PENDAHULUAN
menyebabkan gangguan dari suplai pembuluh darah tulang. Selain dari kasus
idiopatik, penyebab dari osteonekrosis juga dapat berupa trauma (penyebab paling
sering) dan penyebab non traumatik (kondisi sistemik), seperti alkoholisme, terapi
steroid, penyakit hematologi, dan SLE. Terdapat dua tipe utama dari ON: infark
sumsum tulang yang melibatkan struktur trabekular dan rongga sumsum tulang
klinis); dan infark pada juxta-artikuler yang terletak pada tulang subkondral pada
mengarah pada perjalanan dari manifestasi patologi dan klinis yang diakibatkan
oleh kerusakan atau gangguan dari suplai darah dari kaput femur yang
menyebabkan sel sumsum tulang dan osteosit mengalami nekrosis (Users, 2015).
tantangan yang signifikan terhadap ahli bedah orthopaedi dan merupakan penyakit
yang dapat menyebabkan kolaps kaput femur menyeluruh pada 80% pasien yang
1
2
termasuk anemia sel sabit, penyakit Legg-Calve Perthes, dan paparan terhadap
Harvey Cushing adalah orang pertama yang menemukan efek samping dari
hiperkortikolisme pada jaringan tulang pada tahun 1930. Semenjak itu banyak
telah dimengerti sejak laporan kasus pertama pada pasien rheumatoid artritis pada
steroid memiliki kemungkinan 20 kali lebih besar terkena ON. Dosis efek dari
namun juga menginduksi apoptosis dari osteoblas dan osteoklas. Penelitian klinis
tulang dalam perkembangan dari osteonekrosis kaput femur serta disertai dengan
3
apoptosis yang luas dari osteoblas dan osteosit, di mana menunjukan apoptosis
yang dimediasi nitrat oksida merupakan mekanisme yang potensial dari SAON
diberikan dalam dosis tertentu dan bergantung pada waktu, memicu difenrensiasi
dari stem sel yang diperoleh dari sumsum tulang (BMCs) menjadi adiposit yang
dari PPAR- dan menurukan ekspresi mRNA dari Cbfa1. Peroksisom proliferator
transkripsi penting pada diferensiasi dari sel pluripoten menjadi adipogenik dan
faktor humeral (hemopoietine) yang meregulasi produksi dari sel darah merah.
dan cara kerja hematopoetik telah berhasil dideskripsikan secara detail, sementara
pembuangan dan degradasi dari EPO belum dapat dimengerti secara menyeluruh.
Tahun 1985, penemuan dari untaian nukleotida dari EPO memungkinkan produksi
4
dari human recombinant dari EPO (rhEPO) untuk penggunaan klinis (Hendrik and
Rlfing, 2014).
erithroid dan meregulasi jumlah dari eritrosit yang beredar pada darah perifer
alami di tubuh yang memiliki peran fisiologis tertentu, seperti pembawa pesan
sel (enzim) dan komponen utama respon imun (antibodi dan limfokin).
produksi sel darah merah, dan diproduksi terutama oleh ginjal pada orang dewasa
dan oleh hati selama kehidupan janin. Penggunaan EPO rekombinan manusia
(rHuEPO) telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS, dan
sekarang banyak digunakan untuk pengobatan anemia yang terkait dengan gagal
ginjal, kanker, prematuritas, penyakit radang kronis dan infeksi virus kekebalan
tersebut masih belum jelas. Salah satu penelitian menyebutkan Epo memiliki
peran dalam regenerasi dari tulang yang baru diserap dengan cara menstimulasi
JAK-STAT signaling pathway pada HSCs melalui Epo-R. Proses ini kemudian
menstimulasi produksi dari BMPs, terutama BMP2 dan BMP6. Hasil dari
5
produksi BMPs dan HSCs dapat menginduksi sel progenitor osteogenik untuk
interaksi permukaan sel dengan reseptor BMP (BMPRs) (McGee et al., 2012).
VEGF adalah salah satu angiogenik kuat dan faktor pertumbuhan osteogenik
dalam proses perbaikan tulang. Menariknya, Epo memiliki kesamaan genetik dan
fungsional dengan VEGF, sehingga memiliki peran yang hampir sama pada
pasca cedera kulit dan infark miokard melalui jalur VEGF. Pemberian Epo
meningkatkan regulasi ekspresi dari VEGF selama fase awal dari penyembuhan
defek tulang. Selain itu pemberian Epo juga dihubungkan dengan peningkatan
jumlah pembuluh darah pada celah osteotomi dalam 2 minggu (Holstein et al.,
2011).
1. Apakah jumlah sel-sel adiposit pada medula tulang tikus yang diinjeksi
2. Apakah jumlah sel-sel osteosit yang nekrosis pada caput femur tikus yang
1.3 Tujuan
1. Membuktikan jumlah sel-sel adiposit pada medula tulang antara tikus yang
2. Membuktikan jumlah sel-sel osteosit yang nekrosis pada kaput femur tikus
dan diberikan rHuEPO lebih sedikit dibandingkan dengan tikus yang hanya
diinjeksi deksametason.