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara mayor dalam hal ini kematian lanjut pada trauma
Diagnosa medik dengan kematian lanjut pada mayor.
penderita trauma mayor dalam hal ini kematian Tabel 3. Menunjukkan bahwa dari 68
lanjut pada trauma mayor. responden (82,9%) yang penyebabnya
Tabel 2. Menunjukkan bahwa dari 26 Kecelakaan Jalan Raya (TA), yang meninggal
responden (31,7%) yang waktu kejadiannya pagi, yakni 25 responden (30,5%) dan 43 responden
yang meninggal yakni 11 responden (13,4%) dan (52,4%) yang survive, Jatuh daru ketinggian (Full
15 responden (18,3%) yang survive, waktu Down) sebanyak 7 responden (8,5%) yakni 4
kejadianya siang sebanyak 13 responden (15,9%) responden (4,9%), yang meninggal dan 3
yakni 4 responden (4,9%), yang meninggal dan 9 responden (3,7%) yang survive, tusukan sebanyak
responden (11,0%) yang survive. Waktu 4 responden (4,9%) yakni tidak ada responden
kejadiannya sore sebanyak 24 responden (29,3%) (0%) yang meninggal dan 4 responden (4,9%)
yakni 9 responden (11,0%) yang meninggal dan yang survive, ketimpa pohon seanyak 2 responden
15 responden (18,3%) yang survive, waktu (2,4%) yakni 1 responden (1,2%) yang meninggal,
kejadiannya malam seanyak 12 responden dan 1 responden (1,2%) yang survive,
(14,6%) yakni 2 responden (2,4%) yang listrik/kebakaran sebanyak 1 responden (1,2%)
meninggal, dan 10 responden (12,2%) yang yakni tidak ada responden (0%) yang meninggal
survive, waktu kejadiannya dini hari sebanyak 7 dan 1 responden (1,2%) yang survive dan hasil
responden (8,5%) yakni 4 responden (4,9%) yang analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square,
meninggal dan 3 responden (3,7%) yang survive maka diperoleh nilai p=0,365, artinya lebih besar
dan hasil analisa data dengan menggunakan uji dari nilai =0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada
Chi-Square, maka diperoleh nilai p=0,421, artinya hubungan antara penyebab kejadian trauma
lebih besar dari nilai =0,05. Hal ini berarti bahwa dengan kematian lanjut pada penderita trauma
tidak ada hubungan antara waktu kejadian trauma mayor dalam hal ini kematian lanjut pada trauma
dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor.

Tabel 1. Hubungan Diagnosa Medik dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Diagnosa Medik Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
TCB 26 31.7 17 20.7 43 52.4
TCS 1 1,2 21 25,6 22 26,8 0,000
TCB+Dx lain 2 2,4 3 3,7 5 6,1
TCS+Dx lain 0 0 8 9,8 8 9,8
Bukan TC 1 1,2 3 3,7 4 4,9
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Tabel 2. Hubungan waktu trauma dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Waktu trauma Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Pagi 11 13,4 15 18,3 26 31,7
Siang 4 4,9 9 11,0 13 15,9 0,421
Sore 9 11,0 15 18,3 24 29,3
Malam 2 2,4 10 12,2 12 14,6
Dini hari 4 4,9 3 3,7 7 8,5
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square
Tabel 3. Hubungan penyebab trauma dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor

196
Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor ISSN 2252-5416

Kematian lanjut pada penderita trauma mayor


Penyebab trauma Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
TA 25 30,5 43 52,4 68 82,9
Full Down 4 4,9 3 3,7 7 8,5 0,365
Tusukan 0 0 4 4,9 4 4,9
Ket. Pohon 1 1,2 1 1,2 2 2,4
Listrik 0 0 1 1,2 1 1,2
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square

Tabel 4. Menunjukkan bahwa dari 35 Tabel 5. Menunjukkan bahwa dari 25


responden (42,7%) yang ISS berat, yang responden (30,5%) yang memiliki lama
meninggal yakni 25 responden (30,5%) dan 10 penanganan buruk , yang meninggal yakni 16
responden (12,2%) yang survive, ISS sedang responden 1,9,5%) dan 9 responden (11,0%) yang
sebanyak 23 responden (28,0%) yakni 4 survive, sedangkan yang lama penanganannya
responden (4,9%), yang meninggal dan 19 baik sebanyak 57 responden (69,5%), yang
responden (23,2%) yang survive, dan yang ISS meninggal yakni 14 responden (17,1%) dan 43
ringan sebanyak 24 responden (29,3%) yakni 1 responden (52,4%) yang survive dan hasil analisa
responden (1,2%) yang meninggal dan 23 data dengan menggunakan uji Chi-Square, maka
responden (28,0%) yang survivehasil dan analisa diperoleh nilai p=0,001, artinya lebih kecil dari
data dengan menggunakan uji Chi-Square, maka nilai =0,05. Hal ini berarti bahwa ada hubungan
diperoleh nilai p=0,548, artinya lebih kecil dari antara lama penanganan dengan kematian lanjut
nilai =0,05. Hal ini berarti bahwa ada hubungan pada penderita trauma mayor dalam hal ini
antara beratnya ISS dengan kematian lanjut pada kematian lanjut pada trauma mayor.
penderita trauma mayor dalam hal ini kematian
lanjut pada trauma mayor.

Tabel 4. Hubungan ISS dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
ISS Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Berat 25 30,5 10 12,2 35 42,7
Sedang 4 4,9 19 23,2 23 28,0 0,000
Ringan 1 1,2 23 28,0 24 29,3
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square

Tabel 5. Hubungan lama penanganan dengan kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Kematian lanjut pada penderita trauma mayor
Lama Penanganan Meninggal Survive Jumlah p
n % n % n %
Buruk 16 19,5 9 11,0 25 30,5
Baik 14 17,1 43 52,4 57 69,5 0,001
Jumlah 30 36,6 52 63,4 82 100
Chi-Square

197
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416

PEMBAHASAN (bahu dan lengan atas); siku dan sekitarnya (siku


dan lengan bawah); pergelangan tangan dan
Waktu penatalaksanaan kegawatdruratan
tangan; lutut dan tungkai bawah; tumit dan kaki.
medis pada penderita trauma mayor berhubungan
Responden pada umumnya mengalami cedera di
dengan kematian lanjut. Ada beberapa faktor yang
beberapa bagian tubuh (multiple injury)
berhubungan secara tidak signifikan antara lain
(Riskesdas, 2007). Hasil ini sesuai dengan
waktu trauma dan penyebab sedangkan yang
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
berhubungan secara signifikan antara lain
Cahyadi, dkk (2008), di RSUP dr. Sardjito
diagnose, ISS, serta lama waktu penatalaksanaan.
Yokyakarta, bahwa cedera pada kepala yang
Menurut Hendrik dkk (2006), Bahwa waktu
menempati urutan pertama. Hal ini didukung
penatalaksanaan kegawatdaruratan medis
dengan rendahnya kesadaran para pengendara
berpegaruh terhadap mutu pelayanan di Instalasi
dalam penggunaan helmet sebagai salah satu alat
Gawat Darurat yaitu bahwa waktu penanganan
pelindung diri. Pengemudi mobil cenderung akan
yang tidak terlambat dapat mencegah kematian
membentur kaca mobil setelah bagian dada
30% dari kasus kegawatdaruratan. Trauma mayor
menghantam stir mobil. Kasus kecelakaan lalu
yang tidak dikelolah dengan baik cenderung
lintas pada pengemudi mobil tidak jarang yang
masuk ke situasi Kematian lanjut, yaitu Kematian
mengalami kontak antara kepala dan jalan setelah
yang terjadi setelah 24 jam pasca trauma (Rasjad,
terlempar keluar dari mobil. Faktor utama
2009).
penyebab kecelakaan adalah perilaku manusia dan
Penelitian ini menggunakan desain kohort
kondisi lingkungan yang saling mempengaruhi.
prospektif tentang waktu penatalaksanaan
Hubungan waktu trauma dengan kematian
kegawatdaruratan medis dengan kematian lanjut
lanjut pada penderita trauma mayor terdapat
pada penderita trauma mayor yang dilaksanakan
hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai
pada periode Oktober 2012 sampai Mei 2013,
p=0,421, yang berarti waktu trauma bukan faktor
telah diperoleh 82 sampel yang diikuti selama 24
dominan penyebab kematian pada trauma mayor.
jam sampai 72 jam pasca trauma dan pada
Hal ini sesuai dengan teori Medivac (2010) bahwa
akhirnya dikelompokkan menjadi 52 (63.4%)
Siklus sirkadian mengatur pola tidur, suhu tubuh,
yang survive dan 30 (36.6%) yang meninggal.
pencernaan, dan berbagai fungsi tubuh lainnya
Analisis dilakukan terhadap hubungan faktor
serta membantu melindungi organ-organ tubuh.
diagnose medik, waktu trauma, penyebab, ISS,
Siklus sirkadian akan memberikan sinyal melalui
lama penanganan. Penelitian dilakukan secara
yang biasa disebut jet lag. Selain itu, siklus
kohort prospektif karena yang dinilai adalah efek
sirkadian juga mengatur seseorang untuk tidur
dari beberapa faktor yang berhubungan dengan
pada malam hari dan terbangun/ sadar pada siang
outcome, sehingga: 1). Pengamatan variable bebas
hari. Suhu tubuh akan menurun pada malam hari
dan tergantung tidak dilakukan pada saat yang
sehingga dapat tertidur dan naik pada siang hari
sama, 2). Penyebab diidentifikasi terlebih dahulu,
untuk membantu perasaan tersadar. Siklus
kemudian subyek diikuti sampai beberapa waktu
sirkadian juga mengontrol sebagian kegiatan
tertentu, 3). Terdapat unsur lama penanganan
berdasarkan cahaya terang dan gelap. Pada cahaya
antara sebab dan akibat.
pagi hari membuat seseorang akan lebih sadar,
Hubungan Diagnosa Medik dengan kematian
setelah makan siang tingkat kesadaran akan
lanjut pada penderita trauma mayor terdapat
menurun, dan pada petang kesadaran kembali
hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai
naik, sedangkan untuk malam hari kesadaran akan
p=0,548, yang berarti diagnose medik bukan
semakin berkurang karena untuk mempersiapkan
faktor penyebab utama kematian pada trauma
waktu tidur, dan setelah tengah malam suhu tubuh
mayor. Lokasi luka terbanyak adalah kepala
dan kesadaran menurun sampai pada tingkat
(88%). Hasil peneilitian sesuai pembagian
paling rendah.
katagori bagian tubuh yang terkena cedera
Berdasarkan hasil penelitian ini dan beberapa
didasarkan pada klasifikasi dari ICD-10
teori yang sesuai serta hasil penelitian sebelumnya
(International Classification Diseases) yang mana
yang mendukung bahwa peneliti berasumsi angka
dikelompokkan ke dalam 10 kelompok yaitu
kejadian trauma lebih tinggi terjadi pada pagi hari
bagian kepala; leher; dada; perut dan sekitarnya
dibandingkan dengan dini hari akan tetapi
(perut,punggung, panggul); bahu dan sekitarnya

198
Penatalaksanaan, Kedaruratan Medik, Kemaian Lanjut, Trauma Mayor ISSN 2252-5416

perbandingan kematian dan survive lebih tinggi haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini
pada dini hari itu disebabkan karena irama mengingat pada kondisi tersebut pasien dapat
sirkardian akan turun malam hari sampai pada kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit
dini hari sehingga terjadi kelelahan dan penurunan saja. Berhentinya nafas selama 2-3 menit pada
kewaspadaan pada pengendara serta kondisi manusia dapat mengakibatkan kematian yang fatal
pengguna jalan raya menjadi sepi yang (Sutawijaya, 2009). Otak dan jantung sangat
menyebabkan terlambatnya penanganan bantuan memerlukan oksigen 3-8 menit jantung dan otak
hidup dasar di tempat kejadian. tidak mendapatkan O2 maka akan mengakibatkan
Hubungan penyebab trauma dengan kematian kematian (Farison, 2010). Kematian segera terjadi
lanjut pada penderita trauma mayor terdapat dalam waktu 60 menit setelah terjadinya trauma,
hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai sebagian besar akibat trauma yang mengenai otak
p=0,365, yang berarti penyebab trauma bukan atau jantung/pembuluh darah besar yang
faktor dominan penyebab kematian pada trauma menimbulkan perdarahan masif. Kematian awal
mayor. Trauma merupakan suatu keadaan dimana terjadi dalam waktu 1-6 jam setelah trauma,
seseorang mengalami cedera oleh salah satu sebagian besar akibat perdarahan atau kerusakan
sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan otak. Kematian lanjut memuncak dalam beberapa
lalu lintas. Di Indonesia kematian akibat hari sampai minggu. Penyebab pada kematian
kecelakaan lalu lintas 12.000 orang per tahun lanjut 80% akibat infeksi dan atau gagal organ
(Rasjad C, 2009). Dewasa ini trauma melanda multiple (Manuaba, 2000). Hasil penelitian ini
dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
modern penggunaan kendaraan automotif dan Hendrik, dkk (2006), Bahwa waktu piata-
senjata api semakin luas (Pusponegoro, 2010; laksanaan kegawatdaruratan medis berpegaruh
Sjamsuhidajat-De Jong, 2010). Peneliti berasumsi terhadap mutu pelayanan di Instalasi Gawat
bahwa walaupun penyebabnya kedua-duanya Darurat yaitu bahwa waktu penanganan yang
terjatuh yang dipengaruhi oleh sama-sama gaya tidak terlambat dapat mencegah kematian 30%
gravitasi akan tetapi terjatuh dari ketinggian dari kasus kegawatdaruratan.
resikonya lebih tinggi dibandingkan dengan jatuh
dari kendaraan karena jatuh dari ketinggian tidak KESIMPULAN DAN SARAN
bisa memilih gaya gravitasi.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
Hubungan Injury Saverity Score (ISS)
bahwa ada hubungan yang tidak signifikan waktu
dengan kematian lanjut pada penderita trauma
penatalaksanaan Airway, Breathing, Circulation, dan
mayor terdapat hubungan yang signifikan, dengan
Disability antara, waktu trauma, penyebab dengan
nilai p=0,000, yang berarti ISS merupakan faktor
kematian lanjut pada penderita trauma mayor, serta
yang turut mempengaruhi penyebab kematian
ada hubungan yang signifikan waktu penatalaksanaan
pada trauma mayor. Hal ini berarti bahwa
Airway, Breathing, Circulation, dan Disability
beratnya trauma mayor sangat menentukan
antara diagnose, ISS, serta lama waktu
prognosis penderita, dimana pada trauma mayor
penatalaksanaan dengan kematian lanjut pada
lebih di dominasi oleh trauma kapitis berat pada
penderita trauma mayor.
responden ini dengan skor GCS 6 dan pada
Berdasarkan penelitian ini maka dapat
kondisi tersebut akan terjadi gagal neurologi.
disarankan bahwa dengan mengetahui pentingnya
Hubungan lama penanganan dengan
waktu penatalaksanaan kegawatdaruratan medis,
kematian lanjut pada penderita trauma mayor
diharapkan lama penanganan pada pasien yang
terdapat hubungan yang signifikan, dengan nilai
trauma mayor perlu mendapat perhatian,
p=0,001, yang berarti lama penanganan turut
pertolongan penderita trauma perlu
mempengaruhi penyebab kematian pada trauma
dimasyarakatkan karena keberhasilan penanganan
mayor. Prinsip penting tindakan pertolongan
intra-hospital sangat ditentukan oleh pre-hospital,
gawat darurat adalah menyelamatkan pasien
serta diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
akibat fatal atau kematian dari keadaan gawat
mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh
darurat. Adapun filosofinya adalah Time Saving is
pada kematian lanjut selain faktor-faktor yang
Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang
sudah diajukan dalam tulisan ini.
dilakukan pada saat kondisi gawat darurat

199
Makkasau Plasay ISSN 2252-5416

DAFTAR PUSTAKA Pusponegoro A, et al. (2010). Buku Panduan Basic


Trauma Life Support and Basic Cardiac Life
Cahyadi Y. & Soegandhi. (2008). Variasi Cedera
Support. Ed. Ke-3. Penerbit Yayasan
Pada Kecelakaan Lalulintas antara
Ambulans Gawat Darurat 118. Jakarta.
Kendaraan Roda Dua dan Empat yang
Rasjad C. (2009). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
dikirim ke Instalasi Forensik RSUP dr.
Ed Ke-3. Cet Ke-6. Penerbit Yarsif
Sardjito. Yokyakarta.
Watampone. Jakarta.
Hendrik, Pranowo., K.T., Sulistyo A., Triatmono
Riskesdas. (2007). Profil Kesehatan Indonesia.
A,. & Subarano. (2006). Pengaruh Waktu
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Medis
Jakarta.
Terhadap Mutu Pelayanan di Instalasi
Sjamsuhidajat R. & De Jong. (2010). Buku Ajar
Gawat Darurat RSUD Bantul. Jurnal
Ilmu Medikal Bedah. Ed.3 Penerbit Buku
Cerminan Dunia Kedokteran, 152: 0125-
Kedokteran EGC. Jakarta.
913X; 47-65
Sutawijaya RB. (2009). Gawat Darurat. Cet. I.
Manuaba T. (2010). Pasca trauma multi organ
Penerbit Aulia Publishing. Yokyakarta.
failure. In : PIB Trigonuma Malang, Lab
Sastroasmoro S. & Ismail S. (2008). Dasar-dasar
bedah FK UNUD, Malang.
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3.
Medical Record. (2012). RSUP. Dr. Wahidin
Penerbit CV. Sagung Seto. Jakarta.
Sudirohusodo Makassar.
Farison T. (2010). Bantuan Hidup Dasar.
Medivac. (2010). Pedoman Tatalaksana Evakuasi
Tedyfarison. Com.
Medik. Dit Bina Yanmed Dasar. Jakarta.

200

Anda mungkin juga menyukai